Drowning Materi.docx

  • Uploaded by: Elma Karamy
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Drowning Materi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,052
  • Pages: 41
Drowning atau disebut juga tenggelam adalah suatu proses yang mengakibatkan gangguan respirasi karena cairan (van beck et al, 2005). Hasil akhir dari kejadian tenggelam adalah korban dinyatakan selamat atau meninggal. Penyebab kematian akibat tenggelam diantaranya adalah kematian otak karena hipoksia atau iskemia otak parah, ARDS, kegagalan multi organ, sindrom sepsis karena pneumonia aspirasi (Santoso, 2010). Berdasarkan data Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pesisir Barat, jumlah korban tenggelam diperairan pantai dan aliran sungai di daerah pesisir sejak 2012 lalu hingga 2014, tahun 2012 silam korban tenggelam di pantai mencapai 13 orang, di tahun 2013 mencapai 12 orang, tiga diantaranya tenggelam di aliran sungai dan di hingga Desember tahun 2014 telah tercatat enam orang, dua tenggelam di aliran sungai empat orang tenggelam dilaut, satu diantaranya hingga kini tidak ditemukan (Radar Lampung, 2014). Selain itu di Jawa Timur juga banyak kejadian kapal yang tenggelam atau perahu nelayan yang dihantam ombak sehingga memakan korban yang jumlahnya tidak sedikit, seperti di Situbondo dalam satu kali perahu tenggelam saja korbannya berjumlah 21 orang (Detik, 2014). Berdasarkan gambaran data dari BPBD Lampung jumlah orang yang tenggelam masih tergolong tinggi walaupun secara matematis data tiap tahun menurun, Indonesia adalah negara maritim yang wilayahnya didominasi daerah berair, jika dalam satu daerah saja terdapat 13 orang yang meninggal karena tenggelam, maka secara matematis korban tenggelam yang terhidung dari sabang sampai merauke sudah tentu banyak sekali. Mekanisme tenggelam dapat digolongkan menjadi dua, yaitu dengan aspirasi cairan dan tanpa aspirasi cairan. Mekanisme kematian aspirasi cairan adalah asfiksia. Proses tenggelam ketika jalan nafas seseorang berada di bawah permukaan cairan, secara sadar individu akan menahan nafasnya kemudian diikuti oleh laryngospasme involunter karena cairan yang ada di orofaring atau laring, selama periode ini individu tidak dapat menghirup udara sehingga mengalami kekurang oksigen dan penumpukan karbondioksida. Perubahan terjadi di paru, cairan tubuh, tekanan gas darah, keseimbangan asam basah, dan konsentrasi elektrolit yang bergantung pada komposisi, volume cairan yang teraspirasi, dan durasi tenggelam (Santoso, 2010). Oleh sebab itu, Penanganan dini sangat diperlukan karena drowning dapat menyebabkan paru seseorang terendam cairan, yang dapat menyebabkan kondisi yang dapat mengancam jiwa, seperti pneumonia aspirasi dan asfiksia. Peran perawat di sini juga sangat diperlukan mengingat

kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia. Pasien dengan drowning mengalami kesulitan bernafas, sehingga hal ini juga dapat menganggu kenyamanan dan nyawa pasien, maka dari itu asuhan keperawatan yang tepat dan cepat kepada klien dengan sufokasi sangat diperlukan. 

Tujuan 

Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami, menjelaskan dan melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan drowning. 

Tujuan Khusus

1. Mampu memahami dan menjelaskan definisi drowning 2. Mampu memahami dan menjelaskan etiologi drowning 3. Mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi drowning 4. Mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis drowning 5. Mampu memahami dan menjelaskan penatalaksanaan drowning 6. Mampu memahami dan menjelaskan diagnostik penunjang drowning 7. Mampu memnuat asuhan keperawatan pada pasien dengan drowning 

Manfaat 1. Mengetahui definisi etiologi, patofisiologi, dan manifestasi klinis, penatalaksanaan, diagnostik penunjang,

dan

asuhan

keperawatan

terhadap

pasien

dengan drowning sehingga

pengembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan kritis dapat tercapai. 2. Sebagai perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan drowning BAB

II

TINJAUAN PUSTAKA



Definisi Tenggelam adalah suatu bentuk sufokasi berupa korban terbenam dalam cairan dan cairan tersbut terhisap masuk ke jalan nafas sampai alveoli paru-paru. Pada umumnya tenggelam merupakan kasus kecelakaan, baik secara langsung maupun karena ada faktor-faktor lain seperti korban dalam keadaan mabuk atau dibawah pengaruh obat, atau bisa saja dikarenakan akibat dari suatu peristiwa pembunuhan (Wilianto, 2012). Hampir tenggelam (near drowning) adalah keadaan gangguan fisiologi tubuh akibat tenggelam tetapi tidak terjadi kematian (Onyekwelu, 2008).

Near drowning didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang masih bertahan hidup setelah mengalami sufokasi (kekurangan napas) akibat tenggelam dalam air atau cairan lain. Sedangkan drowning sendiri didefinisikan sebagai kematian sekunder karena asfiksia (sesak nafas) saat tenggelam dalam cairan, biasanya air, dalam 24 jam setelah kejadian (Banerjee dalam Rauuf (2008)) Drowning (tenggelam) adalah masuknya cairan ke dalam saluran napas yang mengakibatkan gangguan pertukaran udara di alveoli dan dapat terjadi mati lemas (Arif Mansjoer, 2000) Menurut WHO (2015), tenggelam merupakan gangguan sistem pernafasan akibat terendam dalam media yang cair. Konsensus terbaru menyatakan definisi terbaru dari tenggelam harus mencakup kasus fatal dan non fatal. Dampak tenggelam dapat berupa kematian, morbiditas, dan non morbiditas. Ada juga konsensus yang menyatakan bahwa istilah basah, kering, aktif, pasif, diam, dan menengah seharusnya tidak digunakan lagi. Drowning atau tenggelam adalah proses masuknya cairan ke dalam saluran nafas atau paru-paru yang menyebabkan gangguan pernafasan sampai kematian. Definisi tenggelam mengacu pada ‘adanya cairan yang masuk hingga menutupi lubang hidung dan mulut’, sehingga tidak terbatas pada kasus tenggelam di kolam renang, atau perairan seperti sungai, laut, dan danau saja, tetapi juga pada kondisi terbenamnya tubuh dalam selokan atau kubangan dimana bagian wajah berada di bawah permukaan air (Putra, 2014). 

