Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pantai Berpasir
DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI WILAYAH INDONESIA BAGIAN BARAT ===========================================================
LAPORAN TEKNOLOGI DAN KELEMBAGAAN REHABILITASI LAHAN TERDEGRADASI (UKP)
MODEL REHABILITASI LAHAN DAN KONSERVASI TANAH PANTAI BERPASIR
Pelaksana Kegiatan BENY HARJADI
============================================================ PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN DAS INDONESIA BAGIAN BARAT SURAKARTA, DESEMBER 2006
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN TEKNOLOGI DAN KELEMBAGAAN REHABILITASI LAHAN TERDEGRADASI (UKP) MODEL REHABILITASI LAHAN DAN KONSERVASI TANAH PANTAI BERPASIR Surakarta, Desember 2006 Penyusun,
Ir. Beny Harjadi, MSc NIP. 710 017 594 Penilai, Kepala Seksi PE,
Ketua Kelti KTA,
Ir. Syahrul Donie NIP. 710 008 383
Ir. Heru Dwi Riyanto NIP. 710 016 237
Disahkan Oleh : Kepala BPPTPDAS-IBB
Ir. Edy Subagyo, MP. NIP. 710 008 439
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
ii
Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pantai Berpasir Oleh : Beny Harjadi, Sri Hartono, S.Andy Cahyono, Dona Octavia, Gunawan, Arif Priyanto
RINGKASAN Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10/Men/2002 tentang pedoman umum perencanaan pengelolaan pesisir terpadu; dan UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; dan pentingnya pesisir pantai yang kaya akan SDA dan jasa lingkungan, hendaknya pemanfaatan lahan pantai berpasir dilakukan secara baik dan benar dan dapat berfungsi ganda, yaitu untuk mengendalikan erosi (angin) dan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui usaha budidaya tanaman semusim dan tanaman keras serta buah-buahan yang sesuai dan bernilai ekonomis. Pada wilayah pantai berpasir, dimana berlangsung erosi angin yang terjadi secara terus menerus, kondisi lahannya marginal dan cenderung diabaikan. Peristiwa tersebut menjadikan lahan pantai berpasir menjadi semakin kritis, baik untuk wilayah itu sendiri maupun wilayah dibelakangnya. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menyediakan sarana pengembangan teknologi rehabilitasi lahan pantai berpasir yang sesuai, berupa demplot yang representatif serta inovatif yang memuat kegiatan-kegiatan antara lain: 1). Mengembangkan jalur Tanggul Angin (TA) dengan tanaman Casuarina equisetifolia, 2). Mengembangkan sarana pengairan berupa sumur bak renteng, 3). Mengembangkan model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai, 4). Meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat, dan 5). Meningkatkan kenyamanan lingkungan sekitar wisata. Jalur tanaman tanggul angin antara lain Cemara laut cangkok (69,5% hidup) dan biji (98% hidup) serta Pandan (100% hidup), dan tanaman kehutanan Mahoni (100% hidup), Akasia (100% hidup), dan buah-buahan Rambutan (100% hidup), Mangga (100% hidup). Untuk pengembangan tanaman semusim dikembangkan tanaman bawang merah dan jagung sebagai tanggul angin sementara. Sebelumnya dibuat instalasi air berupa sumur renteng dengan bius beton dan pralon serta sumur yang dinaikkan dengan diesel. Semua kegiatan lahan pantai berpasir dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatnya pendapatan. Peningkatan pendapatan meningkat dengan melakukan aktivitas pada sekitar wisata yaitu dengan berjualan makanan dan jasa parkir, peminjaman tikar dan lain-lain. Penanaman tanggul angin diharapkan produksi pertanian dibelakangnya semakin meningkat, yaitu antara lain masyarakat sudah menanam tanaman kelapa dan tanaman semusim. Kondisi lingkungan semakin nyaman dan teduh serta menciptakan iklim mikro yang semakin sesuai untuk pertumbuhan tanaman semusim. Kata Kunci : Rehabilitasi, Konservasi Tanah, Pantai Berpasir, Erosi angin, Kebumen
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
iii
KATA PENGANTAR Laporan kegiatan penelitian lahan pantai berpasir tahun 2006 yang berjudul : Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pantai Berpasir merupakan kegiatan pengembangan dan sosialisasi hasil penelitian yang pernah dilakukan di Samas, Yogyakarta. Judul tersebut merupakan bagian dari UKP Teknologi dan Kelembagaan Rehabilitasi Lahan Terdegradasi Laporan ini berisikan informasi mengenai kegiatan pengembangan pada lahan pantai berpasir dengan mengembangkan berbagai macam tanaman tanggul angin yang terdiri dari cemara laut, tanaman buah-buahan dan tanaman kehutanan. Disamping itu juga dengan penanaman tanaman semusim dan kelengkapan sarana dan prasarana untuk pengamatan berbagai macam fisik tanah dan iklim, meliputi evaporasi, kecepatan angin, erosi tanah dll. Sehingga tujuan penelitian ini adalah : untuk menyediakan sarana pengembangan teknologi rehabilitasi lahan pantai berpasir yang sesuai, berupa demplot yang representatif serta inovatif yang memuat kegiatankegiatan antara lain : 1)
Mengembangkan jalur TA dengan tanaman Casuarina equisetifolia.
2)
Mengembangkan sarana pengairan berupa sumur bak renteng.
3)
Mengembangkan model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai.
4)
Meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat
5)
Meningkatkan kenyamanan lingkungan sekitar wisata.
Dengan selesainya laporan ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan acuan untuk penelitian yang sejenis baik di rumah kaca maupun di lapangan. Selanjutnya ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh Tim Peneliti, Pemimpin Proyek serta rekan-rekan di BP2TPDAS-IBB yang telah memberikan saran dan kritik. Surakarta,
Desember 2006
Ketua Tim Peneliti
Ir. Beny Harjadi, MSc NIP. 710 017 594
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
iv
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................... iv DAFTAR ISI............................................................................................................... v DAFTAR TABEL.................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................. xi I. PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2 C. Tujuan dan Sasaran UKP ................................................................................... 2 D. Tujuan dan Sasaran PPTP ................................................................................ 3 E. Hasil yang Telah Dicapai ................................................................................... 4 F. Tujuan dan Sasaran RPTP Tahun 2006 ............................................................ 5 G. Luaran Tahun 2006 ............................................................................................ 5 H. Ruang Lingkup Tahun 2006 .............................................................................. 6 I. Pengertian-pengertian ......................................................................................... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................... 8 A. Lahan Kritis dan Upaya Rehabilitasi ................................................................. 8 B. Erosi Angin........................................................................................................ 9 B.1. Proses Erosi Angin. ................................................................................... 9 B.2. Faktor-faktor Penyebab Erosi Angin........................................................ 10 B.3. Erosi Angin Pada Lahan Pantai Berpasir. ................................................ 10 C. Model Pengendalian Erosi Angin..................................................................... 11
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
v
C.1. Metode Pengendalian Kecepatan Angin. ................................................. 11 C.2. Metode Pengendalian Faktor Tanah......................................................... 12 D. Teknik Budidaya Tanaman yang Dikembangkan ........................................... 14 D.1. Tanaman Tanggul Angin......................................................................... 14 D.2. Tanaman Tahunan .................................................................................... 16 D.3. Tanaman Budidaya.................................................................................. 18 E. Sosial, Ekonomi dan Budaya............................................................................ 20 E.1. Adopsi....................................................................................................... 20 E.2. Pengertian Partisipasi ............................................................................... 21 E.3. Perencanaan Partisipatif............................................................................ 23 III.BAHAN DAN METODE .................................................................................... 29 A. Lokasi Penelitian ............................................................................................. 29 B. Bahan dan Peralatan ....................................................................................... 29 C. Rencana Kegiatan Pengembangan .................................................................. 30 C.1. Jenis Kegiatan........................................................................................... 30 C.2. Tahapan Kegiatan..................................................................................... 30 C.3. Parameter.................................................................................................. 33 C.4. Pengambilan Data..................................................................................... 34 C.5. Pengolahan dan Analisa Data................................................................... 36 IV. BIAYA DAN ORGANISASI PELAKSANA .................................................... 38 A. Biaya Penelitian ............................................................................................... 38 B. Organisasi Pelaksana ........................................................................................ 39 V. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................... 40 A. Konsultasi, Koordinasi dan Orientasi ............................................................. 40
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
vi
A.1. Konsultasi.................................................................................................. 40 A.2. Koordinasi ................................................................................................. 42 A.3. Orientasi .................................................................................................... 43 B. Mengembangkan Jalur Tanaman Tanggul Angin ............................................ 44 C. Mengembangkan Sarana Pengairan Air Tawar................................................ 47 C.1. Kondisi Biofisik dan Iklim ........................................................................ 47 C.2. Instalasi Air ............................................................................................... 60 D. Mengembangkan Model Pola Tanam Tanaman Semusim dan Tahunan......... 62 D.1. Persiapan lapangan.................................................................................... 62 D.2. Penanaman bawang merah ........................................................................ 62 D.3. Pemeliharaan tanaman............................................................................... 62 E. Meningkatkan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat ......................................... 64 E.1. Karakteristik dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat.......................... 64 E.2. Pemanfaatan Lahan Pantai Berpasir .......................................................... 69 E.3. Minat Masyarakat Terhadap RLKT Pantai Berpasir ................................. 70 E.4. Kelembagaan Pengembangan RLKT Pantai Berpasir............................... 72 E.5. Potensi dan Kendala Pengembangan Lahan Pantai Berpasir .................... 74 E.6. Adopsi Teknik RLKT Pantai Berpasir ...................................................... 75 E.7. Dinamika Kelompok Tani ......................................................................... 77 F. Meningkatkan Kenyamanan Kawasan Wisata dan Sekitarnya......................... 82 VI. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 83 VII. DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 84
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
vii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Perbandingan Evaluasi Konvensional dan Partisipatif ................................... 28 Tabel 2. Biaya Peneltian RLKT Pantai Berpasir di Kebumen...................................... 38 Tabel 3. Tim Pelaksana Kegiatan Tahun 2006 .............................................................. 39 Tabel 4. Mata pencaharian utama penduduk Desa Karanggadung ............................... 67 Tabel 5. Kendala Yang Diperkirakan Petani Dalam Penerapan Teknik Rehabilitasi... 74 Tabel 6. Daftar Anggota Kelompok Tani Pasir Makmur, Karanggadung, Petanahan... 81
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
viii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Proses Penyusunan Rencana ........................................................................ 25 Gambar 2. Layout Pengembangan Demplot Tanaman Budidaya dan Tanaman Tanggul Angin .............................................................................................. 31 Gambar 3. Persiapan Pembibitan Tanaman Tahunan dan Buah-buahan ...................... 46 Gambar 4. Kondisi Cemara Laut (Casuarina equisetifolia), saat ditanam di Lapangan ...................................................................................................... 46 Gambar 5. Pengamat yang Sedang Mencatat Data Iklim dan Biofisik Di Lapangan ... 47 Gambar 6. Tinggi Hujan di Lahan Pantai Berpasir, Kebumen ...................................... 48 Gambar 7. Suhu Tanah, Penakar Hujan, Evaporimeter, dan Instalasi Air..................... 49 Gambar 8. Evaporasi Siang dan Malam Hari di Lahan Pantai Berpasir....................... 50 Gambar 9. Suhu Tanah Malam Hari di Desa Petanahan, Kebumen .............................. 51 Gambar 10. Suhu Tanah pada Siang Hari, untuk Lapisan Tanah A, B, dan C. ............. 52 Gambar 11. Suhu Udara Lahan Pasir Berpantai pada Siang dan Malam Hari ............. 53 Gambar 12. Pengukuran Kecepatan Angin dengan Menghadapkan ke Arah Angin.... 54 Gambar 13. Kecepatan Angin Lahan Pantai Berpasir di Siang Hari ............................ 55 Gambar 14. Erosi Angin di Lahan Pantai Berpasir Tahun 2006................................... 55 Gambar 15. Alat Penangkap Erosi Angin (Sandtrap) dan Bius Beton Instalasi Air .... 56 Gambar 16. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir Bulan Mei 2006 ....................... 57 Gambar 17. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir Bulan Agustus 2006.................. 57 Gambar 18. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir, 22 September 2006 ................. 58 Gambar 19. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir, 29 September 2006 ................. 58 Gambar 20. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir, 13 Oktober 2006 ..................... 59 Gambar 21. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir, 15 Desember 2006 .................. 59
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
ix
Gambar 22. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir, 22 Desember 2006 .................. 60 Gambar 23. Instalasi Air untuk Distribusi Kebutuhan Air Tanaman semusim. ........... 60 Gambar 24. Kebutuhan Saprotan untuk Penanaman Bawang Merah. .......................... 64 Gambar 25. Penggunaan Lahan di Desa Karang Gadung Kecamatan Petanahan ...... 65 Gambar 26. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin Desa Karang Gadung.... 65 Gambar 27 Komposisi penduduk berdasarkan usia produktif ....................................... 66 Gambar 28. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Karanggadung.................................. 68 Gambar 29. Kegiatan Sampingan KT. Pasir Makmur dengan Menderes Gula Kelapa 71 Gambar 30. Bincang-Bincang Dengan Anggota KT. Pasir Makmur............................ 78 Gambar 33. Kondisi Lingkungan Tanaman Kacang Pantai Berpasir di Samas............ 82
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Kerangka Logis Kegiatan Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pantai Berpasir (RPTP 2006)................................................... 85
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
xi
Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pantai Berpasir
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah pantai yang luas. Bentuk lahan (landform) wilayah pantai secara umum dikelompokkan atas wilayah pantai berlumpur (muddy shores), pantai berpasir (sandy shores), dan pantai berbatu karang atau andesit (Bloom, A. L., 1979). Pada wilayah pantai berpasir (bergisik), pola penggunaan lahan yang umum merupakan pola berulang cekungan antara beting pantai (swale) dan beting pantai (beach ridge) yang berupa lahan kosong (tanpa tanaman), bertekstur tanah kasar (pasir), atau diusahakan untuk tegalan (Tim UGM, 1992). Wilayah ini bersifat dinamis dimana terdapat hubungan antara pasokan butir-butir pasir dari hasil abrasi pantai oleh ombak menuju pantai dan dari gisik yang merupakan hasil erosi angin kearah daratan, sehingga pasokan pasir terjadi terus-menerus. Peristiwa tersebut menyebabkan lahan pantai berpasir menjadi kritis, baik untuk wilayah itu sendiri maupun wilayah dibelakangnya. Kondisi lahan yang kritis tersebut disebabkan tidak hanya oleh faktor biofisik semata yang secara alami telah kritis, tetapi juga upaya penanganan yang ada masih belum optimal, sehingga bila tidak segera ditangani, dampak negatif yang akan terjadi akan semakin luas. Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
10/Men/2002 tentang pedoman umum perencanaan pengelolaan pesisir terpadu; UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; dan pentingnya pesisir pantai yang kaya akan SDA dan jasa lingkungan, hendaknya pemanfaatan lahan pantai berpasir dilakukan secara baik dan benar dan dapat berfungsi ganda, yaitu untuk mengendalikan erosi (angin) dan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui usaha budidaya tanaman semusim yang sesuai dan bernilai ekonomis. Dengan model pengelolaan tersebut dimana hasilnya dapat mengubah lahan yang tadinya terlantar menjadi lahan yang potensial untuk dapat diusahakan sebagai lahan budidaya, maka perlu dikembangkan dengan model demplot.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
B. Rumusan Masalah Pada wilayah pantai berpasir, biasanya berlangsung erosi angin yang terjadi secara terus menerus, kondisi lahannya marginal, dan cenderung diabaikan. Peristiwa tersebut menjadikan lahan pantai berpasir menjadi semakin kritis, baik untuk wilayah itu sendiri maupun wilayah dibelakangnya. Dampak peristiwa erosi pasir yang nyata antara lain : 1) tanah pada lahan pantai bertekstur kasar dan bersifat lepas sehingga sangat peka terhadap erosi angin, 2) hasil erosi berupa endapan pasir (sand dune) dapat menutup wilayah budidaya dan pemukiman didaerah dibelakangnya, dan 3) butiran pasir bergaram yang dibawa dari proses erosi angin dapat merusak dan menurunkan produktivitas tanaman budidaya. Kondisi tersebut jika tidak segera ditangani dengan serius maka akan berdampak buruk pada lingkungan dan pengaruh negatif yang terjadi akan semakin meluas. Adanya pemanfaatan lahan pantai berpasir secara baik dan benar akan berfungsi ganda, yaitu untuk mengendalikan erosi (angin) dan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui usaha budidaya tanaman semusim yang sesuai dan bernilai ekonomis. Dengan model pengelolaan tersebut diharapkan hasilnya dapat mengubah lahan yang tadinya terlantar menjadi lahan yang potensial sebagai lahan budidaya. C. Tujuan dan Sasaran UKP Kegiatan ini merupakan bagian dari UKP Teknologi dan Kelembagaan Lahan Terdegradasi yang bertujuan untuk menyediakan informasi dan teknologi tepat guna, kajian sosial ekonomi serta rekomendasi kebijakan/kelembagaan rehabilitasi lahan terdegradasi agar lahan terdegradasi dapat berfungsi kembali sebagai habitat flora, fauna, dan secara keseluruhan sebagai penyangga kehidupan, termasuk didalamnya dapat meningkatkan perekonomian rakyat dengan meningkatkan partisipasi masyarakat dari mulai perencanaan, kegiatan pelaksanaan, dan pengelolaan pada pasca rehabilitasi lahan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan model-model rehabilitasi lahan terdegradasi yang tepat guna dengan pendekatan social forestry.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
2
Adapun sasaran kegiatan ini adalah pengembangan model rehabilitasi lahan pantai berpasir, dengan melibatkan peran masyarakat secara aktif. Dampak yang diharapkan yaitu masyarakat sekitar pantai berpasir tetap dapat melanjutkan secara mandiri pemanfaatan lahan pantai untuk usaha produktif sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan menjaga tetap kelestarian alam dan konservasi tanah dan air. D. Tujuan dan Sasaran PPTP
Tujuan kegiatan pada Proposal Penelitian Tim Peneliti (PPTP) adalah untuk menyediakan sarana pengembangan teknologi rehabilitasi lahan pantai berpasir yang sesuai, berupa demplot yang representatif dan inovatif serta memuat kegiatan-kegiatan antara lain : 1)
Mengembangkan jalur tanaman tanggul angin
2)
Mengembangkan sarana pengairan air tawar
3)
Mengembangkan model pola tanam tanaman semusim dan tahunan
4)
Meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat
5)
Meningkatkan kenyamanan kawasan wisata dan sekitarnya.
Sasaran kegiatan adalah agar pelaksanaan Kepres No. 32 tahun 1990 tentang kawasan lindung sempadan pantai yang ditentukan minimal 100 m dari titik tertinggi pasang-surut
kearah
daratan
maupun
SKB
Mentan
dan
Menhut
No.
550/246/Kpts/4/1984 dan No. 082/Kpts-11/1984 tentang pengaturan penyediaan lahan kawasan hutan untuk pengembangan usaha budidaya pertanian dan jalur hijau hutan pantai yang dipertahankan lebarnya 200 m dapat terwujud, yaitu melalui pengembangan model tanaman tanggul angin Casuarina equisetifolia (pembiakan dan pola tanam), model pengelolaan tanaman budidaya (bawang merah, cabe, semangka, terong, dll) yang ditanam diantara tanaman tanggul angin. Keluaran yang diharapkan adalah berupa demplot sesuai petunjuk teknis seluas 1- 2 ha. Dampak yang diharapkan adalah masyarakat dapat menerima dan melaksanakan teknik konservasi lahan pantai berpasir dengan model pengendali erosi angin sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan terlantar.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
3
E. Hasil yang Telah Dicapai Penanganan lahan pantai berpasir melalui upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (RLKT) telah dilakukan uji coba oleh BP2TPDAS Surakarta (19972000), yaitu dengan menerapkan model penanaman tanaman tanggul angin (windbreak) dengan tanaman budidaya (semusim) yang ditanam diantara jalur tanaman tanggul angin (TA). Hasil yang diperoleh berupa Pedoman Teknis Pemanfaatan Lahan Pantai Berpasir, yang memuat antara lain : 1) Jenis tanaman TA permanen yang sesuai adalah jenis tanaman-tanaman bergetah seperti cemara laut (Casuarina equisetifolia), Gleriside, pandan, dan mete; 2) Jenis tanaman TA sementara yang sesuai adalah tanaman semusim seperti jagung, ketela pohon dan sorghum; 3) Jenis tanaman budidaya yang sesuai untuk ditanam diantara jalur tanaman TA adalah semangka, terong, bawang merah, cabe, dan kacang panjang; 4) Penggunaan pupuk kandang sebanyak 20 ton/ha telah memberikan hasil semangka sebanyak 20 ton/ha pada lahan pantai berpasir yang baru dibudidayakan, 21 ton/ha pada lahan tahun kedua, dan 25 ton/ha pada lahan tahun ketiga; 5) Lahan bekas tanaman semangka yang ditanami terong hasil produksinya sebesar 26 ton/ha; 6) Produksi bawang merah yang ditumpang gilirkan dengan cabe merah keriting dan kacang panjang, hasilnya masing-masing sebesar 7.5 ton/ha, 5 ton/ha, dan 26 ton/ha; 7) Hasil analisis input-output per satuan luas pada tanaman-tanaman budidaya yang dicobakan, pola bawang merah yang ditumpang gilirkan dengan kacang panjang dan cabe merah hasilnya lebih tinggi dibanding dengan pola semangka-terong (Sukresno dkk., 2000). Teknik Rehabilitasi Lahan Pantai Berpasir di Desa Sri Gading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bagian selatan, luas daerah pengembangan + 1-2 ha untuk tanaman semusin dan 500 m untuk tanaman tanggul angin dengan lebar jalur 15 m, yang dilaksanakan tahun 2003 antara lain : a. Tanaman Casuarina equisetifolia terbukti efektif sebagai tanaman tanggul angin permanen di lahan pantai berpasir, dimana bibitnya dapat dikembangkan sendiri oleh masyarakat (petani) setempat dengan cara pembiakan vegetatif metode merunduk (layering). b. Tanaman tanggul angin dan tanaman budidaya yang dikembangkan, sangat nyata dapat mengendalikan erosi pasir dan
memperbaiki iklim mikro setempat
(kecepatan angin, suhu tanah, dan laju evaporasi lebih rendah). Secara finansial,
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
4
kombinasi tanaman budidaya yang paling layak dikembangkan adalah kombinasi bawang merah, terong dan ketimun. c. Teknik rehabilitasi lahan pantai berpasir ini akan sulit dikembangkan oleh masyarakat sekitar secara swadaya. Salah satu penyebabnya adalah tingginya biaya untuk
pembangunan sarana pendukung (infrastruktur) bagi penerapan
teknik rehabilitasi tersebut, sehingga perlu ada campur tangan pemerintah. Namun demikian, sampai saat ini belum terbangun suatu pola pengembangan lahan pantai berpasir yang komprehensif dari berbagai instansi terkait. F. Tujuan dan Sasaran RPTP Tahun 2006 Tujuan kegiatan dalam Rencana Penelitian Tim Peneliti (RPTP) adalah untuk menyediakan sarana pengembangan teknologi rehabilitasi lahan pantai berpasir yang sesuai, berupa demplot yang representatif serta inovatif, antara lain : 1)
Mengembangkan jalur tanaman TA permanen dan sementara
2)
Mengembangkan sarana pengairan berupa sumur bak renteng.
