Teori Permainan (Sosiologi) Teori Permainan adalah teori interaksi sosial yang berusaha menjelaskan interaksi yang dimiliki orang-orang satu sama lain. Senada dengan namanya, teori permainan memandang interaksi manusia seperti suatu permainan. Penemu teori ini adalah John Nash, matematikawan yang ditampilkan dalam film A Beautiful Mind, bersama dengan matematikawan John von Neumann (Andersen & Taylor, 2009).
Asal Muasal Teori Permainan mulanya adalah teori ekonomi dan matematika yang memprediksi bahwa interaksi manusia memiliki karakteristik permainan, termasuk strategi, pemenang dan yang kalah, hadiah dan hukuman, dan keuntungan dan harga. Teori ini awalnya dikembangkan untuk memahami sejumlah besar perilaku ekonomi, termasuk perilaku firma, pasar, dan konsumen. Penggunaan teori permainan telah melebar dalam bidang ilmu sosial dan telah diterapkan dalam kajian mengenai perilaku politik, sosiologis dan psikologis. Teori Permainan pertama digunakan untuk mendeskripsikan dan memodel bagaimana populasi manusia berperilaku. Beberapa peneliti percaya bahwa mereka bisa memprediksi bagaimana populasi manusia akan bertindak ketika dihadapkan dengan situasi yang bersesuaian dengan permainan yang dikaji. Pandangan teori permainan ini telah dikritisi karena asumsi yang dibuat oleh ahli yang menganut teori ini sering dilanggar. Sebagai contoh, mereka menganggap bahwa pemain akan selalu bertindak secara langsung untuk memaksimalkan kemenangan mereka, ketika kenyataannya ini tidak selamanya benar. Perilaku altruis dan filantropis tidak akan sesuai dengan model ini. Sebagai contoh, pertimbangkan ketika seorang remaja menyatakan cinta pada remaja lain yang disukainya. Contoh tersebut bisa digunakan untuk menunjukkan bagaimana aspek-aspek suatu permainan terlibat dalam interaksi sosial. Jika dia menyatakan cinta, dia mungkin memiliki strategi tertentu untuk “menang” (diterima perasaan cintanya) dan “mendapatkan hadiah” (status hubungan baru yang bisa dia tunjukkan pada orang lain) dengan “ongkos” minimal (dia tidak ingin malu di depan orang tersebut atau menghabiskan banyak uang untuk bisa menang).
Elemen dalam Permainan Ada tiga elemen dalam sebuah permainan (Duffy, 2010):
Para pemain Strategi masing-masing pemain Konsekuensi untuk masing-masing pemain untuk setiap profil pilihan strategi yang mungkin diambil semua pemain
Jenis permainan Ada beberapa jenis permainan yang ternyata merupakan kajian yang menggunakan teori permainan:
Zero-sum game: kepentingan masing-masing pemain bertentangan satu sama lain secara langsung. Sebagai contoh, dalam suatu permainan sepakbola, satu tim kalah dan satu tim menang. Jika menang sama dengan +1 dan kalah sama dengan -1, jumlahnya adalah 0. Non-zero sum game: kepentingan masing-masing pemain tidak selalu bertentangan secara langsung sehingga ada kemungkinan keduanya memperoleh keuntungan. Sebagai contoh, ketika kedua pemain memilih “jangan mengaku” pada Dilema Tawanan (lihat di bawah).
Simultaneous move game: para pemain memilih tindakan secara bersamaan. Sebagai contoh, dalam Dilema Tawanan (lihat di bawah), masing-masing pemain harus mengantisipasi apa yang lawannya lakukan pada saat itu, menyadari bahwa lawannya sedang melakukan hal yang sama. Sequential move games: para pemain memilih tindakannya dalam urutan tertentu. Sebagai contoh, dalam situasi tawar menawar di pasar tradisional, para pemain harus bisa mengetahui apa yang akan terjadi agar tahu apa tindakan yang harus dilakukannya sekarang. One-shot games: permainan ini berlangsung hanya satu kali. Dalam permainan sejenis ini, para pemain cenderung tidak tahu banyak tentang satu sama lain. Sebagai contoh, memberikan tips pada pengemudi ojek daring. Repeated games: permainan ini diulang-ulang dengan pemain yang sama.
