I. A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang lalu (2.500 SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di Sumeria. Sedangkan penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenic, mercury dan serbuk timah diketahui mulai digunakan untuk memberantas serangga pada abad ke-15. Kemudian pada abad ke-17 nicotin sulfate yang diekstrak dari tembakau mulai digunakan sebagai insektisida. Pada abad ke-19 diintroduksi dua jenis pestisidaalami yaitu, pyretrum yang diekstrak dari chrysanthemum dan rotenon yangdiekstrak dari akar tuba Derris eliptica (Miller, 2002). Pada tahun 1874 Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali mensintesis DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai insektisida baru ditemukan oleh ahli kimiaSwiss, Paul Hermann Muller pada tahun 1939 yang dengan penemuannya ini diadianugrahi hadiah nobel dalam bidang Physiology atau Medicine pada tahun 1948(NobelPrize.org). Karena belum ada penemuan-penemuan baru, bahan arsenat ini bertahan cukup lama. Meskipun hama-hama juga sudah menunjukkan segala kekebalan. Pada akhirnya secara tidak disengaja seperti lazimnya penemuan yang lain, racun tembakau mulai diperkenalkan pada masyarakat mulai tahun 1960 di Eropa (Daly et al., 1998). Ternyata racun nikotin ini cukup efektif pula sebagai obat sekaligus racun pembasmi hama. Berbeda didaratan Eropa, di Malaysia dan sekitarnya lebih mengenal bubuk pohon deris, yang mengandung bahan aktif Rotenon sebagai zat pembunuh. Disamping itu juga dipakai bahan aktif Pirenthin I dan II, dan Anerin I dan II, yang diperoleh dari bunga Pyrentrum Aneraria Forium. Metodenya masih sederhana Pembuatan pun cukup sederhana, karena pada masa itu belum dikenal alat-alat industri dan pengetahuan yang cukup. Tembakau direndam didalam air selama satu hari satu malam, baru kemudian dipakai untuk menyemprot atau disiramkan. Pada tahun 1940an mulai dilakukan produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan secara luas (Daly et al., 1998). Perlunya penggunaan pestisida dikarenakan pestisida ini merupakan racun yang mempunyai nilai ekonomis terutama bagi petani. Pestisida memiliki kemampuan membasmi organisme selektif (target organisme), dengan adanya pestisida ini petani sangat terantu dalam mencegah serangan hama dan penyakit yang mengganggu hasil panen produk petani baik pada pra tanam, tanam, pemeliharaan, panen, sampai pasca panen keberadaan pestisida ini memiliki andil besar untuk mempertahankan produk pertanian (Tarumingkeng, 2008).
1
Manfaat mempelajari pestisida ini adalah agar dapat lebih mengenal dan mengetahui apa itu pestisida, golongan, dan formulasinya, dan dampak yang tejadi akibat penggunaan pestisida ini sehingga kita dapat memilah mulai dari jenis tanaman, golongan dan jenis pestisida yang akan digunakan sesuai dan dampak yang dihasilkan semaksimal mungkin untuk dihindarkan dan juga formulasi pestisida yang aman untuk digunakan dengan menimbang dampak yang terjadi tidak merusak lingkungan dan ekosistem. B.
Tujuan Praktikum 1. Untuk mengetahui jenis-jenis dan fungsi pestisida. 2. Untuk mengetahui formulasi masing-masing pestisida. 3. Untuk mengetahui kadar dan bahan-bahan aktif pestisida. 4. Mengetahui cara penggunaan masing-masing pestisida.
