Borang Portofolio Kasus Kegawat Daruratan
Topik :
Kejang Demam Simplek
Tanggal (kasus) :
23/10/2017
dr.
Presenter :
Tanggal Presentasi :
Hapsari
Ratnaningrum
Pendamping :
Tempat Presentasi :
Idiah
dr. Mulyadi
RSUD dr. Soeratno Gemolong
Objektif Presentasi : □ Keilmuan
□ Keterampilan
□ Penyegaran
□ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik
□ Manajemen
□ Masalah
□ Istimewa
□ Neonatus
□ Bayi
□ Deskripsi :
Laki- laki, 9 bulan dengan keluhan kejang saat demam
□ Tujuan :
Mengetahui penegakan diagnosis dan penatalaksanaan Kejang Demam Simplek
Bahan Bahasan : Cara Membahas : Data Pasien :
□ Anak
□ Tinjauan Pustaka □ Diskusi
□ Remaja
□ Riset
□ Dewasa
□ Kasus
□ Presentasi dan Diskusi
Nama : By D, Umur 9 bulan
Nama Klinik : RSUD dr. Soeratno Gemolong
□ Lansia
□ Audit
□ E-mail
No. Registrasi : 072332
Telp :
Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi : 1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Kejang Demam Simplek 2. Riwayat Pengobatan : Riwayat mondok dengan keluhan yang sama disangkal (-) 3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Pasien belum pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya 4. Riwayat Keluarga : Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal 5. Riwayat Pekerjaan : -
□ Bumil
□ Pos
Daftar Pustaka : 1. Mansjoer, A., dkk. Kejang Demam. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000 : 434-437 2. ocw.usu.ac.id/course/...brain.../bms166_slide_kejang_demam.pdf
Hasil Pembelajaran : 1. Menegakkan diagnosis Kejang Demam Simplek 2. Melakukan tatalaksana awal dan lanjutan Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio 1. Subjective Pasien dibawa ke RSUD Soeratno Gemolong dengan keluhan kejang didahului demam dialami sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit, kejang diperhatikan pada seluruh tubuh tampak kaku kelonjotan. Frekuensi kejang satu kali dan durasi kurang dari 5 menit. Demam dialami sejak 2 hari sebelum masuk UGD naik turun dan berespon dengan penurun panas. Menggigil (-) batuk (-) sesak (-) Mual (+) muntah (-) BAB dan BAK kesan cukup 2. Objective Dari hasil pemeriksaan fisik diperoleh, N = 125 kali/menit, P = 32 kali/menit, S = 38.8 °C. Kepala
: bibir sianosis (-), tanda-tanda trauma (-)
Leher
: Nyeri tekan (-), Massa tumor (-), kaku kuduk (-) tanda brudzinski (-) Faring tampak
hiperemis Dada
: dalam batas normal
Jantung
: dalam batas normal
Abdomen
: dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal Genital
: tidak ada kelainan
Ekstremitas Edema - - , akral dingin - Capillary refill 1-2 detik
- - -
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Darah rutin
Hemoglobin
: 11,6g/dl
Leukosit
: 10.1/ul
Hematokrit
: 37,4 %
Eritrosit
: 5,13x106/ul
Trombosit
: 181.000/ul
3. Assessment Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali kejang selama hidupnya. Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis. Keadaan tersebut merupakan keadaan darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit berat, atau cenderung menjadi status epileptikus.Tatalaksana kejang seringkali tidak dilakukan secara baik. Karena diagnosis yang salah atau penggunaan obat yang kurang tepat dapat menyebabkan kejang tidak terkontrol, depresi nafas dan rawat inap yang tidak perlu. Langkah awal dalam menghadapi kejang adalah memastikan apakah gejala saat ini kejang atau bu kan. Selanjutnya melakukan identifikasi kemungkinan penyebabnya. Kejang Demam Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pemah terbukii adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat. Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered of by fever). Defmisi ini tidak lagi digunakan karena studi prospektif epidemiologi membuktikan bahwa risiko berkembangnya
epilepsi atau berulangnya kejang tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan. Akhir-akhir ini, kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam kompleks, yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal, atau multipel (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurologi atau riwayat kejang demam atau kejang tanpa demam dalam keluarga. Epidemiologi. Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki. Faktor Risiko Faktor risiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, Risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi. Etiologi Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran pemapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. Manifestasi Klinis Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi-bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam berulang di kemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi. Diagnosis Banding Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya meningitis atau ensefalitis. Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal. Penatalaksanaan Ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu: (1) pengobatan fase akut; (2) mencari dan mengobati penyebab; dan (3) pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam. 1. Pengobatan fase akut. Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkah untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik. Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit, gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB < 10 kg) atau 10 mg (BB > 10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, hams dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena. Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan-1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuskular. Empat jam kemudian berikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 2 dosis, untuk bari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200 mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin, lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8 mg/kgBB/ hari, 12-24 jam setelah dosis awal. 2.