Klasifikasi Klasifikasi tenggelam menurut Levin (dalam Arovah, 2009) adalah :

1. Berdasarkan Kondisi Paru-Paru Korban 

Typical Drowning Kondisi ketika cairan masuk ke dalam saluran pernapasan saat korban tenggelam.



Atypical Drowning

1. Dry Drowning Cairan yang masuk ke dalam saluran pernapasan hanya sedikit bahkan tidak ada. 1. Immersion Syndrom

Terutama pada anak-anak yang tiba-tiba terjun ke dalam air dingin (suhu < 20°C), menyebabkan terpicunya reflex vagal sehingga mengakibatkan apneu, bradikardia, dan vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan mengarah ke terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi serebaral. 1. Submersion of the Unconscious Sering terjadi pada korban yang menderita epilepsy atau penyakit jantung khususnya coronary atheroma, hipertensi atau peminum yang mengalami trauma kepala saat masuk ke air. 1. Delayed Dead Kondisi ketika seorang korban masih hidup setelah lebih dari 24 jam setelah diselamatkan dari suatu episode tenggelam. 1. Berdasarkan Kondisi Kejadian 2. Tenggelam (Drowning) Penderita meneguk air dalam jumlah yang banyak hingga air masuk ke dalam saluran pernapasan. Bagian apiglotis akan mengalami spasme yang mengakibatkan saluran nafas menjadi tertutup dan hanya dapat dilalui oleh udara yang sangat sedikit.

2. Hampir Tenggelam (Near Drowning) Kondisi korban masih bernafas dan membatukkan air keluar.



Etologi Terdapat beberapa penyebab tenggelam antara lain (Levin dalam Arovah, 2009) :



Kemampuan fisik yang terganggu akibat pengaruh obat



Ketidakmampuan fisik akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan



Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang



Patofisiologi

Hipoksia merupakan hal utama yang terjadi setelah seorang individu tenggelam. Keadaan terhambatnya jalan nafas akibat tenggelam menyebabkan adanya gasping dan kemudian aspirasi, dan diikuti dengan henti nafas (apnea) volunter dan laringospasme. Hipoksemia dan asidosis yang persisten dapat menyebabkan korban beresiko terhadap henti jantung dan kerusakan sistem syaraf pusat. Laringospasme menyebabkan keadaan paru yang kering, namun karena asfiksia membuat relaksi otot polos, air dapat masuk ke dalam paru dan menyebabkan edema paru. Efek fisiologis aspirasi pun berbeda antara tenggelam di air tawar dan air laut. Pada tenggelam di air tawar, plasma darah mengalami hipoktonik, sedangkan pada air laut adalah hipertonik. Aspirasi air tawar akan cepat diabsorbsi dari alveoli sehingga menyebabkan hipervolemia intravaskular, hipotonis, dilusi elektrolit serum, dan hemolisis intravaskular. Aspirasi air laut menyebakan hipovolemia, hemokonsentrasi dan hipertonis. Aspirasi air yang masuk kedalam paru dapat menyebabkan vagotonia, vasokontriksi paru, dan hipertensi. Air segar dapat menembus membran alveolus dan menggangu stabilitas alveolus dengan menghambat kerja surfaktan. Selain itu, air segar dan hipoksemi dapat menyebabkan lisis eritrosit dan hiperkalemia. Sedangkan, air garam dapat menghilangkan surfaktan, dan menghasilkan cairan eksudat yang kaya protein di alveolus, intertitial paru, dan membran basal alveolar sehingga menjadi keras dan sulit mengembang. Air garam juga dapat menyebabkan penurunan volume darah dan peningkatan konsentasi elektrolit serum. Hipoksia merupakan salah satu akibat dari tenggelam, dan merupakan faktor yang penting dalam menentukan kelangsungan hidup korban tenggelam. Karena itu, ventilasi, perfusi, dan oksigenasi yang cepat dibutuhkan untuk meningkatkan tingkat survival korban. 1. Perubahan Pada Paru-Paru Aspirasi paru terjadi pada sekitar 90% korban tenggelam dan 80 – 90% pada korban hamper tenggelam. Jumlah dan komposisi aspirat dapat mempengaruhi perjalanan klinis penderita, isi lambung, organism pathogen, bahan kimia toksisk dan bahan asing lain dapat memberi cedera pada paru dan atau menimbulkan obstruksi jalan nafas. 2. Perubahan Pada Kardiovaskuler

Pada korban hampir tenggelam kadang-kadang menunjukkan bradikardi berat. Bradikardi dapat timbul karena refleks fisiologis saat berenang di air dingin atau karena hipoksia. Perubahan pada fungsi kardiovaskuler yang terjadi pada hampir tenggelam sebagian besar akibat perubahan tekanan parsial oksigen arterial (PaO2) dan gangguan keseimbangan asam-basa. 3. Perubahan Pada Susunan Saraf Pusat Iskemia terjadi akibat tenggelam dapat mempengaruhi semua organ tetapi penyebab kesakitan dan kematian terutama terjadi karena iskemi otak. Iskemi otak dapat berlanjut akibat hipotensi, hipoksia, reperfusi dan peningkatan tekanan intra kranial akibat edema serebral.Kesadaran korban yang tenggelam dapat mengalami penurunan. Biasanya penurunan kesadaran terjadi 2 – 3 menit setelah apnoe dan hipoksia. Kerusakan otak irreversibel mulai terjadi 4 – 10 menit setelah anoksia dan fungsi normotermik otak tidak akan kembali setelah 8 – 10 menit anoksia. Penderita yang tetap koma selama selang waktu tertentu tapi kemudian bangun dalam 4. Perubahan Pada Ginjal Fungsi ginjal penderita tenggelam yang telah mendapat resusitasi biasanya tidak menunjukkan kelainan, tetapi dapat terjadi albuminuria, hemoglobonuria, oliguria dan anuria. Kerusakan ginjal progresif akan mengakibatkan tubular nekrosis akut akibat terjadinya hipoksia berat, asidosis laktat dan perubahan aliran darah ke ginjal. 5. Perubahan Cairan dan Elektrolit Pada korban tenggelam tidak mengaspirasi sebagian besar cairan tetapi selalu menelan banyak cairan. Air yang tertelan, aspirasi paru, cairan intravena yang diberikan selama resusitasi dapat menimbulkan perubahan keadaan cairan dan elektrolit. Aspirasi air laut dapat menimbulkan perubahan elektrolit dan perubahancairan karena tingginya kadar Na dan Osmolaritasnya. Hipernatremia dan hipovolemia dapat terjadi setelah aspirasi air laut yang banyak. Sedangkan aspirasi air tawar yang banyak dapat mengakibatkan hipervolemia dan hipernatremia. Hiperkalemia dapat terjadi karena kerusakan jaringan akibat hipoksia yang luas. 

