Final Report - Wildan Gz.pdf

  • Uploaded by: wildan gayuh zulfikar
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Final Report - Wildan Gz.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 3,622
  • Pages: 11
Final Report Wildan Gayuh Zulfikar – Microalgae Analyst JALA Tech Intern

Tambak udang adalah salah satu jenis ekosistem akuatik buatan untuk tujuan budidaya udang. Plankton adalah salah satu komunitas anggota ekosistem akuatik dengan perannya yang besar. Jala Tech yang fokus pada bidang pengelolaan kualitas air tambak udang perlu mulai memberikan perhatian dengan salah satu komponen ekosistem akuatik tersebut. Fitoplankton atau dapat disebut juga mikroalga memiliki peran utama sebagai produsen utama di ekosistem akuatik, penghasil oksigen, dan juga berperan pada siklus nutrien. Melalui posisi Microalgae Analyst tentu akan mendatangkan pengetahuan lebih akan peran dan fungsi mikroalga, meskipun sebenarnya mikroalga tidak akan lepas dari zooplankton yang sama-sama memiliki peran dan hubungan kuat di ekosistem akuatik. Microalgae Analyst mempelajari profil plankton yang hadir di tambak udang. Dengan mengetahui profil spesifik hingga nilai penting kehadirannya di tambak akan memberikan gambaran kondisi tambak dan pengaruhnya ke udang. Manfaat yang diperoleh adalah meningkatkan efisiensi pengelolaan tambak dan tentunya akan meningkatkan hasil panen. Peran plankton yang begitu kompleks dapat menggambarkan kualitas air sekaligus sebagai nutrisi alami yang berkualitas bagi udang. Metode yang digunakan untuk mempelajari profil plankton adalah melalui studi pustaka yang diperoleh dari teks buku dan jurnal ilmiah atau publikasi ilmiah yang membahas mengenai topik profil plankton di ekosistem tambak. Artikel ilmiah cukup banyak ditemukan karena udang khususnya udang vannamei adalah komoditas unggulan sehingga banyak dibudidayakan di dunia khususnya di negaranegara tropis seperti Indonesia atau negara subtropis. Tetapi kebanyakan dari artikel ilmiah adalah penelitian sebatas mempelajari kehadiran dan kemelimpahan plankton, belum banyak yang membahas hubungannya langsung dengan kualitas air atau dengan peran nutrisinya ke udang. Selain itu belum ada yang membahas bagaimana cara memelihara plankton sekaligus membudidayakan udang. Setelah kurang lebih 1 bulan melakukan studi pustaka maka diperoleh beberapa informasi yang mungkin masih dasar dan perlu sentuhan tambahan agar memperoleh langkah aplikatif untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan tambak udang yang akhirnya akan meningkatkan hasil panen udang. Beberapa hasil yang kemudian dapat disimpulkan diantaranya mengenai tambak udang sebagai ekosistem akuatik, profil singkat udang vannamei (Litopenaeus vannamei), hubungan kualitas air dengan profil plankton yang hadir, dan plankton sebagai pakan hidup udang. A. Tambak udang sebagai ekosistem akuatik Ekosistem akuatik terbagi menjadi 3 macam yaitu, tawar, estuarin, dan laut. Tambak udang termasuk dalam ekosistem akuatik estuarin karena berada pada peralihan dari air tawar ke air laut dan biasanya memiliki air payau. Ekosistem akuatik tersusun setidaknya dari 3 komunitas yaitu (i) pelagik yang menempati seluruh massa air misalnya organisme planktonik dan nektonik, (ii) komunitas benthik yang menempati dasar perairan, dan (iii) komunitas tumbuhan yang biasanya berada di tepi baik yang terendam atau terapung. Plankton adalah organisme tumbuhan atau hewan yang hidupnya mengambang, mengapung, atau melayang di dalam air yang kemampuan renangnya sangat terbatas sehingga selalu terbawa hanyut oleh arus sedangkan nekton adalah semua organisme yang bergerak bebas di perairan dan mampu menghindar apabila akan dijaring (Nontji, 2008). Faktor-faktor yang bekerja dalam ekosistem akuatik berupa faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik meliputi fisika-kimia air dan iklim atau cuaca, sedangkan faktor biotik berupa organisme yang hidup di ekosistem akuatik tersebut dari mulai organisme mikro hingga ikan-ikan besar. Pada tambak udang semua faktor tersebut bekerja untuk mempengaruhi kondisi dari tambak udang

