Dpt

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Dpt as PDF for free.

More details

  • Words: 1,425
  • Pages: 3
DPT, BOM WAKTU PEMILU 2009 Tags: dpt, Pemilu, KPU By. [email protected] Kisruh soal Daftar Pemilih Tetap (DPT) kembali mencuat. Persoalan berawal ketika KPU pada tanggal 24 Oktober 2008 menetapkan Daftar Pemilih Tetap sebanyak 170.022.239 orang. Jumlah itu belum termasuk data pemilih di Luar negeri dan Papua Barat. Tindakan yang diambil KPU ketika itu merupakan sesuatu yang keliru mengingat UU.No 10 tahun 2008 tentang pemilu mengharuskan penetapan DPT secara serentak, tidak sepotong-potong. Publik menilai KPU membuat kebijakan yang justru melahirkan ketidakpastian hukum. Polemik tentang ?DPT minus? tersebut belum selesai, KPU kembali membuat blunder. Pada tanggal 24 November KPU melengkapi DPT versi 24 Oktober dengan data pemilih Luar negeri dan Papua Barat. Jumlahnya berubah menjadi 171.068.667 orang. Penambahan data dari luar negeri dan Papua Barat sebenarnya tidak menjadi soal, sebab sudah terlanjur menjadi ? kesalahan awal? karena belum ditetapkan ketika tanggal 24 Oktober 2008. Namun yang memicu persoalan adalah KPU mengubah secara signifikan DPT versi 24 Oktober 2008 dengan memasukkan data pemilih baru dari beberapa daerah yang diakui terjadi perubahan. Beberapa daerah yang memasukkan data baru seperti DIY, Konawe dll. KPU memberikan alasan bahwa DPT berubah akibat adanya perubahan data pemilih di beberapa di daerah. Menurut KPU daripada bermasalah di kemudian hari, lebih baik keputusan jumlah DPT tanggal 24 Oktober 2008 direvisi. Karena ini persoalan riil di lapangan. Atas tindakan ini, banyak pihak menilai KPU gagal memberikan kepastian atas jumlah DPT yang sebenarnya. Sesungguhnya pasca penatapan DPT tanggal 24 Oktober 2008, KPU tidak memilki peluang hukum untuk melengkapi DPT yang sudah disahkan itu. Undang-undang No. 10 tahun 2008 hanya memberikan peluang berubahnya DPT dalam konteks Daftar Pemilih Tambahan. Pasal 40 (1) Daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) dapat dilengkapi dengan daftar pemilih tambahan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari/tanggal pemungutan suara. (2) Daftar pemilih tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas data pemilih yang telah terdaftar dalam daftar pemilih tetap di suatu TPS, tetapi karena keadaan tertentu tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS tempat yang bersangkutan terdaftar. Artinya kalaupun ada perubahan, yang terjadi adalah penambahan DPT di suatu TPS maka tambahan itu pun masih berasal dari DPT di tempat lain. Pasal ini muncul untuk mengakomodir apabila seorang pemilih terdaftar di DPT daerah tertentu, namun akan mencoblos di daerah lain, maka yang bersangkutan harus mengkonfirmasi perubahan statusnya 3 hari sebelum pelaksanaan pencoblosan. Inilah batasan perubahan data pemilih yang dimaksud UU.No 10 tahun 2008 Namun, logika perubahan yang digunakan KPU adalah ketika terjadi perubahan data di daerah. Adanya perubahan data daerah yang mempengaruhi DPT tanggal 24 November 2008 yang lalu menjadi preseden buruk ke depan. Apabila KPU beralasan bahwa perubahan itu terjadi karena adanya perubahan data di daerah, maka KPU akan sulit memastikan data final DPT sampai kapanpun sebab di setiap saat akan terjadi perubahan data di lapangan. Contoh kasus misalnya; Hal yang mesti dipikirkan oleh KPU adalah ketika proses penetapan DP4 tanggal 23 Oktober dilakukan maka di saat yang bersamaan sedang berlangsung proses puluhan pilkada pada akhir oktober 2008.proses tersebut di antaranya pemutakhira data pemilih untuk kepentingan pilkada. Pilkada tersebut tentunya memiliki data pemilih paling baru yang berbeda dengan data daerah yang telah melaksanakan pilkada tahun 2005-2007. Artinya, DPT KPU versi 24 Oktober 2008 maupun DPT versi tanggal 24 November 2008 berpotensi tidak mampu mengikutsertakan data pemilih yang ada dalam data pilkada mutakhir. Sehingga besar kemungkinan banyak pemilih yang terdaftar dalam sebuah pilkada, namun tidak terdaftar dalam pemilu 2009. Kemungkinan banyaknya pemilih dalam pilkada yang tidak bisa memilih pada pemilu 2009

