Farmasetik Dan Formulasi Sediaan Pediatrik Dan Geriatrik.docx

  • Uploaded by: Wahyupuji Astuti
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Farmasetik Dan Formulasi Sediaan Pediatrik Dan Geriatrik.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,649
  • Pages: 27
FARMASETIK DAN FORMULASI SEDIAAN PEDIATRIK DAN GERIATRIK Kecenderungan populasi didunia saat ini adalah semakin mengecilnya jumlah keluarga yang dilahirkan dan usia harapan hidup yang semakin meningkat karena peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Perancis adalah contoh Negara dengan pertumbuhan populasi negative karena semakin jarang keluarga yang melahirkan anak, sedangkan jepang adalah Negara dengan populasi semakin menua. Kunci dari kesehatan pada saat ini adalah menyediakan obat yang sesuai untuk populasi anak (pediatric) dan untuk manusia lanjut usia (geriatric, manula). Oleh karena itu, mengembangkan formulasi obat yang sesuai merupakan satu tantangan saat ini karena beberapa Negara, terutama dinegara Barat (Eropa dan Amerika) dan Negara Jepang telah memberlakukan beberapa ketentuan untuk formulasi pediatric dan geriatric ini. Kajian ilmiah menunjukkan bahwa obat yang beredar saat ini tidak dapat dengan mmudah digunakan untuk pasien geriatric yang dalam banyak aspek berbeda dari “pasien dewasa standar”. Secara ilmu pengetahuan telah diketahui bahwa tubuh manusia mengalami perkembangan yang fundamental dan berubah terus sejak silahirkan sampai tua dan mengalami kematian. Pada periode anak, tubuh mengalami perubahan berupa maturasi organ dan kesadaran yang merupakan faktor utama yang mempengaruhi terapi obat. Pada usia lanjut terjadi penurunan kapasitas fungsi organ yang sering pula disertai dengan penurunan kemampuan kognitif pada sebagian manula, sehingga akan membatasi pengobatan yang efektif dan aman dengan obat. Walaupun pasien pediatric dan geriatric mempunyai perbedaan yang fundamental, tetapi ada satu persamaan, yaitu keduanya memerlukan hal yang sama, yaitu kebutuhan pengobatan dengan obat yang lebih khusus. 1. Definisi dari Kelompok Usia Pendewasaan fisik secara cepat yang terjadi di antara periode kelahiran dan dewasa telah jelas diketahui. Secara logika, perubahan ini perlu diantisipasi karena respons dari perubahan ini akan menyebabkan terjadinya gangguan respons terhadap xenabiotik (penuaan). Pada 5 tahun pertama kehidupan, bayi dan anak-anak sudah diperkenalkan pada obat. Hanya beberapa saja entitas molekul baru yang berpotensi dan berguna untuk pasien pediatric pada saat disetujui untuk pengobatan.

FDA Amerika Serikat mendefinisikan 5 subkelompok populasi pediatric ini berdasarkan usia (umur). Setiap subkelompok ini tidak homogen, akan tetapi mempunyai karakteristik yang sama, yaitu data pertimbangan pengembangan pendekatan yang sama pada kelompok usia terkait dengan tahap perkembangan pediatric (ICH Topic E 11 Clinical Investigation of Medicinal Products in the Pediatric Population). Klasifikasi FDA dan ICH dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Klasifikasi usia populasi pediatrik. Kelompok Usia

KLasifikasi FDA

Klasifikasi ICH

Intrauterine

Konsepsi sampai lahir

-

Preterm newborn infants

Kelahiran sampai usia 1bulan

<

37

minggu

usia

perkembangan Neonates atau newborn Infants

0-27 hari

Infants dan toddler

1 bulan – 2 tahun

28 hari – 23 bulan

children

2 tahun – sampai saat pubertas

2-11 tahun

Adole scent

Dari pubertas sampai dewasa

12 – 16 atau 18 tahun dari regional

Berdasarkan pengetahuan mutakhir, dosis pediatric paling akurat ditentukan berdasarkan usia dan berat badan. Kebanyakan formularium akan menormalisasi dosis obat anak berdasarkan berat badan, adakalanya digunakan luas permukaan tubuh ( dihitung dari tinggi dan berat badan dalam meter persegi) karena menunjukkan korelasi yang baik dengan banyak fenomena fisiologi. Kekecualian adalah untuk obat poten karena “limit” berisiko menimbulkan dosis berlebih (overdosing). Kecuali untuk bayi yang sangat muda yang menunjukkan perbedaan yang sangat besar dari disposisi obat. Skala alometrik dapat pula digunakan. Dalam sistem pemberian dosis ini, keluaran dan volume distribusi diskalakan terhadap berat badan terkait dengan morfologi dan fungsi fisiologi terhadap ukuran tubuh. 2. Definisi lanjut usia

Umumnya di Negara maju, usia 65tahun dinyatakan sebagai usia lanjut (elderly)atau orang tua. Menurut konvensi, usia lanjut diklasifikasikan seperti pada Tabel 2. Tabel 2 Klasifikasi manula Kelompok usia

Usia

Young old

65-74 tahun

Middle old

75-84 tahun

Old old

>85 tahun

Kategorisasi kronologis ini tidak merefleksikan peningkatan berlanjut dari usia harapan hidup yang saat ini luas dibahas. Manusia pada usia 18 dan 64 tahun dipandang sebagai populasi pekerja dan, baik populasi pediatric maupun populasi geriatric dibedakan dari usia pekerja. Akan tetapi, dalam kenyataannya banyak orang yang masih sangat aktif pada usia diatas 65 tahun, bahkan pada posisi manajer senior atau konsultan. Dari titik pandang kesehatan, penuaan berlangsung menurut proses yang dinamis yang pada umumnya berada diluar control manusia. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dan mengidap beberapa penyakit yang menyebabkan penurunan kemampuan, baik fisisk maupun intelektual. Banyak pasien geriatric menderita beberapa penyakit dengan penggunaan multiple obat. Sebagian dari manula ketagihan alcohol, rokok, dan obat. Penurunan fungsi ginjal dan hati, disamping menyebabkan dehidrasi, juga secara dramatis dapat menyebabkan gangguan parameter farmakokinetika (PK). Keterbatasan audiovisual dan kemampuan ergonomic, yang dapat pula menyertai proses penuaan, perlu pula diperhitungkan. Pada penyakit yang jarang, seperti progeria (Hutchinson-Gilord syndrome), seorang anak dapat terlihat dan merasa sebagai orang dewasa. Dengan memperhatikan berbagai faktor, sulit sekali untuk mendefinisikan batasan umur untuk manula ( Tabel 3). Skala penilaian klinis untuk manula (clinic assessment scales for the elderly/CASE) sudah dikembangkan, terutama untuk gangguan mental pada populasi geriatric, seperti kompetensi kognitif, perasaan tua, dorongan emosi, dan lain sebagainya. Tabel 3 klasifikasi yang dapat diterima untuk subpopulasi lanjut usia Kriteria

