Evv

  • Uploaded by: Nurul Hamdani
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Evv as PDF for free.

More details

  • Words: 1,185
  • Pages: 6
http://www.loker4uang.com dan http://www.ilmuseksislam.com

33.KONTROLIR MERONDA Jam sembilan waktu anak-anak sedang belajar, tak-tik-tuk! Ada yang naik kuda. Waktu dilihat oleh gurunya, ternyata tuan kontrolir datang bersama wadana, diikuti camat juga lurah-lurah, Rombongan melewati depan sekolah, kemudian turun dai bale desa. Setelah lama duduk mereka mengelilingi perkampungan, meronda kebun dan keperluan yang lainnya. Guru di sekolah sudah sipa-siap saja, sebab nanti sudah pasti dimana pulang mengontrol, tuan kontrolir dan juragan datang ke sekolah. “anak-anak!’ kata gurunya, “ingatlagu pucung yang dulu dihafalkan, sebab nanti waktu para bangsawan datang dan pulangnya, oleh kalian harus dihormati dengan lagu bersama-sama.” “iya,” kana anak-anak “tadi juga pagi-pagi sebelum sekolah, sudah dihafalkan dulu di rumah.” “syukurlah!” kata gurunya,” jangan rebut, takut segera datang.” Tidak lama kemudian para bangsawan datang ke sekolah. Setelah berkumpul di dalam sekolah, gurunya berbicara, bahwa murid-murid akan bernyanyi dulu. “coba-coba,” kata tuan kontrolir. Lalu anak-anak mulai menyanyikan lagu pucung, bersama-sama. Begini lagunya Kami murid mempersembahkan selamat datang, Tuan semuanya, Yang sama mau datang, Datang mengetahui sekolah ini. “hebat juga, enak didengar lagunya!” “anak yang gemuk itu, anak siapa?” kata Tuan Kontrolir. “kenapa anak itu terlalu gemuk, buncit lagi, tapi suaranya enak didengar. Dalam pelajaran yang lainnya maju, guru?” ‘maju juga,” jawab Gurunya.

Setiap tuan Kontrolir memeriksa apa-apa, Rusdi menjawab dengan benar. Para bangsawan terlalu lucu melihatnya, sampai-sampai sebagian ada yang menepuk-nepuknya. Ketika para bangsawan akan pulang, gurunya meminya izin mengucapkan selamat tinggal. Tembangnya Pucung lagi.: bunyinya begini: Akan mempersembanhkan lagi, Unjukan, Dari kamo semu, Sembah sujud serta bakti, Semoga tuan selamat berangkat. “enak, guru, anak-anak menyanyikan lagunya, apalagi ini si gemuk.” ‘jika kamu tetap seperti itu,” kata tuan Kontrolir sambil menepuk punggung Rusdi ,’ saya juga ada harapan bisa maju.” Rusdi senang sekali tak terhingga, sambil tersenyum. Setelah mengucapkan terima kasih, para bangsawan semuanya pulang. 35. ENGRANG Setelelah selesai sekolah, Rusdi dan temamn-temannya pulang, sepanjang jalan anak-anak bergembira, sebab dipuji oleh para bangsawan. Apalagi Rusdi, ketika dipuju, gembira sekali dan hampir terbang terbawa hidungnya. Ketika datang ke rumahnya, dari jalan sudah lari-lari sambil berteriak, memberitahu kepada ibu dan bapaknya. Waktu datang berceruta terus dari mulai para Bangsawan datang ke sekolah sampai mereka pulang. Waktu dia menceritakan dipuji dan pada menepuk-nepuk, ibu dan bapaknya gembira sekali, perasannya mereka pribadi yang dipujinya. “pak, jadi say dibuatakan engrang sekarang juga, yah?” kata Rusdi, “sebab saya sangat lama, sangat baik dan pintar oleh kaum bangsawan juga begitu dipuji.” ‘yah,’ kata ayahnya” nanti kita buatakan sebab bambunya sudah siap, itu ada di halaman.”

Setelah Rusdi lelah bercerita, kemudian ke dapur. Misnem dari tadi juga sudah menyiapkan makanan, di teras belakang, Rusdi dan Misnem makan bersama. “lihat Rusdi , itu ikan gurame,” kata ibunya,” tadi bapak dapat dari danau.” Sewaktu-waktu anak-anak makan, pak Rusdi bekerja dengan tekun di halaman rumah, membuatkan engrang. Setelah makan, Rusdi dipanggil oleh bapaknya. “Rusdi! Rusdi! Ini engrang segera coba.” Rusdi mberlari mendekati ayahnya. Dia gembira sekali kemudian dicoba dihadapan ayahnya, tapi jatuh lagi, sebab Rusdi baru mencoba permainan seperti itu. “sepertinya terlalu bawah menginjaknya,” kata Rusdi, “jika tinggi, seperti kepunyaan oarng lain, tidak akan jatuh pastinya juga, sebab oarng lain juga tinggi-tinggi.” “hus,” kata ayahnya, “pasti jatuh sakit, jika terlalu tinggi, nanti, jika sudah bisa menggunakannya, mudah sekali; sebab itu ada pasaknya,” “mau bermain dengan orang lain, ya pa!” kata Rusdi. “silakan! Kata bapaknya, “hati-hati saja nanti jatuh.” “mana untuk saya bapak!’ kata Misnem. “ah kamu jangan bermain seperti itu, sebab perempuan, melihat saja; bawa saja sebelah-sebelah masing-masing.’ Rusdi berlari, menjeput sahabatnya yang bernama Husen.