2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Pestisida merupakan zat, senyawa kimia (zat pengatur tumbuh dan perangsang tumbuh), organisme renik, virus dan zat lain-lain yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman atau bagian tanaman (Pedum Kajian Pestisida, 2012). Beberapa tahun terakhir penggunaan pestisida oleh petani cenderung meningkat, karena hal tersebut dianggap cara paling efektif untuk mengendalikan OPT, sehingga permintaan pestisida di tingkat petani meningkat. Jumlah merk dagang pestisida yang beredar di Indonesia sangat banyak. Setidaknya pada tahun 2010 terdapat 2.628 merk dagang pestisida dari 196 perusahaan yang terdaftar di Kementerian Pertanian (Kementerian Pertanian 2010). Beredarnya jenis pestisida dalam jumlah yang banyak, sementara informasi tentang penggunaan pestisida yang bijaksana masih terbatas, menyebabkan perilaku petani dalam penggunaan pestisida semakin tidak terkendali. Oleh karena itu, upaya mengurangi dampak negatif akibat penggunaan pestisida perlu terus diupayakan. Salah satu diantaranya ialah dengan pengelompokan pestisida yang beredar di Indonesia. Penggolongan pestisida dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari tujuan yang diinginkan seperti penggolongan pestisida berdasarkan komposisinya, berdasarkan cara penggunaannya, berdasarkan target hama, dan berdasarkan kelompok hama yang akandikendalikan. Berdasarkan komposisi bahan kimianya, pestisida kimia dibagi menjadi tiga yaitu pestisida anorganik, organik dan pestisida hayati (Milne, 1998). Berdasarkan organisme sasarannya pestisida digolongkan sebagai berikut (Raini, 2007). 1. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga. Bahan aktif yang tergkandung di dalamnya antara lain, organoklorin, organofosfat, karbamat dan piretroid. 2. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan. Bahan aktif yang terkandung biasanya adalah senyawa merkuri, dikarboksimida, derivat ftalimida, penta-klorofenol (PCP) dan senyawa N-heterosiklik. 3. Bakterisida adalah bahan yang mengandung senyawa yang bisa membunuh bakteri. 4. Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing. 5. Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak, dan labalaba.
3
6. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus. Bahan aktif yang digunakan antara lain warfarin, ANTU, natrium fluoroasetat, alkaloid striknin dan fluoroasetamida. 7. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang, siput setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat di tambak. 8. Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk membunuh tumbuhanpengganggu yang disebut gulma. Pestisida dapat juga dikelompokkan berdasarkan cara kerjanya (mode of action). Cara kerja (mode of action) adalah kemampuan pestisida dalam mematikan hama atau penyakit sasaran menurut cara masuknya bahan beracun ke jasad hama atau penyakit sasaran dan menurut sifat dari bahan kimia tersebut. Berdasarkan cara masuknya ke dalam jasad sasaran, insektisida digolongkan ke dalam : 1. Racun perut/lambung merupakan bahan beracun pestisida yang dapat merusak sistem pencernaan jika tertelan oleh serangga 2. Racun kontak merupakan bahan beracun pestisida yang dapat membunuh atau mengganggu perkembangbiakan serangga, jika bahan beracun tersebut mengenai tubuh serangga. 3. Racun nafas merupakan bahan racun pestisida yang biasanya berbentuk gas atau bahan lain yang mudah menguap (fumigan) dan dapat membunuh serangga jika terhisap oleh sistem pernafasan serangga tersebut. 4. Racun saraf :merupakan pestisida yang cara kerjanya mengganggu sistem saraf jasad sasaran 5. Racun protoplasmik merupakan racun yang bekerja dengan cara merusak protein dalam sel tubuh jasad sasaran 6. Racun sistemik merupakan bahan racun pestisida yang masuk ke dalam sistem jaringan tanaman dan ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman, sehingga bila dihisap, dimakan atau mengenai jasad sasarannya bisa meracuni. Jenis pestisida tertentu hanya menembus ke jaringan tanaman (translaminar) dan tidak akan ditranlokasikan ke seluruh bagian tanaman (Moekasan dan Prabaningrum, 2012). Pengetahuan mengenai cara kerja suatu pestisida dapat dibuat strategi pengelolaan resistensi untuk menghambat terjadinya resistensi OPT terhadap pestisida yang umum digunakan. Hal ini disebabkan pada kebanyakan kasus, tidak hanya resistensi yang