tersebut. Hubungan yang kompleks dari keseluruhan faktor menjadikannya membutuhkan pemahaman menyeluruh korelasi antar faktor. B. Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Udang Vannamei saat ini menjadi komoditas perikanan yang unggul dan banyak dibudidayakan. Penyebabnya adalah pertumbuhan yang relatif lebih cepat, perawatan lebih mudah, dan lebih tahan dari penyakit. Laju pertumbuhan tinggi, cocok untuk penebaran tinggi, toleransi suhu dan salinitas yang lebar, kebutuhan portein dari pakan rendah, tingkat viabilitas larva tinggi. Berikut adalah klasifikasi udang Vanammei dari Fransen and Grave (2015) Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Subphylum : Crustacea Class

: Malacostraca

Order

: Decapoda

Family

: Penaeidae

Genus

: Litopenaeus

Species

: Litopenaeus vannamei (Boone, 1931)

Accepted name

: Penaeus vannamei (Boone, 1931)

Nama lokal : udang vaname, udang putih

Gambar 1. Siklus hidup udang (Vinh, 2017) Udang vanammei adalah udang dari iklim tropis dengan suhu air normalnya diatas 20ºC. individu dewasa hidup jauh dari daerah peisir atau banyak menghabiskan hiudpnya di laut dalam namun ketika siap untuk bereproduksi akan menuju daerah pesisir seperti muara, laguna, atau daerah mangrove dan masa-masa juvenil dihabiskan pada lingkungan tersebut (FAO, 2006). Spesies ini