3)
Mengembangkan model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai.
4)
Meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat
5)
Meningkatkan kenyamanan lingkungan sekitar wisata.
Sasaran kegiatan adalah agar pelaksanaan Kepres No. 32 tahun 1990 tentang kawasan lindung sempadan pantai yang ditentukan minimal 100 m dari titik tertinggi pasang-surut
kearah
daratan
maupun
SKB
Mentan
dan
Menhut
No.
550/246/Kpts/4/1984 dan No. 082/Kpts-11/1984 tentang pengaturan penyediaan lahan kawasan hutan untuk pengembangan jalur hijau hutan pantai, yaitu melalui pengembangan model tanaman tanggul angin Casuarina equisetifolia (pembiakan dan pola tanam) dan model pengelolaan tanaman budidaya yang ditanam diantara tanaman tanggul angin (bawang merah, cabe, semangka, terong, dll) yang dilakukan bersama masyarakat dan instansi terkait.
G. Luaran Tahun 2006 Luaran yang diharapkan dapat dihasilkan antara lain : 1.
Tersedianya informasi pertumbuhan tanaman C. equisetifolia sebagai tanaman jalur TA dan informasi efektivitas jalur TA sebagai pengendali erosi pasir.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
5
2.
Tersedianya informasi sistem pengairan yang sesuai untuk lahan pantai pasir.
3.
Tersedianya informasi pertumbuhan dan hasil jenis-jenis tanaman semusim yang sesuai untuk lahan pantai berpasir.
4.
Tersedianya analisis finansial model rehabilitasi lahan dan konservasi tanah yang dikembangkan pada lahan pantai berpasir.
5.
Tersedianya informasi kelembagaan, tingkat adopsi dan partisipasi masyarakat terhadap upaya RLKT (Reboisasi Lahan dan Konservasi Tanah) lahan pantai berpasir yang mendukung wisata lingkungan terpadu.
H. Ruang Lingkup Tahun 2006 Ruang lingkup pengembangan meliputi : 1.
Rehabilitasi lahan melalui perbaikan beberapa sifat tanah yang dimungkinkan dicapai dalam waktu yang tidak terlalu lama.
2.
Rehabilitasi lahan melalui perbaikan sistem pola tanam pada lahan marginal pantai berpasir.
3.
Rehabilitasi lahan melalui perbaikan sistem pola penanaman lahan pantai, dengan kombinasi antara tanaman TA: cemara laut, buah-buahan, dan kayu-kayuan dengan tanaman hortikultura bawang merah, cabe, jagung, sorghum, melon dll.
4.
Analisis biaya dan pendapatan usahatani dari perlakuan yang dicoba.
5.
Tingkat adopsi dan partisipasi masyarakat serta kelembagaan dalam kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
6
I. Pengertian-pengertian Beberapa pengertian dan peristilahan umum yang digunakan dan berhubungan dengan masalah pengelolaan wilayah pantai, antara lain: 1) Pantai (shore), adalah hamparan lahan yang membentang di tepi laut, atau tepi perairan yang luas. 2) Wilayah Pantai atau Pesisir (coast), adalah daratan di tepi laut, yang meliputi pantai dan daratan didekatnya yang masih terpengaruh oleh aktivitas marin. 3) Daerah Pantai, adalah daratan yang terletak dibagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut, dengan kelerengan kurang dari 8%. 4) Gisik (beach), yaitu daerah sebatas antara permukaan air laut pasang dan surut, yang umumnya tertutup oleh hamparan pasir dan kerikil di permukaannya. 5) Beting Gisik, adalah gundukan alami memanjang searah garis pantai yang merupakan bekas gisik dan sudah tidak aktif lagi karena pantai mengalami akresi (daratan bertambah luas). 6) Lagun, adalah cekungan memanjang searah garis pantai, diantara beting gisik, biasanya tergenang air. 7) Gumuk Pasir (sand dune), adalah bukit-bukit pasir yang terbentuk dari akumulasi pasir yang terbawa oleh angin. 8) Rekresi (abrasi), adalah daratan yang terkikis atau susut karena pengikisan gelombang atau arus laut. 9) Intrusi, adalah masuknya air laut ke arah daratan baik yang melalui permukaan maupun yang dibawah tanah. 10) Salinitas Air, adalah kadar garam atau keasinan air. 11) Interface, adalah bidang pembatas antara air bawah tanah yang tawar dan asin. 12) Erosi, adalah suatu proses dimana tanah atau partikel tanah atau batuan dilepas dan dihancurkan, kemudian diangkut, tercuci oleh suatu gaya (media pengangkut) air, angin, atau gaya berat partikel tanah atau batuan itu sendiri. 13)Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT), adalah suatu usaha manusia untuk memperbaiki, meningkatkan, dan mempertahankan kondisi lahan agar dapat berfungsi secara optimal, baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air maupun sebagai unsur perlindungan alam lingkungan. 14)Sabuk Hijau Perlindungan Pantai, adalah suatu daratan yang terletak di sepanjang garis pantai dan berbatasan langsung dengan laut karena keadaan fisiknya berfungsi sebagai perlindungan bagi kelestarian sumber daya alam daerah pantai, dengan lebar tertentu dan ditanami dengan vegetasi tertentu.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lahan Kritis dan Upaya Rehabilitasi Lahan kritis menurut Departemen Kehutanan (2000) didefinisikan sebagai lahan yang tidak mampu lagi berperan menjadi unsur produksi pertanian baik sebagai media pengatur tata air maupun sebagai perlindungan alam lingkungan. Lahan kritis disebabkan oleh proses degradasi pada lahan. Degradasi lahan didefinisikan sebagai hilangnya atau berkurangnya kegunaan atau potensi kegunaan lahan untuk mendukung kehidupan. Kehilangan atau perubahan kenampakan tersebut menyebabkan fungsinya tidak dapat diganti oleh yang lain (Barrow,1991 dalam Widjajanto, 2003). Faktor-faktor utama penyebab degradasi lahan adalah: 1) bahaya alami, 2) perubahan jumlah populasi manusia, 3) marjinalisasi tanah, 4) kemiskinan, 5) status kepemilikan tanah, 6) ketidakstabilan politik dan masalah administrasi, 7) kondisi sosial ekonomi, 8) masalah kesehatan, 9) praktek pertanian yang tidak tepat, 10) aktifitas pertambangan dan industri. Erosi pantai yang merupakan salah satu penyebab terjadinya degradasi biofisik sumberdaya pesisir pantai disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya penambangan pasir, penebangan bakau, energi gelombang dan pola arus pasang, degradasi DAS, dan meluasnya DAS kritis. Rehabilitasi adalah proses pengembalian ekosistem atau populasi yang telah rusak ke kondisi yang tidak rusak, yang mungkin berbeda dari kondisi semula. Salah satu upaya rehabilitasi lahan kritis adalah revegetasi. Tujuan revegetasi adalah memperbaiki lahan yang labil, tidak produktif, dan mengurangi erosi. Dalam jangka panjang rehabilitasi lahan diharapkan dapat memperbaiki iklim mikro, meningkatkan biodiversitas dan memperbaiki lahan agar menjadi lebih produktif. Upaya dengan revegetasi antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan reboisasi, penghijauan, dan pembangunan hutan rakyat. Selain itu, ada juga upaya peningkatan produktivitas lahan kritis melalui penambahan bahan organik berupa hijauan tanaman maupun pupuk kandang yang telah banyak diteliti oleh Puslit Tanah dan Agroklimat (Purnomo, dkk, 1992). Menurut Setiadi dan Prematuri (1998), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rehabilitasi lahan kritis adalah :
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
8
1. Pemilihan jenis pohon, hendaknya dipilih jenis pohon dengan karakteristik: a. Adaptif (pohon sesuai dengan lingkungan setempat) b. Cepat tumbuh, cepat menutup tanah (tajuk melebar), perakaran intensif c. Teknik silvikultur diketahui d. Ketersediaan bahan tanaman e. Bersimbiosis dengan mikroba 2. Perbaikan kondisi tanah yang meliputi : a. Perbaikan ruang tumbuh b. Perbaikan top soil dan bahan organik Namun demikian, upaya rehabilitasi lahan ini seyogyanya dikombinasikan dengan penerapan teknik konservasi tanah dan air terutama di lahan-lahan berlereng curam, serta berbagai teknik penanaman.
B. Erosi Angin B.1. Proses Erosi Angin. Angin, seperti halnya jatuhan hujan dan aliran air, memiliki gaya yang dapat melepaskan (detach) dan memindahkan (transport) butiran tanah dari satu tempat ketempat lain yang baru untuk diendapkan (deposition). Kemampuan melepaskan butiran tanah oleh angin ini besarnya sangat dipengaruhi oleh kondisi kekasaran permukaan tanah dan besar butiran partikel tanahnya. Adapun kemampuan angin untuk memindahkan butiran tanah dipengaruhi oleh besarnya kecepatan angin, bentuk agregat, dan komposisi ukuran partikel tanah. Sedang jarak tempuh perpindahan partikel tanah hasil erosi tersebut besarnya dipengaruhi oleh kuat-lemahnya kecepatan angin, ukuran, dan berat partikel dan agregat tanah. Perpindahan partikel-partikel tanah oleh proses erosi angin secara prinsip adalah sama seperti pada proses erosi tanah oleh jatuhan hujan, yaitu: 1) merayap (creep) untuk partikel tanah berukuran 0,5 - 2,0 mm, 2) meloncat-loncat (saltation) untuk partikel tanah berukuran 0,05 - 0,50 mm atau lebih umum antara 0,10 - 0,15 mm, dan 3) dalam bentuk suspensi partikel tanah halus dengan ukuran < 0,1 mm dan untuk beberapa waktu tetap dalam bentuk suspensi di udara karena aliran turbulen dan pusaran arus angin.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
9
B.2. Faktor-faktor Penyebab Erosi Angin. Seperti yang diperlihatkan dalam proses erosi tanah oleh gaya angin, maka beberapa faktor utama yang berpengaruh terhadap terjadinya erosi angin adalah: 1)
Faktor iklim, seperti: temperatur, distribusi hujan, kecepatan dan arah angin.
2)
Faktor tanah, seperti: ukuran butir, kelengasan, dan kekasaran permukaan.
3)
Faktor vegetasi, seperti: bentuk, tinggi, kerapatan, dan distribusi.
B.3. Erosi Angin Pada Lahan Pantai Berpasir. Berdasarkan prinsip yang umumnya berlaku pada proses erosi angin dan faktorfaktor penyebabnya, maka proses erosi angin yang terjadi pada lahan pantai berpasir juga mengikuti prinsip-prinsip tersebut. Contoh kasus adalah endapan pasir yang terjadi di sepanjang pantai Kedu Bagian Selatan (Jawa Tengah) hingga pantai Parangtritis (DIY) berasal dari pasir volkanik Gunung Merapi yang terbawa melalui Sungai Progo (Tim UGM, 1992). Endapan pasir ini membentuk gisik dengan lebar antara 700 hingga 1500 meter yang diukur dari garis pantai. Hembusan angin laut di musim kemarau merubah posisi endapan pasir dari kedudukannya semula sehingga membentuk bukitbukit pasir (sand dune). Daerah dibelakang gisik biasanya berupa laguna, beting gisik dan dataran aluvial pantai. Oleh karena permeabilitas lahan pantai berpasir ini sangat tinggi sehingga seluruh air permukaan meresap kedalam tanah, gisik dan bukit-bukit pasir pantai ini miskin akan tumbuhan. Sedang daerah dibelakangnya dimana tanah dan airnya memungkinkan sebagai media tumbuh tanaman, banyak dimanfaatkan untuk tegal, sawah, dan pemukiman yang suatu ketika dapat terkena dampak hasil erosi angin berupa endapan pasir bersalinitas tinggi.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
10
C. Model Pengendalian Erosi Angin Erosi angin berlangsung jika kondisinya memungkinkan untuk melepaskan dan memindahkan partikel tanah untuk selanjutnya pasir tersebut diendapkan di tempat lain. Besar erosi angin sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor erodibilitas tanah, kekasaran permukaan tanah, kondisi iklim (kecepatan angin dan kelembaban), panjang permukaan tanah terbuka, dan penutupan tanaman. Metode pengendalian erosi angin melalui upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (RLKT) di lahan pantai berpasir, secara umum yaitu: 1)
Menurunkan kecepatan angin di atas permukaan tanah.
2)
Menurunkan tingkat erodibilitas tanah.
3)
Melindungi tanah permukaan dengan tanaman, mulsa, dan bahan tidak mudah tererosi lainnya.
4)
Meningkatkan kekasaran tanah permukaan. Mengingat bahwa metode pengendalian erosi angin disini berkaitan dengan
permasalahan erosi angin di lahan pantai berpasir maka untuk selanjutnya yang dimaksud 'tanah' adalah lahan pantai berpasir (tanah berpasir).
C.1. Metode Pengendalian Kecepatan Angin. Laju kecepatan angin untuk berbagai ketinggian diatas permukaan tanah yang homogen menunjukkan hubungan yang kwadratik. Dari persamaan ini dapat diketahui bahwa laju kecepatan angin akan bertambah besar seiring dengan peningkatan posisinya diatas permukaan tanah pada kondisi tanah yang homogen. Besar kecepatan angin yang tinggi pada posisi tertentu diatas permukaan tanah adalah berkaitan dengan kondisi kekasaran permukaan tanahnya. Upaya pengendalian kecepatan aliran angin prinsipnya membuat bangunan penahan aliran angin yang berupa tanggul angin (windbreak). Bentuk tanggul angin (TA), yaitu model mekanis dan model vegetatif. Pada model mekanis bentuknya dapat berupa anyaman bambu atau anyaman daun kelapa (perlindungan sementara). Pada model tanggul angin vegetatif dimana lebih murah dibanding model mekanis, secara alami akan lebih tahan. Ketahanan model vegetatif, efektivitasnya tergantung pada kondisi pertumbuhan tanaman yang diterapkan sebagai jalur tanggul angin. Bentuk TA vegetatif yang umum adalah berupa kelompok jalur-jalur tanaman baik yang bersifat
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
11
sementara (dengan tanaman semusim) maupun permanen (dengan tanaman pohon, semak atau perdu) harus sesuai dengan kondisi setempat. Untuk lahan pantai berpasir jenis tanaman TA sementara, yaitu jagung, ketela pohon, dan cantel. Sedang jenis yang permanen untuk tanaman pohon, antara lain., Casuarina equisetifolia (cemara laut), Calophyllum inophyllum (nyamplung), Terminalia catapa (ketapang), Baringtonia asiatica (rawang), Hibiscus tiliaceus (waru), gleriside; untuk tanaman semak dan perdu, antara lain.: Pandanun tectorius (pandan), Cyperus martima (teki laut), Crinum asiaticum (bakung), Scaevola taccada (gabusan), Thuarea involuta (rumput glinting), Ximenia americana (widuri) dan jenis-jenis tanaman bergetah lainnya (Kartawinata, 1979). Bentuk tanggul angin yang paling efektif dalam mengendalikan laju kecepatan angin adalah menggunakan model vegetatif yang tidak terlalu rapat. Tanggul angin model rapat menyebabkan arus balik (putar) dibelakang tanggul angin dimana justru menimbulkan erosi pasir. Bila model mekanis yang akan digunakan, dalam praktek harus diupayakan agar bentuk tanggul angin (misal dengan anyaman bambu) harus diberi angin-angin (permeabilitas angin) sebesar 35-40 %. Disamping itu beberapa faktor lain yang juga berpengaruh terhadap efektivitas pengendalian laju kecepatan angin ini, antara lain.: 1) lebar, 2) tinggi, dan 3) jarak antar tanggul angin.
C.2. Metode Pengendalian Faktor Tanah. Prinsip pengendalian faktor tanah terhadap tekanan gaya erosif angin adalah: 1) Menurunkan tingkat erodibilitas tanah. 2) Melindungi tanah permukaan yang terbuka dengan tanaman, mulsa, dan bahan tidak mudah tererosi lainnya. 3) Meningkatkan kekasaran tanah permukaan.
Upaya pengendalian faktor tanah dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu: metode konservasi lengas tanah dan metoda perbaikan agregat tanah lapisan atas (top soil).
Pengendalian lengas tanah dapat dilakukan dengan melindungi tanah
permukaan dengan penutupan oleh tanaman, mulsa, atau bahan tidak mudah tererosi lainnya. Agar pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik (mudah dan cepat tumbuh), sehingga lahan pantai berpasir yang arealnya banyak terbuka dan peka erosi angin
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
12
menjadi berkurang luasnya, dapat dilakukan dengan penerapan berbagai perlakuan ameliorasi tanah dan pemilihan jenis-jenis tumbuhan yang sesuai dengan kondisi setempat (Sukresno, 1998). Dalam praktek usaha pengendalian kelengasan tanah ini, antara lain, dilakukan dengan usaha budidaya pada areal lahan diantara jalur tanggul angin (jalur tanaman cemara dan pandan) dengan menanami tanaman semusim bernilai ekonomi tinggi (semangka, mentimun, bawang merah, cabe keriting tampar, terong, dll). Upaya perbaikan agregat tanah pasiran lapisan permukaan (top soil) di lahan pantai berpasir dilakukan dengan metode pemberian ameliorat bahan organik (pupuk kandang) dan tanah liat ke areal budidaya yang letaknya berada diantara jalur tanggul angin (Sukresno, 1998). Secara teknis pemberian ameliorat pupuk organik dan tanah liat untuk perbaikan agregat adalah untuk meningkatkan kesuburan tanah, pertumbuhan tanaman dan hasil tanaman. Pelaksanaannya dilakukan dengan cara membenamkan ameliorat tersebut ke tanah berpasir sedalam + 10 - 30 cm. Hal ini dimaksudkan agar kelengasannya tetap terjaga dan beratnya yang ringan bila kering tidak mudah tererosi (Sukresno, 1998). Berbagai upaya pengendalian erosi angin telah diuji oleh BTPDAS pada tahun 1997/1998 secara nyata hasilnya telah meningkatkan kondisi tanah dan produktivitas lahan pasir pantai menjadi lebih baik (Sukresno, 1998), antara lain.: 1) Pertumbuhan tanaman tanggul angin (Casuarina equisetifolia, Gleriside dan Pandanun tectorius) mencapai > 60% sehingga bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas tanaman-tanaman budidaya (semangka, mentimun dan jagung), 2) Dampak penerapan jalur tanggul angin dan tanaman-tanaman budidaya secara positip memperbaiki iklim mikro setempat (suhu tanah dan laju evaporasi yang lebih rendah), 3) Perlakuan vegetatif yang diterapkan pada lahan pasir pantai memberikan dampak yang baik pada perbaikan sifat-sifat fisik dan kimia tanahnya, antara lain.: bahan organik tanah lebih tinggi, BV dan BJ lebih rendah, Na tersedia lebih tinggi sebagai akibat dari tertangkapnya pasir bergaram oleh tanaman, 4) Hasil produksi tanaman semangka (jenis New Dragon) yang ditanam diantara tanaman tanggul angin tertinggi sebesar 31,6 t/ha (perlakuan kombinasi tanah liat 45 t/ha dan pupuk kandang 36 t/ha) dengan rata-rata hasil antara 20-30 t/ha).
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
13
Dari kegiatan kajian tahun 1998/1999, hasil yang dicapai (Sukresno, 1999a), antara lain.: 1) Tanaman Casuarina equisetifolia (cemara laut) sangat sesuai sebagai tanaman tanggul angin dilahan pantai berpasir serta dapat dikembangkan melalui pembiakan vegetatif cara merunduk. 2) Tanaman tanggul angin dan tanaman budidaya diantara jalur tanggul angin bermanfaat sangat nyata baik dalam mengendalikan erosi pasir maupun memperbaiki iklim mikro setempat. 3) Tanaman budidaya yang ditanam diantara jalur tanggul angin (semangka, terong, bawang merah, cabe merah keriting tampar dan kacang panjang) secara nyata dapat memberikan hasil seperti yang diharapkan bila beberapa perlakuan diterapkan, seperti: pemakaian tanah liat sebagai alternatif pengganti pupuk kandang, pengaturan jarak tanam, pengaturan waktu tanam yang sesuai, dan pengaturan pemberian air yang sesuai. 4) Diantara tanaman-tanaman budidaya yang dicobakan di lahan pantai berpasir, perlakuan model pertanaman bawang merah yang ditumpang gilirkan dengan cabe merah keriting tampar dan kacang panjang atau model pertanaman terong, memberikan prospek dampak yang positip baik pada aspek ekonomi (peningkatan hasil per satuan luas) maupun lingkungan (pengendalian erosi pasir (dipanen secara bertahap sampai 180-210 HST).
