Laporan Kasus
REHABILITASI MEDIK PADA PASIEN HEMIPARESIS DEXTRA ET CAUSA STROKE NON HEMORAGIK
Oleh : Maniata Febtry Bata 17014101080 Masa KKM :25 Maret – 31 Maret 2019
Pembimbing : dr. Darryl Setiawan
Penguji :
ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 2019
DAFTAR ISI DAFTAR ISI.............................................................................................................i LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................3 A. Definisi ............................................................................................................3 B. Epidemiologi ..................................................................................................3 C. Anatomi Pembuluh Darah Otak .....................................................................3 D. Fisiologi Aliran Darah Otak ...........................................................................5 E. Klasfikasi Stroke .............................................................................................6 F. Faktor risiko Stroke…………………………………………………………..8 G. Patogenesis…………………………………………………………………..9 H. Manisfestasi klinik…………………………………………………………..9 I.Diagnosis……………………………………………………………………...10 j. Program Rehabilitas Medik Pasien Stroke........................................................11 BAB III LAPORAN KASUS……………………………………………………...14 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...24
i
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus dengan Judul “ Rehabilitasi Medik Pada Pasien Hemiparesis DextraEt Causa Stroke Non Hemoragik” telah dibacakan, dikoreksi, dan disetujui pada tanggal
Maret 2019
Mengetahui,
Pembimbing
dr. Darryl Setiawan
Penguji
ii
BAB I PENDAHULUAN
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah gejala dan atau tanda gangguan fungsi otak fokal maupun global yang terjadi tiba-tiba dan berlangsung progresif atau menetap atau berakhir kematian tanpa penyebab lain selain gangguan vaskular.1 Stroke merupakan urutan kedua penyakit mematikan setelah penyakit jantung. Serangan stroke lebih banyak dipicu karena hipertensi yang disebut silent killer, diabetes mellitus, obesitas dan berbagai gangguan aliran darah ke otak. Angka kejadian stroke di dunia kira-kira 200 per 100.000 penduduk dalam setahun. Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika mengalami stroke, dan stroke mengakibatkan hampir 150.000 kematian. Di Amerika Serikat tercatat hampir setiap 45 detik terjadi kasus stroke, dan setiap 4 detik terjadi kematian akibat stroke.2 Di Indonesia sendiri, penyakit stroke merupakan penyebab utama kematian dengan prevalensi berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 adalah 12 kasus per 1000 jiwa. Sementara itu, prevalensi stroke berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Utara (10,8%), diikuti Daerah Istimewa Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7%.3 Dengan kemajuan teknologi, stroke lebih sering meninggalkan kecacatan dibandingkan kematian. Stroke merupakan penyebab kecacatan kedua terbanyak di seluruh dunia pada individual di atas 60 tahun. Beban biaya yang ditimbulkan akibat stroke sangat besar, selain bagi pasien dan keluarganya, juga bagi negara. Kondisi ini belum memperhitungkan beban psikososial bagi keluarga yang merawatnya. Delapan puluh persen pasien stroke mempunyai defisit neuromotor sehingga memberikan gejala kelumpuhan sebelah badan (hemiparesis) dengan tingkat kelemahan bervariasi dari yang lemah hingga berat, kehilangan sensibilitas, kegagalan sistem koordinasi, perubahan pola jalan dan terganggunya keseimbangan. Hal ini mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.2,3
1
Rehabilitasi medik pasien stroke adalah usaha yang dapat dilakukan guna mengembalikan kemampuan pasien stroke secara fisik pada keadaan semula atau setidaknya mendekati normal seperti sebelum sakit dalam waktu sesingkat mungkin. Prinsip rehabilitas medik pada stroke ialah mengusahakan agar sedapat mungkin pasien tidak bergantung pada orang lain. Dalam penanganan pasien diperlukan adanya satu tim yang terdiri dari berbagai disiplin keahlian, agar tercapai hasil yang sebaik-baiknya. Tim rehabilitasi medik pasca stroke terdiri dari dokter spesialis rehabilitasi medik, fisioterapis, okupasi terapis, ortotis prostetis, terapi wicara, sosial-medik, psikolog, dan perawat rehabilitasi.4 Manfaat rehabilitasi pada pasien stroke bukan untuk mengubah defisit neurologis melainkan menolong pasien untuk mencapai fungsi kemandirian semaksimal mungkin dalam konteks lingkungannya. Jadi tujuannya adalah lebih kearah meningkatkan kemampuan fungsional daripada memperbaiki defisit neurologis atau mengusahakan agar pasien dapat memanfaatkan kemampuan sisanya untuk mengisi kehidupan secara fisik, emosional, dan sosial ekonomi dengan baik.5,6 Berikut ini disampaikan sebuah laporan kasus seorang pasien dengan hemiparesis dextra et causa stroke non hemoragik yang dirawat di bagian Rehabilitasi Medik RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI Menurut WHO, stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam dan dapat menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.1
B. EPIDEMIOLOGI Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu dan kematian nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang.5,6 Menurut American Heart Assosiation (AHA), angka kejadian stroke pada laki-laki usia 20-39 tahun sebanyak 0,2% dan perempuan sebanyak 0,7%. Usia 40-59 tahun angka terjadinya stroke pada perempuan sebanyak 2,2% dan laki-laki 1,9%. Seseorang pada usia 60-79 tahun yang menderita stroke pada perempuan 5,2% dan laki-laki sekitar 6,1%. Prevalensi stroke pada usia lanjut semakin meningkat dan bertambah setiap tahunnya dapat dilihat dari usia seseorang 80 tahun ke atas dengan angka kejadian stroke pada laki-laki sebanyak 15,8% dan pada perempuan sebanyak 14%.7,8
C. ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK Suplai darah serebral berasal dari dua arteri utama yaitu sistem arteri karotis interna dan sistem vertebrobasiler. Dua pertiga depan kedua belahan otak (sirkulasi anterior) dan struktur subkortikal mendapat darah dari sepasang arteri karotis interna, sedangkan 1/3 bagian belakang (sirkulasi posterior) yang meliputi serebelum, korteks oksipital bagian posterior dan batang otak, memperoleh darah dari sepasang arteri vertebralis kanan dan kiri yang kemudian bersatu menjadi arteri basilaris (sistem vertebrobasiler).10,11
3
Arteri karotis interna pada kedua sisi menghantarkan darah ke otak melalui percabangan utamanya, arteri serebri media dan arteri serebri anterior serta arteri khoroidalis anterior.Kedua arteri vertebralis bergabung di garis tengah pada batas kaudal pons untuk membentuk arteri basilaris, yang menghantarkan darah ke batang otak dan serebelum, serta sebagian hemisfer serebri melalui cabang terminalnya, arteri serebri posterior.Sirkulasi anterior dan posterior berhubungan satu dengan lainnya melalui sirkulus arteriosus Willisi.Sirkulus ini merupakan lingkaran terutup dan berada di dasar hipotalamus dan khiasma optikum. Sirkulus ini, mempunyai salah cabang yang menjadi arteri perforata.10,11 Terdapat pula banyak hubungan anastomosis lain di antara arteri-arteri yang mendarahi otak, dan antara sirkulasi intrakranial dan ekstrakranial; sehingga oklusi pada sebuah pembuluh darah besar tidak selalu menimbulkan stroke karena jaringan otak di bagian distal oklusi mungkin mendapatkan perfusi yang adekuat dari pembuluh darah kolateral.9
Gambar 2.1 Jalur ekstrakranial arteri utama yang menyuplai otak10
Arteri serebri anterior berjalan melalui bagian medial atas dari khiasma optikum dan selanjutnya terletak di fisura longitudinalis dan parietalis, baik untuk korteks sensorik maupun motorik. Arteri serebri anterior kanan berhubungan dengan arteri serebri anterior kiri melalui arteri komunikans anterior yang merupakan bagian sirkulus arteriosus Willisi.11 Arteri serebri media yang merupakan arteri terbesar, terbagi dan bercabang untuk memasok darah sebagian besar daerah permukaan lobus frontalis, parietalis,
4
dan temporalis termasuk korteks motorik, korteks sensorik, insula dan korteks auditorik.11 Arteri vertebralis mempercabangkan arteri spinalis posterior, arteri spinalis anterior yang memperdarahi medulla spinalis, dan arteri serebelaris posterior inferior yang menyuplai bagian inferior serebelum sebelum bersatu menjadi arteri basilaris. Cabang-cabang arteri basilaris adalah cabang kecil di pons dan arteri serbelaris anterior inferior yang memperdarahi bagian inferior dan anterior serebelum. Cabang akhir dan merupakan cabang utama arteri basilari adalah arteri serberi posterior yang memperdarahi lobus oksipitalis termasuk korteks visual dan cabang arteri serebelaris superior
yang memperdarahi bagian superior
serebelum.11 Darah vena otak mengalir dari vena profunda serebri dan vena superfisialis serebri menuju sinus venosus duramater, dan dari sini menuju ke vena jugularis interna kedua sisi.10
Gambar 2.2 Arteri pada basis kranii11
D. FISIOLOGI ALIRAN DARAH OTAK Jumlah aliran darah ke otak (CBF) biasanya dinyatakan dalam cc/100 gram otak/ menit.Dalam keadaan normal dan sehat, rata-rata aliran darah otak adalah 50.9 cc/100 gram/menit. Berikut adalah ambang batas aliran darah otak yang secara langsung berhubungan dengan fungsi otak, yaitu:
5
a. Ambang fungsional: adalah batas aliran darah otak (yaitu sekitar 50-60 cc/ 100 gram/ menit), yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf masih utuh. b. Ambang aktivitas listrik otak: adalah batas aliran darah otak (sekitar 15 cc/ 100 gram/menit) yang bila tidak tercapai, akan menyebabkan aktivitas listrik neuronal terhenti. Ini berarti, sebagian struktur intrasel telah berada dalam proses disintegrasi. c. Ambang kematian sel: yaitu batas aliran darah otak yang bila tak terpenuhi, akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak (CBF kurang dari 15 cc/ 100 gram/ menit).10
E. KLASIFIKASI STROKE 1. Stroke Hemoragik Stroke hemoragik adalah suatu kondisi yang terjadi terutama disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak. Pembuluh darah pecah dan kemudian melepaskan darah ke otak. Setelah pecahnya arteri, pembuluh darah tidak mampu membawa darah dan oksigen ke otak dan menyebabkan sel mati. Alasan lain yang dapat menyebabkan strok hemoragik adalah darah yang mengalir ke otak akibat pecahnya pembuluh darah tersebut membentuk gumpalan di dalam otak dan menyebabkan kerusakan jaringan otak. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan fungsi otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada pasien hipertensi. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktivitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol. Stroke hemoragik terbagi menjadi intracerebral hemorrhage (ICH) dan subarachnoid hemorrhage (SAH).13
2. Stroke Non Hemoragik Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu. Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju
6
ke otak, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan kematian neuron. Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun trombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau bangun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.13 Menurut onset serangannya dan reversibilitas defisit neurologis yang terjadi, maka stroke iskemik masih diklasifikasikan sebagai berikut: a.