4
menyebabkan senyawa aktif tertentu menjadi tidak aktif, tetapi sering juga menyebabkan resistensi silang terhadap senyawa kimia lainnya. Hal itu terjadi karena senyawa dengan kelompok kimia spesifik biasanya bersinergi dengan hama target, begitu juga dengan mekanisme cara kerjanya. Biasanya hama akan mengembangkan mekanisme ketahanan tertentu dengan memodifikasi genetiknya terhadap target sasaran insektisida pada tubuhnya. Ketika hal itu terjadi, interaksi senyawa aktif dengan target akan terganggu dan pestisida akan kehilangan keefektifannya. Jika senyawa dalam berbagai sub-kelompok bahan kimia melakukan cara kerja yang sama, akan ada risiko bahwa mekanisme ketahanan oleh hama yang telah dikembangkannya secara otomatis akan memberikan resistensi silang untuk semua senyawa dalam sub-kelompok bahan kimia yang sama. Ini adalah konsep resistensi silang dalam kelompok bahan kimia untuk insektisida dan akarisida yang merupakan dasar dari klasifikasi cara kerja atau MoA oleh IRAC (IRAC, 2011). Formulasi pestisida yang dipasarkan terdiri atas bahan pokok yang disebut bahan aktif (active ingredient) yang merupakan bahan utama pembunuh organisme pengganggu dan bahan ramuan (inert ingredient). Beberapa jenis formulasi pestisida antara lain : tepung hembus (D), butiran (G), tepung yang dapat disuspensi dalam air (WP), tepung yang larut dalam air (SP), suspensi (F), cairan (EC), Ultra Low Volume (ULV), solution(S), aerosol (A) dan umpan beracun (B) (Wudianto, 2007). Pestisida sebelum digunakan harus diformulasi terlebih dahulu. Pestisida dalam bentuk murni biasanya diproduksi oleh pabrik bahan dasar, kemudian dapat diformulasi sendiri atau dikirim ke formulator lain. Oleh formulator baru diberi nama. Berikut ini beberapa formulasi pestisida yang sering dijumpai: 1.
Cairan
emulsi
(emulsifiable
concentrates/emulsible
concentrates)
Pestisida
yang
berformulasi cairan emulsi meliputi pestisida yang di belakang nama dagang diikuti oleb singkatan ES (emulsifiable solution), WSC (water soluble concentrate). B (emulsifiable) dan S (solution). Biasanya di muka singkatan tersebut tercantum angka yang menunjukkan besarnya persentase bahan aktif. Bila angka tersebut lebih dari 90 persen berarti pestisida tersebut tergolong murni. Komposisi pestisida cair biasanya terdiri dari tiga komponen, yaitu bahan aktif, pelarut serta bahan perata. Pestisida golongan ini disebut bentuk cairan emulsi karena berupa cairan pekat yang dapat dicampur dengan air dan akan membentuk emulsi. 2.
Butiran (granulars) Formulasi butiran biasanya hanya digunakan pada bidang pertanian sebagai insektisida sistemik. Dapat digunakan bersamaan waktu tanam untuk melindungi tanaman pada umur awal. Komposisi pestisida butiran biasanya terdiri atas bahan aktif, bahan
5
pembawa yang terdiri atas talek dan kuarsa serta bahan perekat. Komposisi bahan aktif biasanya berkisar 2-25 persen, dengan ukuran butiran 20-80 mesh. Aplikasi pestisida butiran lebih mudah bila dibanding dengan formulasi lain. Pestisida formulasi butiran di belakang nama dagang biasanya tercantum singkatan G atau WDG (water dispersible granule). 3.
Debu (dust) Komposisi pestisida formulasi debu ini biasanya terdiri atas bahan aktif dan zat pembawa seperti talek. Dalam bidang pertanian pestisida formulasi debu ini kurang banyak digunakan, karena kurang efisien. Hanya berkisar 10-40 persen saja apabila pestisida formulasi debu ini diaplikasikan dapat mengenai sasaran (tanaman).
