FM-UAD-PBM-11-04/R0 PP/KM/HSI/VI/R1
PETUNJUK PRAKTIKUM HIGIENE SANITASI INDUSTRI
PENYUSUN Oktomi Wijaya, S.K.M., M.Sc. Julian Dwi saptadi, S. Hut, M.Sc.
LABORATORIUM FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
PETUNJUK PRAKTIKUM HIGIENE SANITASI INDUSTRI
PENYUSUN Oktomi Wijaya Julian Dwi Saptadi
Penerbit: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan
© 2019
ii
HALAMAN PENGESAHAN
PERTEMUAN PERTEMUAN I
TANDA TANGAN ASISTEN
PERTEMUAN II PERTEMUAN III PERTEMUAN IV PERTEMUAN V PERTEMUAN VI PERTEMUAN VII
iii
FM-UAD-PBM-11-05/R0
SEJARAH REVISI PETUNJUK PRAKTIKUM Nama Petunjuk Praktikum Semester Program Studi Fakultas
:Higiene Sanitasi Industri :VI Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja :Kesehatan Masyarakat :Kesehatan Masyarakat
REVISI KE
TAHUN REVISI
1
2019
URAIAN REVISI -
Revisi Peraturan Perundangan Penambahan Form Inspeksi kantin Perusahaan
iv
KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb.
Kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena telah selesai disusunnya buku petujuk praktikum “Higiene Sanitasi Industri” bagi mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan.
Buku ini disusun sebagai pedoman bagi pelaksanaan praktikum mahasiswa, dan dimaksudkan untuk menambah wawasan serta keterampilan mahasiswa FKM UAD dalam bidan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Besar Harapan kami bahwa dengan adanya buku ini mahasiswa dapat lebih berkembang dan terampil.
Penulis Mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu tersusunnya buku ini. Mohon kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan buku ini. Apabila ada kekurangan kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Yogyakarta, April 2019
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................................... i SEJARAH REVISI PETUNJUK PRAKTIKUM ...........................................................................iv KATA PENGANTAR .................................................................................................................... v DAFTAR ISI .................................................................................................................................vii PERTEMUAN I.............................................................................................................................. 1 PERTEMUAN II ............................................................................................................................ 6 PERTEMUAN III ......................................................................................................................... 14 PERTEMUAN IV ......................................................................................................................... 27 PERTEMUAN V .......................................................................................................................... 34 PERTEMUAN VI ......................................................................................................................... 46 PERTEMUAN VII ....................................................................................................................... 49
vi
PRAKTIKUM 1 PENGAWASAN SANITASI Oleh: Julian Dwi Saptadi, S.Hut, M.Sc.
TUJUAN Untuk memahami tentang teknik pengawwasan pemeriksaan penerapan persyaratan hygiene sanitasi perusahaan di tempat kerja, serta mampu menyiapkan dokumen serta kelengkapan untuk pemeriksaan hygiene sanitasi perusahaan, juga mampu memeriksa secara visual sanitasi perusahaan dan mampu membuat laporan hasil pemeriksaan di tempat kerja.
ACUAN: -
Undang-undang no.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
-
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri.
TEORI Higiene perusahaan diartikan sebagai spesialisasi ilmu higiene beserta prakteknya yang denganmengadakan penilaian kepada faktor-faktor penyebab penyakit kualitatif dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya dipergunakan untuk dasar perbaikan kepada lingkungan tersebut serta lebih lanjut pencegahan agar pekerja dan masyrakat sekitar terhindar dari bahaya kerja. Bangunan yang menjadi obyek pengawasan menurut peraturan pemerintah nomor 7 tahun 1964 antara lain bangunan perusahaan/industri, gedung tambahan, halaman serta jalan, jembatan atau bangunan lainnya yang menjadi bagian dari perusahaan. Semua
bangunan
perusahaan/industri
yang
dipergunakan
oleh
pekerja
dan
perlengkapannya harus selalu di pelihara baik dan dijaga kebersihannya, mempunyai ventilasi yangcukup, penerangan yang cukup, tidak ada pengaruh yang berbahaya bagi kesehatan pekerja dan fasilitas pengganti pakaian yang sesuai.