Metode

Batasan

Waktu

Kronologi

65 tahun (65-74 tahun = young old, 75-84 tahun = middle old, >85 tahun = old)

peransosial

Sosioekonomi

60 tahun

Kapabilitas

Biologi, medisinal

50-55 tahun

3. Pediatrik Fisiologi memegang peranan penting dalam perkembangan dan kinerja berbagai fungsi pada tubuh. Diantar faktor penting tersebut adalah absorbs, distribusi, metabolisme, dan ekskresi renal. Perbedaan fisiologi dan penyakit dapat mempengaruhi farmakokinetika/farmakodinamika (PK/PD) pada anak. Perbedaan ini sering terkait dengan perkembangan pertumbuhan dan proses maturasi. Dari penelitian terbukti bahwa efek terbedar dari maturasi pada disposisi obat adalah enam bulan pertama dari kehidupan. Selain itu, variasi individual maturasi pada 3 tahun pertama memerlukan pemantauan secara individual pada neonate sakit, infant, dan anak berusia muda. Formulasi pediatric dengan kemungkinan dosis yang fleksibel akan sangat m,emfasilitasi pemberian dosis obat pada kelompok usia ini. Sistem Penghantaran oabta dan isu penerimaan Walaupun selama ini ada anggapan bahwa eksipien farmasetik bersifat inert, hal tersebut tidak selalu berlaku terutama untuk pasien anak-anak. Di antara eksipien tersebut yang sudah terbukti bermasalah antara lain zat pewarna, zat pemanis, pembawa, dan lain sebagainya. Laporan reaksi tidak dikehendaki dari eksipien farmasetik jauh lebih sedikit dari kecelakaan dengan bahan aktif (API). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti sifat keamanan pada umumnya eksipien, konsentrasi rendah dalam dosis tunggal obat, dan tidak teridentifikasinya eksipien sebagai penyebab masalah. Pemilihan eksipien untuk diinkorporasikan ke dalam produk obat untuk dikonsumsi manusia merupakan hal yang kompleks. Pemilihan eksipien untuk populasi anak jauh lebih kompleks. Beberapa subkelompok usia pediatric yang dirawat dirumah sakit yang menerima obat secara oral dan parenteral yang dirawat dirumah sakit yang menerima obat secara oral dan parenteral telah teridentifikasi mengalami gangguan karena reaksi eksipien. Peristiwa

serius telah dilaporkan pada bayi neonatal yang lahir dengan bobot rendah (low birth weight) dan infants, yaitu asmatik dan diabetic. Rentang reaksi tersebut dilaporkan meliputi dermatitis, serangan mendadak ( seizures ), hingga kematian. Pada tabel 4 dapat dilihat eksipien yang bermasalah dalam formulasi sediaan pediatric. Tabel 4 Eksipien peningkat risiko toksikologi untuk subpopulasi pediatric dan geriatric Eksipien Anak/bayi

nbaru

Administrasi

Reaksi tidak diinginkan

Oral, parenteral

Neorotoksisitas,

lahir,

neonatal, <6 bulan Benzyl alcohol

asidosis

metabolik Etanol

Oral, parenteral

Neorotoksisitas,

Polietilen glikol

Parenteral

asidosis metabolik

Polisorbat 20 dan 80

Parenteral

Gagal ginjal dan liver

Propilen glikol

Oral, parenteral

Serangan

mendadak,

neurotoksisitas, hiperosmolaritas Pasien

dengan

penurunan

fungsi ginjal Garam-garam

Oral, parenteral

Ensefalopati,

aluminium

parenteral

mikrositik, osteodistrofi

Polietilen glikol

Parenteral

Asidosis metabolik

Propilen glikol

Oral, parenteral

Neurotoksisitas, hiperosmolaritas

anemia

Pasien hipersensitif Zat warna azo

Oral

Urtikaria,

bronkokontriksi,

angioderma Benzalkonium klorida

Oral, nasal, ocular

Bronkokontriksi

Klorocresol

Parenteral

Reaksi anafilaktik

Dekstran

Parenteral

Reaksi anafilaktik

Makrogolgliserol-

Paretnteral

Reaksi anafilaktik

ricinoleat (Kremofor EL)

Oral,

parenteral,

ocular, Alergi, dermatitis kontak

Parabens

topical

Asam soobat

Topical

Kontak dermatitis (jarang)

Pati

Oral

Penyakit diinduksi glutea

Sullfit, bisulfit

Oral, parenteral

Serangan

asma,

erupsi

gangguan abdominal Malam wool Pasien

Topical

Kontak dermatitis, urtikaria

Aspartam

Oral

Fenilketonuria

Fruktosa

Oral, parenteral

Intoleransi turunan fruktosa

Laktosa

Oral

Intoleransi laktosa, diare

Sorbitol

Oral

Intoleransi turunan fruktosa

Sukrosa

Oral, parenteral

Intoleransi turunan fruktosa

dengan

gangguan

metabolic

Sumber dari Ref. 1 Kebanyakan reaksi berkaitan dengan kuantitas eksipien yang terdapat dalam sediaan, terkait dengan toksisitas akut dan ekspose berulang secara kumulatif, serta dengan toksisitas kronis. Benzyl alcohol, benzilkonium klorida, propilenglikol, laktosa, dan polisorbat berkaitan dengan reaksi toksik terkait dosis. Sediaan parenteral volume besar yang mengandung 1,5% benzyl alcohol sebagai pengawet menyebabkan asidosis metabolic, kolaps kardiovaskuler, dan kematian pada bayi neonatal yang lahir premature dan berbobot rendah serta infant. Dosis kumulatif benzyl alcohol berada pada rentang 99-234 mg/kg/hari pada pasien. Efek yang tidak dikehendaki

terkait dengan dosis eksipien ini sangat menimbulkan masalah pada preterm, yaitu bayi yang lahir dengan ketidaksempurnaan ( immaturity ) fungsi hepatic dan fungsi renal serta berbobot rendah. Efek CNS terkait dosis reversible juga telah dilaporkan pada naka penerima terapi jangka panjang dimana digujnakan propilenglikol sebagai kosolven. Pewarna Reaksi hipersensitif dengan beberapa zatr warna azo, terutama FD & C Yellow No. 5 dan No.6 telah dilaporkan. Pada penelitian terbaru, 2 kombinasi Tartrazin ( E 102), Quinaline Yellow (E 104), Sunset Yellow FCF (E 110), Ponceau 4R ( E 124), Allura Red AC (E 129), Carmoisine (E 122), dan pengawet Natrium Benzoat ( E 211) yang terdapat dalam minuman diteliti pada perilaku 153 bayi usia 3 tahun dan 144 anak berusia 8 sampai 9 tahun. Semua zat warna azo bersifat sintetik, terkecuali Quinollin Yellow (E 104) yang merupakan quinophtalone. Pada tahun 2008, The European Food Safety Agency melaporkan bahwa penelitian menghasilkan ketidakpastian. Pemanis Kandungan sukrosa sediaan cair oral dapat menimbulkan masalah signifikan jika digunakan untuk jangka panjang (missal asma, control serangan mendadak, dan infeksi baru). Untuk mencapai sediaan bebas gula, sebagai pengganti sukrosa digunakan senyawa poliol (gula alcohol) sebagai pengganti gula. Poliol tidak akan terfermentasi oleh bakteri oral menjadi bersifat nonkariogenik. Hanya saja terhidrolisis secara lambat oleh enzim usus halus nmenjadi konstituen monomernya, menghasilkan sumber energy yang kurang dibandingkan dengan sukrosa. Alcohol gula yang mencapai usus besar dicerna secara sempurna oleh flora kolonik yang dapat menyebabkan beberapa efek samping, seperti flatulen yang disebabkan oleh fermentasi dari gula yang tidak diabsorbsi. Sebagai tambahan, karena aktif secara osmotic, gula alcohol dapat menyebabkan diare apabila kapasitas fermentasi dilewati. Karakteristik gula alcohol ini dapat dilihat pada Tabel 5. Pemanis sintesis sering digunakan tidak hanya untuk membatasi masukan gula dari makanan dan minuman, tetapi juga untuk meningkatkan kemanisan untuk menutupi