D. Teknik Budidaya Tanaman yang Dikembangkan D.1. Tanaman Tanggul Angin. D.1.a. Cemara Laut (Casuarina equisetifolia) Tanaman cemara laut (Casuarina equisetifolia) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yang dapat mencapai tinggi 50 m dan diameter batang 100 cm. Kulit kayu berwarna hijau kecoklatan-coklat gelap. Spesies ini banyak diketemukan dekat dengan wilayah pantai berpasir di Kalimantan. Kayunya sangat berat, sangat keras dengan BJ 1.04-1.18 g/cm3, kelas awet II-III, kelas kekuatan I-II, sehingga sesuai untuk bangunan, lantai, dinding, bantalan, tiang listrik, perkapalan, dan arang. Tanaman cemara laut merupakan tanaman yang tahan terhadap garam, kekeringan, dan keasaman
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
14
tanah. Tanaman ini dapat mengikat N dari udara sebanyak 50-80% sehingga akumulasi hara pada lantai hutan sangat tinggi, yaitu 1600 kg N/ha dan 85 kg P/ha. Untuk pemanfaatan Casuarina equisetifolia sebagai tanaman TA yang terbaik, tanaman cemara laut tersebut ditanam pada lahan pantai berpasir dengan jarak tanam 3 m x 3 m dengan sistem selang-seling (gigi belalang) dengan posisi tegak lurus menghadap arah angin. Untuk mengembangbiakan tanaman yang dapat dilakukan sebelum tanaman menghasilkan biji adalah melalui metode vegetatif, yaitu dengan cara merunduk (layering). Untuk memperoleh bibit yang lebih cepat terbentuk, pada bagian batang yang dirundukkan diberi perlakuan pengupasan secara melingkar, kemudian pada ujung kulit kayu terkupas bagian atas diberikan pasta zat perangsang pertumbuhan jenis rootone-F (Sukresno, 2000).
D.1.b. Pandan (Pandanus tectorius) Tanaman pandan adalah jenis perdu yang paling banyak tumbuh di daerah pantai berpasir. Akarnya berupa akar tunjang yang tumbuh lurus mengikuti pangkal batang sehingga bentuk tanaman seperti kerucut. Daunnya panjang-panjang dan berduri di tepi kedua sisinya. Buah berupa buah majemuk yang berbentuk seperti bola panjang berwarna kuning hingga merah jingga (Kartawinata, 1979). Sebagai tanaman perdu untuk mengendalikan erosi pasir, maka tanaman ini ditanam secara rapat menurut jalur yang tegak lurus arah angin. Untuk areal budidaya penanaman tanaman ini dilakukan pada jalur yang merupakan batas antar pemilik penggarap (Sukresno, 1999b).
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
15
D.2. Tanaman Tahunan D.2.a. Keben (Barringtonia asiatica) = lecythidaceae/barringtoniaceae Barringtonia asiatica KURZ (B. speciosa FORST.). Di Jawa dikenal dengan nama: Butun, Keben. Pohon dari Asia Tenggara,tinggi hingga 17 m dan gemangnya 50 cm, pada umumnya agak bengkok, bercabang-cabang rendah dekat tanah, tumbuhnya berpencar-pencar di pantai-pantai yang berpasir dan berkarang, kadang-kadang ditanam karena daunnya yang bagus dan bunga-bunganya yang indah. Kayunya lunak dan tidak awet. Namun di Kediri menurut pemberitahuan secara lisan, kayu ini dapat digunakan untuk membangun rumah. Buah-buahnya yang persegi empat dan sebesar tinju itu terdiri atas kulit yang berserabut, dibawahnya yang tanpa tempurung terdapat sebutir biji yang juga sedikit banyak bersegi empat. Biji ini keras, di dalamnya putih dan agak berlendir. Biji ini, oleh masyarakat Ternate biasa digunakan untuk menangkap ikan-ikan di sungai. Di Ternate, biji yang dilumatkan ini dioleskan pada ruam seperti kudis guna membasmi parasit-parasit yang menjadi penyebabnya. Abu biji-bijinya yang dipirik menjadi serbuk dicampur dengan ramuan-ramuan lain, digunakan sebagai obat dalam maupun luar terhadap kolik/mulas (Rumphius dalam Heyne, 1987). Penemuan baru membuktikan biji keben berupa obat tetes dapat dipakai untuk mengobati penyakit katarak (Trubus No.434, Januari 2006 XXXVII).
D.2.b. Bintangur (Calophyllum inophyllum) = guttiferae Calophyllum inophylum LINN. Di Indonesia dikenal dengan nama Bintangur dan di Jawa dikenal dengan nama Nyamplung. Pohon agak tinggi mencapai 20 m dengan diameter batang yang besar hingga 1.50 m, dengan batangnya sangat pendek, bercabang rendah dekat permukaan tanah. Pohon ini tersebar di seluruh daerah tropis, hampir khusus di sepanjang pantai dan biasanya tumbuh sedikit banyak mengelompok. Kayu memiliki berat agak ringan hingga sedang, tetapi padat dan agak halus struktumya, berurat kusut, sehingga tak dapat dibelah. Karena kayu ini tidak membelah maka baik digunakan untuk roda, poros dan alas meriam berat. Kayu juga
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
16
dipakai untuk memangkal perahu, karena bagian luarnya biasa awetnya di dalam air laut. Karena keawetannya yang tinggi, kekuatan serta lukisan kayunya yang indah maka di Jawa kayu ini bernilai tinggi. Gelam kayu berpotensi sebagai obat.
Jika dihilangkan lapisan luarnya,
direbus dalam air dengan gelam Intsia amboinensis, samama (Anthocephalus macrophyllus HAVIL.) dan gayang laut serta rebusannya diminum, mempunyai khasiat pembersih untuk wanita bersalin, mengobati kencing berdarah dan penyakit kencing nanah (Heyne, 1987). Pohon ini menghasilkan damar yang
berguna
mengobati rematik (encok), sendi-sendi kaku dan pereda kejang yang mujarab. Air rendaman daun dapat dipakai untuk mencuci mata yang meradang . Bijinya setelah disalai juga dapat dipakai untuk mengobati ruam seperti kudis.
D.2.c. Waru (Hibiscus tilliaceus) = malvaceae Hibiscustiliaceus LINN. Di Jawa dikenal dengan nama: Waru. Tumbuhan ini ditemukan di daerah-daerah tropis, terutama tumbuh di pantai-pantai berpasir atau di dekat pesisir, biasanya berkelompok. Di Jawa pohon ini ditanam di pekarangan dan di pinggir-pinggir jalan daerah pesisir, namun jarang sekali di daerah pedalaman. Tumbuhan ini dianjurkan agar dibudidayakan untuk menghasilkan kayu bakar pada tanah-tanah tak berguna yang berpasir, kering dan asin, terutama sekali di sekitar pantai. Rebusan akar Waru setelah dicampur dengan akar tapakliman (daun mangkokan) dapat digunakan sebagai obat dalam untuk penurun panas (demam). Di Madura daun waru telah digunakan sebagai makanan ternak pada waktu kekurangan makanan lain, sakir panas pada saat demam. Daun waru yang dilumatkan dan ditaruh pada bisul menjadi obat pematang dan pemecah bisul tersebut. Kepala yang dicuci dengan air remasan daun waru muda akan mendatangkan rasa sejuk serta menambah kesuburan rambut. Rebusannya pun dianggap berkhasiat mengobati sulit kencing. D.2.d. Ketapang (Terminalia catappa) = combretaceae Terminalia Cattapa LINN. Di Jawa dikenal dengan nama Ketapang. Raksasa rimba memiliki tinggi hingga 40 m dan gemang batangnya 2 m; tingginya
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
17
20 m dan gemangnya 1 m, tumbuh liar di dataran rendah nusantara. Di Jawa hanya di pantai atau ditanah masin dekat pesisir; pohon ini ditanam demi buah-buahnya hingga kurang lebih 800 m di atas permukaan laut, tetapi terutama sekali di daerah panas dan dekat pesisir. Kulit kayu yang kaya akan damar sering digunakan sebagai obat penutup luka sariawan dan dapat menyembuhkan radang selaput lendir usus. Biji buah ketapang yang dibudidayakan dapat dimakan mentah seperti biji kenari, lebih kering dan rasanya lebih enak.
D.3. Tanaman Budidaya. D.3.a. Semangka (Citrullus vulgaris) Tanaman
semangka
termasuk
dalam
keluarga
buah
labu-labuan
(Cucurbitaceae) yang berasal dari Afrika tropika. Daya tarik budidaya semangka terletak pada nilai ekonominya yang tinggi, berumur relatif singkat (70-80 hari). Keuntungan yang dapat diperoleh dari budidaya semangka dilahan pantai berkisar antara 1-2 kali lipat dari investasinya. Hasil rata-rata semangka jenis New Dragon per hektar di lahan sawah mencapai 24 ton. Tanaman semangka yang ditanam diantara jalur tanaman TA di pantai berpasir Samas, DIY menggunakan bedengan dengan jarak tanam 4 m x 0.65 m dan jarak antar bedeng 0.6 m. Dengan pemberian pupuk kandang sebanyak 20 ton/ha, ZA 500 kg/ha, urea 150 kg/ha, KCl 350 kg/ha, dan TSP 500 kg/ha dapat memberikan hasil pada tahun I, II, dan III masing-masing sebesar 20 ton/ha, 21 ton/ha, dan 25 ton/ha (Sukresno, 1999a).
D.3.b. Terong Ungu (Solanum melongena) Tanaman terong sudah lama dikenal dan dibudidayakan baik untuk lalapan maupun sayuran karena banyak mengandung gizi, terutama vitamin A. Jenis dan varietas terong mempunyai aneka bentuk, ukuran, dan warna buah dengan varietas lokal maupun unggul. Varietas unggul yang banyak ditanam petani adalah jenis Farmers Long (Taiwan) dan Money Maker No.2 (Jepang). Ciri-ciri jenis Farmer Long adalah umur tanaman pendek, pertumbuhannya tegak, tahan penyakit layu Fusarium, buahnya
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
18
panjang-lurus, warna ungu-kemerah merahan, dan berserat halus. Produksi rata-rata terung hibrida adalah 30 ton/ha. Tanaman terong yang ditanam sebagai tanaman budidaya setelah semangka diantara jalur tanaman TA di pantai Samas, DIY adalah jenis hibrida (ungu), jarak tanam seperti semangka, hasil yang diperoleh 26.4 ton/ha (Sukresno, 1999a).
D.3.c. Bawang Merah (Allium cepa) Tanaman bawang merah termasuk keluarga Liliaceae dengan ciri berumbi lapis, berakar serabut, dan berdaun silindris. Umbi lapis tersebut berasal dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk batang-batang semu serta berubah bentuk dan fungsinya. Sebagai tanaman semusim berbentuk rumput yang tumbuh tegak, tingginya dapat mencapai 15-20 cm dan membentuk rumpun. Karena sifat perakaran yang berbentuk serabut maka bawang merah kurang tahan (peka) terhadap kekeringan. Dari satu umbi yang ditanam dapat membentuk tunas-tunas lateral sebanyak 2-20 tunas, yang akhirnya akan menjadi umbi sebagai hasil panennya. Hasil panen bawang merah yang pertumbuhannya baik dan ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm dapat mencapai 10-15 ton/ha. Tanaman bawang merah yang ditanam di lahan pantai berpasir di Samas, ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm, pupuk kandang 30 ton/ha memberikan hasil 7.5 ton/ha (Sutikno dkk., 1998).
D.3.d. Cabe Merah Keriting (Capsicum annuum) Tanaman cabe adalah tanaman hortikultur, mudah dikenal, banyak manfaat, dan merupakan tanaman semusim. Tanaman berbentuk perdu dengan ketinggian antara 70110 cm, memiliki banyak cabang dan pada setiap percabangan akan muncul buah cabe. Ukur dan bentuk buah tergantung dari jenis dan varietasnya. Untuk jenis cabe cerah dengan bentuk ramping-memanjang, umur dapat mencapai 115 HST, dan pedas adalah sesuai untuk ditanam dari dataran rendah-dataran tinggi. Produksi rata-rata dari cabe hibrida dengan pertumbuhan baik dapat mencapai 30 ton/ha dan untuk cabe lokal berkisar antara 10-15 ton/ha. Pemanfaatan lahan pantai berpasir di Samas dengan tanaman cabe besar yang ditanam dengan jarak tanam 15 cm x 25 cm, pupuk kandang 36 ton/ha, dan diberi
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
19
mulsa jerami 6 ton/ha, memberikan hasil sebesar 44.2 ton/ha (Sutikno dkk., 1998). Sedang pada penanaman tumpang gilir cabe merah keriting dengan kacang panjang yang ditanaman setelah bawang merah dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm memberikan hasil 5 ton/ha (Sukresno, 1999a).
D.3.e. Kacang Panjang (Vigna sinensis) Tanaman kacang panjang sudah umum dibudidayakan diantara
kacang
tunggak, kacang uci dan kacang hibrida. Kacang panjang yang merupakan tanaman semusim jenis merambat dan setengah membelit memiliki batang yang panjang, liat dan sedikit berbulu serta berbuku-buku. Buah kacang panjang berbentuk polong dengan ukuran panjang dan ramping, berwarna hijau keputih-putihan (muda) atau kemerahmerahan, namun menjadi putih kekuning-kuningan atau hijau kekuning-kuningan (tua). Sistem perakaran tanaman ini dapat menembus lapisan olah tanah hingga kedalaman 60 cm. Tanaman kacang panjang termasuk jenis tanaman yang akar-akarnya dapat bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium untuk mengikat N dari udara. Unsur N terikat dari bintil-bintil akarnya dapat mencapai 198 kg bintil akar/tahun atau setara dengan 440 kg urea. Produksi polong muda kacang panjang dapat mencapai 20 ton/ha. Penanaman tanaman kacang panjang yang ditanam dengan cabe merah keriting pada lahan pantai berpasir dengan jarak tanam 30 cm x 60 cm, memberikan hasil sebesar 19 ton/ha (Sukresno, 1999a).
E. Sosial, Ekonomi dan Budaya E.1. Adopsi Adopsi dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun ketrampilan (psychomotoric) pada diri seseorang setelah menerima inovasi. Mengingat adopsi adalah suatu proses perubahan maka ada beberapa tahapan yang dilalui (Pusat Penyuluhan Kehutanan, 1997) yaitu : a) Awareness (kesadaran) yaitu sasaran mulai sadar tentang inovasi yang ditawarkan b) Interest yaitu tumbuhnya minat yang ditandai oleh keinginan untuk mengetahui lebih banyak tentang hal-hal yang berkaitan dengan inovasi.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
20
c) Evaluation yaitu penilaian terhadap baik/buruk atau manfaat inovasi yang meliputi aspek teknis, ekonomi, sosial budaya dan kesesuaiannya dengan kebijaksanaan pembangunan. d) Trial yaitu masyarakat mulai mencoba dalam skala kecil untuk lebih meyakinkan penilaiannya. e) Adoption
yaitu
menerima/menerapkan
dengan
penuh
keyakinan
berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah dilakukan sendiri. Menurut Pusat Penyuluhan Kehutanan (1997), kecepatan masyarakat mengadopsi suatu teknologi dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu : a. Sifat inovasi yang ditawarkan yaitu sifat intrinsik (yang melekat pada inovasinya) antara lain keunggulan teknis, ekonomis dan budaya, mudah tidaknya dikomunikasikan dan diamati, serta sifat ekstrinsik yang mencakup kesesuaian lingkungan setempat dan tingkat keunggulan relatif dibanding teknologi yang sudah ada. b. Sifat sasaran yaitu cepat atau tidaknya sasaran mengadopsi suatu inovasi yang menurut Rogers (1971) dibagi dalam 5 kelompok yaitu : (a) Golongan perintis; (b) Golongan penerap dini/pelopor; (c) Golongan penganut dini; (d) Golongan penganut lambat dan (e) Golongan kolot/penolak. c. Cara pengambilan keputusan, dimana secara individu lebih cepat dibandingkan secara kelompok. d. Saluran komunikasi yang digunakan dapat berupa media masa, kelompok atau media antar pribadi. e. Keadaan penyuluh yaitu tergantung bagaimana kegigihan dan kerajinan penyuluh dalam menyampaikan inovasi. f. Sumber informasi yang antara lain media masa, penyuluh, teman, tetangga, serta pedagang. E.2. Pengertian Partisipasi Secara harfiah, partisipasi berarti turut berperan serta dalam suatu kegiatan; keikutsertaaan atau peran serta dalam suatu kegiatan; peran serta secara aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan. Partisipasi dapat didefinisikan secara luas sebagai bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
21
karena alasan-alasan dari dalam dirinya (intrinsik) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan (Irfani, 2004). Sedang menurut Keith Davis (1962) dalam Karyana (2004), participation can be defined as mental and emotional involvement of a person in group situation which encourages to contribute to group goals and share responsibility in them. Dalam definisi tersebut terdapat tiga gagasan yang penting yaitu : a) Dalam partisipasi bukan semata-mata keterlibatan secara jasmaniah, tetapi juga keterlibatan mental dan perasaan. b) Adanya kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha untuk mencapai tujuan kelompok. c) Adanya tanggung jawab bersama. Sambroek dan Eger (1996) mendefinisikan partisipasi sebagai suatu proses dimana seluruh pihak terkait (stakeholder) secara aktif terlibat dalam rangkaian kegiatan, mulai dari perencanaan sampai pada pelaksanaan. Pelibatan semua kelompok tidak selalu berarti secara fisik terlibat, tetapi yang penting adalah prosedur pelibatan menjamin seluruh pihak dapat terwakili kepentingannya. Partisipasi harus sudah dimulai sejak evaluasi sumberdaya yang ada sebelum perencanaan disusun. Menurut Irfani (2004), pendekatan partisipatif lahir sebagai kritik terhadap metode penelitian konvensional antara lain penelitian yang banyak menggunakan logika sains dan penelitian etnometodologis. Penelitian konvensional dirasa mengandung beberapa kelemahan antara lain : 1) hanya menghasilkan pengetahuan yang empiris-analitis dan cenderung tidak mendatangkan manfaat bagi obyek (masyarakat) dan 2) banyak bermuatan kepentingan teknis untuk melakukan rekayasa sosial (social enginering). Sebagai alternatif muncul pendekatan partisipatif. Kepentingan pendekatan ini adalah pelibatan masyarakat. Metode yang menggunakan pendekatan partisipatif antara lain Participatory Rural Appraisal (RRA) dan Participatory Action Research (PAR). Pendekatan ini menekankan pentingnya proses sharing of knowledge antara peneliti dengan masyarakat di lokasi penelitian. Proses analisa dilakukan bersama peneliti dan masyarakat. Hasil analisa langsung dikembalikan kepada masyarakat untuk disusun rencana tindakan bersama. Oleh karena itu, pendekatan ini juga disebut riset aksi, dimana ukuran dari
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
22
pendekatan adalah terjadinya perubahan sosial. Melalui PAR, pihak terkait menarik pelajaran dan pengalaman melalui observasi, perencanaan, aksi dan refleksi secara bersama dan terus-menerus. Proses interaksi antara pihak terkait melalui siklus belajar PAR dijadikan dasar observasi. Dalam hal ini, alat bantu observasi utama adalah dokumentasi proses (Kusumanto, 2002). Partisipasi
dalam
pembuatan
keputusan
berarti
mendefinisikan
permasalahan, memilih alternatif pemecahan masalah yang memuaskan bagi masyarakat dan menetapkan bagaimana melaksanakan keputusan tersebut. Pelibatan masyarakat dalam suatu proses perencanaan perlu menganut prinsip dasar proses partisipatif, yaitu : 1. Partisipasi penuh (Full Participation), dimana proses pengambilan keputusan melibatkan seluruh pihak terkait dan terkena program, termasuk pihak-pihak yang selama ini diabaikan. 2. Saling pengertian ( Mutual Understanding) dimana kesepakatan kegiatan harus bersifat awet. Para pihak yang terlibat dalam kegiatan perlu menerima secara terbuka pikiran dan harapan yang berkembang dalam proses pengambilan keputusan. 3. Solusi yang diterima semua pihak (Inclusive Solution) dimana solusi yang diciptakan berangkat dari proses integrasi antara perspektif dan kebutuhan semua pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan. Dengan demikian solusi yang diciptakan bisa sesuai dengan visi dan karakteristik yang terlibat dalam kegiatan. E.3. Perencanaan Partisipatif Perencanaan adalah suatu proses menyusun langkah-langkah untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam konsteks suatu komunitas (masyarakat), perencanaan berarti himpunan langkah untuk memecahkan persoalan dan kebutuhan komunitas tersebut, guna mencapai maksud dan tujuan tertentu yang bisa diidentifikasikan sebagai keadaan yang lebih baik. Sedang perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannya melibatkan kepentingan rakyat dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (Abe, 2002).
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
23
Menurut Abe (2002), tahap-tahap untuk menyusun perencanaan dari bawah adalah penyelidikan, perumusan masalah, menentukan tujuan dan target, mengidentifikasi sumberdaya (daya dukung), merumuskan rencana kerja, dan menentukan anggaran yang hendak digunakan dalam realisasi rencana. 1. Penyelidikan Penyelidikan adalah sebuah proses untuk mengetahui, menggali dan mengumpulkan persoalan-persoalan yang berkembang di masyarakat. Dalam proses ini, keterlibatan masyarakat menjadi faktor kunci. Melalui proses ini, masyarakat diajak untuk mengenali secara seksama problem-problem yang mereka hadapi. 2. Perumusan masalah Perumusan masalah adalah tahap lanjut dari hasil penyelidikan. Untuk mencapai perumusan perlu dilakukan suatu proses analisis atas informasi yang ada, untuk menemukan keterkaitan antara satu fakta dengan fakta yang lain. Masyarakat harus terlibat dalam proses, agar rumusan masalah dapat mencerminkan kebutuhan dari komunitas dan bukan sekedar keinginan. (catatan
:
pendamping/petugas
diharapkan
mampu
menjadi
teman
diskusi/fasilitator yang baik sehingga perumusan masalah yang diperoleh merupakan hal yang dapat dicarikan jalan keluarnya). Pengorganisasian masalah perlu juga dilakukan untuk menyusun kembali masalah, menyeleksi masalah,
melihat
hubungan
sebab-akibat
dari
masalah
tersebut,
mendiskusikan prioritas masalah dan menggalinya, menganalisis alternatif pemecahan masalah, dan pengembangan potensi sosial. Pengorganisasian masalah merupakan tahapan yang sangat kritis dalam proses pembangunan masyarakat, karena apabila terjadi kesalahan dalam menganalisis dapat mengakibatkan kebutuhan riil masyarakat tidak dapat diketahui (Hikmat, 2001).
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
24
3. Identifikasi daya dukung Daya dukung bukan hanya sekedar dana konkrit, tetapi keseluruhan aspek yang memungkinkan terselenggaranya aktivitas dalam mencapai tujuan dan target yang telah ditetapkan. Daya dukung ini bisa merupakan daya dukung konkrit, aktual, ada tersedia dan daya dukung yang merupakan potensi (akan ada atau bisa diusahakan). Pemahaman mengenai daya dukung ini diperlukan agar rencana kerja yang disusun tidak bersifat asal-asalan tetapi merupakan hasil perhitungan yang masak (Gambar 1).
