ENIKA 200110170154 TUGAS PRODUKSI TERNAK PERAH
PEFORMANS REPRODUKSI INDUK SAPI LOKAL PERANAKAN ONGOLE YANG DIKAWINKAN DENGAN TEKNIK INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN TOMPASO VARAT KABUPATEN MINAHASA Inseminasi buatan merupakan generasi pertama dalam bioteknologi reproduksi ternak di indonesia yang aplikasinya sudah mulai sejak tahun 1956, yang digunakan untuk meningkatkan mutu genetik dan produktivitas ternak baik sapi potong maupun sapi perah (Feradis, 2010). Keberhasilan IB sangat berkaitan dengan performas reproduksi, sehingga pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peformans reproduksi sapi peranakan ongole lokal yang dikawinkan dengan cara IB sebanyak 63 ekor induk sapi di kecamatan tompaso barat. Peformans reproduksi induk sapi yang meliputi conception rate, service per conseption, dan calving interval. Conseption rate (C/R) normal rata-rata sebesar 60% (Hariadi, 2010). Sapi PO pada kecamatan tompaso, nilai C/R sebesar 55,56% mendekati nilai C/R rata-rata normal. Dalam hal ini kemampuan sapi bunting pada inseminasi pertama dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu variasi lingkungan (nuryadi dan wahjuningsih, 2011), nutrisi pakan sebab kekurangan nutrisi dapat menyebabkan tertubdanya siklus estrus (Borman,Totir Dan Kach-Man, 2006). Pada penelitian ini sapi po pada kecamatan tompaso diberikan rumput-rumputan dai perkebunan dan limbah pertanian (jerami padi dan jagung). Service per conception (S/C) normalnya pada kisaran 1,6-2,1 (janudeen dan hafez, 2008). Prinsip nya semakin rendah nilai S/C maka semakin tinggi nilai fertilitasnya, sebaliknya semakin tinggi maka nilai S/C akan semakin rendah tingkat fertilitasnya (astutu,2004). Pada penelitian ini sapi PO pada kecamatan tompaso nilai S/C nya yaitu 1,44 kali yang berarti lebih baik dari nilai normal S/C. Adapun penyebab tingginya nilai S/C yaitu peternak terlambat mendteksi berahiatau terlambat melaporka pada inseminator, kelainan pada reproduksi sapi, kurang terampilnya inseminator, fasilitas yang terbatas dan kurang lancarnya trasportasi (Wardhani et.al, 2015). Calving interval (CI), standar nilai CI yang ditetapkan jendral peternakan (1999) yaitu sebesar 365 hari dan berdasarkan permen No.19/pementan/OT.140/2/2010 tentang Pedoman Umum Program Swasembada Dging Sapi (PSDS) 2014 yaitu 15-21 bulan dengan rataan 17,5 bulan. Nilai CI biasanya dipengaruhi oleh lamanya kebuntingn dan S/C, munculnya birahi pertama setelah beranak dan waktu kawin setelah beranak. Menurut Susilawati dan Affandy (2004) menyatakan bahwa apabila terdapat jarak beranak yang panjang disebabkan interval kelahiran dan perkawinan (days open) yang panjang, hal ini disebabkan : 1. Anak tidak disapih sehingga munculnya berahi pertama post partum menjadi lama 2. Peternak mengawinkan induknya setelah beranak dalam jangka waktu yang lama sehingga days open jadi panjang 3. Tingginya kegagala inseminasi buatan sehingga S/C nya jadi tinggi 4. Umur pertama kali dikawinkan lambat
Dari hasil penelitian sapi PO yang dikawinkan dengan inseminasi buatan pada kecamatan tompaso barat menunjukan bahwa memiliki peformans reproduksi baik.