Manifestasi Klinik Tanda dan gejala yang sering muncul ialah tanda dan gejala sistem kardiorespiratori dan neurologi. Distres respiratori awalnya tidak terlihat, hanya terlihat adanya perpanjangan nilai RR tanpa

hipoksemia. Pasien yang lebih parah biasanya menunjukkan tanda hipoksemia, retraksi dinding dada, dan suara paru abnormal. Manifestasi neurologi yang muncul seperti penurunan kesadaran, pasien mulai meracau, iskemik-hipoksia pada sistem saraf pusat sehingga menunjukkan tanda peningkatan ICP (Elzouki, 2012). Sedangkan menurut sumber lain, manifestasi drowningyang muncul antara lain: 1. Frekuensi pernafasan berkisar dari pernapasan yang cepat dan dangkal sampai apneu. 2. Syanosis 3. Peningkatan edema paru 4. Kolaps sirkulasi 5. Hipoksemia 6. Asidosis 7. Timbulnya hiperkapnia 8. Lunglai 9. Postur tubuh deserebrasi atau dekortikasi 10. Koma dengan cedera otak yang irreversible

Tanda dan gejala neardrowning berbeda-beda pada setiap individu tergantung pada durasi dari tenggelamnya. Manifestasi klinis yang biasa muncul antara lain (Raoof, 2008): 

Asimtomatik



Simtomatik Pasien sadar namun gelisah dan sesak nafas.Insufisiensi pulmonar dapat berkembang cepat bersamaan dengan takipnea, takikardia, batuk dengan sputum berwana pink serta berbusa, dan sianosis.



Cardiopulmonary arrest : Pasien mengalami apnea, bradikardi, ventricular tachycardia/fibrilation, asistole, dan nampak seperti tidak sadar.

Tanda-tanda yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning), yaitu : 1. Kulit tubuh mayat terasa basah, dingin, pucat dan pakaian basah

2. Lebam mayat biasanya sianotrik kecuali mai tenggelam di air dingin berwarna merah muda 3. Kulit telapak tangan/telapak kaki mayat pucat (bleached) dan keriput (washer woman’s hands/feet) 4. Kadang terdapat cutis anserine/goose skin pada lengan, paha dan bahu mayat 5. Terdapat buih putih halus pada hidung atau mulut mayat (scheumfilz froth) yang bersifat melekat 6. Bila mayat dimiringkan, cairan akan keluar dari mulut/hidung 7. Bila terdapat cadaveric spasme maka kotoran air/bahan setempat berada dalam genggaman tangan mayat 8. Paru-paru mayat membesar dan mengalami kongesti 9. Saluran napas mayat berisi buih, kadang berisi lumpur, pasir. 10. Lambung mayat berisi banyak cairan 11. Benda asing dalam saluran napas masuk sampai ke alveoli 12. Organ dalam mayat mengalami kongesti



Pemeriksaan Diagnostik Pasien dengan drowning harus melakukan X-ray dada dan monitoring saturasi oksigen.Radiografi dada mungkin menunjukkan perubahan akut, seperti infiltrasi alveolar bilateral.Selain itu, pemeriksaan sistem saraf pusat, EKG, dan analisis gas darah juga diperlukan (Elzouki, 2012). Berikut pemeriksaan diagnostic lainnya yaitu:

1. Laboratorium 2. ABG

+

oksimetri,

methemoglobinemia

dan

carboxyhemoglobinemia

prothrombin time, partial thromboplastin time, fibrinogen, D-dimer, fibrin 3. Serum elektrolit, glukosa, laktat, factor koagulasi 4. Liver enzymes : 5. Aspartate aminotransferase dan alanine minotransferase, 6. Renal function tests (BUN, creatinine) 7. Drug screen and ethanol level 8. Continuous pulse oximetry and cardiorespiratory monitoring 9. Cardiac troponin I testing 10. Urinalisis 11. Imaging:

CBC

12. Foto thoraks : bukti aspirasi, edema pulmo, atelektasis, benda asing, evaluasi penempatan endotrakea tube 13. CT scan kepala dan servikal bila curiga trauma 14. Extremity, abdominal, pelvic imaging bila ada indikasi 15. Echocardiography jika ada disfungsi miokard 16. EKG 17. Kateter swan-ganz untuk monitor cardiac output dan hemodinamik pada pasien dg status CV tidak stabil atau pasien yang membutuhkan pengobatan inotropic multiple dan vasoaktif



Penatalaksanaan Algoritma Drowning sebagai berikut: Penatalaksanaannya sebagai berikut:

1. Bantuan Hidup Dasar Penanganan ABC merupakan hal utama yang harus dilakukan, dengan fokus utama pada perbaikan jalan nafas dan oksigenesasi buatan. Penilaian pernapasan dilakukan dengan tiga langkah, yaitu 1. Look yaitu melihat adanya pergerakan dada 2. Listen yaitu mendengar suara nafas 3. Feel yaitu merasakan ada tidaknya hembusan nafas Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak bernafas dengan normal setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu pemberian napas buatan dengan rasio 30:2. Terdapat tiga cara pemberian napas buatan, yaitu mouth to mouth, mouth to nose, mouth to neck stoma.

Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian hapas buatan untuk mengurangi hipoksemia. Melakuakn pernapasan buatan dari mulut ke hidung lebih disarankan karena sulit untuk menutup hidung korban saat pemberian napas mulut ke mulut. Pemberian napas buatan dianjurkan hingga 10-15 kali sekitasr 1 menit. Kompresi dada diindikasikan pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan normal, karena kebanyakan korban tenggelam mengalami henti jantung akibat hipoksia. 2. Bantuan hidup lanjut Bantuan hidup lanjut pada korban tenggelam yaitu pemberian oksigen dengan tekanan lebih tinggi, yang dapat dilakukan dengan BVM (Bag Valve Mask) atau tabung oksigen. Oksigen yang diberikan memiliki saturasi 100%. Jika setelah pemberian oksigen ini keadaan korban belum membaik maka dapat dilakukan intubasi trakeal.