Proses Perencanaan - Mendefinisikan masalah - Menetapkan tujuan dan target - Identifikasi sumberdaya pendukung - Merumuskan rencana tindakan - Menyusun anggaran
Diskusi intensif yang melibatkan masyarakat
Rumusan Rencana - Situasi, kondisi dan kebutuhan - Perubahan yang diinginkan - Peluang dan sumberdaya yang tersedia - Rincian rencana kerja
Gambar 1. Proses Penyusunan Rencana
4. Perumusan tujuan Tujuan adalah kondisi yang hendak dicapai (suatu keadaan yang diinginkan) dan karenanya dilakukan sejumlah upaya untuk mencapainya. 5. Menetapkan langkah-langkah Proses membuat rumusan yang lebih utuh perencanaan dalam sebuah rencana tindakan. Umumnya suatu rencana tindakan akan memuat : 1) apa yang hendak dicapai; 2) kegiatan yang hendak dilakukan; 3) pembagian tugas atau pembagian tanggung jawab; dan 4) waktu (kapan dan berapa lama kegiatan akan dilakukan).
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
25
6. Anggaran Perencanaan anggaran bukan berarti menghitung uang, melainkan suatu usaha untuk menyusun alokasi anggaran atau sumber daya yang tersedia. Hal ini sangat menentukan berhasil tidaknya sebuah perencanaan. Dalam konteks perencanaan partisipatif (Abe, 2002), tahapan tersebut bisa dikembangkan menjadi tahap-tahap berikut : 1) Melakukan identifikasi peserta, sehinga ada pengenalan yang lebih seksama terhadap mereka yang ingin dilibatkan dalam proses perencanaan. 2) Melakukan identifikasi persoalan-persoalan desa, potensi dan masa depan yang hendak dicapai. Sebaiknya tim awal telah mempersiapkan suatu penyelidikan. 3) Setelah bahan terkumpul dan dipilah-pilah bersama, apa yang menjadi masalah terutama untuk keperluan menemukan sebab dasar dan kaitan antara satu masalah dengan masalah lain. 4) Melakukan analisis tujuan. Disebut analisis karena dalam proses ini dilakukan
penggalian
mengenai
apa
yang
hendak
dituju
dengan
menggunakan pohon masalah. Tujuan bisa bermakna penyelesaian masalah atau rumusan yang ingin dicapai. 5) Memilih tujuan untuk persoalan yang komplek sehingga diperlukan langkahlangkah sistematik agar tujuan utama dapat tercapai. Memilih tujuan mengandung maksud menetapkan apa yang paling mungkin dilakukan, dengan mempertimbangkan sumberdaya. 6) Menganalisis kekuatan dan kelemahan. 7) Melakukan perumusan hasil-hasil dalam sebuah matrik program. Dalam matriks telah disusun dengan lebih seksama yakni tujuan, target, jenis aktivitas, waktu, tahap kerja, penanggung jawab, sampai pada biaya yang dibutuhkan. Matriks sebaiknya juga dilengkapi dengan detail kegiatan yang akan dilakukan. 8) Menyiapkan organisasi kerja. Rumusan perencananan hanya akan menjadi sekedar rencana bila tidak diikuti dengan kejelasan organisasi kerja. Untuk itu, semua potensi yang terlibat diharapkan bisa menjadi bagian dari organisasi kerja.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
26
Partisipasi warga masyarakat dalam melaksanakan gerakan pembangunan harus selalu didorong dan ditumbuhkembangkan secara bertahap, ajeg dan berkelanjutan. Prinsip-prinsi penerapan partisipasi (Hikmat, 2001) yang harus dilakukan adalah : 1) Masyarakat dipandang sebagai subyek dan bukan obyek 2) Praktisi berusaha menempatkan disi sebagai insider bukan outsider 3) Praktisi berperan sebagai fasilitator, sedang masyarakat yang harus mengidentifikasi masalah, mendiskusikan, menganalisis, menyeleksi prioritas masalah, menyajikan hasil dan merencanakan kegiatan aksi. 4) Pelaksanaan evaluasi termasuk penentuan indikator keberhasilan dilakukan secara partisipatif. Perencanaan partisipatif dapat dilaksanakan jika praktisi pembangunan tidak berperan sebagai perencana untuk masyarakat tetapi sebagai pendamping dalam proses perencanaan yang dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat yang mempunyai peran utama sebagai pengelola perencanaan dari mulai tahap identifikasi masalah dan kebutuhan, identifikasi potensi lokal, pendayagunaan sumber-sumber lokal, penyusunan dan pengusulan rencana hingga evaluasi dari mekanisme perencanaan. Menurut Hikmat (2001), untuk menjadi pendamping yang baik, ada beberapa ketrampilan dasar yang harus dimiliki dalam rangka untuk menciptakan kemampuan internal masyarakat antara lain : 1) Kemampuan melakukan diskusi kelompok yang terarah 2) Kemampuan
memfasilitasi
analisis
pola
keputusan
yang
dilakukan
masyarakat dalam proses perencanaan. 3) Negosiasi yaitu keahlian meningkatkan kemampuan masyarakat dalam penawaran program, proyek dan kegiatan yang diusulkan kepada sumbersumber lokal. 4) Pengambilan
keputusan
yaitu
keahlian
meningkatkan
kemampuan
masyarakat dalam mengambil keputusan secara demokratis, transparan dan memperhatikan akuntabilitas masyarakat. 5) Pelibatan berbagai pihak (stakeholders) di tingkat lokal, yaitu keahlian meningkatkan kemampuan mengidentifikasi semua untur masyarakat yang seharusnya memiliki peran yang optimal dalam pembangunan. Stakeholders
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
27
ini harus diidentifikasi bersama masyarakat (siapa, apa perannya dan apa kontribusinya terhadap pembangunan). Dalam fungsi manajemen, monitoring dan evaluasi harus dilakukan dari mulai penyusunan rencana sampai ke pelaksanaan kegiatan untuk memberi masukan pada setiap tahap kegiatan. Ada beberapa perbedaan antara evaluasi konvensional dan partisipatif (Tabel 1). Tabel 1. Perbandingan Evaluasi Konvensional dan Partisipatif Aspek Siapa
Evaluasi Konvensional Ahli dari luar
Apa
Evaluasi Partisipatif Anggota masyarakat, staf proyek, fasilitator Masyarakat mengidentifikasi sendiri indikator keberhasilan termasuk hasil yang dicapai
Indikator keberhasilan, efisiensi biaya dan keluaran hasil/produk yang telah ditentukan Evaluasi sendiri, metode Bagaimana Fokus pada ”obyektivitas sederhana yang diadaptasi ilmiah”, ada jarak antara dengan budaya lokal, terbuka, evaluator dan partisipan, ada ada diskusi hasil dengan pola seragam, prosedur melibatkan partisipan dalam kompleks, akses terbatas pada proses evaluasi hasil Bergantung pada proses Kapan Biasanya tergantung jadwal, perkembangan masyarakat dan kadangkala juga ada evaluasi intensitas relatif sering midterm Pemberdayaan masyarakat lokal Mengapa Pertanggungjawaban biasanya untuk inisiasi, mengontrol, sumatif, menentukan biaya melakukan tindakan koreksi. selanjutnya Sumber : Narayan, Deepa. 1993. Participation Evaluation. World Bank Technical Paper Number 207. Washington, D. : The World Bank dalam Hikmat, H. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press. Bandung.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
28
III.
BAHAN DAN METODE
A. Lokasi Penelitian Lokasi pengembangan adalah lahan pantai berpasir yang secara administratif terletak di Desa Petanahan, Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen, Propinsi Jawa Tengah. Secara geografi berdasarkan peta topografi skala 1 : 25.000 terletak pada 109o 35’ 20” BT , 07o 44’ 45” LS sampai 109o 36’ 00” BT , 07o 45’ 15” LS. Kondisi Geologi berupa endapan alluvium pasiran dan jenis tanah yang terbentuk adalah jenis tanah regosol yang berasal dari endapan pasiran dengan topografi umumnya berombak. Puncak hujan pada bulan Oktober dan November dengan curah hujan rata-rata 3378 mm, bulan basah 8.3 bulan dan bulan kering (hujan < 50 mm/bl) selama 3 bulan. Bulan kering pada bulan Agustus dan September, bulan lembab Juni dan Juli, sedangkan lainnya adalah bulan basah mulai dari Oktober. Untuk kegiatan pengembangan dipilih pantai berpasir yang letaknya berdekatan dengan garis pantai pada areal seluas ± 1 Ha. B. Bahan dan Peralatan Bahan dan peralatan kegiatan pengembangan meliputi : a. Kegiatan penetapan lokasi, pembuatan rancangan, dan pemetaan lokasi antara lain : patok, meteran, kompas, peta dasar. b. Kegiatan pembuatan sarana penahan erosi pasir tanaman TA, antara lain : Casuarina equisetifolia (camara laut) dan jagung (Zea mays L.). Bibit tanaman budidaya semusim untuk ditanam diantara jalur tanaman TA adalah bawang merah. d. Kegiatan perbaikan tanah berupa pupuk kandang dengan dosis 20 ton/ha serta pupuk anorganik ZA, KCl, urea, TSP, insektisida, dan fungisida. e. Kegiatan pengembangan sarana pengairan tanaman budidaya antara lain berupa bak renteng, pralon, gembor, selang, pompa air. f. Kegiatan pengamatan perlakuan, antara lain: Sand trap, evaporimeter, ombrometer, anemometer, termometer udara, dan termometer tanah. g. Kegiatan sosialisasi masyarakat berupa blanko/kuisioner yang relevan.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
29
C. Rencana Kegiatan Pengembangan C.1. Jenis Kegiatan Kegiatan ini merupakan pengembangan dari hasil penelitian lahan pantai di Samas yang berlangsung sejak tahun 1997. Disamping itu juga merupakan sarana sosialisasi pada masyarakat di Kebumen dan juga dicobakan penanaman tanaman kehutanan yang berfungsi sebagai tanggul angin sekaligus juga sebagai tanaman permanen yang membuat kondisi lingkungan semakin nyaman dan iklim mikro semakin baik. C.2. Tahapan Kegiatan C.2.a. Mengembangkan jalur TA dengan tanaman Casuarina equisetifolia. Rancangan demplot pengembangan yang akan dilakukan pada tahun dinas 2006 sebagaimana
disajikan pada Gambar 2.
Upaya rehabilitasi lahan pantai
berpasir dilakukan untuk mengendalikan erosi angin, memperbaiki iklim mikro dan meningkatkan produktivitas lahan. Berdasarkan uji coba yang telah dilakukan pada lahan pantai berpasir di Desa Sri Gading, Kabupaten Bantul, tanaman yang tepat sebagai tanggul angin permanen adalah cemara laut (Casuarina equisetifolia). Penanaman tanaman Casuarina equisetifolia sebagai tanaman tanggul angin permanen sepanjang 500 m searah garis pantai selebar 15 m. Tanaman tersebut berfungsi sebagai tanaman penghijauan untuk melindungi tanaman budidaya yang ditanam di antara jalur tanaman tanggul dari pengaruh erosi pasir, tiupan angin dan kadar garam. Metode penanaman tanaman tanggul tersebut dilakukan dengan jarak tanam 5 m x 5 m setiap jalurnya, dengan model ‘gigi belalang’ dengan 3 jalur tanam. Tanaman tanggul angin sementara yang ditanam pada batas antar petak digunakan tanaman-tanaman seperti: jagung (Zea mays L.), sorghum (Sorghum L.), atau ubi kayu karet (Manihot utillisima).
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
30
Budidaya Tanaman Semusim Jalur tanaman tanggul angin sementara
Sumur renteng
Jalur tanaman tanggul angin permanen (windbreak)
Gambar 2. Layout Pengembangan Demplot
Tanaman Budidaya dan Tanaman
Tanggul Angin
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
31
C.2.b. Mengembangkan sarana pengairan berupa sumur bak renteng Mengembangkan sarana pengairan dengan menggunakan bak tampung dari buis beton yang dipasang secara berentengan. Sumur renteng tersebut dipakai untuk persediaan cadangan air tawar sepanjang waktu. Khususnya pada masa pertumbuhan tanaman diperlukan penyiraman air tawar rutin sehari dua kali pagi dan sore.
C.2.c. Mengembangkan model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai. Sedang tanaman budidaya terdiri dari bawang merah dan jagung dengan beberapa kombinasi. Oleh karena itu, pola yang diterapkan dalam pembuatan demplot untuk upaya pengembangan rehabilitasi lahan pantai berpasir di Desa Patanahan akan mengacu pada hasil uji coba yang telah dilakukan. Tanaman budidaya di antara jalur tanaman tanggul angin untuk sementara adalah : bawang merah. Adapun kebutuhan bibit per hektar dari Bawang merah sebanyak 200 kg dan jagung 20 kg. Dosis ameliorat pupuk kandang untuk meningkatkan produktivitas tanamantanaman budidaya tersebut sebanyak 20 t/ha untuk MT I. Sedang dosis pupuk kimia per hektar seperti ZA, urea, KCl, dan TSP masing-masing sebanyak 200kg.
C.2.d. Meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat. Namun demikian, untuk tanaman budidaya terlebih dahulu akan dilakukan identifikasi untuk mengetahui jenis yang relatif sesuai dengan kondisi fisik, minat masyarakat dan kebutuhan pasar. Demplot akan dibangun pada lahan seluas ± 1 Ha yang akan dibagi dalam blok-blok yang merupakan petak milik petani penggarap dengan luas masing-masing 1.000 m2.
C.2.e. Meningkatkan kenyamanan lingkungan sekitar wisata Menyediakan sarana terpadu dalam bentuk tempat-tempat berteduh para wisatawan yang nyaman untuk menikmati pemadangan pantai dan juga hasil tanaman yang dibudidayakan di sekitar pantai berpasir.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
32
C.3. Parameter C.3.a. Tanaman TA sebagai Pengendali Erosi Pasir Pengembangkan jalur TA antara lain dengan tanaman Casuarina equisetifolia dimaksudkan untuk mengendalikan erosi angin. Parameter biofisik yang dikumpulkan adalah curah hujan, kecepatan angin, erosi pasir, evaporasi, kandungan garam, suhu tanah, pertumbuhan dan daya tumbuh tanaman cemara laut, serta input dan produksi tanaman budidaya.
C.3.b. Pengembangkan sarana pengairan berupa sumur bak renteng Agar perawatan tanaman dapat berjalan dengan baik perlu disediakan sarana penyediaan air antara lain dalam bentuk pengembangkan sarana pengairan berupa sumur bak renteng. Setiap tandon air dari bius beton akan diamati berapa kali sehari air harus dipompa untuk mengisi bak-bak penampung, dan berapa volume air yang diperlukan untuk menyirami tanaman tanggul angin, tanaman semusim dan tanaman kehutanan serta buah-buahan setiap harinya.
Kebutuhan air tersebut
dibandingkan pada saat musim kemarau (tidak ada hujan) dengan musim penghujan (ada tambahan air dari air hujan). Sehingga perlu diketahui tinggi hujan setiap hari dengan memasang penakar hujan ombrometer (manual).
C.3.c. Pengembangkan model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai. Pengembangkan model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai dan untuk meningkatakan produktivitas lahan. Parameter data yang dikumpulkan dari lapangan tentang tanaman budidaya sebagai indikator perubahan tingkat produktivitas lahan, antara lain dengan melakukan pengamatan baik secara : a). vegetatif pertumbuhan tanaman dan 2). generatif dengan perhitungan dan penimbangan hasil panen.
C.3.d. Meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat Peningkatkan tingkat pendapatan masyarakat lahan pantai berpasir antara lain juga diamati perubahan kondisi ekonomi masyarakat, yaitu : Investasi awal pengembangan lahan pantai berpasir, jaringan irigasi sumur renteng, pembangunan tanggul angin permanen dan sementara, pembangunan site budidaya pertanian dan buah-buahan.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
33
Input output usahatani (tenaga kerja, bibit, pupuk, racun hama penyakit, output usahatani pokok dan sampingan) dalam volume dan harganya. Kondisi ekonomi masyarakat pantai dan kondisi ekonomi rumah tangga petani pelaksana plot pengembangan. Pemanfaatan lahan pantai selama ini. Minat masyarakat terhadap upaya rehabilitasi dan pemanfaatan lahan pantai berpasir untuk usaha tani. Minat masyarakat terhadap jenis-jenis tanaman budidaya yang akan ditanam dan potensi pasar bagi jenis-jenis tanaman budidaya tersebut.
C.3.e. Peningkatkan kenyamanan lingkungan sekitar wisata Peningkatkan kenyamanan lingkungan sekitar wisata antara lain dapat ditinjau dari iklim mikro, keberadaan kelembagaan dan kebijakan yang berlaku : Perubahan kondisi iklim mikro sekitar lokasi pengembangan Akses jalan menuju ke lokasi dalam bentuk sarana dan prasarana yang memadai untuk memudahkan pengunjung wisata Institusi yang terlibat dalam pengembangan lahan pantai selama ini dan peranannya dalam pengembangan lahan pantai. Potensi dan kendala yang dihadapi dalam pengembangan pantai berpasir. Rencana pengembangan lahan pantai berpasir yang ada. Peraturan
perundangan
dan
kebijakan
pemerintah
daerah
dalam
pengembangan lahan pantai berpasir. Status lahan pantai berpasir yang akan dikembangkan dan prediksi persoalan yang timbul kedepan. Respon pemerintah daerah dalam pengembangan lahan pantai berpasir.
C.4. Pengambilan Data Data yang diambil berupa data primer dengan cara pengamatan langsung di lapangan dan wawancara. C.4.a. Tanaman TA Casuarina equisetifolia
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
34
- Prosentase daya tumbuh pembibitan tanaman tanggul angin, kayu-kayuan, dan buah-buahan - Prosentase daya tumbuh, pertumbuhan dan perkembangan tinggi tanaman tanggul angin, kayu-kayuan, buah-buahan dan tanaman semusim. - Produksi hasil tanaman semusim dengan cara ubinan ukuran 1 m2 diulang masing-masing 3 kali.
C.4.b. Sarana Pengairan - Pengukuran tinggi hujan (mm) harian melalui penakar hujan manual (ombrometer) dan diamati pada setiap jam 07.00 pagi. - kebutuhan air setiap jenis tanaman dalam satuan volume air cm3 (cc). - Kecepatan angin, erosi angin, evaporasi, dan suhu tanah, kandungan garam dan lain-lain faktor iklim diukur pada pagi dan sore setiap hari.
C.4.c. Model Tanaman Budidaya - Pengamatan pertumbuhan tanaman buah-buahan dan tanaman semusim. - Produksi tanaman budidaya dikumpulkan setiap panen, dalam hal ini juga dilakukan pemantauan terhadap volume dan frekuensi pemanenan dari masing-masing jenis tanaman budidaya. - Input tanaman budidaya dikumpulkan mulai penanaman sampai dengan panen. Selain itu, juga dihitung input untuk penanaman tanaman TA.
C.4.d. Tingkat Pendapatan Masyarakat Peningkatkan tingkat pendapatan masyarakat dengan mengamati kondisi sosial dan budaya masyarakat. Data sosial budaya yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan survei, observasi, diskusi mendalam, dan pendampingan/pengamatan terhadap kelompok tani.
Survei
dilakukan dengan bantuan kuisioner pada masyarakat sekitar pantai dan petani plot. Pencatatan input output usahatani dan investasi pengembangan lahan pantai dilakukan secara rutin pada petani contoh. Data sekunder dilakukan dengan pengumpulan data, informasi, perundangan dan sebagainya pada instansi terkait seperti BPS, pemerintah daerah, intansi terkait dan sebagainya.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
35
C.4.e. Kenyamanan Lingkungan Wisata Peningkatkan kenyamanan lingkungan sekitar wisata dengan mengamati kondisi ekonomi dan kelembagaan di masyarakat. Data ekonomi yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan survei, observasi, diskusi mendalam, dan pendampingan/pengamatan terhadap kelompok tani. Survei dilakukan dengan bantuan kuisioner pada masyarakat sekitar pantai dan petani plot. Harga input dan output dilakukan dengan observasi dan wawancara di lapangan. Minat masyarakat terhadap upaya rehabilitasi dan pemanfaatan lahan pantai serta jenis yang akan ditanam dilakukan melalui focus group discussion dan wawancara mendalam dengan masyarakat yang akan menjadi peserta dalam pembuatan demplot. Pemantauan terhadap: -
dinamika kelompok tani (kehadiran, keaktifan, inisiatif)
-
institusi yang terlibat dalam pengembangan lahan pantai selama ini dan peranannya dalam pengembangan lahan pantai.
-
Potensi dan kendala yang dihadapi dalam pengembangan lahan pantai berpasir
-
Peraturan dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan lahan pantai berpasir.
-
Status lahan pantai berpasir yang akan dikembangkan dan prediksi persoalan yang timbul kedepan.
-
Respon pemerintah daerah dalam pengembangan lahan pantai berpasir.
C.5. Pengolahan dan Analisa Data C.5.a. Tanaman TA Casuarina equisetifolia. Data biofisik akan dianalisis secara deskriptif untuk menunjukkan perlakuan yang paling efektif. Dengan mengamati prosentase tumbuh tanaman TA cemara laut (Casuarina equisetifolia) dan mengamati pertumbuhan setiap bulannya.
C.5.b. Sarana pengairan berupa sumur bak renteng. Menyiapkan instalasi saluran irigasi dalam bentuk sumur bak renteng untuk mengairi tanaman semusim, tahunan dan tanaman TA dengan air tawar. Menyediakan sarana penampungan air dan melengkapi peralatan penyiraman tanaman dengan gembor, atau dengan selang plastik.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
36
C.5.c. Model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai Pengembangan pola tanam tanaman budidaya dengan penanaman tanaman semusim : Bawang Merah (Allium cepa) dan Jagung (Zae mays), dan tanaman tahunan atau kayu-kayuan : Akasia dan Mahoni, sedangkan tanaman buah-buahan : Rambutan dan Mangga. Mengamati prosentase tanaman yang tumbuh, dan pengamatan pertumbuhan tanaman setiap bulannya. Setiap masa panen dilakukan pengkuran hasil produksi dengan cara melakukan pengubinan yang berukuran 1 m2 dan diulang 3 kali.
C.5.d. Tingkat pendapatan masyarakat. Data sosial ekonomi dan budaya dianalisis secara deskriptif, sedang data input dan output untuk sementara hanya akan dilakukan analisis biaya pendapatan. Data sosek yang terkumpul selanjutnya ditabulasi dan dianalisis. Data disajikan dalam bentuk tabel dan grafis. kualitatif.