berada pada kisaran salinitas 1 g/L hingga 40 g/L. Siklus hidupnya meliputi telur – nauplius (N) – zoea (Z) – mysis (M) – post larva (PL) yang lebih jelas pada Gambar 1. Udang sebagaimana organisme akuatik lainnya memerlukan lipid dan protein lebih daripada karbohidrat sebagai sumber energinya. Selain itu digunakan untuk pembentuk struktur tubuh dan fungsinya (Vinh, 2017). C. Hubungan kualitas air tambak dan profil udang yang hadir Fitoplankton dan zooplankton adalah dua organisme akuatik yang dapat menjelaskan kondisi lingkungan dan kualitas kesehatan dari ekosistem kehidupan akuatik di dalamnya. Fitoplankton di tambak udang berperan sebagai penyuplai oksigen terlarut. Fungsi ekologisnya sebagai produsen primer dijalankan dengan memproduksi oksigen terlarut (DO) dan sumber makanan bagi pemakannya termasuk larva udang. Sedangkan zooplankton adalah tingkat trofik diatasnya atau bisa dikatakan predator dari fitoplankton. Plankton merespon kadar DO rendah, nutrien tinggi, adanya kontaminan beracun, kualitas atau kepadatan makanan, dan tingkat predasi berupa keberagaman plankton (Case et al., 2008). Keberagaman plankton menunjukkan kualitas air, keberagaman berupa banyaknya jenis yang ditemukan dan densitas atau jumlah individu dari tiap jenis. Kemelimpahan zooplankton di tambak udang menunjukkan struktur trofiknya. Keberagaman jenis zooplankton yang rendah menunjukkan tambak mengalami eutrofikasi (Neto et al., 2009). Zooplankton mempunyai peran lain yaitu pada jejaring makanan sebagai makanan ikan dan udang dan juga zooplankton memakan alga, bakteri, dan protozoa. Komunitas zooplankton merespon perubahan lingkungan dengan cepat karena sangat sensitif. Merespon dengan kemelimpahannya, keberagaman spesies, atau komposisi komunitas. Alasan lain menjadi sensitif adalah masa hidupnya yang relatif singkat yaitu hari sampai minggu. Gangguan lingkungan pada zooplankton berupa kelebihan nutrien, pengasaman, pencemaran, densitas ikan atau predator lainnya, dan adanya input sedimen (Vaidya, 2017). Dalam keadaan alami, air laut di daerah tropis didominasi oleh diatom, kurang lebih 80% dari total fitoplankton. Saat terjadi kondisi eutrofikasi populasinya menjadi berkurang (Affan et al., 2005). Dominasi diatom berpotensi digantikan oleh cyanobacteria ketika konsentrasi nutrien meningkat dan silika habis (Case et al., 2008). Blooming fitoplankton menyebabkan rendahnya transparansi air, tidak tersedianya DO di lapisan bawah kolam, dan dapat menyebabkan akumulasi senyawa toksik seperti amonia, nitrit, dan hidrogen sulfida (Case et al., 2008). Beberapa cyanobacteria mampu beradaptasi dengan kondisi transparansi air rendah dan juga menyebabkan turbiditas air meningkat. Kondisi saat nutrien melimpah yang berasal dari pemberian pakan yang terus-menerus, suhu naik, cahaya matahari cerah, dan pH menjadi pemicu terjadinya blooming. Faktor pembatas blooming cyanobacteria adalah konsentrasi fosfat rendah dan suhu diatas 24˚C. Fosfat biasanya naik pada minggu ke-6 dari siklus tambak udang akibat akumulasi makanan dan proses dekomposisi. Ketika hal ini terjadi maka pemberian pakan harus dikurangi agar tidak menyebabkan terjadinya blooming alga. Panen parsial akan mengurangi kepadatan udang dan mengurangi kompetisi pakan. Metode intensif memiliki potensi meningkatkan pencemaran lingkungan. Penting untuk menjaga faktor lingkungan seperti pH, salinitas, DO, kandungan amoniak, H S, kecerahan air, dan kandungan plankton. Kurang optimalnya kualitas air pada tambak dapat mengakibatkan menurunnya nafsu makan udang, terhambatnya proses molting, dan mudah terserang penyakit. Dalam penjagaan kualitas air tambak, penggunaan indikator fisika-kimia mungkin tidak cukup. Perlu mengetahui apa yang terjadi dalam ekosistem tambak seperti rantai makanan yang terjadi di ekosistem tersebut meliputi fitoplankton dan zooplankton.

Tabel 1. Faktor penyebab blooming Cyanobacteria (Iba et al., 2014) Faktor

Efek dan Respon Cyanobacteria

Fisik Suhu

>15˚C disukai untuk pertumbuhan Cyanobacteria, beberapa spesies optimal pada >20˚C

Cahaya

Beberapa genus toleran pada pencahayaan tinggi, beberapa lain teradaptasi pada kondisi mendung Kebanyakan blooming terjadi karena kurangnya pengadukan

Turbulensi dan pengadukan Kimia Makronutrien (N dan P) Mikronutrien (Fe dan logam lain) C anorganik terlarut (DIC) C organik terlarut (DOC) Salinitas

Pengayaan N dan P akan disukai oleh genus yang bukan fiksator nitrogen bebas. Rendahnya N:P (dengan tingginya P) tidak berpengaruh pada fiksator nitrogen bebas. Fe dibutuhkan untuk fotosintesis, logam lain (Cu, Mo, Mn, Co) dibutuhkan tetapi tidak menjadi pembatas DIC dapat menjadi faktor pembatas pada proses pertumbuhan tetapi tidak berlaku bagi Cyanobacteria, DIC rendah dengan pH tinggi justru menjadi keuntungan Cyanobacteria bloom Blooming terjadi pada kondisi kaya akan DOC Kebanyakan Cyanobacteria (Anabaena, Microcystis) tidak menyukai salinitas tinggi, hanya beberapa yang toleran (Nodularia)