TAHAPAN DALAM PEMERIKSAAN HIGIENE SANITASI PERUSAHAAN 1. Menyiapkan kelengkapan untuk memeriksa higiene sanitasi perusahaan, yaitu dengan: -
Membuat rencana pemeriksaan
-
Menyiapkan peraturan undang-undang yang berkaitan dengan sanitasi dan higiene perusahaan
-
Menyiapkan checklist sanitasi dan higiene perusahaan
-
Mereview data hasil pemeriksaan sanitasi dan higiene perusahaan (pada pemeriksaan berkala atau ulang)
2. Memeriksa dokumen pemeriksaan sanitasi dan higiene perusahaan dan rekomendasi, antara lain: a. Keabsahan atau validitas dokumen diperiksa meliputi: 1. Tanggal pembuatan 2. Masa berlaku 3. Pejabat yang menandatangani 4. Instansi yang mengeluarkan: -
Laporan hasil pemeriksaan/pengujian yang dilakukan oleh balai Hiperkes atau,
-
Laporan hasil pemeriksaan/pengujian yang dilakukan oleh PJK3
b. Jenis-jenis rekomendasi meliputi: 1. Rekomendasi sarana kebersihan gedung dan halaman 2. Rekomendasi suhu ruangan, system ventilasi, dan udara dalam ruangan kerja 3. Rekomendasi sarana sanitasi, meliputi: kamar mandi, WC, dan ruang ganti pakaian 4. Rekomendasi penyediaan dan pemeliharaan dapur dan peralatan makan 5. Rekomendasi penyediaan sumber air bersih dan saluran air limbah 6. Rekomendasi penyediaan tempat duduk 7. Rekomendasi tempat pengumpulan dan pembuangan sampah
Adapun Jenis-jenis rekomendasi mencakup: Komponen Pemeriksaan a. Suhu yang nyaman b. Penerangan (penerangan darurat, penerangan halaman & jalan) c. Tempat duduk d. Ruang udara e. Tinggi tempat kerja f. Luas tempat kerja
-
Peraturan yang menjadi acuan UU no.1 tahun 1970 UU no.33 tahun 1969 KMK 1405 tahun 2002
3. Memeriksa secara visual sanitasi dan higiene perusahaan antara lain: -
Memeriksa kondisi umum higiene sanitasi meliputi denah tempat/lokasi sarana dan prasarana higiene sanitasi seperti: kamar mandi, wc, ruang ganti, sumber air bersih, saluran limbah dan pembuangan sampah.
-
SOP pemeliharaan gedung, dapur dan pemeliharaan sarana
-
Kesesuaian sanitasi dan higiene perusahaan dengan ketentuan perundang-undangan 2
4. Membuat laporan hasil pemeriksaan sanitasi dan higiene perusahaan: -
Laporan hasil pemerikasaan dibuat sesuai dengan bentuk/format yang ditetapkan
-
Laporan di tanda tangani dan disampaikan kepada instansi terkait yang berwenang antara lain: perusahaan, kepala dinas tenaga kerja dan direktur jenderal binwasnaker
PERSYARATAN PENGAJUAN PERIJINAN/REKOMENDASI/PENGESAHAN HIGIENE SANITASI PERUSAHAAN Persyaratan pengajuan didasarkan pada: -
Surat permohonan dari perusahaan
-
Laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh P2K3 dan perusahaan sendiri. Kelengkapan dokumen administrasi pemeriksaan sanitasi higiene berupa rekomendasi yang dikeluarkan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan meliputi:
1. Pemeriksaan dokumen higiene sanitasi peusahaan Contoh Formulir pemeriksaan higiene sanitasi: Kartu pemeriksaan No.(x): No. / Tanggal pemerikasaan terakhir: Tanggal pemeriksaan sekarang:
Pegawai yang melakukan Kandepnaker/Disnaker: pemeriksaan. Nama: Pangkat/jabatan:
I. II.
Jenis perusahaan: Industri pengolahan
NO. KLUI:
WNI D
L M
A
WNA D
P M
A
D
3
L M
A
D
P M
A
Memeriksa secara visual higiene sanitasi perusahaan, antara lain: Pemeriksaan Utama 1. Bagaimana keadaan tempat kerja ukuran, : ventilasi, iklim, penerangan, faktor kebisingan, radiasi, debu, bioligis, getaran dan lain sebagainya) 2. Bagaimana fasilitas sanitasi : 3. Apakah tersedia fasilitas ruang ganti : pakaian 4. Darimana sumber air produksi : 5. Bagaimana pembuangan sampah dan air bekas. bila ada pengolahan sebelumnya bagaimana sistemnya 6. Bagaimana pelayanan dan sarana kesehatan kerja 7. Apakah telah dilakukan pengujian kesehatan tenaga kerja, baik awal maupun berkala dan oleh siapa 8. Bagaimana fasilitas P3K
:
9. Bila tenaga kerja diberikan makan bagaimana fasilitas dan penyelenggaraannya 10. Apakah ada dugaan adanya PAK
:
: :
:
:
Pemeliharaan Water Closed (WC) 1. 2. 3. 4.
Berapa jumlah WC Pria Berapa Jumlah WC wanita Bagaimana SOP Pemeliharaan WC Siapa yang bertanggung jawab pemeliharaan WC 5. Berpa kali WC dibersihkan dalam seminggu Laporan Hasil Pemeriksaan Higiene sanitasi perusahaan -
Laporan hasil pemeriksaan harus diketahui dan ditandatangani oleh pejabat dinas tenaga kerja dan transmigrasi setempat
-
Membuat akte hasil pemeriksaan yang di tandatangani oleh pegawwai pemeriksa dan pejabat dinas tenaga kerja dan transmigrasi setempat.
Contoh Formulir Hasil Pemeriksaan
4
Kesimpulan Pemeriksaan Uraian yang diperiksa Hasil Pemeriksaan Semua syarat Masih ada yang terpenuhi (%) belum terpenuhi (%) 1 Pemeriksaan utama 2 Keadaan ventilasi udara 3 Keadaan WC Kesimpulan keadaan perusahaan umumnya PENDAPAT PEGAWAI PENGAWAS : No.
…………………….,…………… 2017 Yang melakukan pemeriksaan,
Mengetahui dan telah memeriksa kartu periksa ini
………………………. NIP……………………
…………………… NIP …………………….
5
PRAKTIKUM 2 PENYELENGGARAAN FASILITAS MAKANAN DI TEMPAT KERJA Oleh: Julian Dwi Saptadi, S.Hut, M.Sc.
Tujuan Untuk memahami dan melakukan pengawasan penyelenggaraan makanan bagi tenaga kerja serta mengetahui kebutuhan gizi dan spesifikasi zat gizi, mekanisme penyelenggaraan makanan bagi tenaga kerja dan bahaya keselamatan yang spesifik.
ACUAN: -
Undang-undang no.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
-
Peraturan Menteri Perburuhan nomor 7 tahun 1964, tentang syarat kesehatan, kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja
-
Permen No.02/Men/1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan keselamatan kerja
-
Permen no.03/Men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja
TEORI Gizi kerja adalah nutrisi / kalori yang dibutuhkan tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis pekerjaan yang bertujuan untuk mencapai tingkat kesehatan tenaga kerja dan produktivitas yang setinggi-tingginya. Kebutuhan kalori ditentukan oleh: metabolisme basal, pengaruh makanan atau kegiatan tubuh (kira-kira 10% dari metabolisme) dan kerja otot. Dari ketiga kebutuhan itu yang mempunyai peranan penting adalah kerja otot, dan besarnya kebutuhan kalori sangat tergantung dari aktivitas / kegiatan tubuh. Gizi kerja sebagai salah satu aspek dari kesehatan kerja mempunyai peran penting, baik bagi kesejahteraan maupun dalam rangka meningkatkan disiplin dan produktivitas. Hal ini dikarenakan tenaga kerja menghabiskan waktunya lebih dari 35% setiap hari di tempat kerja. Oleh karena itu mereka perlu mendapatkan asupan gizi yang cukup dan sesuai dengan jenis / beban pekerjaan yang dilakukannya. Kekurangan nilai gizi pada makanan yang dikonsumsi tenaga kerja sehari-hari akan membawa akibat buruk terhadap tubuh, seperti: pertahanan tubuh terhadap penyakit menurun, kemampuan fisik kurang, berat badan menurun, badan menjadi kurus, muka pucat kurang bersemangat, kurang motivasi, bereaksi lamban dan apatis dan lain sebagainya. Dalam keadaan yang demikian itu tidak bisa
diharapkan
tercapainya
efisiensi
dan
produktivitas
kerja
yang
optimal.
