EKONOFISIKA Salah kaprah tentang ekonofisika biasanya berkitar pada pendapat bahwa ekonofisika merupakan ilmu baru yang bisa meramal harga saham. Kendati pendapat ini tidak sepenuhnya salah, tetapi pendapat ini telah mengerdilkan keagungan ekonofisika. Jika kita sepakat bahwa ekonofisika merupakan gabungan economics-physics, maka sebenarnya kelahiran ekonofisika adalah bersamaan dengan kelahiran ekonomi itu sendiri. Pada awalnya ilmu ekonomi merupakan kajian filsafat moral tentang perilaku manusia dalam mengatur rumah tangganya. Ketika lahir, ilmu ekonomi belumlah merupakan disiplin yang mandiri. Saat itu ilmu ekonomi bernama ekonomi politik. Jamak sudah mengetahui bahwa ilmu ini dikukuhkan oleh Adam Smith yang justru seorang profesor filsafat moral. Lima tahun setelah kematiannya, 1795, orang-orang terhenyak ketika mengetahui bahwa karya Adam Smith, The History of Astronomy, pada hakikatnya merupakan perpaduan fisika dan ekonomi. Karya ini tidak menjelaskan sejarah perkembangan astronomi namun justru berusaha mengambil gagasan-gagasan dalam astronomi untuk diterapkan dalam ekonomi politik. Maka, kita mengenal bahwa fungsi pasar adalah mirip dengan fungsi matahari dalam tata surya. Demikian pula gagasan besar the invisible hands (tangan-tangan ghaib) Adam Smith ternyata juga bersumber dari konsep pengaturan diri dalam fisika. Di kalangan fisikawan konsep ini dikenal sebagai self organized. Konsep inilah yang kemudian melahirkan wacana pasar bebas ketika dunia semakin mendesa menuju desa buana (globall village). Dalam perkembangan selanjutnya, ekonomi Adam Smith dikenal sebagai ekonomi klasik. Setelah Alfred Marshall turut berkubang dalam diskusi-diskusi ekonomi, ekonomi klasik pun menjadi ekonomi neo klasik. Tonggak perubahan ini adalah dilakukannya penetrasii matematika secara besar-besaran oleh Alfred Marshall (matematikawan abad 19) dengan meletakkan fisika sebagai benchmark-nya. Sekitar 1930-an di Amerika terjadi depresii ekonomi yang luar biasa (malaise) yang kemudian melahirkan ekonomi Keynessian, revisii ekonomi neo klasik.
Jika kita cermat, sebenarnya depresi ekonomi tersebut telah diawali dengan krisis paradigma fisika klasik pada 1900-an yang kemudian melahirkan fisika kuantum. Di sini kita menangkap ada kesejajaran perkembangan antara ekonomi dan fisika. Lalu bagaimana dengan proklamasi yang digaungkan oleh Profesor Paul Ormerod bahwa ekonomi telah mati? Proklamasi ini begitu membahana dan mendapatkan sambutan luar biasa dari kalangan ekonom sendiri. Tak terkecualii Mubyarto, guru besar ekonomi UGM. Pada titik inilah kita bisa bermain dengan anggun. Ekonomi merupakan “ratu” ilmu-ilmu sosial sedangkana fisika adalah “pangeran” dalam kajian ilmu alam. Gagasan-gagasan para pemikir besar seperti Karl Marx, Engels atupun Weber sebenarnya berawal dari kritik terhadap gagasan-gagasan ekonomi. Fenomena ini dapat dimafhumi sebab diskusii ekonomi senantiasa berkutat tentang masalah nilai, sesuatu yang sangat mendasar dalam seluruh kajian ilmu sosial. Secara diametral, fisika adalah disiplin ilmu keras yang mengkaji sesuatu yang paling mendasar di jagat raya, dari partikel sub atomik sampai lubang hitam di jagat raya. Kritik yang kemudian dilancarkan terhadap ekonofisika pada titik ini adalah objek kajian ekonomi adalah manusia yang sama sekali berbeda dengan atom yang tidak mempunyai budaya. Benarkah demikian? Untuk menjawab ini maka kita selayaknya kembali membongkar kembali 3 landasan ilmu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Kalaupun ekonofisika bisa kembali menghidupkan ekonomi yang telah mati, lalu apa manfaat ekonofisika bagi fisika? Sampai akhir hayatnya, Einstein berambisi untuk membuat teori terpadu yang pada akhirnya membuatnya percaya pada konsep geometris alam semesta kita. Bisa jadi, ambisi Einstein ini menemukan titik terang dalam ekonofisika dengan menerapkan fisika pada kajian manusia yang juga tidak kalah majemuknya. Bukan hanya itu, jika ada kesejajaran dalam perkembangan kedua ilmu ini, maka dengan segera kita bisa menyadari bahwa ada sesuatu yang mungkin salah dengan gagasan fisika ketika gagsan ini diterapkan ke dalam ekonomi ternyata membawa petaka, seperti misalnya malaise di atas. Demikian pula konsep kekekalan tenaga yang sepadan dengan kekealan uang sebagai kapital utama dalam sistem ekonomi tertutup bisa kita remajakan ulang dari sini. Rejuvenasi konsep
kekeklan tenaga dalam fisika tentu pada gilirannya akan merombak banyak gagasan fisika. Barangkali saja inilah babat alas konsep fisika. Kita juga bisa melakukan revisi ekonomi kapitalis dengan memasukkan anasir agama ke dalam kajian ekonofisika, sebab fisika kuantum telah menunjukkan secara sahih bahwa pengamat punya peran besar dalam menentukan apakah cahaya itu partikel atau gelombang. Kajian ini pada akhirnya akan merambah kajian ekonomi islam, sebab jika islamisasi ekonomi hanya sebatas pelegalan produk-produk ekonomi maka proses ini tak ada bedanya dengan penyaringan produk teknologi dengan saringan fikih. Untuk melakukan islamisasi ekonomi, maka yang perlu diremajakan adalah epistemologinya. Saya yakin, ekonofisika bisa bermain di sini. Semoga.