Buku Susiska Arum
Kau tempatku menabur ilmu... kau jendela di hidupku... kau tempatku goreskan jutaan pena... namun, terkadang orang mengabaikannya... kau tertumpuk deraian debu...
Buku... kau tempatku berbagi rasa.... meski engkau hanya diam membisu... lembaran demi lembaran yang terisi...
Tertancap keindahan ilmu menawan... terselip kata demi kata... yang mengisi hari-harimu...
Buku... kau tempatku goreskan pena... goresan pena kini tertancap di badanmu... jutaan kata kini terlukis di badanmu...
Kau tempatku lukiskan keindahan... kau tempatku berbagi kesakitan....
Buku... kau yang mengajariku arti kehidupan... tiada pantas hidup ini kulewati...
tanpa engkau di sisiku...
Kau guru yang hanya bisa diam membisu... namun, kau memberikan jutaan ilmu yang tersimpan di setiap lembaran...
Apa Kabar Pendidikan Negeriku Dian Hartati
Sampai kini saya tidak tahu Apakah titel sarjana nan dibangga-banggakan ayahku dulu Dapat menyambung lambungku, istriku dan anak-anakku Tujuh Belas tahun sudah segudang uang di lumbung keringat ayah-ibuku Kuhabiskan di meja pendidikan Namun saya tetap tidak mampu memberi anak-anakku sesuap makan
Tujuh belas tahun sudah kuhabiskan waktuku di ruang gerah sekolah dan kuliah Namun tidak memberiku otak brilian dan keterampilan nan sepadan Aku hanya terampil menyontek garapan temanku Aku hanya terampil membajak dan menjiplak karya negeri orang
Aku terampil mencuri ide-ide bukannya mencipta Apa kabar pendidikan negeriku Adakah kini kau sudah berbenah Sehingga anak cucuku akan bisa merasai sekolah nan indah Dan masa depan nan cerah?
Pesan Dari Guru
Dengan tertatih-tatih ku kayuh sepeda tua itu dengan nafas terengah-engah
ku sandarkan di pagar tua
Anakku, aku datang tak bawa mobil mewah tak bawa rupiah
Tapi aku punya cinta cintaku begitu besar lebih dari sepeda tua itu tahukah kau aku sangat menyayangimu
Ini daerah terpencil tapi jangan kau berpikiran kerdil
Bangkitlah ... Berjuanglah ...
Kau harus bisa taklukkan gedung-gedung pencakar langit itu hancurkan kebodohanmu
Bangkit dari tidurmu raih mimpi gapai prestasi
Aku hanya orang tua yang tak berarti apa-apa tapi aku punya cinta
Cinta untukmu begitu besar
lebih dari sepeda tua itu
Tak Mau Jadi Orang Bodoh
Seorang anak kecil Berjalan dengan kaki telanjang Menapaki jalan berbatu Terasa sakit menusuk kaki
Aku ini juga manusia Yang punya nyawa Sama sepertimu Yang punya rasa Sama sepertimu
Tapi kau tak punya hati Kau punya mata Tapi tak melihat Kau punya telinga Tapi tak mendengar Kau punya segalanya Tapi tak merasa
Lihat dirimu Uang kau hambur-hamburkan Lari dari gudang ilmu Tak kau ingat begitu banyak tetesan peluh Dan air mata yang membasahi tubuh itu
Aku beda dengan kau Aku tak punya sepertimu
Tapi aku tak mau jadi orang bodoh sepertimu Aku ingin punya banyak ilmu Aku adalah aku Bukan kau
Harapan Yang Kandas
Aku berjalan menyusuri jalan setapak, pada sebuah pemukiman tempat sejumlah anak bangsa berteduh dari rintikan air hujan mencoba menghindar dari terik panasnya matahari tempat yang sering mereka sebut 'Rumah'
Saat aku berjalan, ku lihat anak bangsa dengan seragam kumuh yang dikena tanpa alas kaki yang melindungi membuat kakinya tak jarang terkotori cipratan lumpur di sisi jalan tapi semangatnya menuntut ilmu, seperti api yang menyala-nyala dan takkan pernah padam
Aku kembali berjalan, sesaat ku dengar rintihan anak bangsa "Ibu, Bapa, Aku ingin sekolah seperti mereka. Aku juga punya impian, harapan dan masa depan," rintihnya. tapi apa daya, kedua orangtuanya hanya mampu diam seribu bahasa
Pemimpinku, Pemerintahku, apa kalian tak melihat?
kesusahan menyelimuti anak bangsa apa kalian juga tak mendengar? rintihan anak bangsa yang haus akan pendidikan apa mungkin kalian terlalu sibuk? terlalu sibuk memanjakan harta dan terlalu sibuk bermain dengan uang-uang kalian
Atau mungkin kalian lupa? tiap kali janji manis kau ucapkan di depan ribuan pasang mata yang menyaksikan
Tak ingatkah kalian, wahai para petinggi negara? anak bangsa bagi