Mencari dan mengobati penyebab. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama. 3. Pengobatan profilaksis. Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam dan (2) profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis intermiten diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula diberikan secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB < 10 kg) dan 10 mg (BB > 10 kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5°C. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk, dan hipotonia. Profilaksis terusmenerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Profilaksis terusmenerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan. Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu: 1.
Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan
(misalnya serebral palsi atau mikrosefal). 2. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap. 3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung. 4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu epidose demam. Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rektal tiap 8 jam di samping antipiretik.
Prognosis Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian. Frekuensi berulangnya kejang berkisar antara 25-50%, umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Risiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.
4. Plan Diagnosis
: Kemungkinan keluhan pada pasien akibat mengalami Kejang demam Sederhana dengan sumber infeksi ekstrakranial berasal dari faring. Upaya diagnosis sudah optimal.
Pengobatan :
Oksigen 1 lpm via nasal kanul
IVFD D5% 16 tpm
Injeksi diazepam 3,9 mg per IV bolus pelan bila kejang
Parasetamol drips 13 cc / 8 jam intra vena
Cefotaxime 650 mg/12 jam/IV →
Kompres NaCl 0,9%
Pendidikan: Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya: 1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik. 2. Memberitahukan cara penanganan kejang 3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali 4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping Konsultasi: Keluarga Pasien diedukasi untuk pencegahan dan tatalaksana awal pada kasus kejang demam, namun segera bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.
Kegiatan Kontrol post opname
Periode Tiga
hari
Hasil yang diharapkan setelah
Kejang tidak muncul lagi
pulang dari rumah sakit, dan orang tua memahami dan
jika
diperlukan penangan
awal
bila
kunjungan lagi tiga hari anaknya menderita demam berikutnya
PEMBAHASAN KEJANG DEMAM SIMPLEK
A. Definisi Kejang Demam (KD) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38o C) akibat dari suatu proses ekstra kranial. Kejang berhubungan dengan demam, tetapi tidak disebabkan infeksi intrakranial atau penyebab lain seperti trauma kepala, gangguan kesimbangan elektrolit, hipoksia atau hipoglikemia.
B. Hasil Anamnesis(Subjective)
Keluhan Keluhan utama adalah kejang. Anamnesis dimulai dari riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang. Perlu deskripsi kejang seperti tipe kejang, lama, frekuensi dan kesadaran pasca kejang. kemudian mencari kemungkinan adanya faktor pencetus atau penyebab kejang. Umumnya kejang demam terjadi pada anak dan berlangsung pada permulaan demam akut.Sebagian besar berupa serangan kejang klonik umum atau tonik klonik, singkat dan tidak ada tanda-tanda neurologi post iktal. Penting untuk ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis yang berhubungan, obat-obatan, trauma, gejala infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang.Riwayat kejang demam dalam keluarga juga perlu ditanyakan.
C. Faktor Risiko Demam a. Demam yang berperan pada KD, akibat: Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pencernaan
Infeksi THT
Infeksi saluran kencing
Roseola infantum/infeksi virus akut lain.