rasa pahit. Hanya

beberapa yang disetujui untuk digunakan di lebih 80 negara (missal: sakharin, aspartame, sukrolosa, dan asesulfan kalium ). Sediaan, baik padat maupun cair, dapat mrengandung

sakharin. Sakarin (E 954) adalah agen pemanis nonnutritif dengan 250-500 kali kemanisan sukrosa. Sakarin adalah turunan sulfonamida yang harus dihindari pada anak alergi sulfa. Direkomendasikan pengkonsumsian harian sakarin dipertahankan dibawah 1 gram karena risiko kanker kantong kemih. Jumlah kandungan dalam sediaan farmasi seharusnya berada jauh di bawah ADI (allowable daily intake ). Tidak disetujui di Canada, akan tetapi di Amerika Serikat dan Eropa hanya untuk anak lebih dari 3 tahun. Tabel 5 Karakteristik gula polial secara umum Poliol

Bilangan Karbon

MW

E

Kelarutan Kemanisan dalam air

relatif

Toleransi

Nilai

pengenceran

kalori

(g/kg)

(kcal/g)

pada suhu 25º C (% b/b) Manitol E421

4

182

22

0,5

0,3

1,6

Eritritol E968

4

122

37

0,6-0,7

0,73

0,2

Sorbitol E420

4

182

235

0,6

0,3

2,6

Xilitol

5

152

200

1

0,3

2,4

Maltitol E965

12

344

175

0,8-0,9

0,3

2,1

Isomalt

2

344

28

0,5-0,6

0,3

2

12

342

211.5

1

-

4

Sukrosa

E967

E953

*Dosis maksimum bolus tidak menyebabkan laktasi- data untuk orang dewasa Seluruh poliol yang ditunjukkan dipertimbangkan sebagai makanan tambahan atau GRASS di Amerika Serikat Sumber diambil dari Ref. 61

Aspartam (E 951), suatu turunan fenilanin, diinkorporasikan dalam banyak tablet kunyah dan sediaan bebas gula. Produk yang mengandung aspartame tidak boleh diberikan pada anak yang menderita fenilketonuria antosomel resesif. Neotam adalah turunan aspartame dengan tingkat kemanisan 7000-13000 kali sukrosa, dengan stabilitas yang baik pada pH netral maupun pada pH lebih tinggi dan memiliki suhu lebih tinggi dari aspartame. Neotam menunjukkan rasa manis

yang jelas tanpa rasa ikutan, dan tidak dimetabolisme menjadi

fenilanin. Dikenal aman (

GRAS), terdaftar dilebih 25 negara, tetapi tidak digunakan secara luas. Asesulfan K ( E 950) adalah pemanis oksatiozinon yang dugunakan secara luas; stabil selama proses manufaktur dan selama kondisi penyimpanan sebagian besar sediaan farmasi; dapat digunakan dalam bentuk tunggal (~ 200 kali kemanisan sukrosa ); menunjukkan sifat sinergistik dengan pemanis intensif lain di samping pemanis seperti alcohol gula. Sukralosa (E 955) adalah pemanis yang dibuat dari gula (khlorinasi); lebih kurang 600 kali kemanisan sakarosa dengan rasa manis yang jelas seperti sakrosa dan rasa ikutan yang manis. 4. Pemilihan Pembawa Etanol digunakan secara luas dalam sediaan farmasi sebagai pelarut, pengawet, dan untuk meningkatkan absorpsi beberapa bahan aktif. Dapat menimbulkan kondisi berat dan akut pada penggunaan obat yang mengandung etanol. Anak muda mempunyai kemampuan terbatas untuk memetabolisme dan mendetoksifikasi etanol. Intoksikasi etanol terjadi jika kadar dalam darah mencapai 25mg/dL. The American Academy of Pediatric ( AAP) Comitte on Drugs merekomendasikan sediaan farmasi yang akan digunakan untuk anak tidak boleh menimbulkan kadar etanol dalam darah >25 mg/dL, sesudah pemberian tunggal. Pada tahun 1992, Non prescription Drug Manufacturers Association menetapkan batas etanol dalam sediaan farmasi secara sukarela sebagai berikut : 1. Sediaan mengandung kadar maksimal alcohol 10% untuk orang dewasa dan remaja (teens) yang berusia 12 tahun dan lebih tua. 2. Sediaan mengandung kadar maksimal alcohol 5% untuk sediaan anak berrusia 6 sampai 12 tahun. 3. Sediaan mengandung kadar maksimal alcohol kurang dari 0,5% untuk produk yang akan digunakan untuk anak berusia di bawah 6 tahun. Apoteker yang bekerja di apotek dan rumah sakit harus berhati-hati dengan dosis alcohol untuk sediaan pediatric pada saat membuat sediaan secara extemporaneous dengan pelarut beralkohol. Ptopilenglikol digunakan sebagai pelarut untuk banyak formulasi, missal sediaan oral, topical, dan rute parenteral, dengan senyawa berkelarutan air buruk, seperti fenobarbital, fenitoin,

diazepam, dan konsentrat multivitamin. Karena keterbatasan metaboliisme pada anak berusia kurang dari 5 tahun, telah ditemukan beberapa efek yang tidak diinginkan, seperti efek laksatif peroral dan dermatis kontak, tetapi yang lebih serius adalah depresi CNS ( Sistem Pusat Susunan Syaraf). 5. Pertimbangan cara pemberian sediaan 1. Pemberian oral Cara pemberian obat oral merupakan pilihan cara pemberian obat terhadap pasien. Pasien yang berusia dibawah 5 tahun sering mengalami kesulitan menelan sediaan berbentuk padat. Oleh sebab itu, industry farmasi lebih mendorong untuk pemberian dan penggunaan sediaan cair obat secara oral. Bentuk sediaan cair ini memiliki fleksibilitas untuk populasi pediatric yang heterogen (bervariasi dalam berat, PK/PD, kemampuan fisik, dan kapasitas perkembangan). Bentuk sediaan cair ini tidak berarti bebas masalah. Sediaan berbentuk cair sering kurang stabil dan menunjukkan masa kadaluwarsa lebih singkat; pengukuran dosis secara akurat bergantung pada alat (missal sendok, pipet tetes) yang digunakan, dan pemberian dosis sesuai dengan resep dokter dapat pula menimbulkan masalah terutama pada infant. Volume takaran juga merupakan hal yang kritis, dan untuk anak berusia kurang dari 5 tahun tidak diberikan takaran lebih dari 5ml, dan untuk anak lebih tua tidak lebih dari 10ml. Semakin kurang mirasa (palatable) obat (sediaan), seharusnya semakin kecil volume yang diberikan. Selain itu, harus diberikan alat takar pemberian obat (sendok atau penetes) yang mudah digunakan agar anak (pasien) bersifat kooperatif. Untuk mencapai pemberian dosis yang tepat untuk sediaan berbentuk cairan/larutan harus dil;akukan secara berhati-hati. Pipet penates harus berada dalam posisi vertical pada saat meneteskan obat. Memformulasi sediaan berbentuk lebih menantang karena adanya keterbatasan dalam pemilihan neksipien (karena ada batasan penggunaan eksipien untuk sediaan pediatric) dam adanya batasan konsentrasi yang dapat digunakan dalam formulasi sediaan. Untuk mengatasi masalah stabilitas dalam bentuk sediaan cair dapat dikembangkan sediaan berbentuk kering berupa “tablet dispersible” dan atau bentuk sediaan “eferfesen”. Bentuk kering ini juga memiliki masalah, seperti volume pengenceran yang besar, pemakaian bikarbonat, dan kandungan natrium atau kalium yang tidak dapat diterima oleh pasien gagal ginjal, serta kesulitan dalam penutupan rasa.

