IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT DALAM MENDORONG PELAYANAN PUBLIK
Kemajuan teknologi yang kian meningkat setiap waktunya menyebabkan cara kerja individu, organisasi, maupun pemerintahan berubah. Kegiatan yang awal mulanya hanya dikerjakan secara manual kini telah beralih menggunakan teknologi yang canggih. Berbagai kebutuhan seorang makhluk sosial secara luas, menjadi akar pertimbangan dalam kemajuan teknologi informasi pada saat ini, layaknya sebagai pelengkap kebutuhan hidup yang menempatkan posisinya pada tingkatan yang paling krusial. Kebaikan dari kemajuan teknologi tersebut, tidak hanya terjadi pada individu masyarakat melainkan juga pada organisasi secara luas (Probowulan, Universitas, & Jember, 2016). Kehidupan masyarakat di era globalisasi saat ini lebih condong mengarah pada sistem informasi yang berasaskan information technology (IT). Pelaksanaan information technology (IT) dianggap mampu menumbuhkan ketepatgunaan dan akses masyarakat pada pelayanan publik. Maka dikeluarkanlah Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government. Dengan dikeluarkannya peraturan tersebut diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. E-Government adalah sebuah sistem pelaksanaan teknologi informasi dan komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah, berupa operasi berbasis internet. Egovernment menyajikan saluran yang mudah untuk masyarakat dalam mendapatkan informasi dan layanan pemerintah, menaikkan kualitas layanan, serta menyajikan kemungkinan guna aktualisasi atau implementasi dalam proses institusi yang berlandaskan demokrasi. Intinya egovernment diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mendapatkan data yang akurat dengan waktu yang cepat. Tujuan utama dari pelaksanaan e-government yaitu merealisasikan transparansi dan akuntabilitas publik yang lebih baik dari pengelolaan yang ada sebelumnya. Hal tersebut tentu membutuhkan teknologi yang akseptabel dan pegawai yang kompeten dalam bidang TIK. Penggunaan teknologi yang dikembangkan tersebut membarui cara interaksi antara sebuah lembaga dengan lembaga yang lain, dan juga mengubah sudut pandang masyarakat tentang bagaimana cara berhubungan dengan pemerintah terkait dengan manajemen dan tugas yang dijalankan oleh pemerintah. Pelaksanaan e-government diharapkan oleh masyarakat dan pemerintah sebagai siasat dalam meluaskan dan menambah transparansi, akuntabilitas dan efisiensi kinerja. Terdapat lima manfaat e-government pada lembaga pemerintahan, diantaranya: (1) manfaat layanan: pendayagunaan layanan transaksional, (2) manfaat informasi umum: eksplorasi atau pemeriksaan informasi umum, (3) analisis kebijakan: pelacakan informasi yang berkaitan dengan prosedur yang ada pada pemerintahan, (4) partisipasi: keterlibatan masyarakat dalam pertimbangan suara, (5) co-creation: merumuskan prosedur, informasi, serta layanan-layanan oleh pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama (Nam, 2014). Transparansi yaitu memungkinkan masyarakat untuk mengakses penyelenggaraan terkait yang ada pada pemerintah. Sedangkan akuntabilitas yaitu kewajiban dari penguasa untuk
mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada publik yang mempunyai wewenang untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Sehingga transparansi dan akuntabilitas dapat menjadi kebebasan masyarakat dalam mengetahui rancangan kegiatan tentang informasi tahunan pemerintah dan juga rencana keuangan apa yang akan dipergunakan kedepannya bagi keberlangsungan jangka panjang. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 menjadi tolak ukur pemerintah dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi, dengan adanya egovernment ini sendiri memudahkan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan yang cepat dan akurat karena teknologi informasi dan komunikasi dapat langsung menghubungkan pelayanan yang diinginkan masyarakat secara online tanpa takut mengeluarkan biaya. Awal mula penerapan e-government di Indonesia dimulai sejak 17 tahun lalu yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang melahirkan Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (Sipahutar & Sutaryo, 2017). Dibalik itu semua, tentu masih banyak kendala yang dihadapi pemerintah tentang implikasi e-government ini. Kurangnya infrastruktur pada teknologi informasi, ketidakpahaman tentang cara penggunaan, minimnya tentang pengenalan e-government, tidak