Cbr Dendi.docx

  • Uploaded by: dendi siswanto
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cbr Dendi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,653
  • Pages: 15
Makalah Sosiologi Komunikasi “ Pengemis & Gelandangan “ Diajukan Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mata Kuliah MSI Dosen Mata Kuliah : Fajri Lailatul Jum’a,M.Sos Disusun Oleh : Zely Rus Mimasi Sinaga (0105173218)

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA 2018/2019

Kata Pengantar

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana telah memberikan kita taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyusun tugas makalah saya yang berjudul “Pengemis & Gelandangan”. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang. Didalam penyusunan makalah ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Fazri Lailatul Jum’a,M.Sos selaku dosen mata kuliah beserta semua pihak yang telah membantu di dalam proses penyusunan makalah ini. Saya menyadari didalam tulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu dengan rendah hati

saya mengharapkan saran dan kritik yang

membangun. Dan saya mengharapkan tulisan ini dapat bermanfaat umumnya bagi para pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri. Medan, 9 Januari 2019

Zely Ruz

II

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ......................................................................................................... II DAFTAR ISI ........................................................................................................................ III BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 4 1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................ 4 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................................... 4 BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 6 2.1 Pengertian Manusia ................................................................................................... 6 2.2 Pengertian Agama ..................................................................................................... 18 2.3 Latar Belakang Perlunya Manusia Terhadap Agama................................................ 2.4 Fungsi Agama Bagi Manusia .................................................................................... 2.5 Doktrin Kepercayaan Agama .................................................................................... 2.6 Doktrin Kepercayaan Agama Islam .......................................................................... BAB III PENUTUP ............................................................................................................. 33 3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 33 3.2 Saran .......................................................................................................................... 33 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 35

III

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Gelandangan dan pengemis (gepeng) merupakan salah satu dampak negatif pembangunan, khususnya pembangunan perkotaan. Keberhasilan percepatan pembangunan di wilayah perkotaan dan sebaliknya keterlambatan pembangunan di wilayah pedesaan mengundang arus migrasi desa-kota yang antara lain memunculkan gepeng karena sulitnya pemukiman dan pekerjaan di wilayah perkotaan dan pedesaan. Dampak tersebut membuat masalah ini menjadi sangat sulit untuk dihindari. Disini terjadi semacam hubungan sebab-akibat, yaitu, ramainya gelandangan dan pengemis ini terjadi karena tingginya angka pembangunan di kota, namun didesa sendiri sangat lambat bahkan tidak ada, yang menyebabkan masyarakat miskin pergi ke kota dan pada akhirnya menjadi gelandangan dan pengemis. Jumlah penduduk yang semakin meningkat, kebutuhan dan tuntutan hidup juga meningkat, serta teknologi dan informasi yang terus berkembang, sedangkan sumber daya alam, sumber-sumber penghasilan, dan sumber daya manusia yang tidak bisa mengimbangi peningkatan-peningkatan tersebut, menyebabkan munculnya permasalahan-permasalahan sosial yang begitu banyak dan kompleks. Hampir di setiap daerah di Indonesia khususnya di daerah perkotaan, permasalahan sosial ini ada dengan jenis yang beragam. Jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) berdasarkan Permensos No.08 Tahun 2012 adalah 26 jenis, begitu banyak menurut kami. Pengemis adalah salah satu jenis PMKS yang begitu banyak baik dari segi jumlah maupun kompleksitas masalahnya. Rentang usia pengemis mulai dari balita sampai dengan lanjut usia ada, bahkan pengemis yang membawa anaknya yang masih bayi pun ada. Pengemis dengan kondisi fisik yang tergolong normal dan pengemis dengan kedisabilitasan pun ada. Hal ini menarik untuk diamati, sehingga kami pun memilih pengemis sebagai sasaran kami dalam observasi ini. Kita telah ketahui bersama bahwa kesejahteraan sosial merupakan hak semua warga negara tanpa kecuali dan negara mempunyai kewajiban dalam mewujudkan kesejahteran sosial tersebut. Hal ini sesuai dengan tujuan negara yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945, beberapa pasal di dalam batang tubuh UUD 1945, serta di beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Akan tetapi, permasalahan-permasalahan sosial ini tidak kunjung terselesaikan, justru semakin bertambah kompleks. Padahal baik dari pihak pemerintah maupun pihak swasta telah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut dan mencapai tujuan negara, yaitu kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

IV

2. Rumusan Masalah     

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut : Apa yang dimaksud gelandangan & pengemis ? Apa saja ciri-ciri gelandangan & pengemis ? Apa saja kriteria dan penyebab munculnya pengemis ? Apa saja Program Pelayanan/Penangan Pengemis ? Upaya apa saya yang diberikan untuk mengatasi permasalahan pengemis khususnya di Kota Medan ?

