HUKUM PERDATA Berdasarkan Bahan Mata Kuliah FH UII
Pendahuluan Dasar Hukum berlakunya Hukum Perdata di Indonesia terdapat pada Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945. Apakah Hukum Perdata berlaku seluruhnya ? Jawab : •
Tidak, karena ada UU lain yang berlaku dan mempengaruhi berlakunya Hukum Perdata.
UU yang mempengaruhi berlakunya Hukum Perdata : •
UU Pokok Agraria (UUPA) Menyatakan bahwa “semua ketentuan dalam buku ke 2 KUHPer tentang BENDA, sejauh mengatur tentang bumi (tanah), air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya termasuk Hak Tanggungan atas Tanah tidak berlaku lagi”, kecuali tentang HIPOTIK. Ketentuan Hipotik yang masih berlaku adalah Hipotik Pesawat Terbang dan Kapal Laut.
•
UU Perkawinan (No.1 Tahun 1974) Pasal 66 UU Perkawinan menyatakan “Untuk perkawinan dan segala
sesuatu
yang
berhubungan
dengan
perkawinan
berdasarkan atas UU ini”. Maka dengan berlakunya pernyataan tersebut (UU ini) ketentuan – ketentuan perkawinan yang diatur dalam KUHPer sejauh telah diatur dalam UU ini dinyatakan tidak berlaku. •
SEMA No.3 / 1963 MA mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang menyatakan “KUHper bukan lagi sebagai UU tetapi sebagai dokumen hukum yang tertulis”. Dengan kata lain SEMA ini berusaha mencabut KUHPer.
Dengan adanya SEMA itu, mengapa KUHPer masih berlaku ? Jawab : Penyebab KUHPer masih terus berlaku : •
Aspek Yuridis dan Politis SEMA dibuat dengan lebih bermuatan politis, karena secara historis SEMA dibuat dengan sebab adanya pendapat pantaskah
indonesia menggunakan KUHPer jaman kolonial, sementara negara ini sudah merdeka ?. Padahal KUHPer merupakan suatu aspek Yuridis, bukan Politis, jadi KUHPer tetap dapat berlaku. •
Aspek (Lembaga) Yudikatif dan Legislatif SEMA dibuat oleh lembaga Yudikatif (MA) sedangkan seharusnya suatu
perundang-undangan
merupakan
produk
Legislatif
(termasuk KUHPer). Maka SEMA bukan suatu ketentuan yang termasuk dalam Hirarki Per-UU-an dan tidak dapat menghentikan berlakunya KUHPer. Dalam KUHPer berlaku sistem DUALISME, yaitu menjalankan 2 Hukum yang berlaku di dalam masyarakat : •
Hukum Adat
•
Hukum Perdata Murni (Positif).
HUKUM PERDATA Sistimatika Hukum Perdata dibagi menjadi beberapa bagian, dalam beberapa bagian Buku, yaitu ; 1. Buku 1, Tentang Orang 2. Buku 2, Tentang Benda 3. Buku 3, Tentang Perikatan 4. Buku 4, Tentang Pembuktian dan Daluwarsa. Menurut beberapa ahli hukum sistimatika ini salah, karena masih banya kelemahan didalamnya. Kelemahan sistimatika hukum perdata ini adalah ;
1. Pada Buku 2, ternyata mengatur (juga) tentang hukum waris. Menurut penyusun KUHPer, hukum waris dimasukkan KUHPer karena waris merupakan cara memperoleh hak milik. Ini menimbulkan Tindakan Kepemilikan : Segala tindakan atas sesuatu karena adanya hak
milik
(Menggunakan,
Membuang,
Menjual,
Menyimpan,
Sewakan, dll). 2. Pada Buku 4, tentang Pembuktian dan Daluwarsa, KUHPer (juga) mengatur tentang Hukum Formil. Mestinya KUHPer merupakan Hukum Materiil, sedangkan Hk. Formil nya adalah Hukum Acara Perdata.
Atas perbedaan pendapat para ahli tersebut, kemudian muncul sistematika hukum perdata menurut Ilmu Pengetahuan (Doktrin) : 1. Buku 1, Tentang Orang 2. Buku 2, Tentang Hukum Keluarga 3. Buku 3, Tentang Hukum Harta Kekayaan 4. Buku 4, Tentang Hukum Waris.