Untuk pasien dewasa sediaan tablet dan kapsul merupakan pilihan utama. Kerugian untuk pasien anak adalah ketidakfleksibelan dosis dan kesulitan atau ketidakmampuan menelan pada anak kecil. Hal ini diatasi dengan cara menggerus tablet atau membuka kapsul gelatin keras, dan menambahkan isi serbuk kedalam air atau makanan lunak atau minuman tanpa memperhatikan ketepatan dosis dan bioekuivalensi. Tablet kunyah dianggap cukup aman digunakan anak bila giginya sudah tumbuh (2-3 tahun) dan di bawah pengawasan. Sediaan orodispersibel dalam jaringan mulut (missal: tablet, lapis tipis, wafer) berada pada daerah perbatasan antara cairan dan padatan, dengan catatan kualitas eksipien tersedia untuk meningkatkan palatabilitas eksipien yang terbatas jumlahnya. 2. Pemberian bukal dan sublingual Pemberian obat secara oromukosal mungkin dilakukan walaupun kemampuan dan penerimaan pasien golongan usia muda masih terbatas. Sulit dilaksanakan pada bayi yang masih menyusu. 3. Pemberian secara rektal Pemberian obat dalam bentuk padat ke liang rektal (supositoria) dapat menghasilkan variabilitas kecepatan dan jumlah absorpsi obat pada pasien anak. Di Eropa, pemberian melalui supositoria untuk anak luas diaplikasikan, sedangkan di Amerika Serikat agak jarang. 4. Pemberian transdermal Pengembangan stratum corneum pada bayi telah lengkap pada saat kelahiran, akan tetapi bersifat lebih berpermeasi dan terhidrasi dibandingkan pada orang dewasa, kecuali pada preterm infants. Preterm neonates dan infants menunjukkan halangan epidermal yang belum berkembang dan merupakan subjek absorpsi yang berlebihan dari komponen yang potensial toksik dari produk yang diaplikasikan secara topical. Begitu dewasa (3-5 bulan sesudah kelahiran), kulit infants menunjukkan kurang bervariasi, akan tetapi rasio luas permukaan terhadap berat lebih tinggi pada anak jika dibandingkan dengan orang dewasa. Pengembangan produk transdermal untuk pediatric sangat menguntungkan bagi anak yang tidak mampu mentoleransi pemberian obat secara oral. Semakin muda usia, semakin bagus permeasi. Belum begitu banyak produk transdermal yang sudah diuji untuk anak dan sudah dipasarkan

untuk pediatric (seperti hormone steroid, kafein, tiofilina, fentanyl, skopolamin, mikatin, metil fenidat).

5. Pemberian parenteral Absorpsi obat sesudah penyuntikan secara intramuscular (im) sering sangat tidak menentukan pada neonate karena massa otot yang kecil dan tidak cukup perfusi pada lokasi im. Dari studi pada infants dan anak berusia 28 hari sampai 6 tahun diperoleh hasil bahwa pemberian kloramphenikol suksinat secara im menghasilkan kadar serum yang tidak berbeda secara signifikan dengan yang diberikan secara penyuntikan iv. Hanya saja ketersediaan hayati kebanyakan obat yang diberikan secara im belum dievaluasi pada populasi pediatric. Selain masalah ketrsediaan hayati, ada pula masalah spesifik pada obat yang diberikan secara im pada populasi pediatric. Volume larutan yang disuntikkan terkait langsung dengan tingkat kenyerian dan ketidaknyamanan penyuntikan secara im. Rekomendasi manufaktur (industry) untuk rekonstitusi produk im sering menghasilkan volume akhir yang berlebih untuk satu lokasi penyuntikkan tunggal pada anak dengan massa otot yang lebih kecil sehinngga memerlukan penyuntikan secara berulang yang sudah barang tentu menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien. Jika volume rekonstitusi yang diinginkan lebih sedikit, maka akan timbul pula masalah yang menyangkut kelarutan dan tekanan osmotic tinggi pada lokasi penyuntikan. Inklusi anestetik local, seperti lidokain, sebagai bagian produk rekonstitusi adakalanya memang diperlukan. Masalah utyama pada rute pemberian secara iv untuk pediatric adalah kesalahan pemberian dosis. Karena tidak ada persediaan larutan injeksi untuk dosis pediatric, kesalahan pengenceran pada larutan stock untuk pasien dewasa akan menyebabkan 10 sampai 20 kali kesalahan dalam pemberian dosis. 6. Sistem pemberian intramasal

Sistem pemberian obat ini memberikan akses yang cepat dan langsung pada sirkulasi sistemik, tanpa mengalami metabolisme lintas pertama. Pemberian intranasal ini tidak selalu mudah, terutama pada anak yang tidak (kurang) kooperatif, akan tetapi volume kecil yang dipencarkan, kecepatan pelaksanaan, dan kelayakan untuk dilakukan di rumah pasien menyebabkan sistem penghantaran ini lebih menarik, terutama karena tidak diperlukan jarum (suntik) untuk pengobatan penyakit. Erosol dengan peralatan yang sesuai dapat mencegah penelanan (obat) dan dalam kontek dosis obat, erosol lebih cepat mencapai lokasi absorp. Obat, seperti benzodiazepine, fentanyl, diamorfin, dan ketamine, berhasil digunakan dengan baik melalui rute pemberian sistem penghantaran intrasal ini. 7. Pemberian obat pulmonal Sistem pemberian obat endhotraceal merupakan metode pemberiian yang efektif untuk pengobatan gawat darurat pada anak (misal epinefrin, atropine, lidokain, nalokson). Jika perangkat iv (line) tidak tersedia untuk mengoptimalkan penghantaran obat pada bagian diastal aliran udara, maka obat harus dibeerikan secara cepat dengan volime pengencer dalam jumlah yang cukup: 5 sampai 10 ml pada anak muda dan 10 sampai 20 ml untuk remaja. Produk inhalasi bertekanan juga telah digunakan secara sangat berhasil pada populasi pediatric untuk menghantarkan obat l;angsung pada lokasi kerja yang memerlukan, yaitu paru-paru. Produk didesain untuk menghantarkan “satu unit dosis” pada kecepatan tinggi dengan ukuran partikel halus yang merupakan kondisi ideal untuk penghantaran obat melalui aliran udara. Pemberian sendiri (oleh pasien berusia muda) sulit dilakukan tanpa bantuan orang yang memahami cara pengobatan. Pilihan alat inhalasi akan bermasalah dan terkait dengan usia pasien. Inhaler berpenakar dosis (MDI) hanya dapat digunakan oleh pasien anak berusia lebih tua. Saat ini sebagai propelan untuk penggantian CFC digunakan hidrofluoroalkan (HFA) (selanjutnya lihat Bab Erosol). 6. Masalah penerimaan pasien : menyangkut rasa dan palatabilitas Mengembangkan formulasi dengan rasa yang dapat diterima pasien anak-anak merupakan masalah kompleks karena penutupan dan peningkatan rasa obat tidak selalu dapat dicapai dengan