Dilema Tawanan Dilema Tawanan adalah salah satu dari permainan paling populer yang dikaji dalam teori permainan dan telah digambarkan dalam banyak film dan acara televisi bertema kriminal. Dilema tawanan menunjukkan mengapa dua individu bisa jadi tidak setuju, meski tampaknya akan lebih baik jika mereka setuju. Dalam skenario ini, dua rekan kriminal dipisahkan dalam ruangan berbeda di kantor polisi dan diberikan tawaran yang serupa. Jika seseorang bersaksi melawan rekannya dan rekannya diam saja, pengkhianat tersebut akan bebas dan rekannya menerima hukuman pidana penuh (misalnya sepuluh tahun penjara). Jika keduanya memilih untuk tidak bersaksi, keduanya dijatuhi hukuman ringan. Jika mereka saling bersaksi melawan satu sama lain, masing-masing dari mereka dijatuhi hukuman pidana moderat. Masing-masing tawanan harus memilih antara mengkhianati temannya atau tetap diam, dan keputusan ini dirahasiakan dari satu sama lain. Dilema Tawanan seperti ini dapat diterapkan dalam banyak situasi sosial yang lain, dari ilmu politik, hukum, psikologi, bahkan periklanan. Sebagai contoh, pengharaman PUBG oleh Majelis Ulama Indonesia baru-baru ini. Atas dasar kejadian terorisme dan penembakan keji yang terjadi di Selandia Baru, Majelis Ulama Indonesia memilih untuk mengeluarkan fatwa haram terhadap PlayerUnknown’s Battlegrounds Mobile, atau PUBG Mobile, suatu permainan tembak menembak yang populer di kalangan pengguna Android dan iPhone. Karena hal ini, para pemain PUBG menghadapi dilema ketika dihadapkan pada lembaga agama: jika mereka terus bermain PUBG, mereka akan menghadapi kecaman dan teguran dari lembaga agama—otomatis, masyarakat karena masyarakat Indonesia memiliki kekentalan yang erat dengan agama; dengan keuntungan yang diperoleh berupa kepuasan karena memainkan permainan yang disukainya, mungkin telah mengeluarkan sejumlah uang untuk permainan tersebut. Jika mereka berhenti memainkan PUBG, mereka tidak akan menghadapi kecaman seperti itu, namun mereka mengorbankan kepuasan pribadinya—bahkan uang yang sudah dikeluarkan—dan segala konsekuensi yang dihadapinya. Pilihan lain adalah berganti permainan dengan permainan lain yang serupa, misalnya Garena FreeFire, karena para pemain bisa berdalih melawan kecaman lembaga agama dan masyarakat yang dijatuhkan pada mereka karena bermain permainan serupa PUBG (“Tapi ini kan bukan PUBG, yang diharamkan kan PUBG?!”) Tapi konsekuensi yang harus dihadapi pemain adalah mereka harus menyesuaikan diri kembali dengan lingkungan yang baru, sama halnya seorang individu yang masuk ke suatu lingkungan yang benar-benar baru, meski mereka berpengalaman bahkan ahli bermain PUBG sebelumnya. Dilema seperti ini berakhir dengan kondisi di mana banyak orang memutuskan untuk tetap bermain PUBG meski mereka tahu hal tersebut diharamkan oleh MUI. Masyarakat berakhir dengan kondisi di mana fatwa haram tersebut tidak memiliki kekuatan signifikan untuk mengendalikan perilaku
individu, suatu kondisi yang bisa jadi tidak ideal bagi sekelompok masyarakat namun didasari oleh pilihan rasional sadar yang diambil individu yang terlibat dalam kisruh ini.
Asumsi Teori Permainan Dalam mengkaji teori permainan, ada beberapa asumsi yang bisa digunakan sebagai dasar kajian (Duffy, 2010): 1. Hadiahnya sudah diketahui dan ditetapkan 2. Semua pemain bertindak secara rasional 3. Aturan permainan diketahui oleh semua pemain
Daftar Pustaka Duffy, J. (2010). Lecture Notes: Elements of a Game. http://www.pitt.edu/~jduffy/econ1200/Lect01_Slides.pdf Andersen, M.L and Taylor, H.F. (2009). Sociology: The Essentials. Belmont, CA: Thomson Wadsworth.
Commented [AH1]: Nanti ketika bikin kajian kasus, asumsi ini dijadikan dasar untuk mengkaji. 1.Kaji ‘hadiah’: apa yang diperoleh dengan bermain PUBG ketika itu melawan fatwa haram MUI, dan apa yang akan hilang jika kita tidak bermain PUBG dan nurut sama fatwa haram MUI. 2.Kaji rasionalisasi tindakannya: apa yang ngebuat orang tetap main PUBG lawan apa yang ngebuat orang berhenti main PUBG setelah fatwa haramnya keluar. 3.Kaji aturan permainannya: apa yang bakal terjadi kalau orang main PUBG, apa yang bakal terjadi kalau orang berhenti main PUBG, dan apa yang bakal terjadi kalau orang ganti game. Terus sambungin dengan paragraf aku tentang dilema tawanan di atas.