BUKU 1, TENTANG ORANG. Orang, pada dasarnya bukan manusia. Tetapi Manusia itu pasti Orang. Orang menurut Perdata dibagi menjadi 2 ; 1. Natuurlijk Persoon, yaitu Manusia. 2. Recht Persoon, yaitu Badan Hukum. Yang kemudian disebut Subyek Hukum : •
Subyek Hukum adalah
sesuatu yang dapat memperoleh hak dan
kewajiban, atau merupakan pendukung hak dan kewajiban. Wujud subyek hukum tersebut 2 point diatas. 1. Natuurlijk Persoon
•
Pertanyaan
:
Sejak
kapankah
manusia
menjadi
subjek
hukum, sejak dalam kandungan atau kelahiran ?
•
Jawaban : Sejak dilahirkan hingga kematian. Namun, pasal 2 menyebutkan
“anak
dalam
kandungan
dianggap
sudah
dilahirkan jika kepentingan anak menghendaki dan ia lahir dalam keadaan hidup”. Dengan adanya Pasal 2 ini muncul pengecualian yang kemudian menyatakan : “Semua manusia merupakan Subyek Hukum sejak dalam kandungan BILAmana
ia
memiliki
kepentingan
yang
menghendaki
dan
dilahirkan dalam keadaan hidup” Pasal diatas hanya merupakan pengecualian, tidak berlaku umum, hanya
pada
hal-hal
tertentu
dimana
kepentingan
menghendaki.
Contoh
Kepentingan yang menghendaki yaitu Waris. Namun demikian, manusia yang dimaksud tersebut belum dapat melakukan Perbuatan Hukum, karena masih dibawah umur (belum dewasa) sehingga
tidak
cakap
bertindak.
Dengan
demikian ia
perwalian atas perbuatan hukum untuk kepentingannya.
dapat
memperoleh
Subyek Tidak Cakap Hukum :
•
Anak dibawah umur (belum dewasa). Hk.Pdt:21, UU.1/74:18.
•
Orang dibawah pengampuan. Yaitu “Orang yang sudah dewasa karena alasan tertentu dinyatakan tidak cakap melakukan perbuatan hukum”. Contoh : Orang Gila, Sakit Ingatan, Pikun, Boros, Pemabuk. Orang diakui berada dalam pengampuan apabila keluarganya telah mengajukan permohonan pengampuan dan ia sendiri kemudian telah terdaftar di Pengadilan Negeri setempat berdasarkan putusan Hakim. Orang dalam Pengampuan akan memiliki kekebalan hukum karena kondisinya yang memaksa demikian.
•
Seorang Istri. Menurut Hukum Perdata, seorang istri merupakan subyek tidak cakap hukum. Namun berdasarkan UU No.1/1974 Tentang Perkawinan, seorang
Istri
dinyatakan
cakap
bertindak
/
melakukan
perbuatan hukum. Dengan ini maka yang berlaku adalah UU Perkawinan, berdasarkan pada asas hukum Lex Posteriori derogat Lex Priore : Hukum yang baru menghapus aturan yang lama. Dengan syarat peraturan baru itu harus sederajat hirarkinya dengan peraturan lama. 2. Recht Persoon Menurut Ridwan Sahani ; Rechtpersoon
atau
Badan
hukum
adalah
Pendukung
hak dan
kewajiban yang tidak berjiwa sebagai lawan pendukung hak dan kewajiban yang berjiwa (yakni manusia). Badan Hukum merupakan perkumpulan / persekutuan oang-orang tetapi tidak setiap perkumpulan merupakan suatu Badan Hukum. Kriteria Badan Hukum Suatu perkumpulan adalah Badan Hukum jika memenuhi syarat : 1. Materiil •
Harta kekayaan yang terpisah (p’usahaan dg investor).
•
Ada Tujuan
•
Ada kepentingan
•
Terorganisir
2. Formil •
Ada pengesahan atau pengakuan dari pemerintah.