3. Tujuan Penulisan Tujuan pembuatan makalah ini, di antaranya :  Memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Komunikasi.  Mengetahui dan memahami definisi, kriteria, jenis, dan penyebab munculnya masalah pengemis..  Dapat memberikan alternatif-alternatif solusi terhadap permasalahan pengemis khususnya di Kota Bandung.

5

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Gelandangan dan Pengemis 1. Menurut Departemen Sosial R.I (1992), gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum. “Pengemis” adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dari meminta-minta di muka umum dengan berbagai alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang. 2. Menurut PP No. 31 Tahun 1980, Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta hidup mengembara ditempat umum. Sedangkan Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan orang lain.

2.2 Ciri-ciri Gelandangan dan Pengemis Ciri-ciri dari gepeng (gelandangan dan pengemis) yaitu : 1. Tidak memiliki tempat tinggal. Kebanyakan dari gepeng dan pengemis ini tidak memiliki tempat hunian atau tempat tinggal. Mereka biasa mengembara di tempat umum. Tidak memiliki tempat tinggal yang layak huni, seperti di bawah kolong jembatan, rel kereta api, gubuk liar di sepanjang sungai, emper toko dan lain-lain 2. Hidup di bawah garis kemiskinan. Para gepeng tidak memiliki penghasilan tetap yang bisa menjamin untuk kehidupan mereka ke depan bahkan untuk sehari-hari mereka harus mengemis atau memulung untuk membeli makanan untuk kehidupannya. 3. Hidup dengan penuh ketidakpastian. Para gepeng hidup mengelandang dan mengemis di setiap harinya. Kondisi ini sangat memprihatikan karena jika mereka sakit mereka tidak bisa mendapat jaminan sosial seperti yang dimiliki oleh pegawai negeri yaitu ASKES untuk berobat dan lain lain.

6

4. Memakai baju yang compang camping. Gepeng biasanya tidak pernah menggunakan baju yang rapi atau berdasi melainkan baju yang kumal dan dekil. 5. Tidak memiliki pekerjaan tetap yang layak, seperti pencari puntungrokok, penarik grobak. 6. Tuna etika, dalam arti saling tukar-menukar istri atau suami, kumpulkebo atau komersialisasi istri dan lain-lainnya. 7. Meminta-minta di tempat umum. Seperti terminal bus, stasiunkereta api, di rumah-rumah atau ditoko-toko. 8. Meminta-minta dengan cara berpura-pura atau sedikit memaksa, disertai dengan tutur kata yang manis dan ibah. Namun secara spesifik, Karakteristik gelandangan dan pengemis dapat dibagi menjadi : Karakteristik Gelandangan : 1. Anak sampai usia dewasa (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun, tinggal di sembarang tempat dan hidup mengembara atau menggelandang di tempat-tempat umum, biasanya di kota-kota besar. 2. Tidak mempunyai tanda pengenal atau identitas diri, berperilaku kehidupan bebas/liar, terlepas dari norma kehidupan masyarakat pada umumnya. 3. Tidak mempunyai pekerjaan tetap, meminta-minta atau mengambil sisa makanan atau barang bekas. Karakteristik Pengemis : 1. Anak sampai usia dewasa (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun. 2. Meminta-minta di rumah-rumah penduduk, pertokoan, persimpangan jalan (lampu lalu lintas), pasar, tempat ibadah dan tempat umum lainnya. 3. Bertingkah laku untuk mendapatkan belas kasihan ; berpura-pura sakit, merintih dan kadang-kadang mendoakan dengan bacaan-bacaan ayat suci, sumbangan untuk organisasi tertentu. 4. Biasanya mempunyai tempat tinggal tertentu atau tetap, membaur dengan penduduk pada umumnya. Menurut Soetjipto Wirosardjono mengatakan ciri-ciri dasar yang melekat pada kelompok masyarakat yang dikatagorikan gelandangan adalah:”mempunyai lingkungan pergaulan, norma dan aturan tersendiri yang berbedadengan lapisan masyarakat yang lainnya, tidak memliki tempat tinggal, pekerjaandan pendapatan yang layak dan wajar menurut yang berlaku memiliki sub kultur khas yang mengikat masyarakat tersebut