EVALUASI POTENSI GENETIK SAPI PERAH FRIES HOLLAND (FH) DI KOPERASI SERBA USAH (KSU) TANDANGSARI KABUPATEN SUMEDANG Keunggulan genetis sebagai hasil kegiatan seleksi ternak yang dilakukan dalam populasinya akan meningkatkan keseragaman produktivitas ternak, sehingga dapat memberikan manfaat banyak bagi kehidupan manusia (Bourdon, 2002). Oleh karena itu, evaluasi potensi genetik sapi FH di KSU Tandangsari Kabupaten Sumedang merupakan langkah awal dalam pengambilan keputusan yang tepat untuk menentukan program pemuliaan selanjutnya. Potensi genetik sapi perah FH, Susu merupakan produk utama yang dihasilkan peternak sapi perah. Kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan berpengaruh terhadap penghasilan yang diperoleh setiap peternak. Oleh karena itu selain adanya dukungan faktor lingkungan (pakan, tatalaksana, pencegahan penyakit dan lain-lain) yang berkualitas, maka untuk memperoleh kualitas dan kuantitas hasil susu yang optimum harus didukung oleh kualitas genetik sapi perah yang dibudidayakan. Faktor genetik sangat penting, karena bersifat mewaris, artinya keunggulan yang diekspresikan oleh suatu individu dapat diwariskan pada keturunannya. Dengan demikian maka faktor genetik merupakan kemampuan individu ternak, sedangkan faktor lingkungan merupakan kesempatan untuk memunculkan keunggulan ternak tersebut (Bourdon, 2002). Jumlah produksi susu KSU tandangsari selama tahun 2005 berjumlah 11,3 juta liter, hal yang cukup bagus untuk kisaran ternak rakyat. secara genetik sapi FH sangat unggul di negeri asalnya, namun apabila dipelihara pada wilayah beriklim serta kondisi sosial budaya yang berbeda maka keunggulan tersebut berbeda pula dalam hal hasil susu yang dihasilkan. Fenomena seperti ini dikenal dengan mekanisme interakasi antara faktor genetik dengan faktor lingkungan. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah melalui upaya pembuatan ternak sapi keturunan FH yang dimuliabiakkan di lokasi kita (Tanjungsari) yang selanjutnya dilakukan seleksi untuk sifat-sifat ekonomis seperti produksi susu, kadar lemak dan sifat-sifat reproduksi sehingga diperoleh sapi FH unggul yang adaptif dengan kondisi lingkungan serta sosial budaya peternak setempat. Pembuatan bibit lokal sapi yang telah dilakukan meliputi penggunaan pejantan Baron, Owen, Baturraden, dan Marta. Metode praktis sederhana yang dikerjakan adalah menyilangkan antara pejantan tadi dengan betina lokal, anak jantan keturunan hasil persilangannya dijadikan sebagai calon pejantan. Kriteria yang digunakan adalah produksi susu minimal 5000 liter per laktasi. Kini pejantan yang terbentuk adalah Latitude yang merupakan hasil kawin silang antara pejantan Malloya Latitude dengan sapi betina FH lokal. Secara umum potensi genetik sapi perah FH di KSU Tandang Sari cukup baik, karena standar nasional Indonesia untuk kriteria bibit sapi perah lokal adalah sekitar 3200 kg per laktasi. Pada pengadaan bibit peternak masih sulit mengawasi tercampurnya genetik ternak satu dengan ternak lainnya karena pengadaan pedet masih dalam lingkup yang kecil sehingga peluang terjadinya inbreeding yang dapat menurunkan produktivitas sapi FH. Terdapat metode yang relatif dapat diandalkan adalah menilai (menyeleksi) ternak berdasarkan melalui pendugaan kemampuan genetik yang dicerminkan oleh dugaan nilai pemuliaan (breeding value). Nilai pemuliaan (NP) merupakan kedudukan relatif ternak secara genetik di dalam populasinya. Ternak-ternak yang memiliki NP di atas rata-rata populasinya yang akan mengekspresikan keunggulan jika dipelihara (Mark, et al., 2005;Nielsen, et al., 2005). Kendala yang dihadapi untuk memperoleh nilai dugaan NP adalah perlu adanya program pemuliaan dalam waktu dan dana yang cukup memadai, dan hal ini biasanya sulit untuk dikerjakan oleh peternakan rakyat.
Dari hal yang tercermin diatas Potensi genetik sapi perah FH di KSU Tandangsari cukup baik karena telah ada upaya rintisan pembentukan bibit sapi perah FH lokal, standar produksi susu yang dihasilkan merujuk pada standar nasional Indonesia mengenai bibit sapi perah lokal. Kegiatan pemuliaan sapi perah FH hendaknya dapat dijadikan sebagai unit usaha KSU Tandangsari yang didukung oleh PEMDA Sumedang secara administratif dan finansial, sehingga akan diperoleh sapi FH lokal unggul yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan sosial ekonomi peternak setempat.