Data dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif
Analisis yang dilakukan antara lain analisis finansial, analisis
kependudukan.
C.5.e. Kenyamanan lingkungan sekitar wisata. Menyediakan kenyamanan rekreasi di sekitar lingkungan pengembangan tanaman sekitar pantai berpasir sebagai sarana informasi kepada khalayak ramai yang berkunjung ke pantai. Penyediaan sarana dengan melibatkan masyarakat sekitar pantai berpasir, dinas pariwisata dan pemerintah daerah. Data yang dikumpulkan berupa tingkat frekuensi kunjungan masyarakat ke tempat wisata dan lingkungan sekitarnya.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
37
IV. BIAYA DAN ORGANISASI PELAKSANA A. Biaya Penelitian Biaya penelitian tahun 2006 sebesar Rp. 57.773.000,- (Lima Puluh Tujuh Juta Tujuh Ratus Tujuh Puluh Tiga Ribu Rupiah) dengan perincian biaya penelitian tahun 2006 sebagai berikut (Tabel 2): Tabel 2. Biaya Peneltian RLKT Pantai Berpasir di Kebumen a. Belanja Barang Operasional Lainnya (Rp. 8.288.000,-) N o
Jenis Kegiatan
Satuan
Vol Keb
Biaya Satuan
Jumlah Biaya (Rp)
1
Konsumsi analisa data dan pelaporan
OH
25
55.000
1.375.000
2
Foto copy, penggandaan/penjilidan laporan dan dokumentasi
LS
1
763.000
763.000
3
Pengumpulan data tanaman di Kebumen
LS
1
3.750.000
3.750.000
4
Pengumpulan data erosi pasir, arah dan kecepatan angina, suhu tanah, udara dan hujan di kebumen
LS
2
1.200.000
2.400.000
Satuan
Biaya Satuan 1.500.000
Jumlah Biaya (Rp) 1.500.000
b. Belanja Bahan (Rp. 23.725.000,-) No
Jenis Kegiatan
1
ATK dan Operasional komputer
LS
Vol. Keb 1
2
Bahan perlengkapan lapangan
LS
1
3.500.000
3.500.000
3
Bahan penelitian
LS
1
18.725.000
18.725.000
Biaya Satuan 1.380.000
Jumlah Biaya (Rp) 4.140.000
940.000
21.620.000
c. Belanja Perjalanan Biasa (Rp. 25.760.000,-) No
Jenis Kegiatan
Satuan
1
Perjalanan dalam rangka konsultasi dan koordinasi ke Bogor
OT
Vol. Kebt 3
2
Perjalanan dalam rangka pelaksanaan kegaitan ke Kebumen
OT
23
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
38
B. Organisasi Pelaksana Susunan organisasi pelaksana tugas dalam rangka menyelesaikan kajian tentang Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pantai Berpasir tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Tim Pelaksana Kegiatan Tahun 2006 No.
Nama
Jabatan
Pendidikan
Bidang Keahlian
Keduduk an dalam TIM
1.
Ir. Beny Harjadi,MSc
Peneliti Muda
S2Penginderaa n Jauh
Kontan, PJ dan SIG
Ketua Tim/ Peneliti
2.
S.Andy Cahyono, MSi
Asisten Peneliti Madya
S2- Sosial Ekonomi
Sosek
Anggota/ Peneliti
3.
H. Sri Hartono, SP.
Calon Peneliti
S1Pertanian
Konservasi
Anggota/ Peneliti
4.
Dona Octavia, S.Hut
Calon Peneliti
S1 – Kehutanan
Silvikultur
Anggota/ Peneliti
5.
Gunawan
Tek Litkayasa
STM Pertanian
Pertanian
Anggota
S1Pertanian
Pertanian
Anggota
Pelaksana 6.
Arif Priyanto
Calon Teknisi
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
39
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Konsultasi, Koordinasi dan Orientasi A.1. Konsultasi 1. Dinas PEDAL (Perhutanan dan Pengendalian Dampak Lingkungan) Dinas mendukung kegiatan pengembangan penelitian di lokasi pantai berpasir yang dilaksanakan oleh kantor BP2TPDAS-IBB, antara lain diwujudkan dalam bentuk : mendampingi setiap konsultasi dengan beberapa kantor dinas yang terkait di kabupaten pemerintah daerah Kebumen, dan PKL (Penyuluh Kehutanan Lapangan) ditugaskan untuk terlibat langsung di lapangan 2. Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Lahan pantai berpasir selama ini belum dikelola masyarakat karena anggapan masyarakat bahwa lahan berpasir tidak berpotensi untuk diusahakan tanaman. Dengan adanya lokasi pengembangan penelitian lahan pantai berpasir ditunjang dengan fasilitas jalan JLSS (Jalan Lintas Selatan Selatan) jl. Dandeles dan jl. Diponegoro, maka akses ke lokasi wisata akan mudah dan diharapkan pariwisata semakin berkembang. Menurut penjelasan dari Bappeda bahwa Perda tentang status lahan pantai berpasir belum ada. Permintaan dari Bappeda agar laporan tahunan kegiatan pantai berpasir segera dikirim. 3. Dinas Pariwisata Lokasi penelitian berdekatan dengan pariwisata, dan lahan untuk lokasi pengembangan penelitian masih termasuk lahan dibawah pengelolaan Dinas Pariwisata.
Dari pariwisata sangat mendukung kegiatan penelitian dan
pengembangan ini. Pariwisata di Petanahan antara lain di peruntukkan : -
Pesanggrahan Pandan Kuning untuk tempat ziarah malam jumat
-
Rekreasi pantai dan motor cross
-
Agrowisata dengan penanaman kelapa genjah
4. Kecamatan Petanahan Dari kantor BP2TPDAS-IBB melaporkan ke kantor kecamatan Petanahan, bahwa ada kegiatan pengembangan penelitian di desa Karanggadung, Kecamatan Petanahan yang sudah memasuki tahun ke 2.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
40
5. Polsek Petanahan Seluruh anggota Tim Penelitian BP2TPDAS-IBB telah dilaporkan nama-namanya yang akan melakukan kegiatan secara intensif di lokasi dan direncanakan akan tinggal secara periodik di lapangan untuk jangka waktu yang lama.
Serta memohon dari petugas Polsek untuk selalu mengawasi dan
mengamanan keberadaan Tim Peneliti, mengingat di sekitar lokasi agak rawan. 6. Desa Karanggadung Kepala lingkungan atau Bayan ada dua yaitu Karangcengis (Darjo) dan dan Karanggadung (Kartomiharjo). Sebagian besar anggota kelompok tani Pasir Makmur tinggal di Rt 01 Rw 02 dengan Ketua Pak Ngadimin (Sebut) atau mantu Pak Manten. Desa Karanggadung menerima keberadaan pengembangan penelitian di wilayahnya. Diharapkan dapat menyerap tenaga kerja dan terbentuknya kelompok tani seperti yang diharapkan petugas PKL (Ibu Sarjiyem). Pertemuan kelompok tani a. Pertemuan dengan kelompok tani yang dihadiri anggota dan mantan lurah, bapak lurah dan bapak RT serta tokoh masyarakat lainnya yang tertarik. b. Pembicaraan tentang rencana penanaman dengan menunggu hujan datang serta setalah selesai perbaikan instalasi air dan sumur. c. Disepakati dilakukan setelah kesibukan menjelang hari raya idul fitri dan setelah 7 hari lebaran, dengan menyiapkan pembuatan ajir, pengangkutan tanah dan pembelian pupuk kandang. Setelah pertemuan pada tanggal 8 Desember 2006 dan melakukan penggabungan antara KT. Pasir Makmur dengan KT Ternak, maka pertemuan kelompok tani setiap Rabu malam Kamis minggu pertama, adapun susunan pengurus kelompok tani pasir makmur berubah menjadi : Pelindung
: Kepala Desa (Sarwana) :
Pembina Teknis : 1. PKL-Penyuluh Kehutanan Lapangan (Sarjiyem) : 2. BP2TPDAS-IBB (Peneliti dan Teknisi) Ketua KT.
: 1. E. Prayim dan 2. Samikun
Sekretaris
: Nur Agus Basuki
Bendahara
: 1. Hadi Warsito dan 2. Mujiono
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
41
A.2. Koordinasi 1. Koordinasi dengan UKP - UKP yang berada di pusat P3HKA ( Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam) di Bogor bertugas untuk mengadakan koordinasi, mensintesis dan membuat laporan menyeluruh dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan judul-judul yang dipayunginya. - UKP yang berjudul “Teknologi dan Kelembagaan Rehabilitasi Lahan Terdegradasi” di Ketua oleh Dr. Pratiwi, dan membawahi 18 judul yang dikerjakan oleh UPT di BPPK Kupang, BPPK Samarinda, BPPK Aek Nauli Medan, BP2TPDAS-IBB di Surakarta, Loka Ciamis dan BP2TPDAS-IBT di Makassar. - Secara garis besar judul-judul dibawah UKP diatas dapat dibagi dalam 3 kelompok besar yaitu tentang : (i) rehabilitasi lahan terdegradasi bekas tambang, (ii) kelembagaan, (iii) model dan teknik konservasi. - Konsultasi pada Tim UKP setahun minimal dilakukan 2 kali yaitu pertama pada saat mengawali kegiatan untuk menyusun RPTP (Rencana Pelaksanaan Tim Peneliti) dan kedua pada saat menjelang pembuatan laporan. - Dibentuk jejaring kerja untuk melakukan komunikasi yang lebih intensif dengan internet, dan dimungkinkan dapat dilakukan diskusi lewat internet secara tertulis maupun lisan dengan frukuensi minimal triwulanan. 2. Koordinasi dengan Kelompok Tani − Penelitian pengembangan tanaman pantai berpasir tidak hanya pengembangan suatu tanaman tertentu, tetapi lebih diutamakan merubah pola pikir masyarakat sekitar pantai berpasir yang menganggap lahan pantai tidak dapat ditanami menjadi pola pikir bahwa lahan pantai dapat menghasilkan sesuatu yang menguntungkan dengan menjaga kelestarian alam lewat RLKT. − Semua sarana dan prasarana yang ditempatkan di lokasi menjadi milik kelompok tani Pasir Makmur dan bukan menjadi milik perseorangan atau milik peneliti atau teknisi BP2TPDAS-IBB, sehingga semua anggota kelompok tani wajib merasa memiliki dan merawat serta menjaganya dan mengamankannya.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
42
A.3. Orientasi 1. Orientasi Lokasi Lokasi penelitian berdekatan dengan pariwisata (±300 m) yang sebelumnya di sebelah utara tanggul pasir (Gisik) akan dikembangkan di sebelah selatan yang berdekatan dengan garis pantai.
Sehingga perlu dipersiapkan
instalasi air dengan membuat sumur bor dan tandon air dari bius beton. Disamping itu lokasi pengembangan berdekatan dengan pemukiman eksodan yaitu pemukiman kembali penduduk yang pulang kampung dari transmigrasi dan korban bencana tsunami dan tidak memiliki tempat tinggal. Perkampungan tersebut terletak di desa Tanggulangin yang di bangun 1000 unit, namun rumah yang ditempati kurang dari 300 rumah. Mata pencaharian mereka diluar dari kegiatan nelayan meskipun di pinggir pantai, sebagian lagi tidak punya mata pencaharian (pengangguran). 2. Pos Pengamatan/Mess Pos pengamatan sekaligus dijadikan mess para teknisi dan peneliti dari BP2TPDAS-IBB terletak dekat dengan lokasi yaitu di rumah Bu Karsinah (Pak Marno).
Pos tersebut dekat juga dengan obyek wisata sehingga koordinasi
dengan petugas dari kantor Pariwisata semakin intensif, disamping dekat dengan lokasi sehingga lebih sering untuk ditengok/diamati. 3. Gubuk Kerja Gubuk kerja di peruntukkan bagi tempat berteduh dan istirahat para pekerja dari terik panas matahari dan juga dari hujan. Gubuk kerja sekaligus untuk pertemuan kelompok tani untuk membicarakan rencana yang akan datang, untuk merangsang petani agar berperan aktif. Walaupun pertemuan KT (Kelompok Tani) juga dimungkinkan dilaksanakan di Balai Desa.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
43
B. Mengembangkan Jalur Tanaman Tanggul Angin Persiapan lokasi meliputi penempatan gubuk kerja, lokasi areal tanaman dan pos pengamatan. Untuk itu perlu ijin penempatan lokasi penelitian yaitu dengan cara : - Surat pengajuan ijin penelitian dari BP2TPDAS-IBB No. 598/BP2TPDASIBB/2006 tanggal 13 Juni 2006 kepada Bupati cq Kepala Dinas Kesbanglinmas (Kesatuan Bangsa Perlindungan Masyarakat dan Sosial) yang beralamat di Jl. Ampera No. 11, Telp.0287-381287 Kebumen. 54311 - Surat Rekomendasi penelitian dari Kesbanglinmas no. 072/388 tanggal 15 Juni
2005
disampaikan
kepada
BAPPEDA
(Badan
Perencanaan
Pembangunan Daerah) yang beralamat di Jl. Veteran no. 2, Telp. 0287381570 Kebumen 54311. - Berdasarkan
surat
Rekomendasi
dari
Kesbanglinmas,
BAPPEDA
mengeluarkan surat ijin penelitian no. 071-1/138 yang berlaku selama 3 bulan dari 15 Juni sampai 15 Agustus 2006. Surat tersebut disampaikan kepada (i) Kepala Diparta Kab. Kebumen, (ii) Kepala Dinas Hutpedal Kab. Kebumen, (iii) Kepala Obwis Pantai Petanahan, (iv) Camat Petanahan, dan (v) Kades Karanggadung Kec. Petanahan Penelitian tanaman tahunan meliputi tanaman kayu-kayuan (Mahoni dan Akasia), tanaman buah-buahan (Mangga dan Rambutan) dan tanaman tanggul angin (Cemara dan Pandan) sepanjang 500 m mendekati garis pantai. Penentuan plot tanaman semusim rencananya akan diletakkan dibelakang tanaman tanggul angin, kayu-kayuan dan buah-buahan dengan asumsi bahwa faktor-faktor luar yang bisa menghambat pertumbuhan tanaman semusim, seperti pengaruh erosi angin dan suhu yang terlalu panas sudah dieliminer oleh tanaman tersebut diatas. Jika tanaman tanggul angin belum berfungsi sempurna karena masih kecil, perlu dibantu dengan penahanan angin secara fisik mekanik dengan tanggul angin sementara dari daun kelapa atau tanaman jagung. Dari evaluasi Tim Monev BP2TPDAS-IBB tahun 2005,
Konsep awal
ditetapkan bahwa letak tanaman tidak terlalu jauh dari bibir pantai, sehingga pada tahun 2006 kegiatan tanaman tersebut ditanam dekat dengan bibir pantai dengan melihat aspek bentuk lahan dan ketersediaan air.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
44
Kelapa di lokasi wisata dan sekaligus juga lokasi penelitian milik Pak Manten Abdur Rokhman dan Pak Wasimin. Pola tanam di desa Karanggadung pada umumnya : Padi (Agustus – November), Kedelai, Kacang panjang dan Palawija (November – Maret) dan Kacang tanah (April – Juni). Satu ubin atau satu ruu kurang lebih 14 m2, sehingga seperti Pak Mujiyono yang memiliki lahan 150 ubin, sama dengan 150 ubin x 14 m2 = 2100 m2. Bulan Juli ditanami cabe rawit dan cabe besar dan dipanen setelah 4.5 bulan dengan harga Rp. 8.000,-/kg. Tanggul angin berupa cemara laut dan pandan untuk menahan angin, air garam, dan estetika keindahan lingkungan. Kebutuhan bawang merah untuk 1 bedeng = 1 ruu = 1 ubin = 14 m2 dibuthkan 1 ½ kg. a. Untuk persiapan penanaman, yang telah dilakukan adalah : - perawatan beberapa bibit yang telah disiapkan sebelumnya dengan cara melakukan penyiangan kebun bibit dan penyiraman setiap hari (Gambar 3). - Pembuatan ajir ukuran 150 cm sebanyak 350 buah untuk tanaman buah-buahan yaitu ajir sekaligus untuk menguatkan tegaknya tanaman, dan ajir ukurna 80 cm sebanyak 1100 buah untuk tanaman lainnya - Pembelian ameliorat atau tanah mineral dari tanah sawah yang subur untuk membantu penyediaan hara bagi tanaman. - Pembelian pupuk organik berupa pupuk kandang dan ditambah dengan EM-4 untuk mepercepat dekomposisi pematangan pupuk. - Stimulan atau inokulan yang diambil dari tanah dibawah tanaman pandan. b. Pengukuran kembali luas lahan pantai berpasir yang akan ditanami untuk tanaman tanggul angin, buah-buahan, tanaman kehutanan dan semusim (Gambar 4). c. Perbaikan instalasi air dan perbaikan sumur dengan mencoba diesel penyedot air dan didistribusikan keseluruh penampung air yang tersebar. d. Melatih ulang dan mengechek data dari pengamat untuk pengamatan suhu udara dan suhu tanah (15, 30 dan 45 cm), curah hujan, kecepatan angin, erosi angin, evaporasi.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
45
Gambar 3. Persiapan Pembibitan Tanaman Tahunan dan Buah-buahan
Gambar 4. Kondisi Cemara Laut (Casuarina equisetifolia), saat ditanam di Lapangan
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
46
C. Mengembangkan Sarana Pengairan Air Tawar C.1. Kondisi Biofisik dan Iklim Kondisi biofisik lapangan meliputi sifat fisik dan kimia tanah serta erosi angin yang terjadi. Sedangkan iklim yang diamati meliputi : curah hujan, evaoprasi, suhu tanah, suhu udara, dan kecepatan angin. Kondisi sifat fisk tanah dengan tekstur pasir dan struktur lepas tak berstruktur, memiliki sifat yang porous dengan permeabilitas dan infiltrasi sangat cepat. Bentuk lahan pada dataran tepi pantai, dengan batuan sedimen, tanah entisols pada sub ordo orthent, erosi angin yang dominan dengan membentuk gisik gundukan pasir. Pada daerah yang ada gundukan pasir maka semakin lama akan semakin tinggi, sebaliknya pada daerah bawah semakin lama akan menjadi lembah.
1. Curah Hujan Pengamatan hujan dilakukan setiap hari sekali secara manual dengan menakar dengan gelas ukur. Pencatatat data hujan sekaligus dengan mencatat data yang lainnya antara lain : kecepatan angin, erosi angin, suhu udara, suhu tanah dan evaporasi (Gambar 5).
Gambar 5. Pengamat yang Sedang Mencatat Data Iklim dan Biofisik Di Lapangan
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
47
Dari data hujan pada grafik Gambar 6, bahwa hujan yang terjadi pada bulan November dan Desember masih dibawah 600 mm/bulan, yaitu jumlah hujan pada bulan November 566 mm/bulan dengan rata-rata hujan 113 mm/hari. Sedangkan pada bulan Desember 2006 tinggi hujan 448 mm/bulan dengan rata-rata hujan 89,6 mm/hari.
Keadaan yang demikian masih belum cukup untuk penanaman awal
tanaman tahunan maupun tanaman semusim, yang dibutuhkan jumlah hujan lebih dari 1000 mm/bulan.
CURAH HUJAN 2006 DI PANTAI BERPASIR
Tinngi H ujan (mm)
600 500 400
Jml Max Rrt Min
300 200 100 0 OKT
NOV
DES
Bulan Pengamatan 2006 Gambar 6. Tinggi Hujan di Lahan Pantai Berpasir, Kebumen
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
48
2. Evaporasi Pengukuran evaporasi dengan evaporimeter yang berbentuk baskom bulat dari plat besi dengan tebal 30 cm dan diameter 80 cm (lihat Gambar 7). Pengambilan data evaporasi pada siang hari (S) jam 13.00 WIB dan malam hari (M) jam 19.00 WIB, disambing juga diamati total evaporasi satu hari (T). Ternyata walaupun pengamatan evaporasi malam hari hanya terjadi proses penguapan selama 6 jam, tetapi karena setelah lewat jam 13.00 WIB suhu sangat panas maka akan terjadi evaporasi besar-besaran, dibandingkan erosi siang hari yang berlangsung selama 18 jam dari malam jam 19.00 sampai jam 13.00 besuk hari.
Instalasi Air Sumur & Pralon
Suhu Tanah 15, 30 dan 45 cm
EVAPORIMETER
Penakar Hujan OMBROMETER
Gambar 7. Suhu Tanah, Penakar Hujan, Evaporimeter, dan Instalasi Air Pengamatan evaporasi yang dilakukan selama 4 bulan dari bulan September sampai dengan Desember 2006, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa kondisi evaporasi baik yang dekat dengan pantai maupun yang jauh dari pantai hampir sama, sehingga kedua alat tersebut dapat dipakai sebagai ulangan. Evaporasi tertinggi terjadi pada bulan September (0,9 mm/hari) dan menurun terus sampai bulan Desember (0,3 mm/hari), hal tersebut disebabkan karena pada bulan setelah
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
49
September sudah mulai turun hujan dan suhu udara juga semakin menurun. Perbedaan evaporasi siang (S) dan malam (M) sangat signifikan lebih tinggi pengamatan pada malam hari karena puncak suhu udara setelah siang hari sangat tinggi sekali, sehingga mengalami penguapan air besar-besaran. Sebaliknya setelah malam hari terjadi penurunan evaporasi yang sangat drastic atau tidak ada sama sekali setelah malam hari dan sangat sedikit evaporasi di pagi hari (lihat Gambar 8).