Blooming cyanobacteria dapat menurunkan kemelimpahan dari kelompok Cladocera, Rotifera, Copepoda yang merupakan zooplankton makanan bagi larva udang. Toksin dari cyanobacteria dapat menyebabkan kematian pada zooplankton herbivor. Pada kondisi suhu air yang meningkat sensitivitas toksin terhadap zooplankton juga meningkat (Affan et al., 2005). Tabel 2. Jenis toksin dan organisme yang memproduksi (Iba et al., 2014) Nama toksin Anatoxin-a

Organisme yang memproduksi Anabaena, Aphanizomenon, Oscillatoria (Planktothrix)

Akibat yang ditimbulkan Beracun pada pencernaan hewan

Cylindrospermopsin

Aphanizomenon, Cylindrospermopsis, Umezakia

Beracun pada pencernaan hewan

Microcystin

Anabaena, Aphanocapsa, Hapalosiphon, Microcystis, Nostoc, Oscillatoria (Planktothrix)

Menyebabkan luka pada usus udang, penyakit akut pada liver ikan (salmon, kerapu, trout)

Nodularins Paralytic Shellfish Poisons (Saxitoxin)

Nodularia (brackish water) Anabaena, Aphanizomenon, Cylindrospermopsis, Lyngbya

Debromoaplysiatoxin, Lyngbyatoxin

Lyngbya (marine)

Aplysiatoxin

Schizothrix (marine)

Indikator kualitas air dapat dipantau dari kondisi eutrofiknya dan salah satu caranya dengan mengontrol keberadaan fitoplankton yang ada. Menurut Aliviyanti et al. (2017) ada beberapa genus yang sensitif dengan polutan organik seperti Skeletonema, Chaetoceros, Achnanthes, Chroococcus, Coscinodiscus, dan Amphopora. Skeletonema dan Chaetoceros sensitif dengan salinitas rendah, alkalinitas, pH, dan tingginya kadar kation. Selain itu ada genus yang toleran dengan polutan organik seperti Navicula, Amphora, Biddulphia, Cyclotella, dan Nitzschia. Ketika kelompok cyanobacteria dan kelompok toleran jumlah individunya meningkat maka dapat dijadikan indikasi siklus kultivasi udang yang semakin lama dan juga adanya polutan organik yang meningkat. Eutrofikasi berhubungan erat dengan peristiwa blooming alga. Eutrofikasi didefinisikan sebagai pengayaan air oleh nutrien berupa bahan organik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas primer perairan. Nutrien yang dimaksud adalah nitrogen dan fosfor (Effendi, 2003). Pengukuran tingkat eutrofikasi dapat menggunakan metode total diatom index (TDI) dengan klaisifikasi 0-25 adalah kondisi oligotrofik, 25-50 adalah kondisi mesotrofik, 50-75 adalah kondisi eutrofik, dan 75-100 adalah kondisi hipereutrofik (Aliviyanti et al., 2017). Menurut Garno (2012) dampak eutrofikasi yang timbul berkenaan dengan terjadinya dua fenomena yang berkenaan dengan kepadatan fitoplankton yaitu (i) dominasi fitoplankton yang tidak dapat dimakan/dicerna atau beracun, dan (ii) blooming fitoplankton yang dapat mengakibatkan kekurangan oksigen terlarut (DO) dan munculnya gas beracun. Tabel 3. Klasifikasi tingkat eutrofikasi [Jorgensen (1980) dalam Effendi (2003)]

Tingkat eutrofikasi

Produktivitas Primer Ratarata

Biomassa Fitoplankton (mg C/m3)

TOC (mg/liter)

Fosfor Total (mikrogram/liter)

Nitrogen Total (mikrogram/liter)