7

2.3 Penyebab Permasalahan Gelandangan dan Pengemis Permasalahan sosial gelandangan dan pengemis merupakan akumulasi dan interaksi dari berbagai permasalahan seperti hal hal kemiskinan, pendidikan rendah, minimnya keterampilan kerja yang dimiliki, lingkungan, sosial budaya, kesehatan dan lain sebagaianya. Masalah ini merupakan salah satu Masalah Sosial Strategis, karena dapat menyebabkan beberapa masalah lainnya dan juga bersifat penyakit di masyarakat. Ada 3 pokok penyebab permasalahan dari masalah Gelandangan dan Pengemis ini yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Urbanisasi dan pembangunan wilayah yang timpang Hal ini adalah sebuah hasil negative dari pembangunan yang sangat pesat di daerah perkotaan. Masyarakat desa pada umumnya tertarik dengan kehidupan modern kota yang sangat memukau tanpa melihat sisi jeleknya. Mereka biasanya termotivasi dengan pekerjaan dengan gaji yang tinggi di kota tanpa melihat potensi yang terbatas dalam dirinya. berdasarkan kemajuan tersebut yang menyebabkan masyarakat desa menuju kota-kota besar. Mereka yang menjadi kalah saing dengan penduduk kota yang bisa bersaing dengan kemajuan tersebut, putus asa, malu pulang ke kampong halaman, akhirnya gelandangan dan pengemis di kota-kota besar lainnya. Dalam pembangunan masyarakat di wilayah pedesaan sering dijadikan objek atau konsekuensi dari pembangunan, padahal sebelum melakukan perencanaan dan pembanguanan ada hal-hal yang harus dilalui untuk menghasilkan perencanaan dan pembanguan yang efektif dan berguna. Konsekuensi pembangunan itu memposisikan masyarakat sebagai objek pembangunan dan menganggap masyarakat akan beradaptasi sendiri terhadap perubahan-perubahan setelah pembangunan. Padahal hal tersebut sangat fatal akibatnya terhadap kaum bawah. 2. Kemiskinan Kemiskinan juga merupakan factor penting dalam penyebab bertambah banyaknya Gelandangan dan Pengemis. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, bahwa pada September 2011, Jumlah Penduduk Miskin Indonesia Mencapai

8

29,89 Juta Orang. Walaupun dari tahun ketahun berkurang, namun tetap saja angka ini sangat berpotensi angka menjadi angka Gelandangan dan Pengemis di Indonesia. 3. Kebijakan pemerintah Kebijakan-kebijakan pemerintah juga merupakan factor-faktor penyebab dari masalah Gelandangan dan Pengemis ini. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah juga terkadang dianggap tidak pro dengan rakyat. Berkaitan dengan Gelandangan dan Pengemis ada banyak peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan tentang ini, namun lebih berorientasi pada larangan-larangan mengemis ditempat umum, tapi bukan mengenai upaya-upaya dalam menangani masalah Gelandangan dan Pengemis ini. Pemerintah hanya menganggap masalah sosial bersumber dari individunya. Konsekuensi ini dapat membebaskan pemerintah dari "tuduhan" sebagai sumber masalah. Karena faktor penyebabnya adalah individual, maka upaya pemecahan masalah akan lebih banyak bersifat kuratif. Ketiga faktor itu hanyalah embrio awal yang melahirkan gepeng, namun dalam perkembangannya faktor lahirnya gepeng selain faktor di atas, masalah gepeng juga berhubungan dengan budaya yang lahir dari komunitas yang lama terbentuk. Atau merupakan masalah yang dating dari akibat keturunan yang tidak dapat berkembang dalam menangani masalah-masalah utama dalam hidupnya. Bisa diartikan juga bahwa Gepeng (Gelandangan dan Pengemis) telah berkembang menjadi sebuah gaya hidup (life style) bagi orang-orang miskin yang tidak berpendidikan, tidak memiliki life skill, dan orang-orang yang, orang-orang broken home, orang cacat dan pengangguran. Cara instan tersebut merupakan bentuk adaptasi masyarakat miskin terhadap konsekuensi pembangunan yang melahirkan masalah sosial. Beberapa ahli mengungkapkan beberapa factor penyebab terjadinya Gepeng tersebut, yaitu factor internal dan eksternal, berikut adalah : 1. Factor internal Maksudnya adalah factor internal dan keluarga yang menyebabkan terjadinya Gepeng ini. Factor-faktor tersebut adalah :