EVAPORASI PANTAI BERPASIR 1 0,9
Max Rrt Min
Evaporsi (mm)
0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 S
M SEPT
T
S
M OKT
T
S
M NOV
T
S
M DES
DEPAN DEKAT PANTAI (SELATAN)
T
S
M SEPT
T
S
M OKT
T
S
M
T
NOV
S
M
T
DES
BELAKANG JAUH PANTAI (UTARA)
Lokasi dan Bulan Pengamatan 2006
Gambar 8. Evaporasi Siang dan Malam Hari di Lahan Pantai Berpasir
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
50
3. Suhu Tanah Suhu tanah diukur dengan cara menempatkan termometer pada lapisan tanah diatas (< 15 cm), dibawah (15 – 30 cm) dan lapisan tanah paling bawah (>30 cm), dan dilakukan pengamatan setiap hari dua kali yaitu pada malam hari (M) dan pada siang hari (S). Secara umum suhu tanah pada malam hari lebih rendah pada siang hari, yaitu pada malam hari tertinggi hanya sampai 33 oC sedangkan pada siang hari suhu tanah bisa mencapai 36 oC (Gambar 9). SUHU TANAH PADA MALAM HARI Max Rrt Min
33,5 33
32
o
Suhu Tanah ( C)
32,5
31,5 31 30,5 30 29,5 29 28,5 OKT
NOV
DES
A < 15 cm
OKT
NOV
DES
B = 15-30 cm
OKT
NOV
DES
C > 30 cm
Solum (Bulan 2006)
Gambar 9. Suhu Tanah Malam Hari di Desa Petanahan, Kebumen
Suhu tanah pada malam hari hampir tidak menampakkan perbedaan antara lapisan tanah bagian atas dengan lapisan dibawahnya, sedangkan pada lapisan paling bawah nampak jelas perbedaannya yaitu suhu terendah bisa dicapai sampai 30 oC. Dari ketiga lapisan tanah memiliki kecenderungan yang sama yaitu jika suhu diatas naik maka yang dibawahnya pun juga ikut naik, sebaliknya jika suhu tanah dibagian atas menurun maka dibagian bawah pun juga ikut turun, seperti yang terjadi pada bulan November yang relatif menurun yaitu rata-rata sekitar 31,5 oC pada bagian atas dan dibawahnya rata-rata 30,4 oC.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
51
Suhu tanah pada siang hari justru kebalikan dari suhu tanah pada malam hari yaitu dimana pada malam hari di bulan Desember suhu tanah paling rendah, tetapi pada siang hari justru suhu tanah paling tinggi di bulan Desember 2006, yaitu bisa mencapai 36 oC.
Sedang kecenderungannya sama antara suhu lapisan tanah
diatasnya dengan lapisan tanah di dalamnya, yaitu semakin dalam tanah maka suhu akan semakin menurun (Gambar 10). SUHU TANAH PADA SIANG HARI Max Rrt Min
37
35
o
Suhu Tanah ( C)
36
34 33 32 31 30 OKT
NOV
DES
A < 15 cm
OKT
NOV
DES
B = 15-30 cm
OKT
NOV
DES
C > 30 cm
Solum (Bulan 2006)
Gambar 10. Suhu Tanah pada Siang Hari, untuk Lapisan Tanah A, B, dan C.
Suhu tanah tertinggi siang hari 36 oC pada lapisan diatas dan suhu terendah siang hari 32 oC pada lapisan paling bawah. Selama tiga bulan pengamatan suhu tanah pada bulan Oktober 2006 tidak terlalu fluktuatif artinya suhu tertinggi dengan terndah tidak begitu menyolok, sedangkan pada bulan Desember 2006 lebih fluktuatif. Begitu juga pada lapisna tanah diatas tidak terlalu fluktuatif, sedangkan pada lapisan tanah dibawahnya relatif fluktuatif.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
52
4. Suhu Udara Suhu udara juga dilakukan pada siang hari (S) dan malam hari (M), dimana suhu pada malam hari jauh dibawah suhu pada siang hari. Bahkan suhu terendah bisa mencapai 20 oC, dan lebih rendah suhu tanah yang paling bawah yang minimal 30 oC (lihat Gambar 11).
SUHU UDARA PASIR BERPANTAI 40
Max Rrt Min
30
o
Suhu Udara ( C)
35
25 20 15 10 5 0 SPT
OKT
NOV
SUHU MALAM HARI
DES
SPT
OKT
NOV
DES
SUHU SIANG HARI
Suhu Udara Malam dan Siang Gambar 11. Suhu Udara Lahan Pasir Berpantai pada Siang dan Malam Hari Suhu malam hari dari bulan September sampai Desember 2006 yaitu terendah 20 oC dan tertinggi 24 oC. Sedangkan suhu udara siang hari dari 4 bulan yang sama yaitu tertinggi 36 oC dan terendah 27 oC. Pada siang hari terjadi angin laut ke daratan, sehingga panas udara disamping karena lahan berpasir juga ditambah uap panas dari air laut akibat evaporasi. Sedangkan pada malam hari terjadi sebaliknya yaitu angin darat ke lautan sehingga tidak ada tambahan suhu dari uap panas air laut dismaping pada malam hari hampir tidak ada evaporasi air laut.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
53
5. Kecepatan Angin Kecepatan angin diukur dengan cara mengarahkan alat pengukur berhadapan dengan arah angin, sehingga akan menunjukkan jarum spedometer. Kecepatan angin ini juga dipakai untuk mengetahui besarnya erosi angin yang akan terjadi akibat kecepatan angin yang berbeda (Gambar 12).
Gambar 12. Pengukuran Kecepatan Angin dengan Menghadapkan ke Arah Angin. Kecepatan angin yang semula dilakukan pengukuran pada malam (M) dan siang (S) hari ternyata pada malam hari tidak ada angin sama sekali atau sangat kecil karena arah angin dari darat ke lautan pada malam hari tidak terlalu besar. Sebaliknya kecepatan angin dari lautan ternyata sangat tinggi yaitu bisa mencapai 12 km/jam pada bulan Oktober 2006. Kecepatan angin terendah pada bulan Desember 2006 yaitu hanya 2 km/jam (lihat Gambar 13). Arah angin dari lautan yang terjadi dapat menimbulkan bentuk gisik atau gundukan pasir yang terjal yang menghadap ke lautan dan relatif landai yang membelakangi lautan atau tidak terkena angin laut.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
54
Kecepatan Angin (km/jam)
KECEPATAN ANGIN PANTAI SIANG HARI Max 14 Rrt
12
Min
10 8 6 4 2 0 SPT
OKT
NOV
DES
Bulan Pengamatan Tahun 2006
Gambar 13. Kecepatan Angin Lahan Pantai Berpasir di Siang Hari
Kecepatan angin yang terjadi ternayata tidak berkorelasi dengan erosi angin yang ditangkap dengan alat sandtrap, hal tersebut karena tidak semua kecepatan angin bisa membawa sejumlah pasir yang dipindahkan ke tempat lain karena pasir dalam keadaan lembab atau basah. Misalnya pada bulan Oktober dimana kecepatan angin tertinggi bisa mencapai 12 km/jam ternyata hanya mampu memindahkan pasir sejumlah 15, 243 g/bulan. Sedangkan pada bulan Desember 2006 justru erosi angin lebih tinggi yaitu bisa mencapai 29,78 g/bulan. (lihat ).
40
36,433
Erosi Angin (gr)
35 29,78
30 25 20
15,243
15,876
15 10
6,376
6,472
7,29
5
10 .M ei .2 00 6 12 .A gs t.2 00 6 22 .S ep t.2 00 6 29 .S ep t.2 00 6 13 .O kt .2 00 6 15 .D es .2 00 6 22 .D es .2 00 6
0
Gambar 14. Erosi Angin di Lahan Pantai Berpasir Tahun 2006
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
55
6. Erosi Angin Pemasangan alat penangkap erosi angin (sandtrap) yaitu dekat dengan laut (D), pada puncak gisik gundukan pasir (G), dan jauh dari laut (J). Masing-masing diletakkan sebelah Timur (DT, GT, dan JT), diletakkan sebelah barat (DB, GB, dan JB), dan diletakkan di tengah atau pusat (DP, GP, dan JP). Sehingga ada 9 tiang sandtrap dan masing-masing dipasang 5 alat penangkap disebelah paling atas (PA), atas (A), tengah (T), bawah (PB), dan paling bawah (PB), lihat Gambar 15. PA A
T
B PB
Gambar 15. Alat Penangkap Erosi Angin (Sandtrap) dan Bius Beton Instalasi Air Pengamatan erosi angin pada bulan Mei 2006 tertinggi justru jauh dari pantai sebelah timur yaitu total mencapai 6 g, dan terendah pada jauh dari pantai bagian barat yaitu hanya mencapai kurang dari 3 g (lihat Gambar 16).
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
56
Erosi Angin (g)
7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
Erosi Angin Pantai 10 Mei 2006
PA A T B PB
DB
DP
DT
GB
GP
GT
JB
JP
JT
Garis Pantai (D), Gisik (G), dan Jauh (J)
Gambar 16. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir Bulan Mei 2006 Pada tanggal 12 Agustus 2006 hampir semua alat sandtrap hanya menginformasikan erosi angin kurang dari 0,5 g, khusus untuk titik yang jauh dari
Erosi Angin (g)
pantai sebelah barat dengan total erosi hampir 3 g (Gambar 17). 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00
PA
Erosi Angin Pantai 12 Agustus 2006
A T B PB DB
DP
DT
GB
GP
GT
JB
JP
JT
Garis Pantai (D), Gisik (G), dan Jauh (J)
Gambar 17. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir Bulan Agustus 2006
Pada tanggal 22 september 2006 erosi angin yang terjadi justru berbalik dari bulan sebelumnya, yaitu erosi angin tertinggi justru pada titik dekat pantai yaitu 1,5 g, sehingga letak titik sandtrap tidak menjamin erosi akan lebih besar atau lebih kecil (Gambar 18). Hal tersebut karena besarnya sandtrap yang tertangkap tergantung dari besarnya angin, arah angin, dan banyaknya materi pasir dalam keadaan kering.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
57
Erosi Angin (g)
2,00
Erosi Angin Pantai 22 Septem ber 2006
PA
1,50
A
1,00
T
0,50
B PB
0,00 DB
DP
DT
GB
GP
GT
JB
JP
JT
Garis Pantai (D), Gisik (G), dan Jauh (J)
Gambar 18. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir, 22 September 2006 Erosi angin pada tanggal 29 September 2006 tertinggi masih pada titik dekat pantai pada bagian pusat yaitu sebesar 1,5 g, sedangkan terendah justru pada titik gisik gundukan pasir yang kurang dari 0,5 g (Gambar 19).
Letak perangkap juga
tidak menjamin besar kecilnya pasir yang tertangkap akibat erosi angin, sehingga tidak selalu pada lubang paling bawah (PB) selalu paling tinggi dan sebaliknya tidak selalu lubang paling atas (PA) selalu erosinya paling kecil.
Erosi Angin (g)
1,50
Erosi Angin Pantai 29 Septem ber 2006
PA A
1,00
T 0,50
B PB
0,00 DB
DP
DT
GB
GP
GT
JB
JP
JT
Garis Pantai (D), Gisik (G), dan Jauh (J)
Gambar 19. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir, 29 September 2006
Erosi angin pada tanggal 13 Oktober 2006 semakin membuktikan bahwa erosi yang terjadi tidak ditentukan letak tiang sandtrap, juga letak titik barat atau timur, juga tidk oleh letak urutan ketinggian lubang dari tanah. Biasanya pada Gisik erosi paling kecil, disini justru paling tinggi yaitu hampir mendekati 4 g, tetapi ada kecenderungan yang sama yaitu pada lubang paling bawah (PB) penangkapan erosi pasir lebih besar dari pada pada lubang paling atas (PA), lihat Gambar 16.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
58
Erosi Angin (g)
Erosi Angin Pantai 13 Oktober 2006
4,00
PA
3,00
A
2,00
T
1,00
B PB
0,00 DB
DP
DT
GB
GP
GT
JB
JP
JT
Garis Pantai (D), Gisik (G), dan Jauh (J)
Gambar 20. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir, 13 Oktober 2006 Erosi angin pada tanggal 15 Desember 2006 hampir merata tingginya baik tiang yang berada dekat pantai (D), diatas gisik gundukan pasir (G) maupun yang jauh dari pantai (J).
Erosi angin relatif tinggi masih pada daerah yang jauh dari
pantai, hal ini kemungkinan yang dekat pantai kondisi pasir pantai relatif lembab atau basah sehingga pasir yang dipindahkan oleh angin relatif kecil, tertinggi pada tiang yang jauh dari pantai sebesar 2,1 g (lihat Gambar 21).
Erosi Angin (gr)
2,50
Erosi Angin Pantai 15 Desem ber 2006
PA
2,00
A
1,50
T
1,00
B
0,50
PB
0,00 DB
DP
DT
GB
GP
GT
JB
JP
JT
Garis Pantai (D), Gisik (G), dan Jauh (J)
Gambar 21. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir, 15 Desember 2006
Erosi angin pada tanggal 22 Desember 2006 bervariasi lagi seperti bulanbulan sebelumnya, hal ini mengindikasikan bahwa besarnya angin dari laut tidak merata. Pada tiang diatas gisik erosi relatif rendah karena angin yang bertiup tidak cukup mengangkat sampai ketinggian tertentu lubang perangkap diatas gisik. Erosi tertinggi masih sama yaitu terjadi pada daerah yang jauh dari pantai yaitu sebesar 6 g pada tiang bagian barat (Gambar 22).
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
59
Erosi Angin (g)
8,00 Erosi Angin Pantai 22 Desem ber 2006
PA
6,00
A
4,00
T
2,00
B PB
0,00 DB
DP
DT
GB
GP
GT
JB
JP
JT
Garis Pantai (D), Gisik (G), dan Jauh (J)
Gambar 22. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir, 22 Desember 2006 C.2. Instalasi Air Instalasi air dengan menggunakan bius beton dan didistribusikan dengan pralon, dimaksudkan untuk memudahkanpengambilan air pada saat penyiraman tanaman semusim (bawang merah dan jagung). Pengangkatan air sumur dilakukan dengan diesel dengan bahan bakar bensin, yaitu untuk 1 liter dapat untuk menyirami selama 2 jam, dengan debit 5 l air/detik. Sehingga selama 2 jam air yang diperlukan untuk menyirami tanaman kurang lebih = 2 x 60 x 60 x 5 l = 36000 l/2 jam = 36 m3/ 2 jam. Pada tanaman semusim kebutuhan penyiraman dilakukan setiap hari, karena pada msuim hujan maupun kemarau tetap selalu disirami. Apalagi pada saat sehabis hujan maka pagi harinya harus segera disiram air, untuk mengurangi uap air panas dari tanah (Gambar 23).
Gambar 23. Instalasi Air untuk Distribusi Kebutuhan Air Tanaman semusim.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
60
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
61
D. Mengembangkan Model Pola Tanam Tanaman Semusim dan Tahunan D.1. Persiapan lapangan a) Areal lahan atau lokasi dibersihkan dari rumput atau tumbuhan yang tidak berguna atau tumbuhan pengganggu, dan tanah pasir diolah atau dicangkul ringan sambil diratakan. b) Pemberian pupuk kandang yang telah matang dengan cara disebar dan dicampurkan dengan ameliorat tanah mineral masing-masing setiap 1000 m2 diberi 1 colt. c) Pembuatan bedengan dengan ukuran 120 cm x 14 m (atau disesuaikan dengan panjang lahan) untuk ukuran satu ubin dengan pemberian bibit brambang 1 ½ kg. Buatlah parit antar bedengan dengan lebar 40 cm, sambil membuat parit antar bedengan, tanah pasir diletakkan kekanan dan kekiri. Selanjutnya tanah pasir dicangkul ringan dengan tujuan untuk membenamkan pupuk kandang dan tanah yang sudah disebar. Permukaan bedengan diusahakanmerata agar apabila kena air hujan tidak mudah hanyut. D.2. Penanaman bawang merah d) Siapkan bibit brambang dengan baik yang diambil dari tempat penyimpangan pada gantangan supaya brambang tetap kering udara.
Bibit dalam satu
rumpun jangan dipisahkan dan biarkan bergerombol sesuai aslinya. e) Sebelum ditanam pangkas ujung bibit brambang dengan pisau yang tajam, brambang ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 15 cm dengan mengusahakan setiap bedengan ditancapkan 6 bibit brambang. Bibit brambang ditimbun dengan tanah seperlunya dimana ujungnya masih nampak diatas tanah. f) Apabila tidak ada hujan bedengan disiram terlebih dahulu, sebelum bibit brambang ditanam. Kondisi tanah sebelum tanaman umur 5 hari harus selalu dalam keadaan lembab teurs agar tunas cepat keluar tunasnya. D.3. Pemeliharaan tanaman i) Pemupukan, (1) Pemupukan I (Pupuk dasar), diberikan sebelum tanam dengan cara menyebar pupuk NPK dicampur dengan tanah dan pasir dengan alat
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
62
cangkul atau sebilah bambu. Pupuk dasar per hektar : SP36 = 500 kg, Urea = 100 kg, KCl = 100 kg dan ZA = 100 kg. (2) Pemupukan II (Pupuk pertumbuhan/vegetatif), pupuk NPK 200 kg/ha diberikan 15 HST dengan disebar merata dalam tanah. (3) Pemupukan III (Pupuk produksi/generatif), pupuk NPK 200 kg/ha diberikan 25 HST. ii) Penyiraman, dilakukan setiap hari dengan cara dibentuk regu penyiraman dan perawatan tanaman dari KT Pasir Makmur. Apabila terjadi hujan maka besuk paginya tetap dilakukan penyiraman dengan tujuan untuk menetralisir suhu yang sangat panas dari penguapan panas bumi, agar tanaman bawang merah tetap sehat. iii) Penyemprotan HPT (Hama Penyakit Tanaman) (1) Umur kurang 2 HST (Hari Setelah Tanam) untuk pemberantasan gulma atau rumput pengganggu, dengan GOAL 2 E sebanyak 1 ½ tutup untuk 1 tangki air (Gambar 24). (2) Umur 15 sampai 25 hari, penyemprotan dilakukan setelah 15 hari untuk interval waktu setiap 5 hari (15, 20 dan 25 hari), dengan : (a) PPC = 10 cc (1 tutup racun hpt) (b) Larvin = 1 sendok (c) Danvil 50 SC = 10 cc (1 tutup) (d) Barer = 10 cc (1 tutup) (3) Umur 25 sampai 45 hari (a) N-Balancer = 10 cc (b) Manzate 200 = 1 sendok makan (c) Puanmur 50 SP = 1 sendok sirup (d) Larvin+Danvil+Barer+N-Balancer+Manzate+Puanmur, dicampur untuk 1 tangki (12-17 liter). iv) Pemanenan Pemanenan dapat dilakukan pada saat bawang merah (brambang) umur 55 HST untuk dikonsumsi, jika brambang mau digunakan untuk bibit dipanen setelah umur 60 hari.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
63
Gambar 24. Kebutuhan Saprotan untuk Penanaman Bawang Merah.
E. Meningkatkan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat E.1. Karakteristik dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Karanggadung Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen Propinsi Jawa Tengah merupakan lokasi kegiatan Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pantai Berpasir. Desa Karanggadung merupakan salah satu dari 3 desa di Kecamatan Petanahan1 yang berada dipinggir Pantai Laut Selatan. Desa Karanggadung terletak 2 km dari Kecamatan Petanahan, 23 Km dari ibukota Kabupaten Kebumen dan 199 dari ibukota Jawa Tengah.
Luas Desa
Karanggadung adalah 287 Ha dan sebagian besar merupakan lahan kering. Luas penggunaan lahan Desa Karanggadung disajikan pada Gambar 25.
1 Kecamatan Petanahan memiliki 21 desa dan 3 desa yaitu Desa Karanggadung, Karangrejo dan Tegalretno berada di pinggir pantai. Ketiga desa tersebut bertopografi datar dengan ketingian 6,3 di atas permukaan laut.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
64
Sawah 0% Lainnya 33% Tegalan 50%
Bangunan 17%
Sawah
Tegalan
Bangunan
Lainnya
Gambar 25. Penggunaan Lahan di Desa Karang Gadung Kecamatan Petanahan
Penduduk Desa Karanggadung berjumlah 2.254 orang dengan perincian 1.179 pria dan 1.075 wanita. Jumlah rumah tangga di desa tersebut sebanyak 561 keluarga dengan 25 keluarga berbatasan dengan pantai.
Kepadatan penduduk
sebesar 791 jiwa/km2. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Karang Gadung disajikan Gambar 26 berikut:
Wanita 48% Pria 52%
Pria Wanita
Gambar 26. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin Desa Karang Gadung
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
65
Penduduk di Desa Karanggadung terdiri dari penduduk yang berusia produktif dan penduduk berusia tidak produktif. Dilihat dari usia produktif, sebagian besar penduduk di Desa Karanggadung berusia produktif (Gambar 27).
Tidak Produktif 35%
Produktif Tidak Produktif Produktif 65%
Gambar 27 Komposisi penduduk berdasarkan usia produktif
Berdasarkan Gambar diatas, maka terdapat potensi yang besar untuk mengelola lahan pantai berpasir dengan prinsip rehabilitasi lahan dan konservasi tanah. Usia penduduk yang sebagian besar produktif merupakan potensi tenaga kerja untuk kegiatan rehabilitasi lahan. Matapencaharian penduduk di sekitar lahan pantai akan menentukan keikutsertaan dan antusiasme dalam mengelola lahan.
Mata
pencaharian penduduk di Desa Karanggadung disajikan Tabel 4.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
66
Tabel 4. Mata pencaharian utama penduduk Desa Karanggadung MATA PENCAHARIAN Buruh petani Petani Pedagang Pengrajin PNS Tukang kayu Tukang batu Guru swasta Penjahit Sopir Karyawan swasta Total
JUMLAH (Orang) 1055 1686 32 6 5 65 65 6 4 3 6 2933
PERSENTASE (%) 35.97 57.48 1.09 0.20 0.17 2.22 2.22 0.20 0.14 0.10 0.20 100
Meskipun di Desa Karanggadung tidak terdapat sawah baik teknis maupun semi teknis, namun banyak penduduknya yang bermatapencaharian sebagai petani. Lebih dari 57% penduduk bermatapencaharian sebagai petani di lahan kering. Bagi yang tidak memiliki lahan mereka menjadi buruh tani atau mencari pekerjaan lainnya.
Banyaknya penduduk yang mengantungkan hidupnya dari pertanian
merupakan potensi bagi rehabilitasi lahan yang dikaitkan dengan penanaman tanaman semusim ataupun tanaman pertanian. Perlu dibuat sebuah ketergantungan bahwa rehabilitasi lahan sangat penting bagi kehidupan mereka. Sebuah simbiosis mutualisme antara rehabilitasi dan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tanpa adanya tanggul angin dan rehabilitasi lahan maka mereka tidak akan mendapatkan tambahan penghasilan dari usahataninya. Tidak ada penduduk di desa tersebut yang bermatapencaharian utama sebagai nelayan meskipun penduduk berada di sekitar pantai. Hal ini disebabkan ombak di Laut Pantai Selatan yang besar sehingga sulit untuk melaut. Dalam merubah pola pikir persepsi masyarakat perlu pendekatan secara individual maupun dalam bentuk kelompok. Pendekatan secara individual dengan mendekati para TOGA (Tokoh Agama) TOMAS (Tokoh Masyarakat). Sedangkan pendekatan secara kelompok perlu melihat tingkat pendidikan dalam kelompok tani Pasir Makmur. Dari 34 anggota kelompok tani 65% lulusan SD (22 orang), 21% lulusan SMP (7 orang), dan 15% lulusan SMA (5 orang). Komposisi perbandingan
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
67
yang berpendidikan setelah SMA hanya sedikit, maka perlu ada penjelasan secara berulang-ulang pada saat pertemuan kelompok tani, minimal seminggu sekali. Disamping dalam memberikan teori tidak usah terlalu rumit dan detil, tetapi lebih banyak persiapan untuk pelaksanaan lapangan (Gambar 28).