TIA (Trancient Ischemic Attack) Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.12
b.
RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit) Gangguan neurologi yang timbul dan akan menghilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.12
c.
Stroke in Evolution (Progressive Stroke) Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.12
d.
Completed Stroke Gangguan neurologi yang timbul bersifat menetap atau permanen.12
Tabel 2.1.Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Non hemoragik Gejala& tanda klinis
Deficit fokal Onset awitan Saat onset
Stroke hemoragik
Stroke non hemoragik
ICH
Perdarahan Subaraknoid
Berat
Ringan
Ringan – berat
Mendadak (1-2 menit)
Perlahan (jam-hari)
Sedang aktivitas
Saat istirahat
atau Mendadak (menitjam) Sedang aktivitas
7
Nyeri kepala
Hebat
Sangat hebat
Ringan
Muntah
Sering
Sering
Tidak, kecuali lesi di batang otak
Hipertensi
Hampir selalu
Biasanya tidak
Sering kali
Penurunan kesadaran
Ada
Ada
Tidak ada
Kaku kuduk
Negative
Positif
Negative
Hemiparesis
Sering dari awal onset
Permulaan tidak ada
Sering dari awal onset
Berdarah
Berdarah
Jernih
Likuor/cairan serebrospinal
F. FAKTOR RESIKO Faktor risiko stroke dibagi menjadi faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi maupun yang dapat dimodifikasi seperti berikut :14 Tabel 2.2. Faktor-faktor risiko Stroke Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor yang dapat dimodifikasi
Umur
Hipertensi
Jenis kelamin
DM
Ras
Dislipidemia
Herediter
Stenosis karotis Riwayat TIA sebelumnya Homosisteinemia, Polisitemia Hiperurisemia Faktor gaya hidup dan kebiasaan : - Merokok - Aktivitas sedenter, Obesitas - Diet - Alkohol - Penyalahgunaan obat (Kokain dan Amfetamin)
8
G. PATOGENESIS 1. Stroke Non Hemoragik Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh trombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area trombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologi fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.8
2. Stroke Hemoragik Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intrakranial
yang
seharusnya
konstan.
Adanya
perubahan
komponen
intrakranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.8
H. MANIFESTASI KLINIK Pada stroke hemoragik umumnya terjadi pada saat melakukan aktivitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat.Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol, serta terdapat nyeri kepala dan terdapat muntah. Sedangkan pada stroke non hemoragik umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau bangun tidur. Tidak terjadi perdarahan, tidak ada muntah dan tidak terdapat nyeri kepala, kesadaran umumnya baik dan terjadi
9
proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak serta sering terdapat gangguan bicara. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.1
I. DIAGNOSIS Diagnosis klinik stroke dibuat berdasarkan batasan stroke, dilakukan pemeriksaan klinis yang teliti, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi kerusakan pada otak. Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, mengetahui lokasi lesi dan menentukan luas atau beratnya penyakit.7 Meskipun demikian, alat ini mahal dan tidak semua fasilitas kesehatan memiliki peralatan tersebut. Sehingga, diperlukan suatu alat diagnostik klinis berupa sistem skoring sederhana untuk membedakan stroke hemoragik atau stroke iskemik. Skor Siriraj adalah salah satu sistem skoring yang telah dikembangkan sekitar tahun 1984-1985 di Rumah Sakit Siriraj, Universitas Mahidol, Bangkok, Thailand. Nilai skor Siriraj lebih dari satu mengindikasikan perdarahan
intraserebral,
sedangkan
nilai
di
bawah
minus
satu
mengindikasikan infark serebri. Nilai antara satu dan minus satu menunjukkan hasil yang belum jelas, sehingga membutuhkan pemeriksaan CT-Scan kepala.16
Gambar 2.3 Siriraj Stroke Score12
10
DIAGNOSIS TOPIS Diagnosis topis dapat ditentukan dari gejala yang timbul, antara lain dengan cara membedakan letak lesi apakah kortikal atau subkortikal (kapsula interna, ganglia basalis, thalamus), batang otak dan medula spinalis.17 1. Gejala klinis pada topis di kortikal a. Afasia b. Wajah dan lengan lebih lumpuh atau tungkai lebih lumpuh c. Kejang d. Gangguan sensoris kortikal e. Deviasi mata ke daerah lesi 2. Gejala klinis pada topis subkortikal a. Wajah, lengan dan tungkai mengalami kelumpuhan yang sama berat b. Gangguan sensorik c. Sikap distonik 3. Gejala klinis pada topis di batang otak a. Hemiplegi alternans b. Nistagmus c. Gangguan pendengaran d. Tanda serebelar e. Gangguan sensorik wajah ipsilateral dan pada tubuh kontralateral 4. Gejala klinis pada topis di medulla spinalis a. Gangguan sensorik setinggi lesi b. Gangguan miksi dan defekasi c. Wajah tidak kelainan d. Brown Sequard syndrome