Dalam Raoof (2008), penatalaksanaan pasien dengan neardrowning umumnya terbagi menjadi tiga fase, antara lain perawatan prehospital, perawatan unit gawat darurat, penatalaksanaan rawat inap. 

Perawatan pre hospital Pada fase ini, penatalaksanaan difokuskan pada Airway (A), Breathing (B), dan Circulation (C).Pasien harus dipindahkan dari air secepatnya, namun menyelamatkan pernafasan dapat dimulai walau korban masih berada di air.Cara memindahkan pasien harus benar dengan meminimalkan gerakan pada leher pasien untuk menghindari terjadinya cedera medula spinal.Ketika pasien telah berada di permukaan yang datar, segera dilakukan CPR ketika nadi tidak teraba.Akan tetapi, nadi mungkin lemah dan sulit teraba pada korban yang mengalami hipotermia karena bradikardi dan atrial fibrilation (AF).Heimlich Maneuver tidak banyak menguntungkan bila digunakan untuk mengeluarkan air yang tertelan, teknik ini seharusnya hanya digunakan saat penyebab obstruksi jalan nafas adalah benda asing. Oksigen tambahan (100%) dapat diberikan jika tersedia.Pasien yang mengalami apneu harus dilakukan intubasi sesegera mungkin.



Perawatan di unit gawat darurat Ketika pasien sudah dipindah ke unit gawat darurat, harus dilakukan pengkajian ulang secara hatihati untuk mengetahui adanya tanda-tanda trauma seperti trauma spinal, trauma dada, atau trauma

abdomen.Pengkajian status neurologi termasuk reflek batang otak dan GCS diperlukan untuk memastikan prognosis pasien. Pakaian yang basah harus dilepas, pasien dengan hipotermia harus dihangatkan dengan menggunakan berbagai cara. Seperti selimut hangat, bantalan pemanas, mandi air hangat, teknik forced warm air.Kadang-kadang peritoneal lavage dan pleural lavagedengan larutan hangat juga digunakan. Oksimetri nadi dan EKG digunakan untuk mendeteksi hipoksia dan aritmia jantung. Analisis gas darah arteri, serum elektrolit, level etanol, pemeriksaan urin biasanya dilakukan. Cervical spine imaging, radiografi dada, CT scan dilakukan jika dicurigai adanya trauma.Pasien yang sudah terlihat membaik dapat dipulangkan setelah dilakukan monitoring selama 7 sampai 12 jam.Pasien dengan distres respiratori berat dan perubahan status mental diperlukan intubasi dan ventilasi mekanik. 

Perawatan rawat inap Tujuan dari penatalaksanaan di rumah sakit ialah untuk mencegah cedera neurologi sekunder, iskemia yang menetap, hipoksemia, edema serebral, asidosis, dan abnormalitas elektrolit.Pasien dengan hipotermia diperlukan resusitasi sampai suhu mencapai 32 atau 35oC. Pasien dengan hipotensi dilakukan resusitasi cairan dan diberikan obat inotropik bila perlu. Radiografi dada biasanya menunjukkan gambaran normal sampai edema pulmonar yang menyebar. Pneumonia pada pasien diobati dengan antibiotik spektrum luas.



Komplikasi Menurut Flags (2008) dan Szpilman (2012), setelah kejadian near-drowning, seorang pasien beresiko terjadinya komplikasi seperti:

1. Hipoksia atau iskemik injuri cerebral 2. ARDS (acute respiratory distress syndrome) 3. Kerusakan pulomal sekunder akibat respirasi

4. Cardiak arrest 5. Anoksia 6. Shock 7. Myoglubinuria 8. Insufisiensi ginjal 9. Infeksi Sistemik dan intravaskuler koagulasi juga dapat terjadi selama 72 jam pertama setelah resusitasi. Ada juga komplikasi lain dari drowning yaitu: 1. Neurologic injury 2. Pulmonary edema and ARDS 3. Secondary pulmonary infection 4. Multiple organ system failure 5. Acute tubular necrosis (secondary to hypoxemia) 6. Myoglobinuria 7. Hemoglobinuria



Prognosis Prognosis pasien dengan neardrowning dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain (Raoof, 2008):



Durasi tenggelam > 10 menit



Usia pasien < 3 tahun



Hipotermia < 33o C



GCS < 5



pH darah arteri < 7.1

Prognosis drowning berdasarkan sumber lain juga dipengaruhi oleh yaitu: 1. Pasien yang sadar atau sadar secara ringan pada presentasi mempunyai kesempatan yang baik untuk bisa pulih sempurna.

2. Pasien yang komatose, mereka yang mendapatkan CPR di ED, atau mereka yang telah jelas dan dilatasi pupil dan tidak adany respirasi spontan mempunyai prognosis yang buruk. Dalam beberapa studi, 35-60% individu yang membutuhkan CPR terus menerus dalam perjalanan menuju ED meninggal, dan 60-100% yang selamat dalam kelompok ini mengalami sekuele neurologis jangka panjang. Studi Pediatric mengindikasikan bahwa anak-anak yang membutuhkan penanganan spesialisasi karena tenggelam di pediatric intensive care unit (PICU) sedikitnya mempunyai angka mortalitas 30%dan penambahan 10-30% mengalami kerusakan otak yang berat.

BAB

III

ASUHAN KEPERAWATAN UMUM 1. Pengkajian 1. Identitas Klien 2. Keluhan Utama

: meliputi nama, umur, pekerjaan, jenis kelamin, alamat : Kaji hal yang dirasakan klien saat itu, biasanya klien mengeluh sesak nafas

3. Riwayat Penyakit Sekarang : Bagaimana awal mula klien dibawa ke pelayanan kesehatan sampai munculnya keluhan yang dirasakan klien 4. Riwayat Penyakit Dahulu

: Kaji apakah sebelumnya klien pernah tenggelam, dan kaji apakah

klien mempunyai penyakit asma 5. Primary Survey 1. Airway : Kaji adanya sumbatan jalan nafas akibat paru-paru yang terisi cairan Manajemen : Kontrol servikal, bebaskan jalan nafas 1. Breathing : Periksa adanya peningkatan frekuensi nafas, nafas dangkal dan cepat, klien sulit bernafas Manajemen : Berikan bantuan ventilasi 1. Circulation : Kaji penurunan curah jantung Manajemen : Lakukan kompresi dada 1. Disability : Cek kesadaran klien, apakah terjadi penurunan kesadaran Manajemen : Kaji GCS, periksa pupil dan gerakan ektremitas

