Gagasan Estetika Immanuel Kant Immanuel Kant dipandang sebagai filsuf yang sangat berpengaruh dalam filsafat modern dan setelahnya. Ia membuat suatu sintesa epistemologis dalam menanggapi persoalan kebenaran, baik yang diperoleh melalui penalaran rasio dan persepsi inderawi. Upaya kritisisme Kant ini dapat dipandang sebagai pendamaian antara rasionalisme dan empirisme yang sama-sama bersikukuh pada pendiriannya soal pengetahuan. Kant menyebut usahanya ini sebagai ”revolusi Kopernikan” yang memberikan arah baru dalam persoalan kebenaran dan pengetahuan. Sebelumnya para filsuf berpegang pada prinsip bahwa pengenalan berpangkal dari objek, sedangkan Kant membuat ”revolusi”dengan menyatakan bahwa pengenalan berpangkal dari subjek1. Selain
gagasan
epistemologisnya,
Immanuel
Kant
juga
menyampaikan
gagasannya tentang estetika. Immanuel Kant menjelaskan gagasannya tentang estetika, khususnya tentang ’apa itu keindahan’2 dalam karyanya, Kritik der Urtheilskraft (Kritik atas Daya Pertimbangan). Fokus tulisan ini berkisar pada konsep keindahan dan pertimbangan estetika Immanuel Kant yang garis besarnya terdapat dalam Bagian Pertama karyanya Kritik atas Daya Pertimbangan
yaitu pada Kritik atas Pertimbangan Estetika tentang Analisis
tentang Keindahan3. 1. Riwayat Hidup Singkat Immanuel Kant Immanuel Kant lahir di Konigsberg, Prussia (sekarang bernama Kalingrad di Rusia) pada tanggal 22 April 1724. Ia dididik dan dibesarkan dalam suasana pietisme
1
Simon Petrus L.Tjahjadi, Petualangan Intelektual (Yogyakarta: Kanisius), 2004, hlm. 281-282. Estetika secara khusus berbicara soal keindahan, sedangkan ruang lingkupnya dapat dibedakan menjadi dua bidang, yaitu: filsafat estetika yang memusatkan tentang keindahan dan filsafat seni yang memusatkan pada seni. Lih. Mudji Sutrisno, Oase Estetika (Yogyakarta: Kanisius), 2006, hlm. 51. 3 Dalam Kritik atas Daya Pertimbangan, Immanuel Kant membahas dua pokok gagasan besar yaitu Kritik atas Pertimbangan Estetika dan Kritik atas Pertimbangan Teleologis. Estetika secara khusus dijelaskan secara sistematis dalam Bagian I: Kritik atas Daya Pertimbangan Estetis. Bagian I ini dibagi lagi menjadi dua bagian, yakni: Analisis atas Pertimbangan Estetis dan Dialektik dari Daya Pertimbangan Estetis. Tema Analisis atas Pertimbangan Estetis dibagi lagi menjadi dua pokok bahasan yaitu Analisis atas Keindahan dan Analisis tentang Sublim. Fokus tulisan saya dibatasi pada Analisis atas Keindahan yang menjabarkan Empat Momen dari Pertimbangan Estetis. Lih. Immanuel Kant, Critique of Judgment (New York: Hafner Press), 1951, hlm. v -ix pada daftar isi. 2
(spiritualitas kristiani yang menekankan kesalehan hidup) di keluarganya. Kant jarang meninggalkan kota kediamannya dan memiliki kebiasaan yang teratur dalam hidupnya. Masa pendidikan Kant dijalaninya di Universitas Konigsberg. Mulanya ia mendalami teologi, namun ia tertarik pada bidang fisika, khususnya pada karya Isaac Newton. Semasa kuliah ia dipengaruhi oleh rasionalisme Wolff. Pada tahun 1755 ia meraih gelar doktor dengan disertasi berjudul Meditationum quarundum de igne succinta delineatio (Uraian Singkat atas Sejumlah Pemikiran tentang Api), lalu bekerja sebagai privatdozent
(dosen
yang
menerima
honor
dari
mahasiswa
yang
mengikuti
kuliahnya).4Pada masa-masa ini Kant dipengaruhi oleh pandangan rasionalisme dari Leibniz dan Wolff.5 Pada tahun 1770 Kant mendapat pengukuhan sebagai professor dengan disertasi De mundi sensibilis atque intelligibilis forma et principiis (Tentang Bentuk dan Asasasas dari Dunia Inderawi dan Dunia Akal Budi), khususnya dalam bidang logika dan metafisika6. Dalam kurun waktu tersebut Kant mulai dipengaruhi oleh filsafat Hume yang berhaluan empiris. Pada periode ini Kant terbangun dari ”tidur dogmatis” dan mulai mengembangkan apa yang disebut kritisisme. Sebab itu periode ini sering disebut sebagai periode kritis bagi Kant.7 2. Beberapa Karya Immanuel Kant Karya-karya Kant antara lain: 1.