K. PROGRAM REHABILITASI MEDIK PADA PASIEN STROKE Perhatian utama rehabilitasi adalah evaluasi potensi perkembangan pasien dengan rehabilitasi yang intensif. Tujuan dari rehabilitasi harus realistis dan fleksibel sebab status neorologis dari pasien dan derajat kelainan biasanya berubah seiring waktu. Hal terbaik didapatkan jika pasien dan keluarga berpartisipasi dalam mencapai tujuan rehabilitasi.18
11
1. Fase awal Tujuannya
adalah
untuk
mencegah
komplikasi
sekunder
dan
melindungi fungsi yang tersisa. Program ini dimulai sedini mungkin setelah keadaan umum memungkinkan dimulainya rehabilitasi. Hal-hal yang dapat dikerjakan adalah proper bed positioning, latihan lingkup gerak sendi, stimulasi elektrikal dan begitu pasien sadar dimulai penanganan masalah emosional.17
2. Fase lanjutan Tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi dan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Fase ini dimulai pada waktu pasien secara medik telah stabil. Biasanya pasien dengan stroke trombotik atau embolik, biasanya mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah stroke. Pasien dengan perdarahan subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah stroke. Program pada fase ini meliputi: 19, 20 a. Fisioterapi -
Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan 2 ke bawah).
-
Diberikan terapi panas superficial (infra red) untuk melemaskan otot.
-
Latihan lingkup gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau aktif tergantung dari kekuatan otot.
-
Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.
-
Latihan fasilitasi atau reedukasi otot.
-
Latihan mobilisasi.
b. Okupasi Terapi Sebagian besar pasien stroke dapat mencapai kemandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS), meskipun pemulihan fungsi neurologis pada ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat bantu yang disesuaikan, AKS dengan menggunakan satu tangan secara mandiri dapat dikerjakan. Kemandirian dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang disesuaikan.
12
c. Terapi Bicara Pasien stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini dapat ditangani oleh speech terapist dengan cara: 1)
Latihan pernapasan (pre speech training) berupa latihan napas, menelan, meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
2)
Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan mengucapkan kata-kata.
3)
Latihan
pada
pasien
disartria
lebih
ditekankan
ke
artikulasi
mengucapkan kata-kata. 4)
Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.
d. Ortotik Prostetik Pada pasien stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam membantu transfer dan ambulasi pasien. Alat-alat yang sering digunakan antara lain: arm sling, walker, wheel chair, knee back slap, short leg brace, cock-up splint, ankle foot orthotic (AFO), knee ankle foot orthotic (KAFO). e. Psikologi Semua pasien dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui serial fase psikologis, yaitu: fase syok, fase penolakan, fase penyesuaian dan fase penerimaan. Sebagian pasien mengalami fase-fase tersebut secara cepat, sedangkan sebagian lagi mengalami secara lambat, berhenti pada salah satu fase, bahkan kembali ke fase yang telah lewat. Pasien harus berada pada fase psikologis yang sesuai untuk dapat menerima rehabilitasi. f. Sosial Medik dan Vokasional Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara keluarga, keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan lingkungan hidup serta keadaan rumah pasien.19
13
BAB III LAPORAN KASUS
A.
IDENTITAS Nama
: Ny. FWE
Umur
: 56 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Paal Dua
Agama
: Kristen Protestan
Pekerjaan
: IRT
Tanggal pemeriksaan : 26 Maret 2019
B.
ANAMNESIS 1. Keluhan utama Kelemahan sisi tubuh sebelah kanan sejak ± 2 bulan yang lalu
2. Riwayat penyakit sekarang Kelemahan anggota gerak sebelah kanan dialami sejak ± 2 bulan yang lalu. Keluhan timbul saat pasien sedang beraktifitas. Awalnya saat pasien sedang memasak, pasien merasakan kelemahan pada tangan dan kaki kanan. Pada saat bersamaan, mulut pasien mencong ke kanan dan berbicara pelo. Saat berkomunikasi pasien dapat mengerti dan merespon
lawan
bicaranya dengan
baik.