9



Kemiskinan individu dan keluarga; yang mencakup penguasaan lahan yang terbatas dan tidak produktif, keterbatasan penguasaan aset produktif, keterbatasan penguasaan modal usaha



Umur



Rendahnya tingkat pendidikan formal;



Ijin orang tua



Rendahnya tingkat ketrampilan (“life skill”) untuk kegiatan produktif;

2. Factor eksternal 

Kondisi hidrologis;



Kondisi pertanian;



Kondisi prasarana dan sarana fisik;



Akses terhadap informasi dan modal usaha;



Kondisi permisif masyarakat di kota;



Kelemahan

Faktor-faktor penyebab ini dapat terjadi secara parsial dan juga secara bersama-sama atau saling mempengaruhi antara satu faktor dengan faktor yang lainnya. Factor-faktor lain juga yang ikut menyebabkan terjadinya masalah ini adalah : 1. Masalah kemiskinan. Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal dan menjangkau pelayanan umum sehingga tidak dapat mengembangkan kehidupan pribadi maupun keluarga secara layak. 2. Masalah Pendidikan. Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan dan pengemis relatif rendah sehingga menjadi kendala untuk memperoleh pekerjaan yang layak. 3. Masalah keterampilan kerja. Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja.

10

2.4 Program Pelayanan dan Penangan Gelandangan & Pengemis Ada banyak program-program yang diberikan pemerintah dalam menangani permasalahan Gelandangan dan pengemis ini. Kebijakan-kebijakan dari pemerintah dalam membatasi Gelandangan dan pengemis untuk berada di tempat-tempat umum juga merupakan salah satu programnya. Namun pada umumnya program ini tidak dapat membuat efek jera terhadap para Gelandangan dan pengemis. Masyarakat menginginkan satu program yang benar-benar pro dengan rakyat dalam mengentaskan masalah ini, juga bagaimana untuk dapat mengembangkan masyarakat miskin untuk dapat hidup sejahtera agar masalah Gelandangan dan Pengemis ini tidak berulang. Berikut adalah beberapa program yang telah ada, antara lain : 1. Panti Merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis dengan menyediakan sarana tempat tinggal dalam satu atap yang dihuni oleh beberapa keluarga. 2. Liposos Lingkungan Pondok Sosial (Liposos) merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis yang lebih mengedepankan sistim hidup bersama didalam lingkungan sosial sebagaimana layaknya kehidupan masyarakat pada umumnya. 3. Transit home Merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis yang bersifat sementara sebelum mendapatkan pemukiman tetap di tempat yang telah disediakan. 4. Pemukiman Merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis dengan menyediakan tempat tinggal yang permanen di lokasi tertentu. 5. Transmigrasi Merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis dengan menyediakan fasilitas tempat tinggal baru di lokasi lain terutama di luar pulau Jawa. Dan beberapa program kebijakan pemerintah seperti larangan mengemis di tempat umum, operasi Yustisi di Jakarta bagi orang-orang yang tidak memiliki KTP yang

11

berpotensi menjadi Gelandangan dan Pengemis, dan program-program lainnya. Program lain adalah dalam bentuk penguatan ekonomi keluarga dan peningkatan pendidikan.

2.5 Upaya/solusi Pemerintah Dalam Mengatasi Masalah Pengemis Berikut adalah beberapa upaya/solusi yang telah di lakukan pemerintah dalam mengatasi masalah pengemis : a. Membuat

peraturan

perundang-undangan

yang

berkaitan

dengan

permasalahan sosial secara umum yang di dalamnya termasuk juga permasalahan pengemis seperti UU No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Permensos No.08 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial, dsb. b.