DAFTAR PUSTAKA
Peformans Reproduksi Induk Sapi Lokal Peranakan Ongole Yang Dikawinkan Dengan Teknik Inseminasi Buatan Di Kecamatan Tompaso Barat Kabupaten Minahasa Astuti, M. 2004. Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan Ongole (PO). Prosiding. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bormann, J.M., L.R. Totir, S.D. Kachman, R.L. Fernando, and D.E. Wilson 2006. Pregnancy Rate and FirstService Conception Rate In Angus Heifers. J. Anim. Science. 84:20222025. Direktorat Jenderal Peternakan. 1991. Petunjuk Pelaksanaan Program Inseminasi Buatan Terpadu. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. Feradis. 2010. Bioteknologi Reproduksi pada Ternak. Alfabeta, Bandung. Hariadi, M. 2010. Penanggulangan Kasuskasus Kawin Berulang pada Ternak Sapi. Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya. Jainudeen, M. R. and E. S. E. Hafez. 2008. Cattle and buffalo. Dalam Reproduction in farm animals. 7th Edition. Edited by Hafez E. S. E. Lippincott Williams & Wilkins. Maryland. USA.159 : 171. Nuryadi dan Wahjuningsih, S. 2011. Penampilan reproduksi sapi peranakan ongole dan peranakan limousin di Kabupaten Malang. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang. J. Ternak Tropika Vol 12, No. 1: 76-81. Susilawati, T dan L. Affandi. 2004. Tantangan dan Peluang Peningkatan Produktivitas Sapi Potong melalui Teknologi Reproduksi. Loka Penelitian Sapi Potong, Grati, Pasuruan. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang. Wardhani, E., Nur Ihsan dan Isnaini. 2015. Evaluasi Reproduksi Sapi Perah PFH pada Berbagai Paritas di KUD Tani Makmur Kecamatan Seduro Kabupaten Lumajang. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang. Evaluasi Potensi Genetik Sapi Perah Fries Holland (FH) Di Koperasi Serba Usah (KSU) Tandangsari Kabupaten Sumedang Bourdon, R.M. 2002. Understanding of Animal Breeding. Prentice Hall, New Jersey. Pages: 35-40. Mark, T., P. Madsen, J. Jensen and W.F. Fikse. 2005. Prior (Co) Variances Can Improve Multiple-Trait Across-Country Evaluations of Weakly Linked Bull Population. J. Dairy Sci. 88:3290-3302.
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 36 No. 1 : 167 – 173 (Januari 2016)
ISSN 0852 -2626
PERFORMANS REPRODUKSI INDUK SAPI LOKAL PERANAKAN ONGOLE YANG DIKAWINKAN DENGAN TEKNIK INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN TOMPASO BARAT KABUPATEN MINAHASA *
J. Kasehung , U. Paputungan, S. Adiani, J. Paath Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado, 9511
ABSTRAK Inseminasi buatan (Artificial Insemination) merupakan generasi pertama dalam bioteknologi reproduksi ternak di Indonesia hingga sekarang ini masih menjadi andalan pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu genetik dan produktivitas ternak terutama ternak sapi potong dan sapi perah. Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) sangat terkait dengan performans reproduksi yang meliputi conception rate (C/R), service per conception (S/C), calving rate (CR) dan calving interval (CI). Kecamatan Tompaso Barat, Kabupaten Minahasa telah melaksanakan IB sejak tahun 2013 namun belum diketahui secara ilmiah mengenai performans reproduksi akseptor IB. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan IB ditinjau dari performans reproduksi akseptor yang ada. Materi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu akseptor IB di Kecamatan Tompaso Barat sejumlah 63 ekor sapi Peranakan Ongole (PO). Metode penelitian yang digunakan yaitu studi kasus dengan sumber data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data yaitu wawancara terhadap peternak yang dipilih dengan metode purposive sampling. Variabel yang diamati yaitu C/R, S/C dan CI. Analisis data untuk penelitian ini dilakukan secara kuantitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai C/R 55,56% ; S/C 1,44; dan CI mencapai 359,6 hari. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa performans reproduksi induk sapi PO yang dikawinkan dengan teknik IB di Kecamatan Tompaso Barat, Kabupaten Minahasa dapat dikategorikan baik.