Distrofik Oligotrofik Mesotrofik Eutrofik Hipereutrofik

< 50 - 500 50 - 300 250 - 1000 > 1000 -

< 50 - 200 20 - 100 100 - 300 > 300 -

3,0 - 30 <1-3 <1-5 5,0 - 30,0 -

< 1,0 - 10 < 1,0 - 5,0 10,0 - 30,0 30 - >5000

< 1 - 500 < 1,0 - 250 500 - 1100 500 - 15000

Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan jika terjadi blooming alga (Paerl et al., 2001): 1. Penggunaan algicida terutama yang mengandung copper sulfat. 2. Mengurangi dan memanipulasi input nutrien ke dalam tambak. 3. Destratifikasi vertikal, yaitu dengan melakukan pengadukan atau bubbling. Cyanobacteria memiliki kemampuan untuk mengambang sehingga dengan pengadukan akan mengganggu stabilitasnya. 4. Memberikan sirkulasi agar air tidak tergenang lama. 5. Kontrol biologis dengan mengubah jejaring makanan untuk menekan cyanobacteria salah satunya dengan menambahkan ikan dan bentik filter feeder yang dapat memakan cyanobacteria. 6. Menaikkan salinitas, banyak jenis cyanobacteria tidak toleran dengan salinitas tinggi tetapi harus memperhatikan kisaran yang dapat ditolerir oleh udang. Tambak sistem intensif memiliki dampak pada penurunan kualitas air, dan pada akhirnya tidak menjamin suksesnya panen udang secara kontinu. Sistem intensif akan meningkatkan sampah organik yang menyebabkan banyak residu dari feses udang di dasar tambak. Limbah air dari tambak yang dibuang tanpa diolah bisa saja merupakan air yang penuh nutrien. Dapat menyebabkan

eutrofikasi pada area pembuangan (sungai atau laut). Ekosistem yang mengalami eutrofikasi didominasi oleh cyanobacteria yang cenderung beracun bagi ekosistem dan tidak disukai oleh udang. Sedangkan tambak yang memanfaatkan sumber airnya langsung dari laut akan terdampak jika sebelum masuk ke tambak tidak diolah dahulu. D. Plankton sebagai pakan hidup udang Fitoplankton dapat menjadi pakan hidup alami bagi udang yang belum bisa memakan pakan komersil atau pakan buatan khususnya pada fase awal udang yaitu pada fase larva. Larva udang umumnya menyukai diatom atau jenis dari alga hijau. Fitoplankton merupakan sumber makanan dengan nulai nutrisi yang tinggi.

Fitoplankton Produsen

Materi organik

Mati, diuraikan oleh mikrobia

Burung, Ikan predator Konsumen III

Zooplankton Konsumen I

Ikan atau udang Konsumen II Gambar 2. Rantai makanan ekosistem akuatik Zooplankton juga menyediakan nutrisi bagi larva udang. Brachionus adalah salah satu contoh yang paling sering digunakan karena kualitas nutrisinya baik, ukuran badannya kecil, dan motilitasnya rendah sehingga menjadikannya makanan yang tepat bagi larva yang aktif bergerak (Case et al., 2008). Rotifera, artemia, dan copepoda adalah tiga kelompok zooplankton yang banyak digunakan sebagai pakan hidup larva udang. Tetapi produksinya cukup sulit dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Rotifera adalah termasuk yang paling mudah dalam mengkulturkan, sumber makanannya berupa fitoplankton dengan didampingi pakan lain seperti yeast. Fungsi lain dari plankton dan bahkan mikroorganisme lain adalah pada siklus nutrien terutama pada tambak udang dengan sistem intensif.

Tabel 4. Nutrisi yang dapat diperoleh dari fitoplankton (Iba et al., 2014) Jenis fitoplankton Chaetoceros muelleri Chaetoceros sp. Skeletonema costatum Tetraselmis suecica Pavolva salina Chlorella stigmatophora Thalassiosira pseudonana Thalassiosira weisflogii Nitzschia breoirostris Nannochloropsis gaditana Dunaliella salina Isochrysis sp. Isochrysis galbana

Nutrisi Protein, lipid, karbohidrat, dan vitamin C Lipid dan protein Lipid, protein, dan vitamin A Vitamin C dan karbohidrat Lipid, protein, dan vitamin A Vitamin E dan biotin Phytosterol Phytosterol Karbohidrat, lipid, dan protein PUFA, EPA, ARA Beta karotein Lipid, protein, dan karbohidrat Vitamin A dan vitamin C