Usaha untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas tenaga kerja harus sejalan pula dengan
6
usaha mengatasi masalah gizi tenaga kerja, yaitu dengan jalan memperbaiki keadaan kesehatan dan meningkatkan keadaan gizinya melalui pelaksanaan gizi kerja di perusahaan.
1. PENGERTIAN 1. Gizi Kerja adalah gizi yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerjanya atau ilmu gizi yang diterapkan kepada masyarakat tenaga kerja dengan tujuan untuk meningkatkan taraf kesehatan tenaga kerja sehingga tercapai
tingkat
produktivitas
dan
efisiensi
kerja
yang
setinggi-tingginya.
2. Penyakit Gizi Kerja merupakan penyakit gizi sebagai akibat kerja ataupun ada hubungan dengan kerja. 3. Pengelolaan makan bagi tenaga kerja adalah suatu rangkaian kegiatan penyediaan makan bagi tenaga kerja di perusahaan yang dimulai dari rencana perencanaan menu hingga peyajiannya dengan memperhatikan kecukupan kalori dan zat gizi, pemilihan jenis dan bahan makanan, santasi tempat pengolahan dan tempat penyajian, waktu dan teknis penyajian bagi tenaga kerja. 4. Produktivitas merupakan sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari esok harus lebih baik dari hari ini atau perbandingan antara output (keluaran / jumlah yang dihasilkan) dengan input (masukan / setiap sumber daya yang digunakan).
2. ARTI PENTING GIZI KERJA Produktivitas kerja dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya yang mempunyai peranan sangat penting dan menentukan adalah kecukupan gizi. Faktor ini akan menentukan prestasi kerja tenaga kerja karena adanya kecukupan dan penyebar kalori yang seimbang selama bekerja. Seseorang yang berstatus gizi kurang tidak mungkin mampu bekerja dengan hasil yang maksimal karena prestasi kerja dipengaruhi oleh derajat kesehatan seseorang. Tenaga kerja yang sehat akan bekerja lebih giat, produktif, dan teliti sehingga dapat mencegah kecelakaan yang mungkin terjadi dalam bekerja.
3. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEADAAN GIZI TENAGA KERJA 1.
Jenis
kegiatan
(ringan,
sedang,
berat)
yang
merupakan
suatu
beban
kerja.
2.
Faktor tenaga kerja, yang meliputi ketidaktahuan, jenis kelamin, umur, hamil, menyusui,
kebiasaan makan yang kurang baik, tingkat kesehatan karena tingginya penyakit parasit dan infeksi oleh bakteri pada alat pencernaan, kesejahteraan tinggi tanpa perhatian gizi, mengakibatkan terjadinya salah gizi biasanya dalam bentuk over nutrisi, disiplin, motivasi dan dedikasi. 3. Faktor lingkungan kerja sebagai beban tambahan, yang meliputi fisik, kimia, biologi, fisiologi
7
(ergonomi) dan psikologi. Beban kerja dan beban tambahan di tempat kerja yaitu tekanan panas, bahan – bahan kimia, parasit dan mikroorganisme, faktor psikologis dan kesejahteraan. 4. FAKTOR – FAKTOR PENENTU KEBUTUHAN GIZI 1. Ukuran tubuh (tinggi dan berat badan) 2. Usia 3. Jenis kelamin 4. Kegiatan sehari – hari 5. Kondisi tubuh tertentu (wanita hamil dan menyusui) 6. Lingkungan kerja.
PENYELENGGARAAN MAKAN BAGI TENAGA KERJA Penyelenggaraan makan di tempat kerja bertujuan untuk meningkatkan keadaan kesehatan dan gizi tenaga kerja, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Yang dimaksud penyelenggaraan makanan adalah semua proses, dimulai dari merencanakan anggaran belanja sampai ke makanan dikonsumsi oleh tenaga kerja. Penyelenggaraan makan bagi tenaga kerja dapat diselenggarakan sendiri oleh perusahaan atau dengan cara kerjasama/kontrak dengan perusahaan catering pengelola makanan bagi tenaga kerja. Untuk menyelenggarakan makan tenaga kerja secara umum diperlukan persyaratan minimal yang meliputi: a. Mempunyai dapur b. Mempunyai tenaga gizi c. Mempunyai tenaga pelaksana d. Mematuhiperaturan perundanganyang berlaku Pemberian Makan Bagi Tenaga Kerja memberikan keuntungan baik bagi tenaga kerja maupun perusahaan, antara lain yaitu: a. Meningkatkan dan mempertahankan kemampuan kerja b. Meningkatkan produktivitas c. Meningkatkan derajat kesehatan d. Menurunkan absensi e. Terciptanya hubungan timbal balik pengusaha dan pekerja maupun antar pekerja f. Suasana kerja menyenangkan dan meningkatkan motivasi dan gairah kerja g. Mengatasi kelelahan dan persiapan tenaga untuk kerja kembali h. Pengawasan relatif lebih mudah.