mudah akibat keterbatasan eksipien yang dapat digunakan terkait alasan keamanan dan peraturan. Dua faktor, yaitu membuat pilihan rasa dan palatabilitas sediaan untuk anak, merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dengan seksama. Penilaian rasa dan palatabilitas sediaan farmasi sering dilakukan oleh subjek orang dewasa yang selera dan fisiologinya belum tentu sesuai dengan pasien populasi pediatric yang tidak selalu dalam keadaan sehat walafiat. Bentuk sediaan yang paling biasa dan luas digunakan untuk formulasi pediatric adalah sediaan cair dan tablet kunyah. Perasaan dan penilaian tidak enak akan lebih menonjol pada bentuk sediaan ini, apalagi sediaan diberikan dalam bentuk larutan (cair)dibandingkan dengan sediaan konvensional berbentuk tablet. Diyakini bahwa anak berusia kurang dari 6 tahun lebih punya persepsi akut rasa daripada anak lebih tua dan orang dewasa. Syaraf rasa dari reseptor olfaktori sudah berbentuk sempurna pada tahap awal infancy. Perbedaan penerimaan rasa dan preferensi berbeda antar remaja dan infants, begitu pula antara anak laki dan anak perempuan. Kehilangan presepsi rasa yang biasanya disertai oleh proses pendewasaan anak yang menerima (mengalami) pengobatan, dipengaruhi oleh skil kognitifnya, penerimaan atau tidak oleh penyakitnya. Menarik kalau kita mengamati persepsi makan rakyat Indonesia. Dimulai dari Aceh dan Sumatra Barat yang pada umumnya menggemari makanan pedas, lalu ke Sumatera Sel;atan dengan makanan yang agak asam (cuka), Jawa Barat relative netral, Jawa tengah manis, hingga Jawa Timur agak netral. Hal ini menyangkut budaya. Jadi, persepsi makan dan rasa dipengaruhi pula oleh latar belakang budaya dan strata social. Bau, rasa, dan rasa ikutan merupakan faktor penting dalam pengembangan sediaan farmasi pediatric. Di Amerika Serikat sekurang-kurangnya telah digunakan 26penyedap bau (flavoring) untuk sediaan antimikroba pediatric. Pilihan utama penyedap bau di Amerika adalah cherry disamping penyedap bau lain, seperti jeruk dan strawberry yang dapat diterima untuk sediaan antimikroba pediatric. Untuk Indonesia jelas belum tentu sesuai karena anak Indonesia lebih mengenal rasa/bau berbagai jenis pisang, nanas, manga, dan jambu. Jadi, sebaiknya untuk sediaan pedioatrik di Indonesia dipilih peningkat baud an rasa yang sesuai dengan budaya dan ketersediaan serta keterkenalannya di Indonesia, apalagi produk akan dipasarkan untuk pengobatan anak di Indonesia. 7. Manusia Lanjut Usia ( MANULA/Geriatrik)

Kata manula (manusia lanjut usia/geriatric) merujuk padas usia yang sudah melewati 65 tahun. Kelompok usia ini merupakan populasi yang heterogen karena meliputi orang yang sehat (fit), pasien yang secara fisiologi sehat sampai sangat lemah, dan pasien yang mengalami perawatan dalam fasilitas perawatan jangka panjang (Long Term Care Facility/LTCF). Saat ini lebih dari 12%bpopulasi di Amerika Serikat berusia 65 tahun atau lenih (Jepang lebih besar). Populasi ini meresepkan sepertiga dari obat yang diresepkan oleh dokter di amerika serikat. Secara purata pasien geriatric menggunakan 4 sampai 5 obat sekaligus dan lebih dari 50% menggunakan obat bebas (OTC). Pengguna obat lebih tinggi lagi pada populasi LTCF yang mengalami perawatan jangka panjang. Manula juga kadang-kadang menderita penyakit kronis dengan komplikasi berbagai penyakit sehingga mendapat perawatan jangka panjang dengan obat. Oleh sebab itu, masalah dosis dan sediaan geriatric saat ini menjadi focus bahasan di seluruh dunia. Perubahan fisiologis akibat proses penuaan Walaupun perkembangan penyakit tidak selalu parallel dengan penuaan, ada sejumlah perubahan fisiologi yang terjadi pada orang lanjut usia yang berkembang menjadi penyakit (Tabel 6). Oleh karena itu, di samping perubahan fisiologi yang terjadi akibat proses penuaan, terjadi pula perubahan fsrmakokinetika (PK) dan farmakodinamika (FD) pengobatan. Tabel 6 Perubahan fisiologi terkait penuaan Sistrm organ

Perubahan

Komposisi tubuh

↓ turun massa tubuh ↑ lemak tubuh ↓ air tubuh

Kardiovaskuler

↓ Keluaran kardiak ↓ Respons stress (Respons β-berkurang)

Sistem syaraf pusat

↓ KEcepatan konduksi peripheral ↓ Berat, Volume otak

Endokrin

↓ sekresi hormonal

Perubahan menopause ↑ Insiden diabetes, atrofi tiroid Gastrointestinal

↓ Sekresi ↓ Kecepatan pengosongan lambung ↓ Waktu transit kecepatan intestinal ↓Volume hati dan aliran darah

Geritourinari

Atrofi vagina, prostat

Imun

↓ Imunitas dimedisiasi sel

Pulmonary

↓ Elastisitas, keluhan dinding dada ↓ Permukaan alveolar

Renal

↓ Nefron ↓ Keluaran kreatinin ↓ Aliran darah renal ↓ Kecepatan filtrasi glomular (GFR)

Perubahan sensori

↓ Akomodasi lensa mata

Skeletal

↓ Massa tulang skeletal

Kulit dan rambut

↓ Hidrasi kulit ↓ Ketebalan kulit dermal

↓ Indikasi penurunan; ↑ Indikasi peningkatan Farmakokinetika (PK) Farmakokinetika merujuk bagaimana tubuh menghadapi pengobatan. Karena tubuh berubah sesuai dengan usia, kemampuan mengabsorpsi, distribusi, dan menguraikan obat dapat berubah secara signifikan. Dalam beberapa kasus, sulit untuk memprediksi seberapa signifikan perubahan akan mempengaruhi sebagian orang. Oleh karena itu, pemberian takaran obat tidak hanya dikaitkan dengan usia saja. Farmakokinetika dapat diurai menjadi 4 proses : 1. Absorpsi (obat melalui saluran cerna, membrane mukosa, atau kulit) 2. Distribusi (obat keseluruh tubuh) 3. Metabolisme (sering terjadi melalui hati