Mendirikan kementerian-kementerian, badan-badan, ataupun lembagalembaga yang memiliki program untuk kesejahteraan masyarakat baik berupa bantuan tunai maupun bantuan pemberdayaan.

c. Mengadakan razia di daerah rawan gelandangan dan pengemis melalui Satpol PP, d. Mengadakan penampungan sementara, e.

Melakukan pembinaan mental dan ketrampilan sesuai bakat lewat lembaga-lembaga pelayanan yang ada,

f.

Mengembalikan ke daerah asal atau ke panti rehabilitasi dan resosialisasi,

g.

Menyadarkan dan membina pihak-pihak yang terkait dalam jaringan gelandangan-pengemis dan menindak secara yuridis jaringan gelandanganpengemis tersebut.

Berikut adalah solusi dari kami berdasarkan hasil observasi dan sumbersumber yang kami peroleh, di antaranya: a. Semua pihak dapat bekerja sama dalam memberikan pelayan-pelayanan tidak hanya bantuan tunai tetapi juga berupa pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan keterampilan dan keberfungsian sosial mereka.

12

b. Kebijakan yang di buat pemerintah seharusnya berorientasi dan memihak kepada masyarakat miskin. c. Bagi para pelaksana program ataupun kebijakan tersebut, haruslah memiliki komitmen untuk dapat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. d. Masyarakat pun harus ikut berpartisipasi pula di dalam upaya penangan masalah pengemis ini. e. Adanya peran broker (penghubung), sehingga mereka bisa memiliki akses kepada sumber-sumber yang dapat memenuhi kebutuhannya.

13

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pada hakikatnya tidak ada norma social yang mengatur perilaku gelandangan dan pengemis. Kegiatan menggepeng umumnya dilakukan ibu-ibu yang disertai dengan anak-anaknya. Mereka umumnya relative muda dan termasuk dalam tenaga kerja yang produktif. Pendidikan keluarga gelandangan dan pengemis pada umumnya rendah. Ini disebabkan karena susahnya masyarakat miskin dalam mengakses pendidikan, juga termasuk karena anak usia sekolah terpaksa menggelandang dan mengemis untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akhirnya kebodohan dan kemiskinan pun seakan menjadi sebuah turunan pada keluarga tersebut. Adanya peran aktif dari berbagai kalangan dalam hal ini dalam pengentasan kemiskinan dan juga masalah Gelandangan dan pengemis ini. Ada beberapa langkan yang mungkin dapat diterapkan antara lain adalah tetap menertibkan para Gelandangan-gelandangan dan Pengemis tersebut dan berusaha untuk

mengembalikan

ke

kampung

halamannya.

Berikutnya

adalah

mengembangkan usaha-usaha dari desa asal agar tidak terulang permasalahan tersebut, atau dalam kata lain tidak membuat semacam ketimpangan pembangunan antara kota dan desa.

3.2 Saran Permasalahan pengemis yang begitu kompleks saat ini, tentunya perlu tindakan-tindakan yang kompleks pula dalam mengatasi atau mengurangi permasalahan tersebut. Kami hanya bisa menyarankan serta memberi masukan kepada semua pihak yang terlibat dalam permasalahan pengemis ini agar bekerja sama satu sama lain. Pemerintah tidak hanya membuat kebijakan-kebijakan tetapi juga harus ikut mengawasi dan menindaklanjuti kebijakan-kebijakan tersebut, kalau-kalau ada oknum-oknum yang menyalahgunakan kebijakan-kebijakan tersebut.

14

DAFTAR PUSTAKA Soehartono, Irawan. 2007. Kebijakan Sosial. Bandung : Alfabeta. Permensos No.08 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial. UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

15

Related Documents

Cbr
October 2019 51
Cbr
November 2019 47
Cbr
August 2019 56
Cbr
October 2019 87
Cbr Kepemimpinan.docx
May 2020 27

More Documents from "aman simamora"

Episode 6a.docx
May 2020 7
Episode 2.docx
May 2020 6
Cbr Dendi.docx
May 2020 9
Makalah Komputer Stm.docx
November 2019 30