Riwayat
penurunan
kesadaran, nyeri kepala, mual, muntah dan pandangan kabur/ganda disangkal. BAB dan BAK dalam batas normal menggunakan pampers. Saat ini aktivitas pasien terbatas dan membutuhkan bantuan dari orang lain. Pasien juga menggunakan kursi roda.
3. Riwayat penyakit dahulu Pasien pernah mengalami hal yang sama ± 2 tahun yang lalu, tetapi kelemahan anggota gerak sebelah kanan dan bicara pelo hanya
14
dirasakan pasien beberapa jam saja. Pasien juga memiliki riwayat hipertensi sejak 2 tahun yang lalu dan hiperurisemia 3 bulan yang lalu. Pasien diterapi dengan obat hipertensi Amlodipin 1 x 5 mg.
4. Riwayat penyakit keluarga Riwayat stroke, dislipidemia, diabetes melitus, hipertensi dan penyakit jantung dalam keluarga disangkal. Ada riwayat hiperurisemia dalam keluarga.
5. Riwayat kebiasaan Riwayat merokok 2 batang sehari sejak usia muda tapi sudah berhenti 2 bulan yang lalu. Riwayat meminum alkohol disangkal.
6. Riwayat sosial ekonomi Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Suami pasien bekerja sebagai tukang. Pasien tinggal bersama dengan suami dan kedua anak di rumah permanen 1 lantai terdiri dari 2 kamar dan dilengkapi dengan 1 toilet jongkok, menggunakan air PAM dan listrik PLN. Biaya hidup seharihari cukup dan biaya pengobatan di tanggung oleh BPJS.
7. Riwayat psikologis a. Pasien dan keluarga merasa sedih dan cemas akan penyakit yang dialami. b. Pasien memiliki semangat untuk sembuh yang tinggi. c. Pasien dan keluarga bersifat kooperatif saat anamnesis dan pemeriksaan serta berkeinginan untuk cepat pulih kembali.
C.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis Keadaan umum
: Cukup
Kesadaran
: Compos Mentis, GCSE4M6V5
Tanda vital
: Tekanan darah
= 180/100 mmHg
15
Nadi
=90 x/menit
Respirasi
= 20 x/menit
Suhu
= 36,5°
SpO2
= 99%
Kepala
: Normosefali
Mata
: Pupil bulat isokor Ǿ 3 mm/3mm, RC +/+, RCTL +/+ konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung
: Sekret (-), konka oedem (-), septum deviasi (-)
Telinga
: Sekret (-), MAE lapang, membran timpani intak
Mulut
: Sianosis (-), mulut mencong (+)
Leher
: Trakea letak di tengah, pembesaran KGB (-)
Paru
: Gerakan dada simetris kanan = kiri, stem fremitus kanan = kiri, sonor di kedua lapangan paru, suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Jantung
: Ictus cordis tidak tampak dan tidak teraba, BJ I-II normal, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen
: Datar, lemas, BU (+) normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
: Akral hangat, oedem (-)
2. Status Neurologis a. Tanda Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-), Lasegue (-), Kernig (-), Brudzinksi (-) b. Nervus kranialis : Ditemukan paresis nervus VII dan XII UMN Dekstra
16
Nervus I
Teknik Pemeriksaan Sensorik
(olfactorius) II
Hasil
Mengidentifikasikan bahan yang dihidu (kopi, tembakau, teh)
Sensorik
Pemeriksaan visus, lapangan pandang, tes ischihara
Motorik
Memeriksa ptosis, Gerakan bola mata dan refleks
(opticus) III (occulomotori
pupil langsung & tidak langsung
Normal
Normal
Normal
us) IV
Motorik
Pergerakan bola mata ke bawah dalam
Sensorik
Cabang maxilaris : Memeriksa kepekaan sensasi
Normal
(trochlearis) V (trigeminus)
Normal
wajah Cabang ophtalmicus : Memeriksa refleks berkedip
Normal
pasien dengan menyentuhkan kapas halus saat klien melihat ke atas
Motorik
Cabang Mandibularis : Memeriksa pergerakan
Normal
rahang dan gigi (m. masseter dan m. temporalis) VI
Motorik
Pergerakan bola mata ke lateral
Sensorik
Pemeriksaan fungsi sensorik (2/3 anterior lidah)
Motorik
Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan dahi,
Normal
(abducens) VII
Tde
(facialis)
mimik,
mengangkat
alis,
menutup
Paresis
mata,
moncongkan bibir/nyengir, memperlihatkan gigi, bersiul
VIII
Sensorik
Pemeriksaan pendengaran (tes bisik, pemeriksaan
Normal
penala – tes Rinne, Weber, Schwabach)
(vestibulococ hlearis) IX
Sensorik
Inspeksi palatum untuk melihat pergeseran uvula
(glossopharyn geus)
17
Normal
X
Sensorik
Tes refleks muntah
Normal
Motorik
Pasien angkat bahu, pemeriksa tekan bahu ke bawah
Normal
(vagus) XI (accesorius)
dan raba massa otot trapezius Putar kepala pasien melawan tahanan tangan pemeriksa, raba massa otot sternokleido mastoideus.