8
Untuk dapat menjamin mutu makanan diperlukan persyaratan bagi penyelnggara sebagai berikut: -
Bebas penyakit menular
-
Mempunyai pengetahuan tentang kebersihan dan kesehatan serta cara mengelola bahan makanan
-
Tidak mempunyai kebiasaan buruk, missal berbicara ketika menyediakan makanan, bersin/batuk
-
Disiplin kerja baik.
KEBUTUHAN DAN KECUKUPAN GIZI KERJA 1. Kebutuhan Gizi minimal sehari /MDR 2. Kecukupan Gizi / RDA RDA = MDR + Nilai Tambah / Batas Keamanan
Kecukupan gizi hanya untuk zat zat tertentu: -
Energi: untuk 8 jam kerja perlu disediakan makan dan minum paling sedikit 2/5 atau 40 % (30% dari makanan lengkap + 10 % makanan selingan) dari kecukupan gizi sehari
-
Hidrat Arang: 60%-70% dari total energi
-
Protein: 10 - 15 % dari total energi
-
Lemak: 20 - 25 % dari total energi
-
Vitamin dan Mineral
-
Air
Angka Kecukupan Energi dan Protein Yang Dianjurkan Sehari: Jenis Kegiatan Kerja Ringan Kerja Sedang Kerja berat
Laki-laki BB 20-59 th, BB 62Kg Energi (Kal) Protein (gr) 2800 55 3000 55 3600 55
9
Perempuan 20-59th, BB 54Kg Energi (Kal) Protein (gr) 2050 48 2250 48 2600 48
Kerja Ringan Menulis, mengetik
Kerja Sedang Bertani,berkebun
Kerja Berat Mencangkul
Mengemudikan traktor dan alat berat Mengendarai mobil pribadi Mencuci, memeras pakaian
Mengangkat/ memikul barang
Kerja perkantoran
Menyeterika
Memotong kayu di hutan
Menyapu Lantai
Mendorong kereta ringan
Menarik/mendayung becak
Pekerjaan administrasi
Memutar baut
Kerja tambang dan sejenis
Merokok makan
Memompa
Pekerjaan kasar
Mengepel
Mendorong kereta bermuatan
Mendongkrak
Mengangkat drum berisi
Menempa besi, Menggergaji
Balap sepeda
Menyeret karung
Mencetak mie didepan oven
Duduk memotong ujung batang rokok
Duduk di depan mesin sambil memasang leher kaleng
Mencetak keramik di depan tanur
Berdiri diantara dua mesin sambil memeriksa benang selagi mesin bekerja
Berdiri di depan potongan marmer Membelah marmer secara dan mendempul manual dengan palu
Menjahit,merajut
Berdiri memeriksa bahan dan
berat Menggergaji kayu/ besi
membereskan Berdiri di depan mesin dan memutar tombol Memasukan mie kedalam kardus, sambil berdiri Duduk diantara dua mesin sambil memeriksa menyusun slop rokok dalam kertas
Berdiri di depan mesin Mengambil kotak dan berjalan memasukan seng ke dalam memindahkan ke tempat sekitar mesin pembuat tutup kaleng mesin
10
Mengangkat kayu balok dan memasukannya dalam mesin
FORMULIR INSPEKSI HYGIENE SANITASI KANTIN
1. 2. 3. 4. 5.