4. Eliminasi (sering melalui ginjal) 5. Perubahan PK yang diamati pada manula dapat disimpulkan pada Tabel &

Tabel 7 Perubahan PK yang diamati seiring dengan penuaan Proses

Perubahan

Efek

Pembebasan

pH gastrik

Disolusi obat, stabilitas obat, iritasi mucosal

pengosongan gastrik

Disolusi obat, kerja awal-efek

volume cairan

Disolusi obat, kerja awal-efek

Waktu transit G.I

Kerja awal-efek, kecepatan absorpsi

Aliran darah intestional

Kecepatan absorpsi

Absorpsi

Permukaan

intestinal Kecepatan absorpsi

mukosa Pembawa bahan aktif

Kecepatan absorpsi; obat-obat, obat eksipien, dan interaksi obat-makanan

Pencairan pompa

Kecepatan absorpsi; obat-obat, obat eksipien, dan interaksi obat-makanan

Distribusi

Keluaran kardiak

Vd obat larut air

Kandungan air

Vd obat larut air

Massa lemak/tubuh

Vd obat larut air

Konsentrasi

serum Vd ikatan protein obat

albumin Metabolisme Aliran darah hepatic Disfungsi empedu

Ekstraksi dan metabolisme hepatic Kapasitas

keluaran

hepatic,

gangguan

sirkulasi enterohepatik Ukuran hati

Metabolisme, ekstraksi keluaran hepatic molekul

Disfungsi hati

Metabolisme (fasa I dan Ii, ekstraksi keluaran hepatic molekul)

Eliminasi

Aliran darah renal

Bersihan renal obat terekstraksi

GFR

Bersihan renal obat terekstraksi

ARTS

Bersihan renal obat terekstraksi, obat-obat,

dan interaksi obat-eksipien Disfungsi renal

Bersihan renal obat terekstraksi, toksisitas akibat peningkatan level obat

Singkatan: GFR, kecepatan pengosongan gastrik; Vd Volume distribusi; GFR, kecepatan filtrasi glomerulus; ARTS, sekresi aktif renal tubular; GI, gastrointestinal

FARMAKODINAMIK (FD) Perubahan farmakokinetika pada manula juga terjadi, hanya belum cukup diteliti seperti halnya pada perubahan farmakokinetika. Farmakodinamika merujuk pada perubahan respons pada pengobatan. Kemungkinan mekanisme meliputi: Perubahan kerapatan (density) reseptor, Perubahan afinitas reseptor dan karakteristik reseptor, Gangguan post reseptor (gangguan dalam transduksi penggandengan, sinyal, atau amplifikasi), Densitisasi resptor, Gangguan negative respons umpan balik, Jaringan sasaran menunjukkan perubahan intrinsic. Manula sangat peka terhadap kelas terapeutik/tingkatan pengobatan yang berbeda karena perubahan farmakodinamika. Penting sekali untuk memantau dan mengatur dosis pada pengobatan manula karena terjadinya peningkatan atau penurunan kwepekaan. Terjatuh rangkuman tentang fisik dan kondisi yang mungkin berdampak pada sistem penghantaran obat pada manula dapat dilihat pada Tabel 8. Kemungkinan ini dapat terjadi secara parsial atau menyeluruh sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah. Terjatuh adalah slah satu hal yang banyak terjadi pada manula karena gangguan beberapa faktor (multifactorial). Jatuh atau terjatuh ini sangat mengkhawatirkan karena dapat menimbulkan komplikasi signifikan. Komplikasi ini dapat berupa

Tabel 8 gangguan fisik dan kondisi yang berdampak pada sistem penghantaran obat pada manula Kapabilitas

Penyakit

Mempengaruhi formulasi/penanganan obat

Keterampilan

Artritis

Membuka botor/blister

Penyakit Parkinson

Pemisahan/pemotongan tablet

Kelemahan

Injeksi subkutan Inhaler Tetes mata Semprot sublingual

Visi/penglihatan

Pendengaran

Diabetes

Injeksi subkutan

Degenerasi macula

Penakaran cairan

glukoma

Membaca instruksi

Amblyacousia

Bunyi suara (misal inhaler, pena)

Penelanan

Dehidrasi

Tablet

Degenerasi mukosa

Kapsul

Penurunan produksi air liur Kesadaran

Penyakit pikun (Alzheimer)

Instruksi pengobatan

Pelupa

Membedakan pengobatan Waktu pengobatan obat

Fraktur (retak atau patah), cedera jaringan lunak, imobilisasi dan perawatan di rumah sakit (institusionalisasi), bahkan kematian dan komplikasi tambahan, seperti pneumonia. Tapi adakalanya pula akibat jatuh tersebut hanya menimbulkan efek ringan dan tidak membahayakan. Risiko terjatuh umumnya semakin tinggi dengan semakin bertambahnya usia. Pertimbangan pengembangan obat untuk geriatric Pertama harus disadari bahwa pasien geriatric umumnya mengalami proses degeneratif, baik secara anatomi, fisiologi, farmakokinetika (PK), maupun farmakodinamika(FD).

1. Pertimbangan dosis obat Jika akan mendesain bentuk sediaan farmasi untuk pasien geriatric, maka yang perlu dipertimbangkan adalah PK dan API. Sebagai contoh: waktu paruh biologi beberapa obat meningkat pada orang berusia lanjut, baik karena obat mengalami metabolisme hepatic secara ekspensif (missal diazepam, verapamil, dan pentazosin) maupun karena obat terutama diekskresi melalui ginjal (missal: litium, aminoglikosida, dan digoksin). Selain itu, obat yang terikat kuat pada protein (missal; warfarin) dapat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan ( adverse reaction) pada beberapa pasien manula karena terjadi penurunan konsentrasi albumin serum, yang selanjutnya diikuti peningkatan kadar “obat bebas” dalam darah. Jadi, jika perilaku PK obat berubahan pada manula, maka bila memungkinkan, cegah penggunaan obat tersebut atau atur dosis penggunaannya. Untuk hal ini dapat diacu publikasi Ferguson, B.D,. The Aging Mouth (Frontiers of Oral Physiologi), 2nd ed, New York : S Karger 1988. 2. Sistem penghantaran Perubahan pengalaman selama proses penuaan dapat mempengaruhi kemampuan pasien menggunakan beberapa sistem penghantaran obat yang ada saat ini.

8. Preparasi bentuk sediaan Bentuk sediaan tablet merupakan bentuk sediaan farmasi yang sudah dikenal secara luas dan sekitar 70% sediaan farmasi yang beredar berbentuk sediaan tablet. a. Bentuk sediaan oral 1. Tablet kunyah Sebagian besar pasien manula menurun kemampuannya dalam mengunyah. Sementara itu, kebanyakan formulasi tablet kunyah memerlukan pengunyahan secara intensif. Oleh sebab itu, bentuk sediaan tablet kunyah sering tidak direkomendasikan pada pasien lanjut usia. 2. Tablet sublingual dan bukal Pasien manula yang menderita kekeringan mulut mungkin akan merasakan tablet sublingual dan bukal mengiritasi mulutnya, dan menolak menggunakan bentuk