Paska imunisasi
Derajat demam: 75% dari anak dengan demam ≥ 390C
25% dari anak dengan demam > 400C
Usia Umumnya terjadi pada usia 6 bulan–6tahun
Puncak tertinggi pada usia 17–23 bulan
Kejang demam sebelum usia 5–6 bulan mungkin disebabkan oleh infeksi SSP
Kejang demam diatas umur 6 tahun, perlu dipertimbangkan febrile seizure plus (FS+).
Gen
Risiko meningkat 2–3x bila saudara sekandung mengalami kejang demam
Risiko meningkat 5% bila orang tua mengalami kejang demam
D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dimulai dengan tanda-tanda vital dan kesadaran. Pada kejang demam tidak ditemukan penurunan kesadaran. Pemeriksaan umum ditujukan untuk mencari tanda-tanda infeksi penyebab demam. Pemeriksaan neurologi meliputi kepala, ubun-ubun besar, tanda rangsang meningeal, pupil, saraf kranial, motrik, tonus otot, refleks fisiologis dan patologis.
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang lebih ditujukan untuk mencari penyebab demam. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :
1. Pemeriksaan hematologi rutin dan urin rutin 2. Pemeriksaan lain atas indikasi : glukosa, elektrolit, pungsi lumbal.
Penegakan Diagnostik(Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Klasifikasi kejang demam terbagi menjadi 2, yaitu: 1. Kejang demam sederhana a. Kejang umum tonik, klonik atau tonik-klonik. b. Durasi< 15 menit c. Kejang tidak berulang dalam 24 jam.
2. Kejang demam kompleks a. Kejang fokal atau fokal menjadi umum. b. Durasi> 15 menit c. Kejang berulang dalam 24 jam.
Diagnosis Banding 1. Meningitis 2. Epilepsi 3. Gangguan metabolik, seperti: gangguan elektrolit.
Komplikasi dan prognosis
Kejang demam suatu kondis yang jinak/benign, tidak menyebabkan kematian. Sebagian besar akan menghilang pada usia 5-6 tahun. Faktor risiko epilepsi di kemudian hari tergantung dari: (1) kejang demam kompleks, (2) riwayat epilepsi dalam keluarga, (3) terdapat defisit neurologis.
E. Penatalaksanaan Komprehensif(Plan) Penatalaksanaan 1. Keluarga pasien diberikan informasi selengkapnya mengenai kejang demam dan prognosisnya. 2. Farmakoterapi ditujukan untuk tatalaksana kejang akut dan tatalaksana profilaksis untuk mencegah kejang berulang. 3. Pemberian farmakoterapi untuk mengatasi kejang akut adalah dengan: a. Diazepam per rektal (0,5mg/kgBB) atau BB < 10 kg diazepam rektal 5 mg , BB > 10 kg diazepam rektal 10 mg, atau lorazepam (0,1 mg/kg) harus segera diberikan jika akses intravena tidak dapat diperoleh dengan mudah. Jika akses intravena telah diperoleh diazepam lebih baik diberikan intravena dibandingkan rektal. Dosis pemberian IV 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan maksimum pemberian 20 mg. Jika kejang belum berhenti diazepam rektal/IV dapat diberikan 2 kali dengan interval 5 menit. Lorazepam intravena, setara efektivitasnya dengan diazepam intravena dengan efek samping yang lebih minimal (termasuk depresi pernapasan) dalam pengobatan
kejang akut. b. Jika dengan 2 kali pemberian diazepam rektal/intravena masih terdapat kejang dapat diberikan fenitoin IV dengan dosis inisial 20 mg/kgBB, diencerkan dalam NaCl 0,9% dengan pengenceran 10 mg fenitoin dalam 1 ml NaCl 0,9%, dengan kecepatan pemberian 1mg/kgBB/menit, maksimum 50 mg/menit, dosis inisial maksimum adalah 1000 mg. Jika dengan fenitoin masih terdapat kejang, dapat diberikan fenobarbital IV dengan dosis inisial 20 mg/kgBB, tanpa pengenceran dengan kecepatan pemberian 20 mg/menit. Jika kejang berhenti dengan fenitoin maka lanjutkan dengan pemberian rumatan 12 jam kemudian dengan dosis 5-7 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis. Jika kejang berhenti dengan fenobarbital, maka lanjutkan dengan pemberian rumatan 12 jam kemudian denagn dosis 4-6 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis. 4. Pemberian farmakoterapi untuk profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang di kemudian hari. a. Profilaksis intermiten dengan diazepam oral/rektal, dosis 0,3 mg/kgBB/kali tiap 8 jam, hanya diberikan selama episode demam, terutama dalam waktu 24 jam setelah timbulnya demam. b. Profilaksis kontinyu dengan fenobarbital dosis 4-6 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis atau asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis. Profilaksis hanya diberikan pada kasus-kasus tertentu seperti kejang demam dengan status epileptikus, terdapat defisit neurologis yang nyata seperti cerebral palsy. Profilaksis diberikan selama 1 tahun.