Jumlah (org)
Tingkat pendidikan penduduk Desa Karanggadung 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 Tidak tamat SD
Tamat SD
SLTP
SLTA
D1
D2
D3
S1
Pendidikan
Gambar 28. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Karanggadung
Tingkat pendidikan seseorang umumnya mempengaruhi cara berfikir dan bertindak. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin responsif dan lebih terbuka terhadap inovasi dan wawasan baru. Sebagian besar masyarakat di Desa Karanggadung tidak tamat sekolah dasar dan tamat sekolah dasar. Tingkat pendidikan yang relatif rendah akan membuat penerimaan terhadap informasi yang sulit menjadi relatif membutuhkan waktu lama.
Kondisi ini mengimplikasikan
bahwa, untuk itu penyampaian informasi dan inovasi harus mempergunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami, berulang-ulang serta mengandalkan praktik lapangan. Setiap pagi dan sore hari petani menderes manggar kelapa, rata-rata per orang 10-15 kelapa. Satu kelapa 2 sampai 3 manggar dan setiap manggar dideres selama 1 bulan. Deresan pagi diambil sore hari (12 jam) dan deresan sore diambil pagi hari (12 jam). Deresan pagi dan sore dimasak pada siang hari selama 1 jam dan
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
68
dicetak sampai keras selama setengah jam dengan setengah batok kelapa. Perolehan hasil deresan rata-rata 5 kg/hari dengan harga lokal Rp 3.500,- dan harga di pasar Rp.5.000,-, sehingga setiap bulan pemasukkan dari menderes = 30 hari x 5 kg x Rp.3.500,- = Rp. 525.000,-. Kualitas kelapa deres lebih baik pada musim kemarau dari pada musim penghujan, namun kuantitas menurun pada musim kemarau yaitu hany 2-3 kg/hari sedangkan musim penghujan 3-5 kg/hari. Kelapa yang di deres ada yang milik sendiri, milik oranglain dengan sistem maro, dan milik wisata dengan cara minta ijin dengan Kepala Wisata, dengan biaya sewa per pohon Rp 1500,-. Sehingga untuk 20 pohon harus bayar pemilik pohon kelapa sebanyak 20 pohon x Rp 1.500,- = Rp. 30.000,-. Kelapa legen deresan ada yang berwarna hitam coklat yang berasal dari asli kelapa saja, putih untuk campuran pasir gula, dan basah untuk kecap. Kegiatan rutin muslim setiap malam jum’at ada yasinan dari rumah ke rumah secara bergiliran. Setiap yasinan yang hadir 20-30 orang mulai jam 08.30 sampai 11.00 WIB, dipimpin oleh Kyai Barnawi. Khusus malam jum’at kliwon banyak pengunjung yang datang dari luar kota yang datang ke tempat wisata (Punden/Makam) dengan membayar secara sukarela, dengan juru kunci Pak Manten Abdur Rachman.
E.2. Pemanfaatan Lahan Pantai Berpasir Selama ini lahan pantai berpasir tidak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar pantai untuk pertanian. Hal tersebut karena masyarakat tidak mengetahui bahwa lahan pantai tersebut memiliki potensi ekonomi. Petani belum pernah melakukan kegiatan usaha tani maupun kegiatan lainnya di lahan pantai berpasir.
Bagi
masyarakat sekitar pantai, lahan pasir merupakan lahan yang tidak produktif karena tidak menghasilkan nilai ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan. Setelah BP2TP DAS IBB mengenalkan teknik rehabilitasi lahan pantai berpasir yang memberikan manfaat finansial, maka banyak petani yang tertarik untuk berusaha di lahan pantai. Namun keterbatasan modal, pengetahuan dan kepastian hasil membuat mereka enggan merehabilitasi lahan pantai tanpa adanya bantuan pihak lain. Ini mengimplikasikan bahwa rehabilitasi lahan pada daerah dengan penduduk miskin
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
69
membutuhkan stimulan yang dapat menunjukkan bahwa rehabilitasi lahan pantai akan bermanfaat bagi mereka baik secara langsung maupun tidak langsung. Selama ini kawasan pantai dimanfaatkan oleh Dinas Pariwisata untuk pengembangan Wisata Pantai. Pantai Petanahan dengan pantainya yang bersih dan pemandangan yang bagus, cocok dikembangkan sebagai wisata pantai. Masyarakat sekitar pantai hanya mengambil dampak ikutan dari adanya pariwisata pantai petanahan dengan berjualan, tukang parkir, dan pekerjaan informal berkaitan dengan kebutuhan para pengunjung. Aktivitas musiman kunjungan wisata pada hari libur nasional, khususnya pada hari raya (idul fitri dan idul adha), hari natal dan tahun baru serta liburan semesteran anak sekolah.
Selama kunjungan wisata yang ramai hanya musim
tertentu tersebut, masyarakat mendapat keuntungan dari jasa Parkir, MCK (Mandi Cuci Kakus), Mushola/sholat, dan Guide atau pemandu wisata. Disamping jasa juga ada penjualan makanan, minuman dan mainan anak-anak.
Tetapi diluar waktu
liburan tersebut pengunjung sangat sedikit, dan ticket masuk Rp2.000,-/orang terasa tidak cukup untuk biaya operasional untuk menjaga dan merawat kondisi wisata. Sewa tempat untuk warung makanan dihitung per satuan luas per hari yaitu Rp. 500,/m2/hari.
E.3. Minat Masyarakat Terhadap RLKT Pantai Berpasir Hasil pengamatan dan diskusi menunjukkan bahwa masyarakat tertarik dan berminat untuk mengembangkan lahan pantai berpasir.
Alasan utama mereka
tertarik dan berminat mengembangkan lahan pantai karena untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan. Alasan finansial menjadi pendorong utama. Apalagi banyak fasilitas yang disediakan dan disiapkan untuk lahan pantai. Namun apabila mereka harus mengembangkan sendiri tanpa adanya bantuan modal dan pengetahuan umumnya mereka tidak bersedia. Hasil ini hampir sama dengan temuan di Samas, petani pada umumnya tertarik dengan hasil usahatani semusim dibandingkan dengan pembuatan tanggul angin.
Apabila tanaman semusim yang dibudidayakan
terpengaruh karena tidak adanya tanggul angin maka mereka akan membuat tanggul angin. Dalam jangka panjang adanya tanaman tanggul angin akan menguntungkan
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
70
pertanian yang mereka kembangkan. Motivasi mendapatkan tambahan penghasilan dan lahan garapan untuk usahatani yang mendorong petani mengembangkan usahatani pada lahan pantai berpasir. Berdasarkan diskusi dan wawancara dengan petani Karanggadung terungkap pula bahwa terdapat 3 orang yang pernah melakukan usaha untuk memanfaatkan lahan pantai berpasir, mereka pernah mengembangkan ketela rambat, ketela pohon, kentang hitam, jeruk dan kelapa. Namun, hasil yang diperoleh kurang memuaskan.
Kendala yang dihadapi antara lain persoalan angin laut yang
mengandung garam, modal, ketersediaan air dan kesuburan tanah serta belum memahami teknik rehabilitasi lahan pantai.
Gambar 29. Kegiatan Sampingan KT. Pasir Makmur dengan Menderes Gula Kelapa Pendapatan rutin harian deres manggar kelapa, dagang sekolah, dan jasa buruh (ngode); pendapatan rutin mingguan meliputi jualan di wisata dan jasa parkir, MCK, ticket; pendapatan rutin bulanan serta pendapatan rutin musiman : liburan sekolah dan hari raya (Gambar 29). Rata-rata ticket yang terjual setiap bulannya 1000 tiket dengan harga Rp. 2000,-/tiket, sehingga pendapatan wisata dari tiket sejumlah Rp 2.000.000,-.Selama hari besar, natal dan tahun baru sebagian masyarakat tani tinggal selama 10 hari di lokasi wisata dan rumahnya di sewakan pada para pedang perantau dari luar Kebumen (Solo, Jogya, Gombong dll).
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
71
1. Penelitian
pengembangan
tanaman
pantai
berpasir
tidak
hanya
pengembangan suatu tanaman tertentu, tetapi lebih diutamakan merubah pola pikir masyarakat sekitar pantai berpasir yang menganggap lahan pantai tidak dapat ditanami menjadi pola pikir bahwa lahan pantai dapat menghasilkan sesuatu yang menguntungkan dengan menjaga kelestarian alam lewat rehabilitasi dan konsrvasi lahan. 2. Kegiatan keproyekan bukan merupakan bantuan dalam bentuk materi tapi lebih ditekankan dalam bentuk transfer teknologi dari Peneliti dan Teknisi Konservasi Tanah dan Air kepada para Petani di pantai berpasir. 3. Semua sarana dan prasarana yang ditempatkan di lokasi menjadi milik kelompok tani Pasir Makmur dan bukan menjadi milik perseorangan atau milik peneliti atau teknisi BP2TPDAS-IBB, sehingga semua anggota kelompok tani wajib merasa memiliki dan merawat serta menjaganya dan mengamankannya. 4. Dari pihak BP2TPDAS-IBB meminta dan mengharapkan data dari lapangan baik dari data iklim, tanah maupun tanaman, sehingga semua perubahan yang terjadi pada ketiga aspek diatas (iklim, tanah dan tanaman) mohon dicatat dari pengamat lapangan yang dibimbing oleh Teknisi dan Peneliti. 5. Pertemuan kelompok tani yang dihadiri anggota dan mantan lurah, bapak lurah dan bapak RT serta tokoh masyarakat lainnya yang tertarik. E.4. Kelembagaan Pengembangan RLKT Pantai Berpasir Belum ada kelembagaan yang mapan dalam pengembangan dan rehabilitasi lahan pantai berpasir. Kelembagaan yang ada di Desa Karanggadung merupakan tipikal kelembagaan desa yang ada di Pulau Jawa. Kelompok yasinan, pengajian dan kelompok informal lainnya cukup berperan dalam mempererat silaturahmi antar warga. Institusi formal desa cenderung mengatasi persoalan administrasi dan yang berkaitan dengan pemerintahan. Tidak ada kelembagaan yang lahir dari bawah berkaitan dengan pengelolaan dan rehabilitasi lahan pantai.
Kondisi tersebut
dikarenakan batas juridiksi lahan pantai berpasir merupakan kewenangan Dinas Pariwisata yang memfokuskan kegiatannya pada pengembangan wisata pantai.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
72
Belum ada rencana secara khusus untuk pengembangan lahan pantai berpasir di Kebumen. Pemda baru mengembangkan tanaman kelapa disekitar pantai untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui penderesan pohon kelapa untuk dijadikan gula kelapa. Belum ada upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk mengatasi degradasi lahan pantai berpasir.
Rehabilitasi lahan masih dianggap
sebagai cost center yang belum menjadi prioritas dalam program pembangunan. Kelembagaan rehabilitasi lahan pantai berpasir membutuhkan dukungan peraturan perundangan yang menjadi dasar pengambil keputusan dan aturan main dalam pengembangan dan rehabilitasi lahan pantai. Belum terdapat peraturan daerah yang secara khusus mengatur dalam pengelolaan dan pengembangan lahan pantai berpasir. Rancangan Tata Ruang dan Tata Wilayah hanya menyebutkan bahwa daerah tersebut merupakan lahan pantai yang dapat dikembangkan untuk wisata tanpa memberi penjelasan menyeluruh bagaimana operasionalisasinya. Kepres No 32 tahun 1990 tentang kawasan lindung sempadan pantai yang ditentukan minimal 100 meter dari titik tertinggi pasang-surut kearah daratan maupun SKB Mentan dan Menhut No 550/246/Kpts/4/1984 dan No 082/Kpts11/1984 tentang pengaturan penyediaan lahan kawasan hutan untuk pengembangan usaha budidaya pertanian dan jalur hijau hutan pantai yang dipertahankan lebarnya sebesar 200 meter.
Peraturan perundangan ini belum di tindaklanjuti dengan
peraturan dibawahnya. Pengembangan rehabilitasi lahan pantai berpasir akan lambat dilakukan apabila hanya dilakukan oleh masyarakat sekitar pantai secara swadaya. Tingginya biaya pembangunan sarana infrastruktur, cukup tingginya resiko dan ketidakpastian hasil, sehingga perlu ada campur tangan pemerintah.
Namun, campur tangan
pemerintah yang terlalu dominan akan mematikan aspirasi dan daya juang masyarakat. Sehingga perlu dikembangkan system sharing antara masyarakat dan pemerintah baik berbagi biaya, berbagi peran, berbagi tanggungjawab dan berbagi hasil. Pemerintah daerah (Dinas Kehutanan Kebumen) cukup responsive terhadap pengembangan lahan pantai berpasir. Hal ini dikarenakan pengambangan lahan pantai berpasir pada dasarnya merupakan permintaan Dinas Kehutanan Kebumen setelah mereka menghadiri Ekspose Hasil Penelitian yang dilakukan oleh BP2TP
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
73
DAS IBB.
Namun, dukungan yang diberikan baru sebatas pendampingan dan
pengikutsertaan Penyuluh Kehutanan Lapang. Belum ada dukungan program dan anggaran yang jelas untuk membantu berbagi biaya dalam rehabilitasi lahan pantai. E.5. Potensi dan Kendala Pengembangan Lahan Pantai Berpasir Menurut Dinas Kehutanan dan Pengendalian Dampak Lingkungan, lahan pantai berpasir yang jauh dari gangguan angina pantai berpotensi untuk di jadikan padi sawah dan tambak ikan. Percobaan tanaman semusim pada tahun pertama penelitian menunjukkan bahwa hasil tanaman bawang merah memberikan hasil yang cukup baik. Meskipun data kuantitatif yang akurat belum dapat diperoleh, namun informasi dari petani menunjukkan hal demikian.
Mengintegrasikan tanaman
semusim, tanaman tanggul angin dan wisata serta potensi masyarakat akan menciptakan saling ketergantungan dan simbiosis yang menguntungkan. Penyuluhan dan pelatihan yang intensif serta pendampingan sangat diperlukan. Selain itu, petani di Petanahan menginventarisir kemungkinan kendala yang akan dihadapi oleh mereka dalam mengembangkan lahan pantai berpasir. Disadari bahwa lahan pantai mempunyai banyak tantangan dan hambatan dalam pengembangan lahan baik untuk konservasi maupun peningkatan pendapatan masayrakat (Tabel 5). Tabel 5. Kendala Yang Diperkirakan Petani Dalam Penerapan Teknik Rehabilitasi NO 1 2 3 4 5 6 7 8
KENDALA YANG DIPERKIRAKAN AKAN DIHADAPI PETANI Ketersediaan air/irigasi/ kemarau panjang tanaman akan kering Jarak sumber air dan lahan cukup jauh, 400 meter Harga produk dan pemasaran Permodalan dan input produksi Jalan ke lokasi Keamanan tanaman Angin kencang dan air garam yang terbawa angin Erosi, tanah pasir, kesuburan rendah Dengan mengetahui kendala yang mungkin timbul maka para petani dapat
mengantisipasi dan memecahkan persoalan yang dihadapi.
Untuk mengatasi
kekurangan air, maka akan dikembangkan sistem irigasi sumur renteng seperti apa yang dikembangkan di lahan pantai Samas. Untuk mengatasi angin laut dan kadar
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
74
garam yang tinggi akan dipergunakan tanaman tanggul angin baik tanggul angin permanen maupun tanaman tanggul angin sementara dan mengatasi kadar garam yang tinggi dengan penyiraman dua kali sehari. Untuk mengatasi kesuburan yang rendah dan porositas yang tinggi maka dipergunakan ameliorat dan pupuk kandang. Adanya simbiosis mutualisme antara tanaman tanggul angin dan tanaman pertanian ataupun tanaman pertanian dengan upaya konservasi akan membuat konservasi dapat terlaksana dengan lebih baik. Persoalan lain yang mungkin akan timbul bila tidak segera diatasi dengan membuat kesepakatan adalah soal status tanah.
Status lahan pantai berpasir
merupakan lahan Negara yang dikelola oleh Dinas Pariwisata Kebumen. Lokasi penelitian berdekatan dengan pariwisata dan lahan dibawah pengelolaan Dinas Pariwisata.
Pariwisata di Petanahan diperuntukkan untuk Pesanggrahan Pandan
Kuning untuk ziarah malam jumat, Rekreasi pantai dan motor cross serta arowisata dengan penanaman kelapa genjah.
Bila tidak diantisipasi dari awal, maka banyak
petani yang akan “menjarah” lahan pantai bila ada keuntungan yang signifikan. Persoalan yang akan timbul antara lain Dinas Pariwisata tidak rela untuk melepas lahannya. E.6. Adopsi Teknik RLKT Pantai Berpasir Pada dasarnya masih terlalu dini untuk mengetahui tingkat adopsi masyarakat terhadap rehabilitasi lahan pantai berpasir. Selain itu banyak factor yang menentukan tingkap adopsi suatu teknologi. Apa yang ditunjukkan dari pengalaman pada pengembangan lahan pantai berpasir di Pantai Samas akan memberikan informasi yang dapat dipelajari untuk pengembangan Pantai Petanahan. Teknologi yang diterapkan ke masyarakat hendaknya merupakan suatu teknologi yang mudah untuk dilakukan. Temuan di Samas menunjukkan bahwa sebanyak 54% petani tidak mengetahui apakah teknologi tersebut mudah atau tidak untuk diterapkan. Hal ini dikarenakan mereka masih sangsi apakah mereka dapat pula menggunakan teknik tersebut.
Terdapat keraguan apakah dapat dilakukan
pengembangan usahatani pada lahan pantai dan banyaknya faktor alam yang akan menganggu usahatani tersebut. Namun sebanyak 23% petani menyatakan bahwa teknik tersebut mudah untuk dilakukan. Pendapat ini terutama berasal dari mereka
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
75
yang telah berhasil dalam berusahatani di lahan pantai berpasir. Menurut petani, semangat, kerja keras, keuletan, dan kerajinan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan mereka.
Petani yang menyatakan sulit dalam mengembangkan
usahatani di lahan pantai dikarenakan kegagalan dalam usahataninya. Sedangkan petani di Kebumen yang hanya melihat film Samas dan sekali mencoba menanam bawang merah, langsung memutuskan bahwa apa yang ada di film tersebut akan mudah diterapkan. Perbedaan ini terjadi karena petani di Petanahan belum pernah berusaha tani di pantai dan mengambil kesimpulan dari film yang disaksikan. Untuk itu perlu pencermatan lebih lanjut atas kondisi ini dan pendampingan yang berkelanjutan jangan sampai petani di Petanahan akan kecewa apabila nantinya hasil yang mereka peroleh tidak sesuai dengan harapan. Petani di Petanahan merasa bahwa teknik yang diterapkan tersebut akan menguntungkan secara finansial. Semua petani dan peserta yang menyaksikan film berpendapat bahwa rehabilitasi lahan akan menguntungkan. Temuan ini menarik bahwa motivasi utama petani mau melakukan kegiatan rehabilitasi adalah keuntungan yang akan di peroleh.
Selama kegiatan tersebut dapat memberi
keuntungan dan manfaat yang nyata bagi mereka maka kegiatan tersebut akan terus dilakukan. Untuk itu kegiatan rehabilitasi dan pengemabngan lahan pantai berpasir harus dikaitkan dan mengkait dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu pengembangan tanaman tanggul angin harus diikuti dengan budidaya pertanian ataupun lainnya yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan ketergantungan masyarakat pada konservasi. Temuan di Samas menunjukkan bahwa persepsi mereka terhadap teknik ini tidak seratus persen meyakini bahwa mereka akan mendapat untung dari penerapan teknik rehabilitasi lahan pantai. Petani Samas yang menyatakan bahwa usahatani yang dikembangkan pada lahan pantai menguntungkan sebanyak 46%, yang menyatakan akan mengalami kerugian sebanyak 23%, dan yang belum dapat memastikan apakah akan untung atau rugi sebanyak 31%. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengembangan usahatani pada lahan pantai akan memberikan keuntungan secara ekonomi kepada petani. Namun, resiko alam seperti angin barat, kandungan garam, masalah air, keterbatasan modal dan sebagainya sering membuat petani mengalami kerugian. Ketidakpastian dan resiko yang relatif tinggi dalam usahatani ini membuat relatif banyak petani yang
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
76
tidak mengetahui dengan pasti apakah usahatani tersebut akan untung atau rugi. Mereka yang memperoleh manfaat ekonomi menyatakan bahwa usahatani di lahan pantai berpasir baru akan memberikan keuntungan setelah 3—4 tahun dilakukan kegiatan selama terus menerus.
Pada tahun-tahun awal pengembangan akan
mengalami kerugian secara finansial dan hanya mampu menutup sebagian pengeluaran.
Namun, apabila telah cukup lama maka usaha tani ini akan
menguntungkan. E.7. Dinamika Kelompok Tani Adanya kegiatan rehabilitasi lahan telah membangkitkan kembali kelompok tani yang hampir mati. Pada awalnya tingkat kehadiran cukup tinggi, namun setelah ada persoalan intern kelompok tani dan waktu jeda yang berkaitan dengan keproyekan maka tingkat kehadiran rendah. Hal ini disebabkan belum ada kegiatan pada lahan pantai pasir. Tingkat kehadiran anggota kelompok tani cukup rendah sekitar 30—40% dari jumlah anggota kelompok tani.
Pada tahun kedua, kondisi
tidak berubah. Sosialisasi dan pengalaman petani yang telah berusahatani di pantai pasir pada tahun pertama didengar pula oleh kelompok tani lain. Apalagi terdapat bantuan teknis dan non teknis yang diberikan oleh BP2TP DAS IBB. Hal tersebut mendorong Kelompok Tani Ternak Bhakti Usaha untuk bergabung dengan Kelompok Tani Pasir Makmur. Setelah pengabungan tersebut, tingkat kehadiran anggota kelompok tani meningkat menjadi 70—80% per pertemuan. Selain itu, dinamika dan aktivitas kelompok makin meningkat. Kelompok tani ternak Bhakti Usaha memberi kekuatan baru bagi kegiatan rehabilitasi lahan pantai.