sediaan ini. Alasan lain, mungkin pasien merasa bahwa ada benda asing dalam mulutnya da nada kemungkinan membuang tablet dari mulut. 3. Kapsul Dari beberapa penelitian ditemukan bahwa kapsul cenderung melengket (melekat) pada mukosa esofagial jika dibandingkan dengan tipe sediaan lain. Berdasarkan pertimbangan ini, penggunaan sediaan berbentuk kapsul tidak dianjurkan untuk pasien manula. 4. Cairan dan suspensi Kebanyakan sediaan tidak dikemas dalam bentuk unit dose. Oleh karena itu, untuk menggunakan obat terlebih dahulu perlu dilakukan penakaran dosis (missal dengan sendok). Pasien yang mengalami gangguan penglihatan, artritis, atau tremor yang terkait dengan gangguan neurologi akan menemui kesulitan menggunakan obat dalam bentuk sediaan ini. Gangguan penglihatan menimbulkan kesulitan untuk menakar dosis obat yang akan digunakan secara tepat. Gangguan keterampilan (dexterity) karena tremor atau artritis akan mempengaruhi kemampuan pasien memegang sendok penakar dosis obat dan botol obat pada saat yang sama, di samping penuangan obat ke dalam sendok. Kesulitan tambahan akan dialami pasien geriatric jika obat berbentuk suspense. Kesulitan akibat pasien tidak mampu melihat tabel dengan kata “kocok dahulu” atau karena ketidakmampuan pasien untuk terlebih dahulu mengocok botol sediaan. Jika tidak dikocok terlebih dahulu, maka akan menimbulkan masalah dalam keseragaman dosis yang dikonsumsi pasien. 5. Sistem penghantaran transdermal Sistem penghantaran transdermal akan meningkatkan penerimaan pasien geriatric, hanya saja apakah sudah ditentukan/dibuktikan bahwa tidak ada perbedaan ketersediaan hayati antara pasien dewasa dengan pasien geriatric. Beberap publikasi menyatakan bahwa terjadi penurunan absorpsi pada pasien geriatric. Jadi, bentuk sediaan ini memerlukan penelitian dan pembuktian lebih lanjutuntuk pasien geriatric. 6. Sediaan parenteral dan alat invasif Pemberian obat secara parenteral dan alat invasif memberikan keuntungan karena menghantarkan obat langsung ke aliran darah atau lokasi kerja. Selain itu, metode ini dapat menjamin penerimaan pasien karena dalam banyak hal obat diberikan oleh

pihak lain (dokter atau perawat). Hanya saja pemberian obat tersebut menimbulkan masalah siakibatkan oleh: Biaya pengobatan lebih mahal. Pasien mengalami rasa tidak/kurang nyaman. Risiko infeksi Pemberian oleh personal terlatih Keterbatasan ukuran partikel Keterbatasan ukuran partikel diperlukan sterilisasi Ketidakstabilan kimia, mekanik, dan mikroba. Proses manufaktur kompleks. Kemasan yang bada kalanya fragil/mudah pecah. Jadi, terdapat masalah inheren pada tipe formulasi sediaan parenteral ini. Alternatif sistem penghantaran Walaupun banyak kesulitan dialami pasien dalam penggunaan obat, sistem alternatif dapat pula digunakan dengan catatan sistem penghantaran tidak selalu harus berbeda dari sistem penghantaran obat untuk orang dewasa. Membantu penerimaan pasien Apoteker dan dokter mengetahui bahwa adakalanya kebanyakan pasien geriatric memerlukan waktu pemberian obat (dosing) yang sangat beragam agar tujuan pengobatan dapat dicapai dengan baik. Hal ini dapat dicapai melalui beberapa cara: Pertama, dengan memberikan beberapa tipe kemasan, seperti suatu nampan dengan dosis obat yang diperlukan pasien (dosett trays), C-packs, dan patient med paks yang perlu dipersiapkan oleh apoteker. Kemasan biasanya terbagi sehingga semua obat yang diresepkan dokter harus digunakan pada waktu-waktu spesifik dan dikemas secara bersamaan. Sebagai contoh: semua obat yang harus digunakan satu jam sebelum makan pagi, dikemas secara bersama dalam satu kemasan yang sama dan semua obat yang harus digunakan sesudah makan pagi ditempaykan/dikemas dalam kontener lain. Pelabelan pada setiap kontener harus ditulis secara khusus. Dalam label dicantumkan waktu penggunaan obat dan daftar tiap-tiap obat dalam

kontener. USP memberikan panduan tentang pengemasan obat ini yang dikenal sebagai patient med paks untuk apoteker. Cara kedua adalah apoteker dan dokter membantu pasien mengatur skedul penggunaan obat dengan menggunakan drug remainder cards. Konsep card (kartu ) sama dengan pelabelan padda kemasan yang sudah dibahs (yaitu waktu sehari dan semua obat harus digunakan pada waktu tertentu). Dirumah sakit, berbagai model modifikasi dapat saja dikembangkan, misalnya dengan memberikan “stiker” yang ditempatkan pada kartu dan kontener terkait (misalnya satu stiker ditempatkan pada botol dan yang lain pada kartu). Baik kartu untuk mengingatkan pasien maupun metode pengemasan obat dalam kelompok harus dibuat untuk masing-masing pasien secara individual. Hanya saja mungkin ada yang tidak menyukai sistem ini karena ada tambahan pekerjaan. Bentuk sediaan untuk pasien geriatric Sediaan oral Keuntungan sediaan oral ini lebih disukai, baik oleh dokter, pasien, maupun industry. Bentuk sediaan ini relatif mudah diformulasikan, dikemas, dan dikapalkan jika dibandingkan dengan sediaan formulasi lain. Perubahan parameter PK dinilai untuk obat yang diberikan secara oral dan parenteral. Bahasan akan difokuskan pada sediaan oral untuk pasien geriatric. 1. Granul Bentuk granul adalah tipe untuk formulasi oral pasien geriatric. Bentuk granul dapat mengatasi kesulitan penelanan yang dialami pasien geriatric, akan tetapi dapat pula menyebabkan pasien mengalami “rehidrasi”. Yang lebih penting lagi, obat didispersikan didalam cairan dan tidak akan dipengaruhi oleh kecepatan pengosongan lambung geriatric (GER) ysng mungkin terjadi pada pasien lanjut usia. Problem yang mungkin ditemukan pula adalah granul dapat dikemaas dalam bentuk unit dose atau dalam bentuk “ruahan” dalam kontener. Jika diberikan dalam bentuk kemasan unit dose, maka pasien yang mengalami gangguan ketrampilan mungkin mengalami kesulitan untuk membuka kemasan. Kemasan berbentuk ruahan mungkin pula sedikit mengalami kesulitan dalam hal penanganan seperti halnya pada formulasi cairan yang

sudah dibahas. Kontener ruahan ini memberikan fleksibilitas dalam hal dosis obat yang tidak diberikan oleh formulasi sediaan padat lainnya. 2. Tablet salut Dari hasil penelitian efek formulasi pada transit esophageal disimpulkan bahwa tablet salut lebih kecil kemungkinannya melengket (adhere) pada mukosa esophageal dibandingkan dengan bentuk sediaan lain (missal tablet tidak bersalut atau kapsul). Selain itu, efek ini dapat lebih menguntungkan jika digunakan tablet berbentuk oval(kaplet). Bentuk kaplet ini memberikan keuntungan jika dibandingkan dengan bentuk tablet tidak disalut atau kapsul, terutama pada pasien geriatric yang mengalami kesulitan dalam menelan.selain itu, sangat baik jika dokter dan apoteker menyarankan agar pasien geriatric menggunakan obat dengan satu gelas air minum karena kemungkinan terjadinya pelengketan pada esophageal ini masih mungkin pada pasien geriatric yang (sering) mengalami dehidrasi. 3. Tablet eferfesen Tablet eferfesen merupakan cara lain untuk memberikan obat pada pasien geriatric. Bentuk sediaan ini sangt menguntungkan pasien geriatric karena pasien dapat dengan mudah menelan produk yang secara estetika menyenangkan (misal suatu bentuk larutan jernih dibandingkan dnegan suspensi yang berbentuk keruh). Hanya saja perlu pula dipertimbangkan masalah pada saat preparasi formulasi eferfesen, tetapi saat ini sudah dapat diatasi dengan teknologi farmasi dengan preparasi tablet secara kempa langsung. Seperti halnya pada bentuk sediaan granul, kemasan untuk sediaan eferfesen mungkin menimbulkan masalah pada pasien yang mengalami gangguan keterampilan (dexterity). Selanjutnya, masalah yang cukup penring diperhatikan adalah kandungan natrium yang cukup tinggi, terutama untuk pasien geriatric yang menderita hipertensi dan gagal jantung kongestif. 4. Tablet dispersible atau soluble Saat ini di Eropa dan Amerika Serikat telah dikembangkan sediaan dispersibel/soluble berupa tablet atau lembaran. Kebanyakan sediaan bebas resep dokter (OTC) memanfaatkan teknologi Zydis (Scherer DDS), Lyoc (Farmalyoc), WOW Tab (Yamanouchi), Flash Dose (Fuisz Technologies), Orasalv (Cima), dan Dura Solve (Cima). Tablet ini ditempatkan didalam mulut, yang secara cepat melarut, atau