1. Exposure : Kaji apakah terdapat jejas 1. Pengkajian Fisik 1. Keadaan Umum : Klien biasanya tampak lemah, pucat, sesak, dan kesulitan bernafas 2. B1-B6 B1 : Klien mengeluh sesak dan sulit bernafas, pernafasan cepat dan dangkal, RR meningkat B2 : Tekanan darah klien menurun, klien tampak pucat, sianosis dan nadi meningkat (takikardi) B3 : Klien mengalami penurunan kesadaran, GCS menurun B4 : Tidak ditemukan kelainan B5 : Tidak ditemukan kelainan B6 : Kaji adanya fraktur karena terbentur benda keras 2. Analisa Data No

Data

Etiologi

MK

Drowning

Hipoksemia

Penurunan

fungsi

tubuh DS

:

pasien

mengatakan kesulitan

Air masuk ke paru untuk

bernafas DO : hipoksia 1

Peningkatan

Gangguan

permeabilitas

pertukaran gas

membran

kapiler

alveoli

Hipoksia

Gangguan pertukaran gas

Drowning

Hipoksemia

Penurunan

fungsi

tubuh

ARDS

Edema paru DS : – DO : penurunan

Hipoksia

TD, akral dingin pucat, suhu tubuh menurun 2

Ventrikal iskemik

Penurunan curah jantung

Penurunan

curah

jantung

Drowning

Air masuk paru

Surfaktan bercampur

dengan

air

Menekan DS

:

pasien

mengeluh

refleks

batuk

susah

untuk bernafas DO : nafas cepat

Bersihan jalan nafas

dan dangkal

tidak efektif

3.

Bersihan

jalan

nafas tidak efektif Drowning

Voluntary breath DS : – DO : penurunan kesadaran 4.

Hipoksemia

Peubahan perfusi jaringan cerebral

Penurunan

fungsi

tubuh

Involuntary breathing

Hipoksia

Perubahan

perfusi

jaringan cerebral

Drowning

Cairan masuk dalam paru-paru DS

:

Klien

mengeluh sesak

Ventilasi pulmonar

DO

inadekuat

:

RR

meningkat, nafas cepat

dan

dangkal,

Hipoksia

penggunaan otot Pola nafas tidak

bantu pernafasan 5.

Kompensasi tubuh

efektif

untuk mendapatkan oksigen

Pola

nafas

tidak

efektif

Drowning

Hipoksia

Kadar

oksigen

dalam

darah

menurun

Suplai

darah

ke

jaringan menurun DS : – DO : CRT > 2

Ketidakefektifan

detik,

perfusi

akral

dingin dan pucat

perifer

6.

jaringan

Ketidakefektifan perfusi

jaringan

perifer

3. Diagnosa Keperawatan 4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan supresi reflek batuk sekunder akibat aspirasi air ke dalam paru 5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoksia akibat penurunan kadar oksigen dalam tubuh 6. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan refraktori dan kebocoran interstitial pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru

7. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen 8. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel 9. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan tidak adekuat 10. Intervensi Keperawatan 11. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan supresi reflek batuk sekunder akibat aspirasi air ke dalam paru Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam bersihan jalan nafas

efektif Kriteria Hasil 

Jalan nafas paten



Tidak terjadi aspirasi



Sekresi encer dan mudah dibersihkan Intervensi

Rasional Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo branchial dan juga karena adanya

Kaji status pernafasan klien

cairan,

mukus

atau

sumbatan lain dari saluran nafas

Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas

Pemeliharaan jalan nafas dengan

tambahan bila perlu

paten Penggunaan otot-otot interkostal atau

Catat

perubahan

dalam

bernafas dan pola nafasnya

abdominal/leher

meningkatkan bernafas

usaha

dapat dalam

Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui

Pengembangan

adanya

atau

menjadi batas dari akumulasi

tidaknya ventilasi dan adanya

cairan dan adanya cairan dapat

bunyi tambahan

meningkatkan fremitus

Berikan

penurunan

fisioterapi

dada

dapat

ada

misalnya: postural drainase,

Meningkakan

drainase

perkusi dada/vibrasi jika ada

pari,

indikasi

penggunaan otot-otot pernafasan

Jelaskan penggunaan peralatan

Mengurangi kekhawatiran pasien

pendukung

dengan kondisinya

Kaji kemampuan batuk, latihan

Penimbunan sekret mengganggu

nafas dalam, perubahan posisi

ventilasi

dan lakukan suction bila ada

perkembangan atelektasis dan

indikasi

infeksi paru

peningkatan

dan

sekret efisiensi

predisposisi

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoksia akibat penurunan kadar oksigen dalam tubuh Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam, pola nafas klien adekuat dan efektif Kriteria Hasil : 1. RR dalam batas normal 16-22x/menit 2. Nafas reguler Intervensi

Rasional

Pantau

adanya

pucat

dan

Pucat dan sianosis merupakan

sianosis

tanda hipoksia

Posisikan klien dengan posisi

Posisi

semi fowler

ventilasi maksimum

untuk

memperoleh

Identifikasi perlunya dilakukan insersi jalan nafas

Untuk membebaskan jalan nafas

Gunakan oral atau nasofaringeal

Untuk memberi jalan nafas pada

air way sesuai kebutuhan

klien

3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan refraktori dan kebocoran interstitial pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1×24 jam tidak terjadi gangguan

pertukaran gas Kriteria Hasil : 

Oksigenasi adekuat



Saturasi oksigen dalam rentang normal Intervensi

Rasional

Kaji status pernafasan, catat

Takipneu adalah mekanisme

peningkatan

kompensasi untuk hipoksemia

respirasi

atau

perubahan pola nafas

dan peningkatan usaha nafas

Kaji tanda distress pernafasan,

Tanda sianosis dapat dinilai

peningkatan frekuensi jantung,

pada

agitasi, berkeringat, sianosis

berindikasi adanya hipoksemua

mulut,

bibir

yang

sistemik, sianosis perifer seperti pada kuku dan

ekstremitas

vasookontriksi Observasi

adanya

confusion,

somnolen,

apatis,

dan

ketidakmampuan beristirahat

Hipoksemia dapat ,enyebabkan iritabilitas dari miokardium Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ditemukan. Crakles terjadi

karena

peningkatan

cairan di permukaan jaringan yang

disebabkan

peningkatan

oleh

permeabilitas

membran

alveoli

kapiler.