3. Hukum Perkawinan Pasal 1 UU No.1 / 1974, Pengertian Perkawinan ; “Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seoang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan YME” (?) Pertanyaan : Apakah perkawinan sejenis diperbolehkan ? Bagaimana dengan kawin kontrak ? Jawab : Tidak. Perkawinan sejenis melawan pasal 1, ...antara seorang pria dan wanita... . Untuk kawin kontrak juga melawan pasal 1, ...bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan YME. Kawin kontrak bersifat sementara dan tidak kekal. Sah-nya Perkawinan Pasal 2 UU No.1/1974 ; Ayat 1
: Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agama atau kepercayaannya itu.
Ayat 2
: Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan per-UU-an yang berlaku.
Menurut hukum Perdata dalam perkawinan mengesampingkan Hukum Agama, yang penting didaftarkan maka perkawinan itu dianggap sah. (?) Pertanyaan : •
Apakah
ayat
1
dan
2
harus
terpenuhi
(secara
kumulatif/bersamaan) untuk mengesahkan perkawinan ? (Harus b’dasarkan agama dan harus didaftarkan ?). •
Lalu apakah fungsinya pendaftaran/pencatatan ?
(!) Jawab :
•
Pendapat 1 : Perkawinan dicatatkan atau tidak tetap sah, pencatatan hanya untuk memenuhi segi admimistratif.
•
Pendapat 2 : Perkawinan harus b’dasarkan hukum agama dan harus dicatatkan (keduanya secara kumulatif) baru dapat dikatakan sah. Pendapat ini beralasan berdasarkan pada perlindungan hukum bagi pihakpihak yang melakukan perkawinan.
Misalnya : Perkawinan bawah tangan mempersulit masalah waris, atau pengakuan sah atau tidaknya (akta) kelahiran seorang anak,dsb. (?) Pertanyaan : •
Berdasarkan pasal 2 ayat 1, bolehkah perkawinan beda agama ?
(!) Jawab :
•
Dilihat dari masalah teknis (implementasi pasal 2 ayat 1 & 2) sudah menimbulkan masalah, namun ini bukan melawan UU.
•
Ternyata UU No.1/1974 tidak mengatur (dg jelas) perkawinan beda agama, jika demikian (tidak diatur UU) maka dasar hukumnya adalah asas kepatutan atau kepantasan.
•
Terjadi kekosongan hukum pada UU No.1/1974, maka dasar hukum dapat dikembalikan pada Kitab Hukum Perdata (BW). Namun ternyata BW sendiri tidak mengaturnya. Maka kita dapat menggunakan hukum agama atau kepercayaan kita.
Uts limit BUKU 2, TENTANG BENDA Buku ke-2 mengatur tentang Benda menganut sistem tertutup, berbeda dengan Buku ke-3, yang menganut sistem terbuka. Sistem Tertutup : Orang tidak dapat mengadakan hak-hak kebendaan yang baru selain yang sudah ditetapkan oleh UU. Sistem Terbuka : Orang boleh membuat perjanjian walaupun perjanjian itu belum (atau tidak) diatur dalam UU. Karena menganut sistem tertutup, hak kebendaan harus sesuai seperti yang sudah ditetapkan UU. (Harus berdasarkan UU, tidak boleh mendasarkan pada ketentuan lain seperti perjanjian,dsb.) Berlakunya
Buku
ke-2
sangat
dipengaruhi
oleh
UUPA
No.5/1960.
Sepanjang menyangkut Bumi, Air, dan Kekayaan yg Terkandung didalamnya Burgerlijk Wetboek dinyatakan tidak berlaku lagi kecuali ketentuan tentang HIPOTIK. Buku ke-2, karena adanya UUPA dan sepanjang diatur oleh UUPA, maka ; 1. ada pasal yang tak berlaku lagi (co : tentang tanah) 2. ada pasal yang tak berlaku sepenuhnya. 3. ada pasal yang berlaku sepenuhnya. Contoh : •
Hipotik atas tanah tidak berlaku lagi (sejak 1996)
•
Hipotik yang masih berlaku adalah pada Pesawat, Kapal, dan ketentuan khusus lainnya.
BENDA Pengertian secara yuridis dalam pasal 499 BW ; “Segala sesuatu yang dapat dijadikan objek hak milik”
•
Dalam konsep Perdata, MANUSIA bukan benda karena tidak dapat dijadikan objek hak milik.
•
Dalam konsep Pidana, MAYAT merupakan benda sebagai objek hak milik bagi ahli warisnya.