Farmakoterapi untuk mengatasi kejang
Obat
Diazepam
Intra Vena (IV)
0,3 mg-0,5 mg/kg dengan
Per rektal
0,5 mg/kg atau.BB <
kecepatan Pemberian 2mg/mnt, tanpa pengenc 10 kg dosis 5 mg, BB > eran.Maksimum pemberian 20 mg.
10 kg dosis 10 mg.
0,05 – 0,1 mg/kg dalam 1-2 mnt (maks 4 Lorazepam
0,1 mg/kg (maks 4 mg per dosis)
mg per dosis), dilarutkan dengan air 1:1 sebelum digunakan.
Fenitoin
Inisial 20 mg/kgBB diencerkan dengan NaCl 0,9% 10 mg fenitoin dalam 1 ml NaCl 0,9%, kecepatan pemberian 1 mg/kgBB/menit, maksimum 50 mg/menit. Rumatan 5-7 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis
Fenobarbital
Inisial 20 mg/kgBB tanpa pengenceran, kecepatan pemberian 20 mg/menit. Rumatan 4-6 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis
Indikasi EEG
Tidak terdapat indikasi pemeriksaan EEG pada kejang demam , kecuali jika ditemukan keragu-raguan apakah ada demam sebelum kejang.
Indikasi pencitraan (CT-scan/MRI kepala)
Pemeriksaan pencitraan hanya dilakukan jika terdapat kejang demam yang bersifat fokal atau ditemukan defisit neurologi pada pemeriksaan fisik.
Konseling dan Edukasi Konseling dan edukasi dilakukan untuk membantu pihak keluarga mengatasi pengalaman menegangkan akibat kejang demam dengan memberikan informasi mengenai: 1. Prognosis dari kejang demam. 2. Tidak ada peningkatan risiko keterlambatan sekolah atau kesulitan intelektual akibat kejang demam. 3. Kejang demam kurang dari 30 menit tidak mengakibatkan kerusakan otak. 4. Risiko kekambuhan penyakit yang sama di masa depan. 5. Rendahnya risiko terkena epilepsi dan tidak adanya manfaat menggunakan terapi obat antiepilepsi dalam mengubah risiko itu.
Kriteria Rujukan 1. Apabila kejang tidak membaik setelah diberikan obat antikonvulsan sampai lini ketiga (fenobarbital).
2. Jika diperlukan pemeriksaan penunjang seperti EEG dan pencitraan (lihat indikasi EEG dan pencitraan).
DAFTAR PUSTAKA
1.
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/02/kejang_pada_anak.pdf
2.
Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak. RSMH. 2010
3.
Esau, R. et al. 2006. British Columbia’s Children’s Hospital Pediatric Drug
4.
Dosage Guidelines. 5th edition.Vancouver. Department of Pharmacy Children’s and Women’s Health Centre of British Columbia. (Esau, 2006)
5.
Guidelines and protocol febrile seizures. September, 2010.
6.
Lau, E. et al. 2007. Drug Handbook and Formulary 2007-2008. Toronto. The Department of Pharmacy, The Hospital for Sick Children. (Lau, 2008)
7.
McEvoy, GK. et al. 2009. AHFS Drug Information 2009. Bethesda. American Society of Health-System Pharmacists, Inc. (McEvoy, 2009)
8.
Konsensus kejang demam. UKK Neurologi IDAI. 2006 (UKK Neurologi IDAI, 2006)