Catat ada tidaknya suara nafas

Wheezing

terjadi

karena

dan

bronkokontriksi

adanya

bunyi

nafas

tambahan Berikan

atau

adanya

mukus pada jalan nafas humidifier

oksigen

Memaksimalkan

pertukaran

dengan masker CPAP jika ada

oksigen secara terus menerus

indikasi

dengan tekanan yang sesuai

Berikan dan monitor terapi bronkodilator sesuai indikasi

Untuk kencegah ARDS Peningkatan

Pertahankan ventilasi mekanis

ekspansi

paru

meningkatkan oksigenasi

4. Gangguan perfusi serebral yang berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen

Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1×24 jam tidak terjadi gangguan perfusi

serebral Kriteria Hasil : 

Klien menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi



Klien menunjukkan memori jangka lama dan saat ini, membuat keputusan yang benar Intervensi

Rasional Tingkat kesadaran merupakan

Kaji tingkat kesadaran klien

indikator

dengan GCS

perubahan neurologi

Melakukan

sirkulasi

terbaik

adanya

perifer

secara komperhensif

Indikasi adanya fraktur basilar Pada

keadaan

autoregulasi

normal

mempertahankan

aliran darah otak yang konstan pada saat fluktuasi tekanan darah Pantau tekanan darah

sistemik

Catat status neurologi secara

Mengkaji adanya kecenderungan

tertatur, bandingkan dengan

pada

nilai standar menghindari suhu

potensial adanya peningkatan

yang kestrim dan ekstremitas

TIK

Perhatikan

Petunjuk

adanya

gelisah

tingkat

kesdaran

nonverbal

meningkat, tingkah laku yang

mengindikasikan

tidak sesuai

peningkatan TIK

dan

ini adanya

Adanya perubahan tanda vital seperti Monitor tanda vital setiap 1 jam

respirasi

menunukkan

kerusakan pada batang otak Meningkatkan aliran balik vena dari

kepala,

sehingga

akan

Tinggikan kepala pasien 15-45

mengurangi kongesti dan edema

derajat sesuai indikasi yang

atau resiko terjadi peningkatan

dapat ditoleransi

TIK

5. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam, tidak terjadi penurunan

curah jantung Kriteria Hasil : 

Pompa jantung efektif Intervensi Raba

nadi

Rasional (radial,

carotid,

femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, amplitude

keteraturan, (penuh/kuat)

dan

Perbedaan frekuensi, kesamaan dan

keteraturan efek

nadi

simetris. Catat adanya pulsus

menunjukkan

gangguan

alternan, nadi bigeminal, atau

curah jantung pada sirkulasi

defisit nadi

sistemik/perifer

Auskulatasi bunyi jantung, catat

Pendengaran

frekuensi, irama. Catat adanya

jantung ekstra atau penurunan

terhadap

bunyi

denyut

jantung

ekstra,

penurunan nadi

nadi membantu mengidentifikasi disritmua

pada

pasien

tak

terpantau Meskipun tidak semua disritmia mengancam hidup, penanganan cepat untuk mengakhiri disritmia Pantau tanda vital dan kaji

diperlukan

keadekuatan

gangguan curah jantung dan

curah

jantung/perfusi jaringan.

pada

adanya

perfusi jaringan Meningkatkan jumlah sediaan oksigen untuk miokard, yang

Berikan

oksigen

tambahan

sesuai indikasi

menurunkan

iritabilitas

yang

disebabkan oleh hipoksia Penurunan penghilangan

rangsang stress

dan akibat

katekolamin yang menyebabkan atau meningkatkan disritmia dan vasokontriksi Berikan lingkungan tenang

serta

meningkatkan kerja miokard

6. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan tidak adekuat Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam, gangguan perfusi jaringan perifer dapat diatasi Kriteria Hasil : 1. CRT < 2 detik 2. Akral kering, hangat dan merah

Intervensi

Rasional

Kaji sirkulasi perifer : nadi perifer,

CRT,

warna

dan

temperatur ekstremitas Elevasi

anggota

badan

Menunjukkan

aliran

perfusi

mengalami penurunan 20

derajat atau lebih tinggi dari

Untuk

jantung

return

meningkatkan

venous

Untuk mencegah peningkatan Jaga keadekuatan hidrasi klien

viskositas darah

Catat intake dan output, monitor

Mencegah terjadinya dehidrasi

status hidrasi

dan penurunan sirkulasi

BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

Kasus : Tn A berusia 21 tahun akibat gagal audisi D’Academy nekat mencoba bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri ke laut selatan. Tn A saat ini masih tercatat sebagai seorang mahasiswa di sebuah PTN ternama di Surabaya. Saat ini korban telah berhasil dievakuasi ke tepi oleh tim penyelemat dalam keadaan masih hidup setelah tenggelam.

1. Pengkajian 

Identitas Klien : Nama

: Tn.A

Umur

: 21 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Status perkawinan

: belum menikah

Pendidikan

: S1

Suku/Bangsa

: Jawa

Pekerjaan

: mahasiswa



Keluhan Utama : Pasien iritabilitas, dan mengeluh sesak



Riwayat Penyakit Sekarang : A gagal audisi D’Academy nekat mencoba bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri ke laut selatan. Saat ini korban telah berhasil dievakuasi ke tepi oleh tim penyelemat dalam keadaan masih hidup setelah tenggelam.



Riwayat Penyakit Dahulu : –

2. Primary Survey 

Airway : paru-paru terisi cairan



Breathing : frekuensi nafas meningkat, nafas dangkal dan cepat, klien sulit bernafas



Circulation : CRT >2 detik



Disability : kesadaran klien menurun



Exposure : tidak ada jejas

1. Pengkajian Fisik 1. Keadaan Umum : sesak nafas, frekuensi nafas meningkat 2. B1-B6 B1 : Klien mengeluh sesak dan sulit bernafas, pernafasan cepat dan dangkal, RR 30x/ menit

B2 : Tekanan darah 80/50, klien tampak pucat, sianosis dan nadi meningkat 140x/ menit B3 : Klien mengalami penurunan kesadaran, GCS : 356 (mata terbuka dengan perintah, orientasi baik dan mampu berbicara, bereaksi terhadap perinta verbal) B4 : Tidak ditemukan kelainan B5 : Tidak ditemukan kelainan B6 : tidak ada fraktur dan jejas 5. Analisa Data No