Kritik der reinen Vernunft (Kritik atas Rasio Murni)
2.
Kritik der praktischen Vernunft (Kritik atas Rasio Praktis)
3.
Kritik der Urtheilskraft (Kritik atas Daya Pertimbangan)
4.
Grundlegung zur Metaphysik der Sitten (Pondasi Metafisika Moral)
5.
Die Religion innerhalb den Grenzen der blossen Vernunft (Agama di
dalam Batas-batas Rasio Saja) 6.
4
Metaphysik der Sitten (Metafisika Moral)
Lih. Simon Petrus L. Tjahjadi, Op.Cit., hlm. 279. Masa-masa Kant dipengaruhi oleh Leibniz dan Wolff sering digolongkan sebagai periode pra-kritis. Bdk. F. Budi Hardiman, Filsafat Modern (Jakarta: Gramedia), 2004, hlm. 131 6 Lih. Simon Petrus L. Tjahjadi, Loc.Cit. 7 Ibid., hlm. 132 5
3. Gagasan Estetika Immanuel Kant Secara khusus gagasan estetika Kant tertuang dalam karyanya, Kritik atas Daya Pertimbangan (Kritik der Urtheilskraft), pada bagian pertama berjudul Kritik atas Pertimbangan Estetika8. Namun perlu kiranya untuk melihat beberapa pandangan dasar Kant tentang epistemologi, yang disusunnya dalam karya pertamanya, Kritik der reinen Vernunft. Upaya kritisisme Kant ini dapat dipandang sebagai pendamaian antara rasionalisme dan empirisme yang sama-sama bersikukuh pada pendiriannya soal pengetahuan. Kant menyebut usahanya ini sebagai ”revolusi Kopernikan” yang memberikan arah baru dalam persoalan kebenaran dan pengetahuan. Sebelumnya para filsuf berpegang pada prinsip bahwa pengenalan berpangkal dari objek, sedangkan Kant membuat ”revolusi”dengan menyatakan bahwa pengenalan berpangkal dari subjek. Kant membagi tiga tahap pencerapan pengetahuan9, yaitu: 1. Tahap
pertama,
yang
terendah,
adalah
pencerapan
inderawi
(Sinneswahrnehmung). 2. Tahap kedua adalah tingkat akal budi (Verstand). 3. Tahap ketiga, yang tertinggi, adalah tingkat budi atau intelek (Vernunft). Kant membahas daya pertimbangan estetika atas keindahan dengan menggunakan istilah ’momen’. Setiap momen memuat pembahasan tentang pertimbangan atas selera; selera di sini terkait erat dengan keindahan. Dari penjelasan tentang pertimbangan atas selera pada setiap momen, Kant merumuskan satu pokok gagasan singkat tentang apa itu keindahan. Berikut ini adalah garis besar gagasan Kant dalam setiap momen 1. Momen Pertama: Tentang Pertimbangan Selera menurut Kualitas Kant mengawali penjelasannya dengan menyatakan bahwa pertimbangan selera adalah hal yang estetis sebab selera terkait dengan keindahan. Selera (taste) adalah kemampuan untuk mempertimbangkan suatu objek atau suatu metode penggambarannya dengan kepuasan yang sepenuhnya tidak tertarik (disinterested) 8
Bdk. Immanuel Kant, Critique of Judgment (New York: Hafner Press), 1951, Terjemahan Indonesia untuk istilah-istilah yang digunakan Immanuel Kant berbeda-beda antara satu buku dengan buku lainnya. Sebagai contoh, terjemahan Vernunft oleh Simon Petrus L. Tjahjadi adalah budi atau intelek, sedangkan F. Budi Hardiman menerjemahkannya sebagai rasio. Dalam tulisan Nico Syukur Dister tentang Kant, rasio atau budi merupakan terjemahan dari Vernunft. Karena perbedaan terjemahan yang cukup mendasar, maka saya mengambil satu acuan dari 9