XII
Motorik
Inspeksi lidah untuk melihat atrofi atau deviasi
Paresis
(hypoglossus)
c. Status Motorik Ekstremitas Superior
Ekstremitas Inferior
Status Dekstra
Sinistra
Dekstra
Sinistra
Menurun
Normal
Menurun
Normal
1/1/1/1
5/5/5/5
1/1/1/1
5/5/5/5
Tonus otot
Menurun
Normal
Menurun
Normal
Refleks fisiologis
+/+/+
++/ ++ / ++
+/+
++ / ++
Refleks patologis
(-)
(-)
(-)
(-)
Gerakan Kekuatan otot
d. Status sensorik - Protopatik -
Proprioseptik
: normal : normal
e. Status Otonom: Inkontinensia urin et alvi tidak ada
18
3. Skala Barthel Aktivitas A Bladder
B Bowel
C Toileting
D Grooming
E Dressing
F Feeding
G Transfers
Tingkat Kemandirian
N
Nilai
Kontinensia, tanpa memakai alat bantu Kadang mengompol Inkontinesia urin
10 5 0
5
Kontinensia, mampu menggunakan enema dan supositoria sendiri Dibantu Inkontinensia alvi
10
5
Mandiri (buka/pakai baju, mampu membersihkan dubur tanpa mengotori pakaian), mampu berpegangan pada struktur pegangan di dinding, memakai pispot, meletakkannya di kursi dan membersihkannya Dibantu
10
Tanpa dibantu cuci muka, menyisir, berhias, gosok gigi, termasuk menyiapkan alat-alat tersebut Dibantu
5
Tanpa dibantu mampu membuka/mengenakan baju, resleting, ikat tali sepatu, brace, korset Dibantu
10
Dapat makan sendiri di meja, menggunakan peralatan makan Mungkin memerlukan bantuan misalnya saat memotong atau mengoles mentega Tidak mampu
10
Dapat berpindah dari kursi roda ke tempat duduk/sebaliknya termasuk duduk dan berbaring Bantuan minor secara fisik atau verbal pada langkahlangkah di atas Bantuan mayor secara fisik (1 atau 2 orang terlatih), tetapi dapat duduk tanpa dibantu Tidak dapat berpindah (sitting balance)
15
19
5 0 5
5 5
0 5
5 10
5 0
10 5 0
10
Aktivitas H Mobility
I Stairs
J Bathing
Tingkat Kemandirian
N
Nilai
Berjalan 16 m (50 yard) tanpa bantuan atau supervise; mampu menggunakan brace, prosthesis, crutches, tongkat atau walkerette kecuali rolling walker Dibantu, namun mampu berjalan 16 m dengan sedikit bantuan Jika pasien menggunakan kursi roda, pasien dapat mengayuh kursi rodanya sejauh 16 m, berputar, berbelok, berkeliling, berputar Tidak mampu
15
10
Dapat naik/turun tangga tanpa dibantu, menggunakan tongkat, pegangan tangan bila diperlukan Perlu pengawasan Dibantu
10
Dapat mandi, menggunakan pancuran ataupun berendam tanpa bantuan Dibantu
5
Total
5
0
: Ketergantungan total
100 : Mandiri
25-40 : Ketergantungan berat 45-55 : Ketergantungan sedang 60 - 95 : Ketergantungan ringan
5. Karnofsky Performance Scale Kapasitas Fungsional
Nilai
Normal, tidak ada keluhan, tidak ada tanda penyakit
100
Dapat melakukan aktivitas normal namun terdapat
90
gejala/keluhan penyakit ringan Aktivitas normal tapi dengan usaha, selain itu keluhan tampak lebih jelas
20
80
0
5 0 0
0 100
Nilai Interpretasi: 0-20
10
55
Kapasitas Fungsional Mampu merawat diri sendiri, namun tidak mampu bekerja
Nilai 70
atau melakukan aktivitas normal Membutuhkan pendampingan dan bantuan orang lain, masih
60
dapat mengurus kebutuhan dasar pribadi Perlu bantuan, kadang dengan obat-obatan.hanya beberapa
50
keperluan pribadi dapat dilakukan sendiri Perlu bantuan dan perawatan khusus
40
Perlu pertimbangan untuk perawatan RS
30
Sakit berat, butuh perawatan RS
20
Mendekati ajal
10
Meninggal
0
5. Pemeriksaan Mini Mental Scale Examination (MMSE) Aspek
Pemeriksaan
Normal = Nilai
Kognitif
Registrasi
Sekarang ini (tahun, musim, bulan, tanggal, hari) apa ?