Data

Etiologi

MK

Drowning

Hipoksemia

Penurunan

fungsi

tubuh

Air masuk ke paru DS

:

pasien

mengatakan kesulitan

1

Peningkatan untuk

permeabilitas

bernafas

membran

DO : hipoksia

alveoli

kapiler Gangguan pertukaran gas

Hipoksia

Gangguan pertukaran gas

Drowning

Hipoksemia

Penurunan

fungsi

tubuh

ARDS

Edema paru

Hipoksia

DS : –

Ventrikal iskemik

DO : penurunan TD, akral dingin

2

pucat, suhu tubuh

Penurunan

menurun

jantung

curah Penurunan curah jantung

Drowning

Air masuk paru

Surfaktan bercampur

dengan

air

Menekan DS

:

pasien

mengeluh

refleks

batuk

susah

untuk bernafas DO : nafas cepat

Bersihan jalan nafas

dan dangkal

tidak efektif

Bersihan

3.

jalan

nafas tidak efektif Drowning

Voluntary breath

Hipoksemia DS : –

4.

DO : penurunan

Penurunan

kesadaran

tubuh

fungsi Peubahan perfusi jaringan cerebral

Involuntary breathing

Hipoksia

Perubahan

perfusi

jaringan cerebral

Drowning

Cairan masuk dalam paru-paru

Ventilasi pulmonar DS

:

Klien

inadekuat

mengeluh sesak DO

:

RR

Hipoksia

meningkat, nafas cepat

5.

dan

dangkal,

Kompensasi tubuh

penggunaan otot

untuk mendapatkan

bantu pernafasan

oksigen

Pola nafas tidak efektif

Pola

nafas

tidak

efektif

Drowning

Hipoksia

Kadar

oksigen

dalam

darah

menurun

Suplai

darah

ke

jaringan menurun DS : – DO : CRT > 2

Ketidakefektifan

detik,

perfusi

akral

dingin dan pucat

perifer

6.

jaringan

Ketidakefektifan perfusi

jaringan

perifer

6. Diagnosa Keperawatan 7. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan supresi reflek batuk sekunder akibat aspirasi air ke dalam paru 8. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan refraktori dan kebocoran interstitial pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru 9. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen 10. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan peningkatan kerja ventrike 11. Intervensi Keperawatan

12. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan supresi reflek batuk sekunder akibat aspirasi air ke dalam paru Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam bersihan jalan nafas

efektif Kriteria Hasil 

Jalan nafas paten



Tidak terjadi aspirasi



Sekresi encer dan mudah dibersihkan Intervensi

Rasional Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo branchial dan juga karena adanya

Kaji status pernafasan klien

cairan,

mukus

atau

sumbatan lain dari saluran nafas

Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas

Pemeliharaan jalan nafas dengan

tambahan bila perlu

paten Penggunaan otot-otot interkostal atau

Catat

perubahan

dalam

bernafas dan pola nafasnya

abdominal/leher

meningkatkan

dapat

usaha

dalam

dada

dapat

bernafas Pengembangan

Auskultasi bagian dada anterior

menjadi batas dari akumulasi

dan posterior untuk mengetahui

cairan dan adanya cairan dapat

adanya

meningkatkan fremitus

penurunan

atau

tidaknya ventilasi dan adanya bunyi tambahan Berikan

fisioterapi

ada

misalnya: postural drainase,

Meningkakan

drainase

perkusi dada/vibrasi jika ada

pari,

indikasi

penggunaan otot-otot pernafasan

Jelaskan penggunaan peralatan

Mengurangi kekhawatiran pasien

pendukung

dengan kondisinya

Kaji kemampuan batuk, latihan

Penimbunan sekret mengganggu

nafas dalam, perubahan posisi

ventilasi

dan lakukan suction bila ada

perkembangan atelektasis dan

indikasi

infeksi paru

peningkatan

dan

sekret efisiensi

predisposisi

2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan refraktori dan kebocoran interstitial pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1×24 jam tidak terjadi gangguan

pertukaran gas Kriteria Hasil : 

Oksigenasi adekuat



Saturasi oksigen dalam rentang normal Intervensi

Rasional

Kaji status pernafasan, catat

Takipneu adalah mekanisme

peningkatan

kompensasi untuk hipoksemia

respirasi

perubahan pola nafas

atau

dan peningkatan usaha nafas

Tanda sianosis dapat dinilai pada

mulut,

bibir

yang

berindikasi adanya hipoksemua Kaji tanda distress pernafasan,

sistemik, sianosis perifer seperti

peningkatan frekuensi jantung,

pada kuku dan

agitasi, berkeringat, sianosis

vasookontriksi

Observasi

adanya

confusion,

ekstremitas

somnolen,

apatis,

dan

ketidakmampuan beristirahat

Hipoksemia dapat ,enyebabkan iritabilitas dari miokardium Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ditemukan. Crakles terjadi

karena

peningkatan

cairan di permukaan jaringan yang

disebabkan

peningkatan

oleh

permeabilitas

membran

alveoli

kapiler.

Catat ada tidaknya suara nafas

Wheezing

terjadi

karena

dan

bronkokontriksi

adanya

bunyi

nafas

tambahan Berikan

atau

adanya

mukus pada jalan nafas humidifier

oksigen

Memaksimalkan

pertukaran

dengan masker CPAP jika ada

oksigen secara terus menerus

indikasi

dengan tekanan yang sesuai

Berikan dan monitor terapi bronkodilator sesuai indikasi

Untuk kencegah ARDS Peningkatan

Pertahankan ventilasi mekanis

ekspansi

meningkatkan oksigenasi

paru

3. Gangguan perfusi serebral yang berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1×24 jam tidak terjadi gangguan perfusi

serebral Kriteria Hasil : 

Klien menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi



Klien menunjukkan memori jangka lama dan saat ini, membuat keputusan yang benar Intervensi

