Difteri.docx

  • Uploaded by: Nor Mahdiyah
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Difteri.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 585
  • Pages: 2
BAB II PEMBAHASAN 2.1 DEFINISI Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular yang terjadi secara lokal pada mukosa saluran pernapasan atau kulit, yang disebabkan oleh basil gram positif Corynebacterium diphteria, ditandai oleh terbentuknya eksudat yang berbentuk membran pada tempat infeksi, dan diikuti oleh gejala-gejala umumyang ditimbulkan oleh eksotoksin yang di produksi oleh basil ini. (Sudoyo Aru, dkk 2009) 2.2 ETIOLOGI Disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteria, bakteri gram positif yang bersifat polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora, aerobic dan dapat memproduksi eksotoksin. (Sudoyo Aru, dkk 2009) 2.3 PATOFISIOLOGI 2.4 MANIFESTASI KLINIS Difteri terjadi tergantung kepada : 1. Lokasi infeksi 2. Imunitas penderitanya 3. Ada/tidaknya toksin difteri yang beredar dalam sirkulasi darah Secara hati-hati periksa hidung dan tenggorokna anak, terlihat warna keabuan pada selaputnya yang sulit dilepaskan. Kehati-hatian diperlukan untuk pemeriksaan tenggorokan karena dapat mencetuskan obstruksi total saluran napas. Pada anak dengan difteri faring terlihat jelas bengkak pada leher (bull neck). (Price dan Wilson, 2006) Secara klasik bermanifestasi pada anak berusia 1-9 tahun, tetapi dapat terjadi pada orang dewasa yang tidak di imunisasi. Masa inkubasi umumnya 2-5 hari, pada difteri kulit adalah 7 hari sesudah infeksi primer pada kulit. Keluhan nya adalah : 1. Demam yang tidak tinggi sekitar 38o C 2. Kerongkongan sakit dan suara serak 3. Perasaan tidak enak 4. Mual muntah 5. Lesu 6. Sakit kpala 7. Rinorea, berlendir kadang-kadang bercampur darah 2.5 PENATALAKSANAAN Tindakan umum 1. Perawatan tirah baring selama 2 minggu dalam ruang isolasi 2. Memperhatikan intake cairan dan makanan. Bentuk makanan disesuaikan dengan toleransi untuk hal ini dapat diberikan makanan lunak, saring atau cair, bila perlu sonde lambung jika ada kesukaran menelan (terutama pada paralisis molle dan otot-otot faring)

3. Pastikan kemudahan defekasi. Jika perlu berikan obat-obat pembantu defekasi untuk mencegah mengedan berlebihan 4. Bila anak gelisan beri sedative berupa diazepam atau luminal 5. Pemberian antitusif untuk mengurangi batuk (difteri laring) 6. Aspirasi sekret secara periodik terutama untuk difteri laring 7. Bila ada tanda-tanda obstruksi jalan nafas segera berikan oksigen atau trakeostomi Tindakan spesifik 1. Serum Anti Difteri (SAD) Dosis diberikan berdasarkan atas luasnya membran dan beratnya penyakit. Dosis 40.000 IU untuk difteri sedang, yakni luas membran menutupi sebagian atau seluruh tonsil secara unilateral atau bilateral. Dosis 80.000 IU untuk difteru berata, yakni luas membran menutupi hingga melewati tonsil, meluas ke uvula, platum molle dan dinding faring. Dosis 120.000 IU untuk difteri sangat berat, yakni adanya bull neck, kombinasi difteri laring dan faring, komplikasi berupa miokarditis, kolpas sirkulasi dll. SAD diberikan dalam dosis tunggal melalui IV dengan cara melarutkannya dalam 200 cc NaCl 0,9 %. Pemberian selesai dalam waktu 2 jam (sekitar 34 tetes/menit) 2. Antibiotik Penicillin prokain diberikan 100.000 IU/kgBB selama 10 hari, maksimal 3 gr/hari. Eritromisin (bila alergi PP) 50 mg/kgBB secara oral 3-4 kali/hari selama 10 hari 3. Kortikosteroid Diindikasikan pada difteri berat dan sangat berat (membran luas, komplikasi bull neck ). Dapat diberikan prednison 2 mg/kgBB/hari selama 3 minggu atau Deksametason 0,5-1 mg/kgBB/hari secara IV (terutama untuk toksemian) 2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Bakteriologik preparat apusan kuman difteri dari bahan apusan mukosa hidung dan tenggorokan (nasofaringeal swab) 2. Darah rutin : Hb, leukosit, hitung jenis, eritrosit, albumin 3. Urin lengkap : aspek, protein dan sedimen 4. Enzim CPK, segera saat masuk RS 5. Ureum dan kreatinin (bila dicurigai ada komplikasi ginjal) 6. EKG secara berkala untuk mendeteksi toksin basil menyerang sel otot jantung dilakukan sejak hari pertama perawatan lalu minimal 1x seminggu, kecuali bila ada indikasi biasa dilakukan 2-3x seminggu. 7. Pemeriksaan radiografi thoraks untuk mengecek adanya hiperinflasi 8. Tes shick 2.7 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

More Documents from "Nor Mahdiyah"

10 Tokoh Per.docx
May 2020 10
Difteri.docx
December 2019 13
Daftar Isi.docx
May 2020 2
Kasus.docx
December 2019 6