5
5
Kita dimana? (negara, propinsi, kota, rumah)
5
5
3
3
5
3
Sebutkan 3 objek. Tiap 1 objek 1 detik, pasien disuruh mengulang nama objek tadi. Nilai satu untuk tiap nama objek yang benar.
Perhatian
Pengurangan 100 dengan 7 terus menerus. Nilai 1
dan
untuk tiap jawaban yang benar, hentikan setelah 5
kalkulasi
jawaban. Atau eja terbalik kata “WAHYU”. Nilai diberikan pada huruf yang benar sebelum kesalahan, mis. “UYAHW” (nilai 2), bila dieja secara terbalik benar semua “UYHAW” nilai (5).
21
Mengenal kembali Bahasa
Pasien disuruh menyebut lagi 3 objek diatas
3
3
Pasien disuruh menyebut pensil, arloji
2
2
1
1
3
3
1
1
Pasien disuruh menulis secara spontan di bawah ini
1
1
Pasien disuruh menggambar bentuk di bawah ini
1
1
30
26
Pasien disuruh untuk mengulang; tanpa bila dan atau tetapi Pasien mengikuti perintah “ambil kertas itu dengan tangan kiri Anda, lipatlah menjadi dua, letakkan di lantai” Pasien disuruh membaca dan mengikuti perintah “PEJAMKAN MATA ANDA”
Total
Penilaian : <24 ➔ dianggap terdapat gangguan kognitif >24 ➔dianggap tidak terdapat gangguan kognitif
D.
RESUME Seorang perempuan, 56 tahun datang dengan keluhan kelemahan gerak sebelah kanan sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan timbul saat pasien sedang beraktifitas. Awalnya saat pasien sedang memasak, pasien merasakan kelemahan pada tangan dan kaki kanan. Pada saat bersamaan, mulut pasien mencong ke kanan dan berbicara pelo. Pasien dapat berkomunikasi baik dengan lawan bicaranya. Riwayat penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual, muntah dan pandangan kabur/ganda disangkal. BAB dan BAK dalam batas normal menggunakan pampers. Saat ini aktivitas pasien terbatas dan membutuhkan bantuan dari orang lain. Pasien juga menggunakan kursi roda. Pasien memiliki riwayat
22
penyakit hipertensi sejak 2 tahun lalu, hiperurisemua 3 bulan lalu dan riwayat kebiasaan merokok sejak usia muda. Pasien diterapi dengan Amlodipine 1 x 5 mg untuk penyakit hipertensinya. Riwayat stroke, dyslipidemia, diabetes melitus, dan penyakit jantung dalam keluarga disangkal terkecuali hiperurisemia. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital: TD 180/100 mmHg, nadi 90 x/menit, respirasi 20 x/menit, dan suhu 36,5°C. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal negatif. Pada pemeriksaan nervus kranialis didapatkan paresis nervus VII dan XII dextra. Pemeriksaan motorik
menunjukkan
hemiparesis
dextra
dengan
kekuatan
otot
ekstremitas superior dextra 1/1/1/1 dan ekstremitas inferior dextra1/1/1/1, refleks fisiologis normal, tonus otot ekstremitas dextra menurun, refleks patologis
negatif.
Penghitungan
indeks
Barthel
didapatkan:
55
(ketergantungan sedang) dan MMSE didapatkan skor 26 (tidak ada gangguan kognitif).
E.
DIAGNOSIS Diagnosis klinis
: Hemiparesis Dextra + Disartria
Diagnosis topis
: Hemisfer serebri sinistra
Diagnosis etiologi
: Stroke Non Hemoragik
Diagnosis fungsional
:
▪ Body function
Kelemahan tubuh sisi kanan Disartria
▪ Body Structure
Struktur ekstremitas superior dan inferior dextra + hemisfer serebri sinistra Struktur wajah dan lidah
▪ Activity and participation
Gangguan AKS berupa dressing,toileting, bladder, bowel, transfers, mobility,stairs dan bathing
23
▪ Environment
Rumah permanen 1 lantai, di dalam rumah ada toilet jongkok, tinggal dengan suami
▪
Personal Factor
Perempuan,
56
tahun,
hipertensi
dan
hiperurisemia
F.
PROBLEM REHABILITASI MEDIK 1. Kelemahan sisi tubuh sebelah kanan 2. Gangguan bicara 3. Gangguan AKS (aktivitas kehidupan sehari-hari) dalam hal berupa dressing, toileting, bladder, bowel, transfers, mobility, stairs dan bathing. 4. Perasaan sedih dan cemas akan penyakit yang dialami
G.
PROGRAM REHABILITASI MEDIK
1. Fisioterapi Evaluasi: 1) Kelemahan anggota gerak kanan (kekuatan otot ektremitas superior 1/1/1/1dan inferior 1/1/1/1) Program: 1) Infra Red ekstremitas superior dan inferior dextra 2) PROM ekstremitas dextra 3) Latihan ketahanan dan keseimbangan duduk 4) Latihan mobilisasi bertahap
2.