Organisme akuatik termasuk udang membutuhkan protein lebih besar sebagai sumber energinya. Selain itu, digunakan untuk membentuk struktur dan seluruh fungsi tubuhnya. Lipid digunakan oleh udang sebagai komponen membran sel dan cadangan energi. Sedangkan karbohidrat sebenarnya lebih sulit dicerna oleh udang karena membutuhkan mekanisme enzimatik yang lebih rumit, kecuali karbohidrat sederhana seperti monosakarida. Selain itu terdapat 3 vitamin esensial bagi udang yaitu vitamin A, vitamin D, dan vitamin E serta vitamin yang larut dalam air (thiamin, riboflavin, pyridoxine, asam nikotinat, biotin, asam folat, vitamin B12, kolin, dan vitamin C) (Vinh, 2017). Selain itu beberapa zooplankton dapat dijadikan sumber enzim seperti amilase, protease, dan esterase yang baik untuk pencernaan larva udang. Penambahan pupuk fosfat dan nitrogen akan meningkatkan pertumbuhan fitoplankton, tetapi harus diperhatikan jumlahnya. Meskipun nitrogen dan fosfor adalah elemen penting bagi fitoplankton tetapi bagi kualitas air memiliki pengaruh negatif seperti menurunkan kadar DO dan meningkatkan resiko blooming alga. Penambahan pupuk tidak perlu dilakukan terus-menerus tetapi dengan interval tertentu, misalnya saat turbiditas air menurun atau densitas fitoplankton rendah (Vinh, 2017). Fitoplankton memanfaatkan nitrogen pada bentuk nitrat sedangkan fosfor pada bentuk orthofosfat. Penambahan pupuk dengan kandungan silika juga baik terutama jika untuk meningkatkan pertumbuhan diatom (Corales, 2012). Akumulasi sedimen mengandung silika dapat menekan cyanobacteria yang menyebabkan blooming alga. Selain itu, diatom dianggap lebih disukai karena meningkatkan pertumbuhan udang lebih baik daripada cyanobacteria (Shaari et al., 2011). Sejauh ini belum banyak yang membahas cara produksi fitoplankton bersamaan di tambak udang. Kelemahannya adalah biaya produksi yang tinggi serta cukup sulit produksinya. Alasannya karena membudidayakan fitoplankton massal dengan banyak jenis itu sulit. Kontrol yang dilakukan lebih kompleks seperti efisiensi produksi, pengaturan suhu, pH, nutrien, stres, dan adanya spesies invasif yang dapat mengganggu pertumbuhan. Secara umum terdapat dua jenis produksi fitoplankton yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Sistem terbuka memiliki kelebihan investasi yang relatif lebih murah, input energi lebih kecil, maintenance lebih murah, dan lebih mudah dalam pembersihan kolam. Yang perlu diperhatikan dalam sistem terbuka adalah pengadukan yang kontinu agar tidak terjadi sedimentasi dan suplai CO yang optimal. Kekurangan dari sistem terbuka adalah mudah terkontaminasi. Sistem tertutup memiliki kelebihan tidak terpengaruh dengan pencahayaan

matahari, biaya panen lebih murah, kondisi kultur bisa digunakan untuk produksi berikutnya, kualitas dan kuantitas terjamin, dan terjaga dari kontaminasi. Penumbuhan plankton dapat dilakukan setelah sterilisasi air di tambak menggunakan kaporit. Setelah ditunggu 2-4 hari hingga residu kaporit hilang kemudian ditambahkan pengapuran menggunakan CaCO dan CaO dengan dosisi 7 ppm. Kemudian ditambahkan pupuk ZA (NH ) SO dan silikat. Pemberian pupuk ini dilakukan 2 hari sekali, ZA sebanyak 20 kg dan silikat sebanyak 2 ppm (PT Surya Windu Kartika). Penumbuhan fitoplankton secara buatan dapat menggunakan medium Walne atau medium f/2 yang banyak dijual secara komersial. Produksi fitoplankton secara terpisah sebagai pakan tambahan atau sebagai komoditas ekonomi sampingan perlu memperhatikan kondisi kultur dan medium. Seperti pada tabel berikut. Tabel 5. Jenis medium yang digunakan untuk kultur fitoplankton (Iba et al., 2014)