cukupnya sumber daya manusia ahli yang kompeten dalam bidang ini, serta kurangnya kesadaran dan apresiasi masyarakat mengenai egovernment merupakan hambatan dalam melaksanakan e-government. Hal tersebut masih menjadi penghalang mengingat Indonesia yang tergolong dalam Negara berkembang. Belum adanya unifikasi data pada pemerintahan juga menjadi hambatan dalam pelaksanaan egovernment. Setiap data yang ada pada instansi pemerintah berbeda formatnya dengan yang ada pada instansi pemerintah lainnya, hal ini terjadi karena tidak adanya ketersediaan dana yang memadai dalam mengintegrasikan data yang ada. Selain itu, minimnya kerahasiaan dan keamanan data juga menjadi indikasi dalam penerapan e-government, hal ini menyebabkan rawannya akses pemerintah untuk diretas oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Lagi, pemerintah tidak mempunyai cukup dana untuk memproteksi hal ini. Pada Pemerintah Daerah kota Yogyakarta telah dikembangkan Unit Pelayanan dan Keluhan (UPIK) sejak tahun 2003. UPIK ini dibuat dengan tujuan agar Pemda kota Yogyakarta dapat mendengarkan persoalan yang dialami oleh masyarakat di daerah sana, layanan ini tersedia melalui telepon, sms dengan kode 2740, email dengan alamat
[email protected] dan situs web www.upik.jogja.go.id. Namun, dengan dikembangkannya layanan ini masyarakat menilai Pemda kota Yogyakarta hanya menampung keluhan yang disampaikan warga dan direalisasikan dengan waktu yang lama. Masyarakat kota Yogyakarta kecewa bahwa keluhan yang mereka sampaikan hanya dijawab otomatis oleh komputer. Dan juga sejak dibuatnya sistem pengaduan layanan ini mampu menurunkan tingkat interaksi antara masyarakat dan Pemda kota Yogyakarta. Pemerintah setempat masih kurang responsif dengan pengaduan yang dilayangkan oleh masyarakat serta tidak menggunakan UPIK secara optimal. Komitmen pimpinan adalah faktor yang sangat penting dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi sehingga teknologi tersebut dapat dipergunakan dengan mudah pada
masyarakat. Faktor tersebut diakibatkan oleh adanya konflik antara prosedur atau peraturan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, sistem dan tatanan yang minim kontributif, alokasi anggaran yang tidak akseptabel dan layak, perencanaan sistem yang tidak jelas, yang dimana pengaruh tersebut ditetapkan oleh komitmen dari para pemimpin bagi terlaksananya egovernment (Kumorotomo, 2012). Pimpinan setempat juga harus lebih memfokuskan UPIK ini agar dikelola secara baik oleh sumber daya manusia yang kompeten. Pemda kota Yogyakarta juga harus merumuskan secara jelas visi dan misi UPIK itu sendiri kepada semua pihak agar tujuan dari UPIK ini dapat langsung dirasakan bagi semua elemen baik pemerintah maupun masyarakat setempat. Selain itu, faktor budaya juga merupakan salah satu yang menyebabkan kegagalan dalam penerapan e-government. Pemanfaatan e-government ini sering terjadi karena faktor budaya masyarakat yang tidak mendukung. Sebagian aparat pemerintah menganggap dengan adanya sistem tersebut membuat fungsi dan jabatannya di pemerintah akan menurun dan tergantikan oleh e-government. Tentu dengan pemikiran sempit tersebut membuat penerapan dan apresiasi dalam menegakkan e-government terhambat. Pejabat pemerintah tersebut haruslah berpikir secara wajar dan menerapkan pola pikir yang maju, seharusnya dengan adanya egovernment itu sendiri membuat pekerjaan pemerintah menjadi lebih ringan dan tidak memakan waktu yang lama.
DAFTAR PUSTAKA Kumorotomo, W. (2012). Kegagalan Penerapan E-Government Dan Kegiatan Tidak Produktif Dengan Internet. Website, (December), 2–10. Retrieved from http://kumoro.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/2009/01/kegagalan-penerapan-egov.pdf Nam, T. (2014). Author ’ s personal copy Determining the type of e-government use. Governance, 31(2), 211–220. Probowulan, D., Universitas, P. A., & Jember, M. (2016). Balance Vol. XIII No. 1 | Januari 2016 DAMPAK TEKNOLOGI INFORMASI DAN SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP PENERAPAN E-GOVERNMENT SEBAGAI BENTUK PELAYANAN PUBLIK, XIII(1). Sipahutar, I. S., & Sutaryo, S. (2017). Faktor-Faktor Penentu Implementasi E-Goverment Pemerintah Daerah di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Dan Keuangan Program Studi Akuntansi Fakultas Pendidikan Ekonomi Dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia, 5(2), 1393–1408. https://doi.org/10.17509/jrak.v5i2.7931