Speech Theraphy Evaluasi: 1) Disatria Program : 1) Latihan napas 2) Latihan artikulasi
24
3. Okupasi Terapi Evaluasi: 1) Kelemahan anggota gerak kanan 2) Gangguan AKS Program:Activity Daily Life 1) Latihan AKS
4. Psikologi Evaluasi: 1) Kecemasan pasien dan keluarga terhadap penyakit yang dialami pasien. 2) Pasienmerasa kurang percaya diri Program: 1) Memberi dukungan mental pada pasien dan keluarga agar pasien tidak cemas dengan sakitnya dan lebih percaya diri. 2) Memberi dukungan agar pasienselalu rajin dan tekundalam menjalankan terapi.
5. Sosial Medik Evaluasi : 1) Pasien adalah seorang IRT,suaminya adalah seorang tukang dengan 2 anak yang belum menikah. 2) Rumah permanen satu lantai. 3) Sumber penerangan menggunakan listrik (PLN). 4) Sumber air minum dari mata air setempat dengan menggunakan PAM 5) Biaya perawatan ditanggung oleh BPJS Program: 1) Memberikan edukasi kepada pasien untuk berobat dan latihan secara teratur
6. Ortotik Prostetik Hemisling shoulder dextra
25
H.
I.
PROGNOSIS Quo ad vitam
: bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
EDUKASI 1. Minum obat teratur dan rajin kontrol dokter. 2. Teratur menjalankan terapi di poliklinik Rehab Medik. 3. Rajin berlatih di rumah. 4. Tetap optimis dan menghindari stress.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Kabi Glen. Gambaran Faktor Risiko Pada Pasien Stroke Iskemik Yang Dirawat Inap Neurologi RSUP Prof DR.R.D.Kandou Manado periode Juli 2012 – Juli 2013. Manado. Jurnal e-Clinic;2015. 2. American Heart Association Statistics Committee And Stroke Statistics Subcommittee. Heart Disease And Stroke Statistics-2016 Update: A Report From American Heart Association. Circulation. 2016 3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan: 2013; 91-4 4. Carolee JW, Stein CJ, Arena R, Cherney LR, Cramer SC, Harvey RL, etc. Guideline
For
Adult
Stroke
Rehabilitation
and
Recorvery.
Stroke.2016;47:e98-169. 5. Brainin M, et all. Poststroke chronic disease management: towards improved identification and interventions for poststroke spasticity-related complications. International Journal of Stroke. World Stroke Organization. 2013,6; 42–46 6. Misbach J, Wendra A. Stroke In Indonesia. A First Large Prospective Hospital Based Study of Acute Stroke in 28 Hospitals in Indonesia. Jakarta ;2013 7. Batson DW, Avent J. Adult Neurogenic Communication Disorders. In: Braddom RL. Physical Medicine and Rehabilitation. 4th ed. Philadelphia: Saunders; 2011. p. 54-57 8. Hutagalung HS. Efek Aspirin, cilostazol serta clopidogrel terhadap outcome fungsional pada pasien stroke iskemik [thesis]. Medan: Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Sumatera Utara; 2014. p. 1-2. 9. Ankush C, Li W, Stone C, Ding Y. The Cerebral Circulation and Cerebrovascular Disease. Brain circulation;2017(3):45-49. 10. Khaled M, Mohr JP, Gutierrez J. A Functional Perspective on the Embryology and Anatomy of cerebral blood supply.Journal of stroke 2015;17(2):144-158. 11. Baehr M, Frotscher M. Duus' Topical Diagnosis in Neurology. 5th ed. Stuttgart: Thieme; 2012. Chapter 11, Blood supply and vascular disorders of the central nervous system. p. 270-314.
27
12. Misbach J. Stroke: aspek diagnostik, patofisiologi, manajemen. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012. 13. Cuccurullo SJ. Physical Medicine and Rehabilitation Board Review. 3rd edition. New jersey: Demos medical publishing. 2015. 14. Dawson AS, Knox J, McClure A, Foley N, Teasell R. Stroke Rehabilitation. Fourth edition. Canadian Best Practice Recommendation for stroke care. 2013. 15. Ritarwan, K. Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Pasien Stroke yang Dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan [thesis]. Medan: Departemen Neurologi FK USU/RSUP H. Adam Malik; 2012 16. Widiastuti P, Nuartha A. Sistem skoring diagnostic untuk stroke: skor Siriraj. Kalbe Med. 2015;42(10):2-4 17. Misbach J. Guideline Stroke Tahun 2011. PERDOSSI: Jakarta;2011. 18. Walelang Th. Faktor resiko dan pencegahan stroke. Poceeding symposium stroke update. Manado. Perdosi; 2011. 19. Haiqing Zheng, Cao N, Yin Y, Feng W. Stroke Recorvery and Rehabilitation in2016: a year in review of basic science and clinical science. Stroke vascular neurology;2017. 20. Masahiro AB, Wataru K. Rehabilitation for Cerebrovascular Disease: Current and New Methods in Japan.JMAJ;2012(55):3.
28