Genus/Spesies Chlorella vulgaris Thalassirosira weissflogii Isochrysis galbana Thalassirosira pseudonana Isochrysis sp. Chaetoceros sp. Amphora sp. dan Navicula sp. Tetraselmis subcordiformis Nannochloropsis oculata Pavolva viridis

Cahaya (Terang:Gel ap) 16:08 14:10

pH 6,5-7

Suhu (˚C) 25-30 18

Salinit as

31

Medium f/2 f/2 f/10 + air laut

8,08,3

21

12:12

8,3

18 18 27-30

6 35 25

f/2 f/2 F/2

12:12

8,5

28

15-25

Conway

20 25 20

20 20 20

f/2 f/2 f/2

Kesimpulan dan Saran Mengenai peran plankton sudah tidak perlu diragukan lagi keberadaannya di ekosistem tambak udang. Fitoplankton merupakan komponen utama dalam rantai mkanan ekosistem akuatik, mereka berfungsi sebagai produsen primer, suplai oksigen bagi biota lain, dan juga dapat sebagai bioindikator. Fitoplankton mengandung protein tinggi (30-40%). Selain manfaat, fitoplankton dapat berbahaya bagi kehidupan udang ketika terjadi blooming karena akan mengurangi suplai oksigen di tambak. Zooplankton juga dapat menjadi pakan alami yang cocok bagi larva udang dengan kualitas nutrisi yang baik. Namun, kemungkinan terjadinya blooming juga dapat menjadi alarm bagi petambak bahwa tambak mengalami kelebihan input nutrien sehingga dikatakan kualitas air sedang tidak seimbang. Petambak atau teknisi tambak udang sebenarnya sudah mulai menaruh perhatian dengan kehadiran plankton di tambak tetapi dengan pengetahuan masih sangat terbatas. Padahal jika dapat dikelola dengan baik mungkin akan menjadi salah satu faktor efisiensi pengelolaan tambak dan peningkatan hasil panen. Dengan membangun pengetahuan yang lebih komprehensif, Jala Tech memiliki peluang untuk memberikan masukan dan pandangan lebih untuk pengelolaan tambak udang

yang lebih baik. Selebihnya juga tetap menjaga kelestarian lingkungan sekitar, karena tambak udang dengan sistem intensif maupun semi intensif memiliki potensi mencemari lingkungan. Tetapi memerlukan waktu yang lebih banyak untuk melihat hubungan banyak variabel yang bekerja di tambak seperti faktor iklim/cuaca, fisika-kimia air, dan kehadiran plankton. Setidaknya dapat membandingkan antar musim (musim kemarau dan musim penghujan) agar memiliki pola besar tentang hubungan dari banyaknya faktor yang bekerja. Kemudian perbedaan geografis khususnya pulau Jawa akan memberikan perbedaan perlakuan juga. Pantai utara jawa dan pantai selatan jawa tentu memiliki perbedaan terutama pada input dari air yang digunakan tambak. Pantai utara jawa memiliki potensi adanya zat pencemar berbeda dengan pantai selatan jawa yang berasal dari laut bebas.