35.JAJAN Rusdi bukan hanya dapat engrang saja dari bapaknya, tapi juga uang; dari bapaknya satu ketip, dari ibunya lima sen. Sambil mainengrang. Crik-crik uang yang lima belas sen itu di sakunya. Suara uang terdengar oleh temantemannya. “hebat! Uajang banyak sekali uangnya, “ kata Bakri, “ Uang dari mana?” “hadiah dari bapak dan ibu,” kata Rusdi. “engrang yang ini hadiah juga. Kalian juga jika pinter sekolahnya, seperti saya, pasti diberi hadiah oleh orang tua kalian, “kata Rusdi.

Akan saya tabung,! Nanti, jika uang sudah banyak, buat beli buku,” jawab Rusdi. Teman-teman Rusdi berhenti bermain engrang, kemudian mendekat dan melobi Rusdi, katanya ; “”wah, untuk apa Jang, uang disimpan. Kasian, pengap didalam celengan, sebab uang juga seperti kita, punya kemauan dan ketidakmauan. Coba jika kita dikurung terlalu lama, kita suka nggak?” “tentu saja saya tidak suka,” kata Rusdi. “nah, uang juga seperti itu, jang, seperti kita,”kata teman-temannya. “oleh sebab itu saya merasa daripada disiksa dalam celengan, lebih baik dilepaskan saja, untuk jalan-jalan, atau untuk makan supaya gemuk.” “wah aih, apakah kamu tidak melihat? Coba lihat, uang juga ada yang hijau, jika kamu tahu, tuh, itu bekasnya, sebab terlalu kenyang makan..” “walah, Di, jangan disimpan dicelengan,” kata Bakri. “kasihan, takut pengap, harus merasa dalam badan sendiri. Jika terlalu lama dikurung, tidak akan enak. Coba kita suruh dia makan, tuh, di situ!” Kebetulan didekat merekaada yang berjualan rujak tumbuk dan rujak colek. “itu disana ada penjual rujak, coba uang itu pasti suka sekali makan rujak,” kata Rusdi teman-temanya sambil mendekati penjual rujak. “ih!” kata Rusdi, “bukan uangnya yang suka maka; jika seperti itu namanya jajan.” “sama saja,” kata Bakri,”kita yang makan rujaknya, uang makan airnya. Coba dilihat didasr rujak, ada kumpulan send an benggol, terendam rujak. Pasti uang-uang itu suka sekali minum rujak.” “silahkan sajakalau ingin makan rujaknya, saya traktir. Sekarang saya tahu apa maksud kalian, sebenarnya bukan uang yang ingin makan, tapi perut kalian yang minta diisi.” 36.KERACUNAN Rusdi dan teman-temannya berdiri di depan penjual rujak, ada yang habis dua bungkus, ada juga yang bisa menghabiskan tiga bungkus. Sedangkan Rusdi

menghabisakna enam bungkus, uangnya yang lima belas sen semuanya untuk membeli rujak. Setelah kenyang mereka pergi sambil merasa kepedasan. “wah, bukan uang yang merasa kenyang, tapi perut kalian saja yang merasa kenyang,” kata Rusdi sambil mengeluarkan air mata karena merasa pedas, sebab memakai cabai. Sambil berteduh di bawah pohon, ada yang gulang-guling, keracunan sambal. Rusdi juga sama sambil memijat perutnya, “aduh, haah, aduh, hah!” Wajahnya seperti yang sudah membasuh muka, penuh dengan keringat juga air mata sebab kepedasan. “mari, ah! Kita pulang ! kita mencari gula di rumah, untuk obat pedas. Besok kita bermain engrang lagi,” Mereka berlari-lari kerumahnya, mencari obat pedas. Rusdi naik ke dapur. Wajahnya merah, keringatnya banyak seperti orang yang yang sudah mandi, matanya melotot, perutnya buncit sambil diusap-usap. Ibunya melihat Rusdi kemudian ditanya :”kenapa, Rusdi ?” “lah, cape bu!” kata Rusdi, sambil memperlihatkan uang uang tiga yang baru pada anaknya. Nah ini, Rusdi, uang tiga baru lagi, untuk menambahi yang tadi, “ kata pak Rusdi. “nanti kita belikan buku, mana yang lainnya, kita sama bapak masukan dalam celengan.” Rusdi membius, tidak berbicara satu patah katapun, sebab malu. “mana, Rusdi, uang yang tadi?” kata bapaknya. “sudah habis, Pak!” kata Rusdi sambil menangis. “apa? Sudah habis?” “betul, pak. Dijajankan rujak dengan teman-teman.” Pak Rusdi wajahnya merah sebab kesal, melihat pada anaknya. “ apakah kamu kurang kenyang makan di rumah, hah!” katanya. “membeli rujak lima belas sen, makanan yang tidak akan kenyang, dan menimbulkan penyakit. Apakah masih kosong perut kamu. Bukankah makanan di dapur banyak sekali. Sekarang sepertinya sudah kenyang dengan rujak: sampai pagi juga tidak akan diberi makan.”

“ibunya! Rusdi sudah kenyang dengan jurak, katanya. Nanti sore jangan diberi makan.” Diterjemahkan Oleh: Eva Nurlianah H1B 03030

Related Documents

Evv
June 2020 37

More Documents from "Nurul Hamdani"