4.
Tepung (powder) Komposisi pestisida formulasi tepung pada umumnya terdiri atas bahan aktif dan bahan pembawa seperti tanah hat atau talek (biasanya 50-75 persen). Untuk mengenal pestisida formulasi tepung, biasanya di belakang nama dagang tercantum singkatan WP (wettable powder) atau WSP (water soluble powder).
5.
Oli (oil) Pestisida formulasi oli biasanya dapat dikenal dengan singkatan SCO (solluble concentrate in oil). Biasanya dicampur dengan larutan minyak seperti xilen, karosen atau aminoester. Dapat digunakan seperti penyemprotan ULV (ultra low volume) dengan menggunakan atomizer. Formulasi ini sering digunakan pada tanaman kapas. (Untung, 2010)
6
III. A.
METODELOGI PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum Dasar Perlindungan Tanaman dilakukan di Labolatorium Agronomi Fakultas Agroindustri Universitas Mercu Buana Yogyakarta pada, hari Jum’at, 21 Desember 2018 pukul 13.00-16.00 WIB.
B.
Bahan dan Alat
1.
Bahan Macam-macam jenis pestisida, meliputi pestisida yang digunakan untuk pengendalian hama dan penyakit, dengan berbagai formulasi, seperti : D, G, WP, EC, DC, ULV, dan lain-lain. Beberapa bahan dasar pembuat pestisida.
2.
Alat Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah buku dan alat tulis.
C.
Cara kerja
1.
Menyiapkan Lembaran Kertas Buram dan Alat tulis.
2.
Mengamati contoh-contoh pestisida yang ada.
3.
Memperhatikan nama pestisida, formulasi, warna, bahan aktif, kadar bahan aktif dan Petunjuk penggunaan Pestisida.
4.
Mencatat hasil pengamatan dalam bentuk Tabel.
5.
Membuat Laporan Praktikum serta pembahasan Hasil.
7
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil praktikum N
Nama
Formul
Sifat fisik
o.
pestisida
asi
Warna
Bentuk
Bahan
Cara
Jasad
aktif
penggunaa sasaran n
1.
Vydate
AS
Hijau
Larutan
-
disuntikan
2.
Bona
AC
Coklat
Cair
Bpmc
disemprot
Wereng
500g/l
kan
coklat
Pekatan
Endosulf
disemprot
Ulat grayak,
yang
an 350 g/l kan
3.
Akodan
EC
Coklat
penggerek
diemulsi
pucuk, lalat
kan
bibit,
dengan
perusak
air
daun, penggerek balang dll
4.
Marshal
EC
Coklat
Pekatan
Karbosulf disemprot
Ulat grayak,
an 200,11 kan
tungau,
g/l
trips,kutu daun dll
5.
6.
Confidor EC
Dipel
WP
Kuning Pekatan
Coklat
Tepung
Imidaklo
Disemprot
Hama pada
prid 200 kan
tanaman
g/l
cabai
Bacillus
Disemprot
Hama pada
thuringie
kan
tanaman
nsis
tomat
dan
kubis 7.
8.
Mipcinta WP
Centa
GR
Tepung
Ungu
Butiran
MIPC
Disemprot
Belalang,
50%
kan
lalat bibit,dll
Karbofur
Ditaburka
Wereng
an 3%
n tanah
8
pada coklat,pengg erek batang
,dll 9.
