Dia Tak Seperti yang Aku Bayangkan
padaku. Bahkan ia sering membangunkanku di tengah malam untuk sholat tahajjud bersama. Tapi entah mengapa, perasaan burukku padanya tidak bisa hilang. Suatu hari Pimpinan pondok mengumumkan kepada seluruh santri bahwa Insya Allah, pada bulan Februari tepatnya pada tanggal 23 akan dilaksanakan Muktamar DDI yang ke 20. Pondok pesantren Albadar dan Lilbanat terpilih untuk membawakan paduan suara
H
ari ini adalah hari pertamaku sekolah di pondok pesantren Albadar DDI Parepare. Tak berapa lama kemudian, akhirnya aku bisa mendapatkan banyak teman. Aku beserta santri baru lainnya, ditempatkan di asrama 4. Untuk memantau kami, Pembina asrama menunjuk seorang santri yang senior untuk menjadi ketua asrama kami. Santri itu bernama Syihabuddin, dan kami pun memanggilnya Ka’ Iyab. Setelah seminggu bersama kami, ternyata orangnya baik, rajin, dan juga pintar. Tapi entah mengapa aku merasakan hal yang aneh, karena aku sepertinya lebih diperhatikan daripada santri yang lain. Tak berapa lama kemudian, aku mendapat info dari teman sekelasku bahwa ternyata ketua asramaku menjalin hubungan khusus dengan kakak perempuanku yang sekolah di pondok pesantren DDI Lilbanat, atau dengan kata lain mereka berpacaran. Sejak saat itu, mulailah muncul perasaan buruk dalam hatiku. Aku merasa, jangan-jangan semua hal yang ia lakukan padaku selama ini hanyalah untuk mencari perhatian. Beberapa hari berlalu, tapi ia tetap saja seperti itu
dan drumband pada acara tersebut. Sehingga sebulan sebelum acara itu, Pimpinan menghimbau kepada santri yang terpilih agar melakukan latihan yang rutin agar bisa mendapatkan hasil yang memuaskan. Latihan tersebut akan dilaksanakan di pondok pesantren Lilbanat. Sehingga, setiap selesai belajar di sekolah kami berangkat ke sana dan kembali lagi pada waktu sore dan terkadang juga pada malam hari.
Darud Da’wah Wal Irsyad . . . . . . . . Wadah persatuan kita . . . . . . . . . .
♫... ♪… ♪... ♫… 1
♫…
yang terluka. Kami pun menangis tersedu-sedu dan bersyukur kepada Allah SWT, karena masih diberikan umur yang panjang. Namun sayang, peristiwa mengerikan menimpa pengendara motor tersebut. Badannya tertindis oleh badan mobil yang terbalik ke kanan. Kami pun beramai-ramai mendorong mobil tersebut sambil meneriakkan kalimat “Allahu akbar”. Tapi ternyata mobil tersebut sangat berat dan tidak ada perubahan sama sekali. Pada saat itu, kami merasa putus asa karena tak bisa melakukan apa-apa. Di sinilah aku melihat tanggung jawab seorang Syihab. Dia tidak lari seperti
Di suatu sore pada hari Sabtu tepatnya pada tanggal 7 Februari 2009, seperti biasa setelah latihan kami segera naik ke mobil. Pada saat itu supirnya adalah Ka’ Iyab, karena ia termasuk santri yang bisa mengemudikan mobil. Di tengah perjalanan, kami bernyanyi sambil bercanda ria. Namun, ketika mobil kami berada pas di sebuah tikungan tajam yang menurun, tiba-tiba sebuah mobil truk muncul. Untungnya Ka’ Iyab segera memutar setir ke kiri. Tapi, hal tersebut membuat mobil keluar lintasan menuju ke tempat yang curam. Dengan secepat mungkin, ia memutar setir ke kanan. Namun siapa yang menyangka seorang pengendara motor berada pas di depan kami dan tidak ada lagi kesempatan untuk menghindar, sehingga ia pun kami tabrak. Mobil kami pun baru berhenti ketika menabrak sebuah pohon besar. Kami pun segera keluar satu persatu dan untunglah tidak ada santri
kebanyakan supir lainnya yang lari apabila menabrak orang, karena takut digebuki oleh massa. Tapi, dia lain dari yang lain. Ia tidak takut akan digebuki oleh massa, bahkan ia berusaha mencari jalan keluar. Setiap ada kendaraan yang lewat ia pun segera berlari untuk menghadangnya,
2
dan sambil ia menangis ia berkata, “Pak, tolong dulu Pak! Ada orang yang menderita di bawah mobil. Tolong bantuanya Pak, tolong!”. Dan begitu seterusnya, sehingga ia pun berhasil mengumpulkan puluhan massa. Akhirnya dengan bantuan dari pihak massa, mobil pun berhasil kami pindahkan. Kemudian, secepat mungkin pengendara motor tersebut dibawa ke rumah sakit. Namun sayang, nyawanya sudah tidak dapat tertolong lagi. Setelah kejadian itu, kini aku sadar bahwa aku telah salah menilai seseorang.
Ternyata dia tak seperti yang aku bayangkan selama ini. Dia adalah orang yang baik dan penuh rasa tanggung jawab. Mungkin selama ini, aku saja yang kegeeran karena selalu merasa diperhatikan. (Muhammad Fadli Azis)
3