dimasukkan kedalam segelas air minum sebelum ditelan. Seperti halnya pada granul dan tablet eferfesen, tablet dispersibel menguntungkan pasien geriatric karena mudah dibawa dan ditelan(selanjutnya masalah formulasi dan teknologi dapat dilihat pada sediaan padat). 5. Preparasi gel Sediaan berbentuk jeli membantu pasien geriatric untuk mengatasi masalah kesulitan dalam penelanan obat/sediaan konvensional berbentuk tablet dan kapsul. Sediaan ini banyak dikembangkan di Negara Jepang yang mempunyai presentase populasi geriatric tinggi. Teknologi sediaan ini mengacu pada gelasi material, seperti: natrium kaseinat gliserol gelatin, serbuk gel gelatin kering, dan silk fibrain (serat sutra). 6. Tiltabs Tiltabs didesain tidak teratur agar berbentuk tidak rata sehingga tidak mudah melengket. Bentuk tablet ini mudah digunakan oleh pasien yang mengalami gangguan keterampilan. Selain itu, tablet ini segera dapat diidentifikasi oleh pasien sehingga dapat dibedakan dari bentuk sediaan lain yang umum digunakan. 7. Larutan konsentrat oral Bentuk larutan konsentrat ini memungkinkan penggunaan dosis obat dalam volume kurang dari 5 ml (misal: Intensol Concentrated Oral Solution). Hal ini membuka kesempatan bagi pengobatan pediatric maupun geriatric yang mengalami kesulitan dalam penelanan. Sediaan ini dapat dicampur dengan makanan dan minuman. Masalah yang perlu diatasi adalah kelarutan yang buruk dan rasa tidak enak. Perlu pula diperhatikan bahwa kesalahan kecil dalam penakaran dosis dapat menimbulkan kesalahan besar dalam dosis obat. 9. Preferensi rasa pada sediaan oral Sulit untuk melakukan generalisasi tentang preferensi rasa (obat) pada pasien geriatric karena persepsi rasa dipengaruhi oleh banyak faktor. Dari penelitian ditemukan bahwa perubahan nilai ambang rasa pada pasien geriatric tidak hanya disebabkan oleh obat saja, tetapi juga oleh pengobatan yang harus diterima pasien. Sebagai contoh, peningkatan konsentrasi senyawa berasa asam agar dapat terdeteksi memerlukan peningkatan konsentrasi.

Jadi, perubahan kemampuan pasien geriatric untuk merasakan berbagai komponen bahan tidak harus mempengaruhi kemudahan atau kesulitan dalam pemberian obat. Akan tetapi, perubahan ini mengubah efek penerimaan pasien pada suatu produk (obat, makanan, minuman). Sebagai contoh, walaupun pasien dapat dengan mudah menelan obat berbentuk cair, tetapin karena pasien merasa bau atau rasa dari produk tidak menyenangkan, maka pasien akan menolak menerima obat seperti itu. Jadi, kriteria umum untuk penerimaan ini adalah tidak menimbulkan hal yang tidak menyenangkan (dari rasa, bau, dan tampilan). 10. Desain kemasan dan label Salah satu aspek sangat penting dari desain sistem penghantaran obat untruk pasien geriatric adalah presentasi kemasan dan label dari obat. Jika pasien tidak mampu membuka kemasan atau tidak dapat membaca secara tepat label obat, maka bagaimana pun baik dan canggihnya formulasi akan menjadi kurang bermakna. Untuk obat etikal, desain kemasan sulit dikontrol karena kontener yang digunakan mampu memilihkan kemasan sulit dikontrol karena kontener yang digunakan oleh industry telah terstandardisasi. Apoteker diapotek dan rumah sakit harus mampu memilihkan kemasan yang sesuai dengan tingkat kemampuan pasien geriatric. Jika akan mendesain label produk obat untuk produk geriatric, maka hal berikut perlu diperhatikan: Gunakan kata yang jelas Cegah jangan terlalu banyak informasi Tekankan saran untuk penanganan dengan warna dan letakkan pada bagian depan label (misal kocok sebelum digunakan) Cegah warna warni yang tidak perlu Permukaan supaya tidak menyilaukan Warna lemah pada latar belakang gelap yang lebih terlihat dari warna gelap pada latar belakang pencahayaan. Gunakan jarak yang jelas di antara huruf Tingkatkan ketinggian dan ketebalan huruf

Gunakan label tambahan yang secara jelas menerangkan tujuan pengobatan Tentang kemasan, sebaiknya gunakan kemasan yang dapat dibuka dengan mudah oleh pasien geriatric dan disarankan kemasan dalam bentuk unit dose C-packs yang dapat meningkatkan penerimaan pasien. Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam pengemasan obat/sediaan dapat digunakan kemasan yang berbeda selama tidak melanggar ketentuan peraturan perundangundanfan yang berlaku. Catatan: Telah terbukti bahwa terdapat beberapa kondisi yang membedakan manula dan orang dewasa. Bebrapa dari kondisi ini menunjukkan dampak substansial pada penggunaan obat pada pasien geriatric. Di Indonesia walaupun telah terjadi peningkatan presentase populasi geriatric, belum ada/dikembangkanb sediaan khusus untuk pasien geriatric. Pasien geriatric memerlukan penanganan dan perhatian khusus. Saat ini sudah banyak manula yang mengakhiri masa hidupnya dirumah jompo yang biasanya menyediakan pula perawatan kesehatan, sosialisasi, olah raga, dan perlakuan khusus untuk manula. Massa kewajiban anak merawat orang tua mungkin akan berlalu karena berbagai alasan. Di dalam pengembangan sediaan pediatric dan geriatric, disamping faktor PK/PD, perlu sekali ndiperhatikan pemilihan eksipien formulasi secara tepay guna dan aman. Disarankan untuk menggunakan eksipien dengan memperhatikan ketentuan Acceptable daily intake/ADI, baik ADI untuk pasien umum/dewasa maupun ADI khusu untuk anak-anak, baik di Eropa maupun di Amerika Serikat. Khusus untuk sediaan pediatric ada batasan yang harus diikuti berdasarkan ketentusn dan peraturan yang berlaku.

Related Documents


More Documents from ""

Ikhlas.docx
May 2020 9
Lirik Lagu.docx
May 2020 12
Lampiran.docx
May 2020 11
Kepada Yth.docx
May 2020 10