Beauveri -
-
-
Beauveri
Disemprot
Walang
a
a
kan
sangit,
bassiana
bassiana
wereng coklat,pengg erek batang, dan
kutu
daun 10
Phostoki
.
n
P
Abu – Tablet
Al
Disemprot
Hama pada
abu
fosfida
kan
gudang
Disemprot
Alang-alang,
kan
gulma keras
56% 11
Roundo
.
p
Sl
Kuning Larutan
Glifosat
keemas an
12
Basmila
.
ng
13
Gramox
AS
dll
Kuning Larutan
Isopropil
dalam air amina
SL
one
Hijau
Larutan
tua
Disemprot
Alang-alang,
kan
gulma
glifosat
berdaun
486 g/l
lebar,dll
Parakuat
Disemprot
gulma
diklorida
kan
berdaun lebar,
teki
dll 14
Prima-
SL
Coklat
Pekatan
jos
2,4-
Disemprot
Gulma
Dimetil
kan
berdaun
limina 15
Ally
WP
Putih
Tepung
plus
Metil
Disemprot
metsulfur
kan
on, 2,4D garam natrium 75%, etil kloromur on
9
lebar Gulma padi
16
Goal
EC
.
Coklat
Pekatan
tua
Oksifluor fen
Disemprot
240 kan
g/l
Gulma berdaun lebar
dan
berdaun sempit
B. Pembahasan Pestisida yang diperdagangkan mempunyai formulasi yang berbeda-beda. Pemilihan formulasi pestisida juga perlu disesuaikan dengan ketersediaan alat yang ada, kemudahan aplikasi, serta efektivitasnya (Wudianto, 2007). Berikut beberapa formulasi pestisida yang beredar di pasaran. 1. Tepung hembus (dust D) Bentuk tepung kering yang hanya terdiri atas bahan aktif, misalnya belerang, atau dicampur dengan pelarut aktif yang bertindak sebagai karier, atau dicampur bahanbahan organik seperti walnut, talk. Penggunaannya menggunakan alat penghembus (duster). 2. Butiran (Granula G) Berbentuk butiran padat yang merupakan campuran bahan aktif berbentuk cair dengan butiran yang mudah menyerap bahan aktif. Penggunaanya cukup ditaburkan atau dibenamkan disekitar perakaran atau dicampur dengan media tanaman. 3. Tepung yang dapat disuspensi dalam air (Wettableb Powder WP) Berbentuk tepung kering agak pekat, penggunaannya harus terlebih dulu dibasahi air. Pestisida jenis ini tidak larut dalam air, melainkan hanya tercampur saja. Oleh karena itu, sewaktu disemprotkan harus sering diaduk atau tangki penyemprot digoyanggoyang. 4. Tepung yang larut dalam air (water-Soluble PowderSP) Jenis pestisida ini sepintas mirip dengan bentuk WP, penggunaan juga dicampur dengan air. Perbedaanya jenis ini larut dalam air, sehingga pengadukan hanya dilakukan sekali pada waktu pencampuran. 5. Suspensi (flowable concentrateF) Formulasi ini merupakan campuran bahan aktif yang ditambahkan pelarut serbuk yang dicampur dengan sejumlah kecil air. Hasilnya berbentuk pasta. 6. Cairan (Emulsifiable EC)
10
Bentuk pestisida ini adalah cairan pekat yang terdiri dari campuran bahan aktif dengan perantara emulsi. Penggunaannya dicampur dengan bahan pelarut berupa air. Hasil pengecerannya atau cairan semprotnya disebut emulsi. 7. Ultra Low Volume(ULV) Pestisida bentuk ini merupakan jenis khusus dari formulasi S(solution). Bentuk murninya merupakan cairan atau bentuk padat yang larut dalam solven minimum. Konsentrat ini mengandung pestisida berkonsentrasi tinggi dan diaplikasikan langsung tanpa penambahan air. 8. Solution(S) Solution merupakan formulasi yang dibuat dengan melarutkan pestisida ke dalam pelarut organik dan dapat digunakan dalam pengendalian jasad pengganggu secara langsung tanpa perlu dicampur dengan bahan lain. 9. Aerosol (A) Aerosol merupakan formulasi yang terdiri dari campuran bahan aktif berkadar rendah dengan zat pelarut yang mudah menguap (minyak) kemudian dimasukkan ke dalam kaleng yang diberi tekanan gas propelan. Formulasi jenis ini banyak digunakan di rumah tangga, rumah kaca, atau perkarangan. 10. Umpan beracun (Poisonous Bait B) Umpan beracun merupakan formulasi yang terdiri dari bahan aktif pestisida digabungkan dengan bahan lainnya yang disukai oleh jasad pengganggu. 11. Powder concentrate (PC) Formulasi ini berbentuk tepung, penggunaanya dicampur dengan umpan dan dipasang di luar rumah. Pestisida jenis ini biasanya tergolong Rodentisida yaitu untuk memberantas tikus. 12. Seed Treatment (ST) Formulasi ini berbentuk tepung. Penggunaanya dicampurkan dengan sedikit air sehingga terbentuk suatu pasta. Untuk perlakuan benih digunakan formulasi ini.