Apalagi
dengan mengintegrasikan tanaman tanggul angin, tanaman semusim, agrowisata, wisata pantai, dan ketersediaan ternak untuk konservasi lahan dan pendapatan maka akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Adanya ternak selain akan meningkatkan pendapatan juga menyediakan bahan untuk rehabilitasi lahan pantai melalui kotorannya. Selain itu, perkembangan selanjutnya menunjukkan arah partisipasi yang lebih baik. Apabila pada tahun sebelumnya pengerjaan rehabilitasi lahan pantai dilakukan dengan system upahan, pada saat ini setelah pengabungan antara Pasir Makmur dan Bakti Usaha dipergunakan system insentif. Pada tahun sebelumnya,
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
77
sumbangan biaya sangat kecil diberikan anggota kelompok Anggota kelompok tani diupah untuk setiap pekerjaan yang dilakukan. Saat ini banyak pekerjaan yang tidak diupah lagi tetapi menjadi tanggung jawab kelompok tani. Kelompok tani bersedia menanam cemara laut dan tanaman semusim tanpa di upah. Kelompok tani melihat rehabilitasi lahan tersebut akan memberi manfaat ekonomi bagi mereka. Untuk itu perlu dikembangkan system dana bergulir untuk pengembangan dan rehabilitasi lahan pantai berpasir. Kelompok Tani dengan anggotanya sebagai pelaku utama dalam merubah kebiasaan dan tata lingkungan sekitar pantai berpasir.
Sehingga dalam
merencanakan RLKT pantai berpasir tidak hanya sekedar mengerahkan massa, dana, dan layout rencana penanaman, maka semua akan selesai. Permasalahan yang paling utama merubah persepsi pola pikir anggota kelompok tani untuk menyadari bahwa lahan pantai berpasir yang selama ini ditelantarkan dapat dikelola dengan baik (Gambar 30).
Gambar 30. Bincang-Bincang Dengan Anggota KT. Pasir Makmur Peserta yang tergabung dalam anggota kelompok tani hampir merata dibeberapa RT dan RW, yaitu meliputi 7 RT dari 3 RW yang ada (Gambar 31). Sehingga peserta yang menjadi anggota kelompok tani sudah dipilih menjadi anggota kelompok tani adalah orang-orang yang memiliki kemamuan keras untuk
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
78
menciptakan kondisi nyaman disekitar wisata disamping untuk mengusahakan produksi lahan pantai berpasir. Penyebaran anggota peserta kelompk tani nantinya memudahkan
dalam
mensosialisasikan
lahan
pantai
berpasir
pada
saat
pengembangan dalam skala yang lebih luas. Peserta yang paling banyak menjadi anggota kelompok tani yaitu dari Rt 2/ Rw III (38%), sebaliknya yang paling sedikit dari Rt 1/ Rw I dan Rt 3/ Rw II (3%).
KELOMPOK TEMPAT TINGGAL RT/RW 14
13
Jumlah Anggota KT
12 10
8 8
6 6 4
3 2
2
1
1
0 3/II
2/IIII
2/II
2/I
1/III
1/II
1/I
Alamat Tinggal Rt/RW Gambar 31. Komposisi Tempat Tinggal Anggota Kelompok Tani
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
79
Komposisi umur anggota kelompok tani mayoritas masih dalam usia produktif yaitu berkisar diatas 30 tahun sebanyak 13 orang (38% ) dan yang berumur diatas 40 tahun sebanyak 9 orang (26%). Keadaan tersebut dalam satu sisi anggota kelompok tani mayoritas sebagai tulang punggung keluarga, namun disisi lain mereka mempunyai kapasitas dan semangat kerja yang tinggi. Kekurangan waktu yang harus dikorbankan dari anggota kelompok tani yang produktif ditutupi dari beberapa anggota kelompok tani yang kurang produktif dan tidak menjadi tulang punggung utama dalam keluarga, yaitu sebanyak 4 orang untuk yang berusia diatas 60 tahun (12%) dan sebanyak 5 orang untuk yang berusia diatas 50 tahun (15%), lihat Gambar 32.
TINGKATAN UMUR KT. PASIR MAKMUR 13
14
Jumlah Anggota KT.
12
9
10 8
5
6
4 4
2 1
2 0 >60
>50
>40
>30
>20
>10
Kelompok Umur Anggota (Tahun)
Gambar 32. Komposisi Kelas Umur Anggota KT. Pasir Makmur
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
80
Mata pencaharian masyarakat yang tergabung Kelompok Tani (KT) Pasir Makmur sebagian besar petani dan buruh tani dengan mata pencaharian sampingan pedagang dan penderes gula kelapa (lihat Tabel 6). Tabel 6. Daftar Anggota Kelompok Tani Pasir Makmur, Karanggadung, Petanahan NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
NAMA LENGKAP Samikun Hadi Warsito Mujiono E.Prayim Suparman Saring Tukimin Wiwit Hadiwarno Tukiran Wujiyo Agus Basuki Darso Priyono Yusroni Murgiyanto Wigiyatno Atmo Suwito Sarno Mahmudin Sarwono Sugeng Dawal Parwito S.Puji Prayitno Yasa Wikromo Rusmono Purwadi Marsidi Sacan Sudirdjo Muji Mukson Rokandi Dalwono Agung
UMUR PENDK (TH) TRKHR 30 SLTA 48 SD 49 SD 49 SMP 50 SD 40 SD 52 SD 30 SD 64 SD 52 SD 47 SD 35 SLTA 35 SMP 52 SD 32 SMP 30 SD 48 SD 26 SD 33 SD 38 SMA 35 SMP 34 SMP 32 SMP 58 SLTA 65 SD 64 SLTA 30 SMP 45 SD 49 SD 62 SD 45 SD 28 SD 30 SD 19 SLTA
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
JML KEL 5 3 5 2 4 3 3 3 2 4 5 4 4 2 3 4 6 3 4 4 5 3 4 5 4 2 3 4 4 4 4 5 3 -
MATA PENCAHARIAN UTAMA SAMPINGAN Tani Pedagang Tani Penderes Tani Pedagang PNS Pedagang Tani Pedagang Tani Penderes Tani Penderes Tani Penderes Tani Penderes Tani Penderes Tani Penderes Tani Pedagang Tani Pedagang Tani Pedagang Tani TKW (istri) Tani Penderes Tani Pedagang es Tani Pedagang tahu Tani Pedagang KaDes Tani Penderes Tani Penderes Tani Penderes PNS Tani Tani Tani Tani Tani Tukang kayu Tani Tani Tani Tani Tani -
RT/ RW 1/III 2/III 2/III 2/III 2/III 2/III 2/III 1/III 1/III 1/III 1/III 2/III 2/III 2/III 2/III 1/II 1/II 1/II 1/II 2/I 2/II 1/III 1/II 2/IIII 2/IIII 2/IIII 1/II 3/II 1/III 1/III 2/I 2/II 2/II 1/I
81
F. Meningkatkan Kenyamanan Kawasan Wisata dan Sekitarnya. Dengan penanaman tanaman tanggul angin disamping untuk mengurangi kecepatan angin dan erosi angin serta mengurangi pengaruh uap air yang mengandung garam, juga untuk menciptakan iklim mikro yang lebih baik dan keadaan nyaman dan sejuk (Gambar 33).
Gambar 33. Kondisi Lingkungan Tanaman Kacang Pantai Berpasir di Samas. Peningkatan kenyamanan lingkungan wisata ditunjukkan dari.meningkatnya jumlah pengunjung baik kuantitas maupun frekuensi kunjungan.
Wisata di
petanahan selama ini hanya ramai pada hari libur Minggu, hari besar dan hari-hari libur nasional lainnya. Selama ini jumlah pengunjung per bulannnya rata-rata hanya 2000 orang dengan harga tiket Rp. 2.000,-, maka pemasukan untuk wisata hanya Rp 4.000.000,-. Dampak dari kedatangan pengunjung wisata baik turis lokal maupun turis mancanegara pada peningkatan pendapatan masyarakat dengan membuka warung makan dan minum, tempat penitipan kendaraan, jasa pemandu wisata, jasa MCK dan lain-lain.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
82
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Permasalahan lahan pantai berpasir antara lain angin laut yang kencang, erosi angin, suhu tinggi, uap air bergaram, dan tanah yang rendah hara. Penanaman tanggul angin dengan cemara laut dan pandan duri dimaksudkan untuk mengiliminir pengaruh buruk diatas. Tanaman pantai berpasir dengan tanaman buah-buahan dan tanaman keras dimaksudkan untuk menciptakan iklim mikro yang baik juga untuk membuat lingkungan yang indah dan sejuk. Persiapan lokasi penelitian lahan pantai berpasir dimulai dari perijinan dan konsultasi dengan dinas-dinas yang terkait (Dinas Pariwisata, Dinas PEDAL, dan Dinas Pertanian).
Koordinasi dengan aparat di desa dan kecamatan antara lain
dengan Kantor kecamatan, Polsek, Kantor Kelurahan dan PKL (Penyuluh Kehutanan lapangan). Orientasi untuk menetapkan lokasi uji coba, mess tempat pos pengamatan dan pemantapan kelompok tani Pasir Makmur. Jalur tanaman tanggul angin antara lain Cemara laut cangkok (69,5% hidup) dan biji (98% hidup) serta Pandan (100% hidup), dan tanaman kehutanan Mahoni (100% hidup), Akasia (100% hidup), dan buah-buahan Rambutan (100% hidup), Mangga (100% hidup).
Curah hujan rata-rata di pasir berpantai Karanggadung,
Petanahan, Kebumen adalah 113 mm/hari dengan total hujan setahun kurang dari 1000 mm.
Evaporasi berkisar antara 0,3 mm/hari (Desember) sampai 0,9 mm/hari
(September). Suhu tanah semakin dalam maka semakin menurun, pada malam hari suhu tanah 33 oC dan pada siang hari 36 oC. Suhu udara siang hari antara 27 – 36 oC dan pada malam hari 20 oC sampai 24 oC. Kecepatan angin antara 2 sampai 12 km/jam, dengan Erosi angin 0,5 sampai 3,5 g. Anggota kelompok tani yang sebagian besar bermata pencaharian utama petani mempunyai mata pencaharian sampingan sebagai penderes gula kelapa dan tukang. Mayoritas anggota kelompok tenaga produktif, sehingga tidak banyak waktu untuk kegiatan yang bersifat sosial untuk penanaman di lahan pantai.
Dinas
Pariwisata sebagai penguasa tunggal sepanjang lahan pantai berpasir di desa Karanggadung, Petanahan selalu mengadakan kerjasama dengan kelompok tani dalam pengelolaan kapling lahan untuk usaha.
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
83
VII. DAFTAR PUSTAKA
Abe, A. 2002. Perencanaan Daerah Partisipatif. Pondok Edukasi. Solo. Bloom, A. L. 1979. Geomorphology: A Systematic Analysis of Late Cenozoic Landforms. Prentice-Hall of India, ND 110001. Departemen Kehutanan. 2000. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Ditjen RLPS, Dep. Kehutanan, Jakarta Heyne, K., 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan . Jakarta. Hikmat, H. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press. Bandung. Irfani, R. 2004. Partisipasi Manipulatif : Catatan Refleksi tentang Pendekatan PRA dalam Pembangunan Masyarakat. Kartawinata, K. 1979. The Classification and Utilization of Forests in Indonesia. Dalam Capenter, R. A. (ed). Assessing Tropical Forest Lands: Their Suitability for Sustainable Uses. Tycooly Int. Pub. Ltd., Dublin, Ireland. Karyana, A. 2004. Pembangunan Partisipatoris dalam Pengelolaan DAS.
[email protected] Kusumanto, Y. 2002. Sebuah Perjalanan Bersama dalam Pengelolaan Hutan : Konsep, Penelitian Partisipatoris dan Praksis. Langkah. Warta Penelitian Aksi Bersama ACM CIFOR. Bungo-Jambi. Purnomo. Y., Mulyadi. I., Amien dan H. Suwardjo. 1992. Pengaruh Berbagai Bahan Hijau Tanaman Kacang-Kacangan terhadap Produktivitas Tanah Rusak. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk No. 10 : 61 – 64. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Pusat Penyuluhan Kehutanan. 1997. Buku Pintar Penyuluhan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Setiadi, Y dan R. Prematori. 1998. Prospek Pengembangan Cendawan Mikoriza Arbuskula untuk Rehabilitasi Lahan Kritis. Kumpulan Makalah Ekspose
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
84
Hasil Penelitian Teknik Rehabilitasi dan Reboisasi Lahan Kritis, Wanariset II Kuok, Balai Penelitian Pematang Siantar. Sukresno, dkk. 2000. Kajian Pengembangan Pemanfaatan Lahan Pantai Berpasir dalam Rangka Peningkatan Produksi Tanaman Pangan di Pantai Selatan DIY. Laporan Penelitian BTP-DAS Surakarta. Badan Litbang Kehutanan. Sukresno. 1998. Pemanfaatan Lahan Terlantar di Pantai Berpasir Samas-Bantul DIY dengan Budidaya Semangka. Prosiding. Seminar Nasional dan Pertemuan Tahunan Komisariat Daerah Himpunan Ilmu Tanah Indonesia, HITI Komda Jawa Timur, Malang. Sukresno. 1999a. Model Pemanfaatan Lahan Tidur Berkelanjutan Melalui Pengembangan Beberapa Tanaman Konservasi dan Tanaman Budidaya di Lahan Berpasir Pantai Selatan DIY. Prosiding Seminar Sehari Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional VII: Teknologi Pengembangan Lahan dan Air untuk Peningkatan Produktivitas Pertanian. HATTA dan FOPI, Puspitek Serpong, Serpong. Sukresno. 1999b. Kajian Konservasi Tanah dan Air pada Kawasan Pantai Berpasir di DIY, Proyek P2TPDAS KBI, BTPDAS, Badan Litbang Kehutanan, Surakarta. Sutikno, S. Padmowiyoto, dan Sukresno. 1998. Model Konservasi Terpadu dan Pemanfaatan Mikorisa sebagai Upaya Pengamanan dan Peningkatan Produktivitas Lahan Berpasir di Wilayah Pantai Selatan DIY. Laporan Riset, Riset Unggulan Terpadu (RUT) III, Bidang Teknologi Perlindungan Lingkungan (1994-1997). Kantor Menristek, DRN, Serpong. Tim UGM. 1992. Rencana Pengembangan Wilayah Pantai Jawa Tengah. F. Geografi UGM Yogyakarta-BRLKT Wilayah V, Ditjen RRL, Dephut, Semarang. Trubus, 2006. Karena Keben Sembuh Katarak. Trubus No.434 Januari, XXXVII. Widjajanto, D. 2003. Degradasi Lahan di Kawasan Taman Nasional Lore-Lindu dan Sekitarnya. rudyct.tripod.com/sem2_023/danang_widjajanto.pdf
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 08122686657,
[email protected]
85
KERANGKA LOGIS PENELITIAN Lampiran 1. Kerangka Logis Kegiatan Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pantai Berpasir (RPTP 2006)
NARASI
INDIKATOR-INDIKATOR SASARAN
CARA VERIFIKASI
ASUMSI
Tujuan : Untuk menyediakan sarana pengembangan teknologi rehabilitasi lahan pantai berpasir yang sesuai, berupa demplot yang representatif serta inovatif
Tersedianya demplot teknik rehabilitasi lahan terdegradasi lahan pantai berpasir yang tepat guna dan dapat diadopsi oleh masyarakat.
Sasaran :
Tersedianya :
1
1. Informasi kondisi tanaman TA dan pembibitan tanaman TA 2. Sarana pengairan air tawar untuk penyiraman tanaman pagi dan sore 3. Informasi model pola tanaman budidaya yang sesuai 4. Informasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat 5. Informasi sarana untuk wisata dan lingkungan secara terpadu
Mengembangkan jalur TA dengan tanaman equisetifolia. 2 Mengembangkan sarana pengairan berupa sumur bak renteng 3 Mengembangkan model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai. 4 Meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat 5 Meningkatkan kenyamanan lingkungan sekitar wisata. Output :
1. Tersedianya informasi pertumbuhan 1. tanaman C. equisetifolia sebagai tanaman jalur TA dan informasi efektivitas jalur TA sebagai pengendali erosi pasir . 2. 2. Tersedianya informasi sistem pengairan yang sesuai untuk lahan pantai pasir. 3. 3. Tersedianya informasi pertumbuhan dan
Kenampakan di lapangan
1. Plot-Plot Pengembangan 2. Pengukuran dan Pengamatan lapangan 3. Survey dan evaluasi terhadap masyarakat dan lembaga terkait
Rehabilitasi lahan melalui 1. Plot-Plot perbaikan beberapa sifat tanah Pengembangan dalam waktu yang tidak lama. 2. Evaluasi kondisi Rehabilitasi lahan melalui lapangan perbaikan sistem pola tanam Rehabilitasi lahan dengan
Sumber dana tersedia, ada pertisipasi masyarakat
Perlakuan pengembangan yang dicobakan berhasil dan sesuai dengan kondisi setempat
1. Dana dan tenaga tersedia 2. Koordinasi berjalan baik
85
hasil jenis-jenis tanaman semusim yang sesuai untuk lahan pantai berpasir. 4. Tersedianya informasi kondisi sosial budaya masyarakat pantai berpasir 5. Tersedianya analisis finansial model rehabilitasi lahan dan konservasi tanah yang dikembangkan pada lahan pantai. 6. Tersedianya informasi kelembagaan, tingkat adopsi dan partisipasi masyarakat terhadap upaya RLKT (Reboisasi Lahan dan Konservasi Tanah) lahan pantai berpasir yang mendukung wisata lingkungan terpadu. Aktivitas : 1.1. Pengembangkan model rehabilitasi lahan 1.2. Pengamatan prosen tumbuh dan pengukuran pertumbuhan tanaman TA 2.1. Penyediaan air tawar untuk perawatan tanaman dengan penyiraman 2.2. Pengumpulan data iklim 3.1. Pengukuran pertumbuhan tanaman kayukayuan dan buah-buahan 3.2. Pengukuran produksi tanaman semusim 4.1. Data primer dan sekunder kondisi sosial ekonomi masyarakat 5.1. Melakukan wawancara, kuisioner, dll 6.2. Pengumpulan data partisipasi masyarakat dalam rahabilitasi lahan 6.3. Pengumpulan data kelembagaan upaya rehabilitasi lahan
4.
5.
tanaman hortikultura bawang merah, cabe, jagung, sorghum,dll. Analisis biaya dan pendapatan usahatani dari perlakuan yang dicoba. Tingkat adopsi dan partisipasi masyarakat serta kelembagaan dalam kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah.
1. Perlakuan Rehabilitasi lahan pantai berpasir 2. Data kecepatan angin & erosi angin 3. Data evapotranspirasi 4. Data suhu tanah 5. Data curah hujan & kadar garam 6. Data pertumbuhan tanaman 7. Data produksi tanaman
1. Plot Rehabilitasi lahan 2. Pengukuran dan Pengamatan lapangan
Data, dana dan tenaga tersedia
3. Survey terhadap masyarakat dan lembaga terkait 4. Diskusi kelompok 5. Temu lapang dengan petani
8. Analisa biaya dan pendapatan 9. Data tingkat adopsi masyarakat 10. Data partisipasi masyarakat 11. Kelembagaan rehabilitasi lahan
86
BIODATA BENY HARJADI Data Diri : Nama : Ir. Beny Harjadi, MSc. Tempat/Tanggal Lahir: Surakarta, 17 Maret 1961 NIP/Karpeg : 19610317.199002.1.001/ E.896711 b Pangkat/Golongan : Pembina / IV Jabatan : Peneliti Madya
Riwayat Pendidikan : TK : TK Aisyiyah Premulung, Surakarta (1967) SD : SD Negeri 94 Premulung, Surakarta (1973) SMP : SMP Negeri IX Jegon Pajang, Surakarta (1976) SMA : SMA Muhammadiyah I, Surakarta (1980) S1 : IPB (Institut Pertanian Bogor), Jurusan Tanah/Fak.Pertanian,BOGOR (1987) Kursus LRI (Land Resources Inventory) kerjasama dengan New Zealand selama 9 bulan untuk Inventarisasi Sumber Daya Lahan (1992), INDONESIA-NEW ZEALAND S2 : ENGREF (École Nationale du Génie Rural, des Eaux et des Forêst), Jurusan Penginderaan Jauh Satelit/ Fak.Kehutanan, Montpellier, PERANCIS (1996) PGD : Post Graduate Diplome Penginderaan Jauh, di IIRS (Indian Institute of Remote Sensing) di danai dari CSSTEAP (Centre for Space Science & Technology Education in Asia and The Pasific) Affiliated to the United Nations (UN/PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa), Dehradun – INDIA (2005).
Riwayat Pekerjaan : 1. Staf Balai Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), Surakarta (1989). 2. Ajun Peneliti Madya Bidang Konservasi Tanah dan Air pada BTPDAS-WIB (Balai Teknologi Pengelolaan DAS – Wilayah Indonesia Bagian Barat), 1998. 3. Peneliti Muda Bidang Konservasi Tanah dan Air pada BTPDAS-WIB (Balai Teknologi Pengelolaan DAS – Wilayah Indonesia Bagian Barat), 2001. 4. Peneliti Madya Bidang Konservasi Tanah dan Air pada BP2TPDAS-IBB (Balai Litbang Teknologi Pengelolaan DAS - Indonesia Bagian Barat), 2005. 5. Peneliti Madya Bidang Pedologi dan Penginderaan Jauh pada BPK (Balai Penelitian Kehutanan) Solo, 2006
Riwayat Organisasi : 1. Menwa Mahawarman, Jawa Barat (1980 – 1985) 2. HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), (1980 – 1983) 3. Ketua ROHIS BP2TPDAS-IBB, 2 periode (2000-2006)
Penghargaan : 1. Satya Lancana Karya Satya 10 tahun, No. 064/TK/Tahun 2004
Alamat Penulis : 1. Kantor : BPK SOLO, d/a Jl.Ahmad Yani Pabelan, Po.Box.295, Surakarta. Jawa Tengah, Telp/Fax : 0271–716709, 715969. E-mail:
[email protected] 2. Rumah : Perumahan Joho Baru, Jl.Gemak II, Blok T.10, Rt 04/ Rw VIII, Kel.Joho, Sukoharjo, Jawa Tengah. Telp : 0271- 591268. HP : 081.22686657 E-mail :
[email protected]
44