menjadi ancaman serius bagi pelaksanaan pemilu 2009. Gelombang protes akibat banyaknya warga yang tidak terdaftar sebagi pemilih akan mengalamai eskalasi menjelang bulan April 2009. Resistensi terhadap DPT saat ini mungkin cenderung menjadi isu elit, belum menjadi persoalan bagi masyarakat umum. Artinya sebagian besar masyarakat belum peduli atas status dirinya sebagai pemilih dalam pemilu 2009. Hal ini dapat dimaklumi sebab tingkat apresiasi masyarakat terhadap proses pemilu termasuk rendah. Dalam kasus Pilkada DKI misalnya, ketika itu LP3ES bekerjasama dengan NDI melakukan audit pemilih melansir bahwa ada 74% pemilih yang tidak pernah mengecek statusnya di kelurahan. Artinya, ketidakaktifan masyarakat dalam mengecek statusnya dan berhadapan dengan bermasalahnya DP4 saat ini akan menjadi bom waktu pelaksaan pemilu 2009.

Tiga Persoalan Pokok Dalam evaluasi Pilkada yang dilakukan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) disebutkan bahwa salah satu persoalan pilkada yang berpotensi menjadi kendala utama dalam proses pemilu 2009 adalah tahapan pendaftaran pemilih. Setidaknya ada tiga persoalan pokok yang sering muncul dalam tahapan pendaftaran pemilih. Pertama, tahapan pendataan pemilih. Dalam tahap ini kasus yang paling muncul adalah Tidak akuratnya Data Penduduk Potensi Pemilih Pemilu (DP4) yang diserahkan Dinas Kependudukan kepada KPU. Untuk konteks pemilu 2009, DP4 sudah diserahkan ke mendagri pada bulan April 2008. Namun sampai saat dimutakhirkan menjadi DPT, basis data pemilihnya masih kacau. Selain itu, data BPS yang biasanya menjadi sumber data Dukcapil ternyata tidak berbasis pada Kartu Tanda Penduduk. Sementara proses pemutakhiran data pemilih berbasis pada data yang ada di KTP. Lemahnya data DP4 akhirnya melahirkan persoalan yang umum terjadi, misalnya satu desa yang pemilihnya semua berjenis kelamin laki-laki, pemilih yang secara sudah meninggal, ternyata masih terdaftar sebagai pemilih. Dan yang pasti banyak warga yang sudah memiliki hak pilih ternyata tidak terdaftar sebagai pemilih. Kedua, persoalan tahapan pendataan pemilih terletak pada sosialisasi. Masih segar dalam ingatan kita kasus penyusunan Daftar Pemilih Sementara yang tidak akurat akibat tidak adanya sosialisasi. Meskipun masa penyusunan DPS sudah diperpanjang dua kali, ternyata tidak mampu direspon oleh masyarakat. Penyebab pokoknya adalah masyarakat tidak tahu bahwa masa itu adalah masa pendaftaran pemilih. Pola sosialisasi yang dilakukan KPU cenderung pasiv, yakni memasang berbagai media dan alat informasi di kantor kecamatan dan desa. Padahal fakta di lapangan menyebut bahwa hanya segelintir warga yang datang ke kantor tersebut. Ketiga, data pemilih bermasalah dalam proses penyampaian data tersebut kepada pemilih. Dalam tahapan ini yang muncul adalah banyak warga yang sesungguhnya sudah terdaftar namun tidak mendapatkan Kartu Pemilih dan Kartu Undangan. Hal ini yang memicu banyaknya warga yang tidak hadir di TPS. Umumnya mereka meskipun sadar dirinya terdaftar namun tidak bersedia hadir karena tidak memiliki kartu undangan atau kartu pemilih. Penyebab mereka tidak memiliki kartu pemilih dan kartu undangan adalah karena tidak maksimalnya petugas mendistribusikan kartu pemilih dan kartu undangan tersebut. Petugas biasanya tidak memiliki waktu yang cukup untuk membagi kartu pemilih dan kartu undangan. Selain itu, factor netralitas petugas juga mempengaruhi tidak tersosialisasikannya kartu pemilih dan kartu undangan secara baik.