11
V.
KESIMPULAN
Dari Acara Praktikum pestisida dan alat pengendalian hama maka dapat ditarik kesimpulan adalah sebagai berikut : 1. Banyak jenis dari pestisida dan fungsi yang sama,namun dapat dikelompokan dari fungsinya seperti : Insektisida,Herbisida,Fungisida. Ada yang bersifat Sistemik, Kontak, Sistemik dan Kontak, Sistemik lambung dan Kontang lambung. 2. Formulasi setiap pestisida berbeda-beda adapun dalam praktikum kali ini didapatkan beberapa formulasi pada masing-masing pestisida seperti : AS (Vydate),AC(Bona),EC(Akondan), EC(marshal),SL(confidor),WP(dipel),WP(mip cinta),GR(centa),SL(phostokin),SL(roundop),AS(basmillang), SL(Gramoxone),SL(prima- jos), WP(Ally plus), EC(goal). 3. Kadar dan bahan aktif pestisida sangat beragam adapun dalam praktikum kali ini didapatkan beberapa bahan aktif seperti: Bpmc 500g/l, Endosulfan 350 g/l, Karbosulfan 200,11 g/l, Imidakloprid 200 g/l, Bacillus thuringiensis, MIPC 50%, Karbofuran 3%, Beauveria bassiana, Al fosfida 56%, Glifosat, Isopropil amina glifosat 486 g/l, Parakuat diklorida, 2,4-Dimetil limina, Metil metsulfuron, 2,4D garam natrium 75%, etil kloromuron, Oksifluorfen 240 g/l 4. Pestisida yang baik digunakan adalah dimana Semua Petunjuk Penting dalam
Pestisida seperti : Formulasi, Bahan Aktif, Bentuk, warna, cara penggunaan, petunjuk perawatan dan pencegahan atau pengobatan jika terjadi kecelakaan dalam pengaplikasian pestisida. Sedangkan pestisida yang tidak baik adah dimana informasi yang ada dilabel pestisida tidak lengkap dan tidak jelas penggunaannya.
12
DAFTAR PUSTAKA. Djojosumarto, Panut. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. IRAC, 2011. IRAC MoA Classification Scheme. Online. ://www.irac-online.org/mode-ofaction/updated-irac-moa-classification-v7-1-now-published. Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2010. Pestisida Pertanian dan Kehutanan Tahun 2010. Pusat Perizinan dn Investasi, Sekretariat Jenderal. Jakarta. Milne, G.W.A. 1998. Handbook of Pesticides. United States : CRC Pres. Moekasan, T.K dan L.Prabaningrum. 2012. Penggolongan Pestisida Berdasarkan Cara Kerjanya (Mode of Action). Yayasan Bina Tani Sejahtera Lembang. Bandung. Wudianto, R., 2007. Petunjuk Penggunaan Pestida. Penerbit Penebar Swadaya.Jakarta. Raini, M. 2007. Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida. Media Litbang Kesehatan. Volume XVII Nomor 3 Benn, F.R [ and ]C.A. Mac Auliffe, 1975. Chemistry and pollution. New York : The Mac Millan Press. Ekha Isuasta, 1988. Dilema pestisida . Yogyakarta : Kanisius
13