*Korespondensi (corresponding author): Email:
[email protected]
167
Kata kunci : induk sapi lokal PO, inseminasi buatan, conception rate, service per conception, calving interval
ABSTRACT
REPRODUCTION PERFORMANCE OF ONGOLE CROSSBRED COWS MATED BY THE ARTIFICIAL INSEMINATION TECHNIQUE AT WEST TOMPASO DISTRICT, MINAHASA REGENCY. Artificial Insemination (AI) was the first generation in biotechnology of animal reproduction in Indonesia. Nowdays, Indonesian government still rely on AI to increase genetic quality and animal productivity especially for beef cattle and dairy cattle. The success of AI related with reproduction performance was determined by variabels of conception rate (C/R), service per conception (S/C) and calving interval (CI). West Tompaso District in Minahasa Regency had applied AI as government program since 2013. However, the scientific information about the success of AI in that location has not been well documented. The aim of this study was to evaluate the success of AI on acceptor’s reproduction performance aspect. Total AI acceptor samples used in this study were 63 head of Ongole crossbred cows. Research was conducted using study case involving primary and secondary data sources. Collecting data was done by interviewing the farmers picked by purposive sampling method. Variables
JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2006, VOL. 6 NO. 1, 42 - 47
Evaluasi Potensi Genetik Sapi Perah Fries Holland (FH) Di Koperasi Serba Usaha (KSU) Tandangsari Kabupaten Sumedang (Evaluation of Dairy Cattle Genetic Potency of Fries Holland (FH) in KSU Tandangsari Sumedang) Dudi, Dedi Rahmat dan Tidi Dhalika Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Email:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi genetik sapi perah Fries Holland (FH) di KSU Tandangsari Kabupaten Sumedang. Metode penelitian yang digunakan adalah survey di wilayah kerja KSU dimaksud. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sapi perah merupakan komoditas ternak yang dapat dijadikan sumber mata pencaharian peternak anggota koperasi, karena tersedianya sapronak serta kelancaran pemasaran dan pembayaran susu. Potensi genetik sapi perah FH di lokasi penelitian cukup baik karena telah ada upaya rintisan pembentukan bibit sapi perah FH lokal Tandangsari dengan standar produksi susu minimal 5000 liter per laktasi. Kegiatan pemuliaan sapi perah FH di koperasi ini hendaknya dijadikan unit usaha tersendiri yang didukung oleh pemerintah Kabupaten Sumedang secara administratif dan finansial sehingga dihasilkan bibit sapi FH lokal yang cocok dengan kondisi lingkungan dan sosial budaya peternak setempat. Kata Kunci: potensi genetik, sapi perah FH, KSU Tandang Sari
Abstract This research aim to know the potency of genetic of dairy cattle of Fries Holland (FH) in KSU Tandangsari Sumedang. Research method used by survey in region KSU. Result of research indicate that the dairy cattle represent the livestock commodity able to be made by the source of living of farmers of co-operation member, because available of fasilities and also fluency of marketing and milk payment conducted by KSU Tandangsari. Potency of genetic of dairy cattle of FH in good enough research location because there have strived to blaze the way the forming of dairy cattle seed local FH Tandang Sari with the standard produce the minimum milk 5000 litre of lactation periode. Activity of breeding programe of dairy cattle of FH in this co-operation shall be made by a separate business unit supported by government Sumedang administratively and financial so that yielded by a local of FH seed which fitt in with the condition of cultural social and environment of local farmers. Keywords: potency of genetic, Friessian Holland (FH) , KSU Tandang Sar
Pendahuluan Otonomi daerah menuntut setiap daerah harus mampu memberdayakan semua potensi yang dimilikinya untuk dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan daerah demi kesejahteraan dan kemaslahatan bersama. Di Kabupaten Sumedangi, sapi perah merupakan salah satu komoditas ternak andalan yang sangat potensial sebagai penghasil susu, sehingga menunjang perekonomian daerah. Hal ini disebabkan adanya daya dukung lahan, sarana dan prasarana budidaya sapi perah yang disediakan KSU Tandangsari, serta peran aktif peternak anggota KSU tersebut yang sangat bagus. Upaya-upaya untuk meningkatkan produktivitas sapi perah FH yang sekaligus menjaga kemurniannya perlu dilakukan yang
42
disesuaikan dengan kondisi yang ada. Seleksi merupakan salah satu cara perbaikan mutu genetik ternak dengan mempertahankan kemurniannya. Program ini akan efektif jika telah diketahui parameter genetik sifat kualitatif maupun sifat kuantitatif yang bernilai ekonomis. Parameter ini menunjukkan kriteria seleksi yang akan digunakan sehingga diperoleh sapi perah FH yang mempunyai keunggulan genetis dan adaptif dengan kondisi lingkungan yang ada. Keunggulan genetis sebagai hasil kegiatan seleksi ternak yang dilakukan dalam populasinya akan meningkatkan keseragaman produktivitas ternak, sehingga dapat memberikan manfaat banyak bagi kehidupan manusia (Bourdon, 2002). Oleh karena itu, evaluasi potensi genetik sapi FH