Dua Potensi Ledakan Berkaca dari fenomena kisruh pilkada akibat ketidakberesan Daftar Pemilih Tetap, setidaknya ada tahapan yang berpotensi meledak; Pertama, tahapan jelang dan hari H pencoblosan suara. Pada detik-detik jelang hari H, masyarakat mulai menyiapkan diri untuk mencoblos. Pada masa inilah baru terkondisikan status terdaftar atau tidak di DPT. Bagi yang tidak terdaftar dan merasa punyahak, protes adalah jalan yang paling umum terjadi. Dan sasaran unjuk rasa adalah kantor KPU. Kasus pilkada menunjukkan banyak kantor KPU dirusak bahkan sampai dibakar karena amuk massa yang memprotes DPT yang bermasalah. Potensi protes biasanya diinisiasi secara mandiri oleh mereka yang merasa belum terdaftar. Namun motif lain---dan ini yang paling sering muncul--- protes massa tersebut digerakkan oleh kandidat yang merasa bakal dirugikan dengan banyaknya warga yang tidak terdaftar. Bisa dibayangkan, pemilu 2009 dengan model dukungan berbasis Caleg, maka potensi provokasi dan mobilisasi dengan isu DPT akan semakin kuat. Masingmasing Caleg merasa berhak mempertahankan hak pilih para pendukungnya. Kedua, tahapan penghitungan dan penetapan pemenang. Persoalan DPT dengan tidak terdaftarnya sekian ratus pemilih di DPT akan tetap menjadi isu sensitive sampai detik penetapan pemenang pemilu. Yang merasa berpotensi kalah akan bersikukuh menggunakan alasan DPT sebagai pemicu kekalahan. Problemnya, tidak hadirnya pemilih ke TPS tidak masuk bagian dari materi sengketa hasil pemilu. Sehingga terkadang persoalan masyarakat yang tidak terdaftar tidak mampu menjadi uji materi dalam sengketa hasil. Yang diuji adalah ketidakcocokan jumalh suara dan adanya dugaan penggelembungan suara. Karena protes DPT tidak bisa terlembagakan melalui mekanisme procedural hukum, maka amuk massa kemudian yang menjadi dominan muncul. Akhirnya persoalan pendaftaran pemilih akan menjadi bom waktu di kala hari H pencoblosan pemilu 2009 semakin dekat. Resistensi atas data pemilih akan mulai marak ketika masyarakat sudah mulai merasakan status dirinya tidak terdaftar. Dalam posisi ini bom itu akan meledak mengingat potensi politisasi dan provokasi cukup besar. Selain itu, sengketa hasil pemilihan umum salah satu pemicunya adalah banyak warga yang tidak terdaftar. Mungkin itu. Tanah Karo (SIB) Sebanyak tiga puluh warga Kelurahan Lau Cimba dan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe yang tergabung dalam Masyarakat Anti Pemilu Curang, Kamis (2/4) mendemo Kantor KPUD dan Kantor Bupati Karo terkait banyaknya Daftar Pemilih Tetap (DPT) bermasalah yang ditemukan di daerah ini. berupa adanya pemilih ganda, pindah alamat, berstatus TNI/Polri, meninggal dunia dan pemilih dibawah 17 tahun Sumatra utara

Related Documents

Dpt
June 2020 15
Dpt Proposal
May 2020 11
Posicao Do Dpt
November 2019 5
Rekap Dpt Samarinda
June 2020 27
Rekap Dpt Jawa Tengah
June 2020 27
Dpt Laporan Bbb.docx
December 2019 41