Rasional Tingkat kesadaran merupakan

Kaji tingkat kesadaran klien

indikator

dengan GCS

perubahan neurologi

Melakukan

sirkulasi

terbaik

adanya

perifer

secara komperhensif

Indikasi adanya fraktur basilar Pada

keadaan

autoregulasi

normal

mempertahankan

aliran darah otak yang konstan pada saat fluktuasi tekanan darah Pantau tekanan darah

sistemik

Catat status neurologi secara

Mengkaji adanya kecenderungan

tertatur, bandingkan dengan

pada

nilai standar menghindari suhu

potensial adanya peningkatan

yang kestrim dan ekstremitas

TIK

tingkat

kesdaran

dan

Perhatikan

adanya

gelisah

Petunjuk

nonverbal

meningkat, tingkah laku yang

mengindikasikan

tidak sesuai

peningkatan TIK

ini adanya

Adanya perubahan tanda vital seperti Monitor tanda vital setiap 1 jam

respirasi

menunukkan

kerusakan pada batang otak Meningkatkan aliran balik vena dari

kepala,

sehingga

akan

Tinggikan kepala pasien 15-45

mengurangi kongesti dan edema

derajat sesuai indikasi yang

atau resiko terjadi peningkatan

dapat ditoleransi

TIK

4. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam, tidak terjadi penurunan

curah jantung Kriteria Hasil : 

Pompa jantung efektif Intervensi Raba

nadi

Rasional (radial,

carotid,

Perbedaan frekuensi, kesamaan

femoral, dorsalis pedis) catat

dan

frekuensi,

menunjukkan

amplitude

keteraturan, (penuh/kuat)

dan

simetris. Catat adanya pulsus

keteraturan efek

nadi gangguan

curah jantung pada sirkulasi sistemik/perifer

alternan, nadi bigeminal, atau defisit nadi Pendengaran

terhadap

bunyi

Auskulatasi bunyi jantung, catat

jantung ekstra atau penurunan

frekuensi, irama. Catat adanya

nadi membantu mengidentifikasi

denyut

disritmua

jantung

ekstra,

penurunan nadi

pada

pasien

tak

terpantau Meskipun tidak semua disritmia mengancam hidup, penanganan cepat untuk mengakhiri disritmia

Pantau tanda vital dan kaji

diperlukan

keadekuatan

gangguan curah jantung dan

curah

jantung/perfusi jaringan.

pada

adanya

perfusi jaringan Meningkatkan jumlah sediaan oksigen untuk miokard, yang

Berikan

oksigen

tambahan

sesuai indikasi

menurunkan

iritabilitas

yang

disebabkan oleh hipoksia Penurunan penghilangan

rangsang stress

dan akibat

katekolamin yang menyebabkan atau meningkatkan disritmia dan vasokontriksi Berikan lingkungan tenang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

serta

meningkatkan kerja miokard



Kesimpulan Tenggelam adalah suatu bentuk sufokasi berupa korban terbenam dalam cairan dan cairan tersbut terhisap masuk ke jalan nafas sampai alveoli paru-paru. Drowningatau tenggelam adalah proses masuknya cairan ke dalam saluran nafas atau paru-paru yang menyebabkan gangguan pernafasan sampai

kematian. Drowningdiklasifikasikan

menjadi

typical

dan

atypical.

Atypical

diklasifikaikan lagi menjadi dry, immersion syndrome, submersion of the unconscious, dan delayed

dead.

Berdasarkan

kondisi

kejadian

dibedakan

menjadi drowning dan

near drowning (hamper tenggelam). Drowning ini terjadi dikarenakan kemampuan fisik yang terganggu akibat pengaruh obat, ketidakmampuan fisik akibat hipotermia, syok, cedera atau kelelahan, dan ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenag. Keadaan tergambatnya jalan nafas karena tenggelam menyebabkan gasping dan kemudian aspirasi diikuti dengan henti nafas volunteer dan laringospasme, hipoksemia dan asidoseis yang berakibat pada henti jantung dan kerusakan

system

syaraf

pusat. Drowningmenyebabkan

perubahan

pada

paru-paru,

kardiovaskuler, susunan saraf pusat, ginjal, cairan dan elektrolit. Manifestasi klinis yang ditunjukan adalah sianosis, peningkatan edema paru, kolaps sirkulasi, hipoksemia, asidosis, hiperkapnes, lunglai, postur tubuh deserebrasi atau dekortikasi, koma dengancedera otak yang irreversible. Penatalaksanaan meliputi bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut. 5.2 Saran Mengingat pentingnya penatalaksanaan yang cepat dan tepat terhadap pasien kritis, sebagai calon Ners

kita

seharusnya

banyak

membaca

literature.

Untuk

tentang drowning banyak literature tersedia di kedokteran forensik.

DAFTAR PUSTAKA

mendalami

pengetahuan

Abdul M. I.1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta Bara : Binarupa Aksara Budiyanto.1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik FKUI Dolinak, D., Matshes, E. & Lew, E. O., 2005. Forensic Pathology: Principles and Practice. s.l.:Elsevier. Levin, D. L. et al., 1993. Drowning and Near-Drowning. Pediatric clinics of North America, Volume 2. McCance, K. L., Huether, S. E., Brashers, V. L. & Rote, N. S., 2014. Pathophsysiology ,The Biologic Basis for Disease in Adults and Children, Seventh Edition. Canada: Mosby. Onyekwelu, E., 2008. Drowning and Near Drowning. Internal Journal of Health 8, Volume 2. Pendit, Brahm. U et al. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta : EGC Putra, A. A. G. A., 2014. Kematian Akibat Tenggelam : Laporan Kasus, Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah . Raoof, Suhail. 2008. Manual of Critical Care. New York: Brooklyn. Rastogi, P. & Rao, J., 2011. Accidental Mechanical Asphyxia At Work Site By Mud. J Punjab Acad Forensic Med Toxicol, Volume 11, pp. 52-54. Somantri, irman, 2007, Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan, Salemba Medika, Jakarta Santoso, Bhetaria, (2010). Perbedaan Kadar Magnesium Serum antara Tikus Putih (Rattus Norvegicus) yang Mati Tenggelam di Air Tawar dengan di Air Laut, Skripsi, Surakarta, Universitas Sebelas Maret Sorrentino, S., 2010. Mosby’s Textbok for Long-Term Care Nursing Assistants. 6th penyunt. s.l.:Mosby. Tasmono, 2008. Distribusi Kasus Kematian Akibat Asfiksia di Malang Raya yang Diperiksa di Instalasi Kedokteran Forensik RSSA Tahun 2006-2007. pp. 36-39. Wilkinson & Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC . Ed. 9. Jakarta: EGC

Wilianto, W., 2012. Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga Tenggelam. Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Volume 14, pp. 39-46.

Related Documents


More Documents from ""

Drowning Materi.docx
October 2019 27
Kasus Sufokasi
October 2019 46
April 2020 28
Termokimia.docx
December 2019 20
Retorika Kel 10.docx
October 2019 22