Macam Benda 1. B. Bergerak dan Tak Bergerak (Tetap). 2. B. Habis Pakai dan Tak Habis Pakai. 3. B. Yg sudah ada dan B. Yg masih akan ada. 4. B. Yg dapat dibagi dan B. Yg tidak dapat dibagi. Dari bermacam benda tersebut yang paling penting adalah Benda Bergerak dan Benda Tetap. Benda Bergerak Dikatakan benda bergerak karena ; 1. Sifatnya, yang mudah digerakkan atau dipindahkan. 2. UU menentukan, menyatakan benda itu merupakan B. Bergerak. Macam benda bergerak ; 1. Berwujud 2. Tak Berwujud. Benda Tetap Dikatakan benda tetao karena ; 1. Sifatnya, tidak dapat atau sulit digerakkan atau dipindahkan. Contoh : Tanah dan apa yg ada diatasnya. 2. Tujuan pemakaiannya, benda itu dipakai tanpa harus dipindah-pindahkan. Contoh : Mesin Pabrik. 3. UU menentukan, menyatakan benda itu sebagai benda tetap. Contoh : Kapal Laut dan Pesawat Terbang. Arti penting Perbedaan B. Bergerak dan B. Tetap Ada 4 arti penting dalam membedakan B. Bergerak dan B. Tetap, yaitu ;
1. Bezit, Hak Penguasaan atas Benda 2. Levering, Penyerahan atau Pengalihan 3. Bezwaring, Pembebanan 4. Verjaring, Daluwarsa 1. BEZIT (Hak Penguasaan atas Benda) Pasal 1977 BW ;
•
B.
Bergerak
:
Tidak
perlu
Bukti
Kepemilikan
sebagai
Hak
Penguasaan, Pemegang benda bergerak (beziter) dianggap sebagai pemilik (eighiner) benda bergerak tersebut. •
B. Tetap : Perlu Bukti Kepemilikan, Pemegang benda tetap belum tentu sebagai pemilik, ia harus punya bukti kepemilikan.
2. LEVERING (Penyerahan atau Pengalihan) •
B. Bergerak : Penyerahan dilakukan secara nyata.
•
B. Tetap : Penyerahan dilakukan secara hukum, atau balik nama. (?) Pertanyaan
Kenapa kendaraan bermotor sebagai B. Bergerak harus melalui levering balik nama ? (!) Jawab Ada “PENDAPAT” (awas cuma pendapat) pembedaan diatas ini sudah tidak relevan, yg relevan sekarang adalah B. Terdaftar dan Tidak Terdaftar. 3. BEZWARING (Pembebanan) Arti pembebanan : contoh, ketika suatu benda dijadikan suatu jaminan, ia dikuasai oleh orang lain. Penjaminan itulah yang disebut pembebanan. •
B. Bergerak : Ada Pembebanan (Bezwaring)
•
B. Tetap : Tidak ada Pembebanan (Bezwaring)
4. VERJARING (Daluwarsa) •
B. Bergerak : Tidak ada Daluwarsa (Verjaring)
•
B. Tetap : Ada Daluwarsa (Verjaring)
HAK KEBENDAAN Ialah hak MUTLAK atas suatu benda dimana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Kedudukan Hak Kebendaan dalam Hak Keperdataan ; Hak Keperdataan ada 2 macam, HAK MUTLAK dan HAK RELATIF. HAK MUTLAK ;
•
Hak Kepribadian, co : hak untuk hidup, hak atas nama baik, dll.
•
Hak dalam Hk. Keluarga : hubungan anak-ortu, suami-istri, dsb.
•
Hak mutlak atas suatu benda : hak kebendaan, dll.
HAK RELATIF ; •
Hak ini muncul akibat adanya perjanjian.
Maka dg demikian, hak kebendaan memiliki kedudukan didalam dan sebagai HAK MUTLAK dalam Hak Keperdataan. Sifat Hak Kebendaan a. Mutlak, hak dapat dipertahankan terhadap siapapun, harus dihormati dan ditaati oleh siapapun.
b. Droit de Suit (Mengikuti), hak mengikuti benda itu dimanapun dan pada siapapun benda itu berada.
c. Droit de Preferen (Didahulukan), hak selalu mendahulukan pemilik hak kebendaan bila muncul suatu perkara. •
Dilanjutkan pada dokumen berikutnya...