Daftar Pustaka Affan, A., A. S. Jewel, M. Haque, S. Khan, and J. B. Lee. 2005. Seasonal Cycle of Phytoplankton in Aquaculture Ponds in Bangladesh. Algae 20 (1): 43-52. Aliviyanti, D., Suharjono, and C. Retnaningdyah. 2017. Cyanobacteria Community Dynamics and Trophic Status of Intensive SHrimp (Litopenaeus vannamei) Farming Pond in Situbondo, East Java Indonesia. The Journal of Tropical Life Science 7 (3): 251-257 Belgrano, A., U. M. Scharier, J. Dame, and R. E. Ulanowicz. 2005. Aquatic Food Webs: An Ecosystem Approach. Oxford University Press: New York Blanda, E., G. Drillet, C. C. Huang, J. S. Hwang, J. K. Hojgaard, H. H. Jakobsen, T. A. Rayner, H. M. Su, and B. W. Hansen. 2017. An Analysis of How to Improve Production of Copepods as Live Feed From Tropical Taiwanese Outdoor Aquaculture Ponds. Aquaculture 479: 432-441. Case, M., E. E. Leca, S. N. Leitao, E. E. Sant'Anna, R. Schwamborn, and A. T. de Moraes Jr. 2008. Plankton community as an indicator of water quality in tropical shrimp culture ponds. Marine Pollution Bulltetin 56: 1343-1352 Corrales, D. R. S. 2012. Nutritional Contribution of Phytoplankton to the Pacific White Shrimp Litopenaeus vannamei. Dissertation. Texas A&M University. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius: Yogyakarta. Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). 2006. Cultured Aquatic Species Information Progamme Penaeus vannamei (Boone, 1931) In: FAO Fisheries and Aquaculture Departement by Briggs, M. Rome. Fransen, C. and S. De Grave. 2015. Litopenaeus vannamei (Boone, 1931). http://www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=247789 diakses pada 30-01-2019 pukul 17.00 Garno, Y. S. 2012. Dampak Eutrofikasi Terhadap Struktur Komunitas dan Evaluasi Metode Penentuan Kelimpahan Fitoplankton. Jurnal Teknik Lingkungan. 13 (1): 67-74. Guedes, A.C. and F. X. Malcata. Nutritional Values and Uses of Microalgae in Aquaculture. www.interchopen.com. Portugal. Iba, W., M. A. Rice, and G. H. Wikfors. 2014. Microalgae in Eastern Pacific White Shrimp, Litopenaeus vannamei (Boone 1931) Hatcheries: A Review on Roles and Culture Environments. Asian Fisheries Science 27: 212-233. Lubzens, E. 1987. Raising Rotifers for Use in Aquaculture. Hydrobiologia 147: 245-255. Neto, F. F. P., S. Neumann-Leitao, M. Case, E. E. Sant' Anna, E. H. Cavalcanti, R. Schwamborn, L.M.O. Gusmao, and, P.A.M.C. Melo. 2009. Zooplankton from shrimp culture pond in Northeastern Brazil. Ecosystems and Sustainable Development VII (122):251-260. Nontji, A. 2008. Plankton Laut. LIPI Press: Jakarta. Paerl, H. W., R. S.Fulton, III, P. H. Moisander, and J. Dyble. 2001. Harmul Freshwater Algal Blooms, With and Emphasis on Cyanobacteria. The Scientific World 1 : 76-113. Prasetya, A. W. dan S. Andriyono. 2014. Pemanfaatan Fitoplankton dan Zooplankton pada Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di PT Surya Windu Kartika Banyuwangi, Jawa Timur. Laporan Praktek Kerja Lapangan UNAIR.

Shaari, A. L., M. Surif, F. A. Latif, W. M. W. Omar, and M. N. AHmad. 2011. Monitoring of Water Quality and Microalgae Species Composition of Penaeus monodon Ponds in Pulau Pinang, Malaysia. Tropical Life Sciences Research 22 (1): 51-69. Vaidya, S. R. 2017. Role of Zooplankton in Aquaculture. International Journal of Advanced Research and Development 2 (5): 951-954. Vinh, H. P. 2017. Contribution of natural plankton to the diet of white leg shrimp Litopenaeus vannamei (Boone, 1931) post-larvae in fertilized pond condition. Dissertation. Faculty of Bioscience Engineering. Univeriteit Gent. Yussof, F. M., M. S. Zubaidah, H. B. Matias, and T. S. Kwan. 2002. Phytoplankton Succession in Intensive Marine Shrimp Culture Ponds Treated With a Commercial Bacterial Product. Aquaculture Research 33: 269-278.

Related Documents

Final Report - Wildan Gz.pdf
November 2019 20
Wildan Masykuri.pdf
November 2019 14
Final Report
July 2020 18
Report Final
June 2020 13

More Documents from ""