atau tidak memiliki kepuasan (dissatisfaction)10. Pertimbangan estetika tidak mempunyai maksud (disinterested) atau kepuasan (dissatisfaction). Apa yang dimaksud dengan disinterested? Maksud atau ketertarikan mempunyai dua aspek, yaitu: (1) melalui sensasi dalam rasa menyenangkan, dan (2) melalui konsep dalam kebaikan. Nah, pertimbangan estetika dalam hal ini bebas dari kedua aspek maksud atau ketertarikan tersebut. Secara khusus Kant menegaskan bahwa pertimbangan estetika hanya berurusan dengan bentuk yang ditampilkan objek, bukan dengan isi yang sifatnya terinderai, sebab penginderaan akan terkait dengan rasa menyenangkan dan akan jatuh pada maksud atau ketertarikan. Dari momen pertama ini Kant mengaitkan selera dengan keindahan. Jika selera diartikan sebagai kemampuan atau metode dalam mempertimbangkan objek tanpa maksud atau intensi tertentu, maka keindahan merupakan objek yang mengandung kepuasan yang sepenuhnya tidak memiliki ketertarikan/maksud (disinterested satisfaction).11 2. Momen Kedua: Tentang Pertimbangan Selera menurut Kuantitas Dari gagasan momen pertama, Kant melangkah kepada gagasan kedua bahwa pertimbangan estetika berlaku secara universal. Hal ini berasal dari kebebasan yang dimiliki setiap orang dalam mempertimbangkan suatu objek, yaitu bahwa dia tidak terikat oleh maksud-maksud (interest) dari dirinya. Sebab itu dia juga memperoleh kepuasan karena kondisi-kondisi pribadinya secara subjektif sehingga dasar pertimbangannya dapat diterapkan pada orang lain pula. Sifat universal pertimbangan estetika tersebut dibedakan dari dua hal, yakni: (1) atau hanyalah subjektivitas pertimbangan pribadi atau (2) objektivitas yang ketat dari suatu pertimbangan. Kant dalam hal ini ingin menekankan sifat pertimbangan estetika yang bebas/ netral dari subjektivitas dan objektivitas dengan intensi di dalamnya. Secara ringkas, Kant menyatakan bahwa ”Keindahan adalah yang menyenangkan secara universal tanpa (membutuhkan) suatu konsep”12
10
Immanuel Kant, Op. Cit., hlm. 45 Ibid. 12 Ibid, hlm. 54. 11
3. Momen Ketiga: Tentang Pertimbangan Selera menurut Hubungan dengan Tujuan yang Dibawa dalam Pertimbangannya. Pada momen ketiga ini Kant berbicara tentang persoalan tujuan (purpose) dan ketertujuan (purposiveness). Tujuan merupakan ”objek dari suatu konsep, sejauh konsep tersebut dipandang sebagai sebab dari objek (dasar riil dari kemungkinannya); dan kausalitas dari suatu konsep dalam kaitan objeknya itu merupakan ketertujuannya.”13 Tujuan dapat dikatakan sebagai konsep menurut maksud pembuatannya, sedangkan ketertujuan merupakan hal-hal yang paling tidak muncul untuk dibuat atau dirancang. Dalam hal ini bisa saja ada ketertujuan tanpa tujuan. Dalam kaitan dengan keindahan, Kant menyatakan bahwa keindahan harus dipahami memiliki ketertujuan tanpa suatu tujuan yang definitif. Tujuan selalu berdasarkan kepada suatu kepuasan, yang secara langsung membawa maksud di dalamnya, sebab itu tujuan tidak dapat menjadi landasan bagi pertimbangan estetika. Kant berbicara tentang Pertimbangan Estetis Murni, yaitu pertimbangan estetis yang bebas dari pesona dan emosi serta konsep yang definitif. Hal yang ingin digarisbawahi oleh Kant adalah independensi pertimbangan estetis seseorang dari konsep-konsep, baik secara emosional maupun secara kognitif. Kant menekankan pada ketertujuan pertimbangan estetis tanpa dipengaruhi oleh tujuan atau intensi seseorang. Pada momen ini Kant merumuskan keindahan sebagai ”bentuk dari ketertujuan suatu objek, sejauh hal ini dicerap di dalamnya tanpa adanya perwujudan dari tujuan.”14 4. Momen Keempat: Tentang Pertimbangan Selera menurut Modalitas Kepuasan di dalam Objek. Pertimbangan Selera menurut Kant harus memenuhi syarat ’perlu’ (necessity). Keperluan yang ada dalam pertimbangan estetis Kant juga menghadirkan istilah ’pengertian umum’ (common sense) 4. Relevansi
13 14
Ibid., hlm. 55 Ibid., hlm. 73