Nama kantin Penanggung jawab Alamat Tanggal inspeksi Petugas inspeksi
: : : : :
NO VARIABEL/KOMPONEN A LOKASI DAN BANGUNAN 1 LOKASI Tidak berhadapan lngsung dengan toilet/WC Terlindung dan cukup jauh dari sumber pencemaran/ TPS 2 BANGUNAN Secara umum bangunan kantin harus kuat dan bersih Lantai terbuat dari bahan kedap air, rata, tidak licin, mudah dibersihkan Dinding kuat, rata, mudah dibersihkan Dinding yang terkena percikan air dilapisi dengan bahan kedap air dan mudah dibersihkan luas ventilasi minimal 20% dari luas lantai bila menggunakan AC, harus dibersihkan minimal setiap 6 bulan Atap tidak bocor dan bebas dari sarang laba-laba pencahayaan cukup untuk melakukan kegiatan di kantin, minimal 10 fc Secara umum bebas dari lalat, kecoa dan tikus B BAHAN MAKANAN Bahan makanan dalam kondisi segar, tidak busuk dan tidak rusak Tidak mengandung bahan berbahaya beracun (pestisida dan logam berat); Tidak mengandung bahan berbahaya beracun seperti formalin, borax, rhodaminB, methyl yellow, dll Bahan makanan kemasan tidak kadaluarsa C MAKANAN JADI Tidak mengandung bahan berbahaya beracun (pestisida dan logam berat); Tidak mengandung bahan berbahaya beracun seperti formalin, borax, rhodaminB, methyl yellow, pewarna textile Bahan tambahan makanan kadarnya memenuhi persyaratan peraturan perundangan yang berlaku Untuk makanan mudah rusak, angka kuman E coli 0; Tidak berbau yang bukan aroma khasnya; Tidak berlendir, tidak berjamur.
11
YA
Tidak
KET
D
Tidak kadaluarsa PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN Penempatan bahan makanan terpisah dengan makanan jadi; Di tempat penyimpanan tidak boleh ada bahan pestisida (B3); Tersedia kulkas yang dapat digunakan untuk menyimpan makanan Bebas dari serangga pengganggu dan tikus
NO VARIABEL/KOMPONEN E DAPUR/RUANG TEMPAT PENGOLAH MAKANAN Bangunan dapur harus dijaga kebersihannya; Tidak berhubungan langsung dengan jamban dan peturasan; Meja dapur mudah dibersihkan; Tersedia sarana atau alat yang berfungsi sebagai jalan keluar asap; Ruang dapur harus bebas serangga dan ikus; Pencahayaan minimal 10 fc; Lantai rata, mudah dibersihkan dn tidak licin; Tersedia sarana atau tempat cuci tangan yang dilengkapi sabun Tersedia tempat penyucian peralatan Tersedia tempat sampah yang kuat, kedap air dan bertutup F PERALATAN PENGOLAHAN MAKANAN Alat pengolahan makanan harus bersih, tidak retak, tidak luntur, tidak berkarat; Menggunakan lap/serbet yang bersih, tidak kotor; Peralatan disimpan dalam rak penyimpanan Telaten tidak boleh dibuat dari kayu G PENYAJIAN/PENJUALAN MAKANAN Wadah penyajian harus tertutup, tidak berkarat, bersih dan tarapangan (food grade); Waktu penyajian tidak boleh lebih dari 6 jam setelah pemasakan untuk makanan protein tinggi dan bersantan (setelah lebih 6 jam harus dipanaskan kembali) Tiap jenis makanan disajikan dalam wadah yang terpisah Etalase mudah dibersihkan, tidak berkarat, tidak terbuat dari bahan yang mengandung bahan berbahaya beracun (tima hitam, arsenik, tembaga, cadmium, air raksa, seng, antimon chromium); H FASILITAS SANITASI Air bersih (kualitas dan kuanitas) Tersedia air bersih dalam jumlah yang cukup; kualitas air bersih harus memenuhi keputusan mentri kesehatan Tempat penampungan air tertutup; Air limbah Salura air limbah terbuat dari bahan kedap air, tertutup dan mengalir lancar
12
YA
TIDAK
KET
Air limbah dari dapur dilengkapi perangkap lemak Sampah Tersedia tempat sampah kedap air, tidak berkarat, tertutup, dan mudah dibersihkan Sampah harus segera di buang, maksimal dalam waktu 1 x 24 jam Sampah basah dan kering dipisah Tempat sampah basah dilapisi dengan kantong plastik Tempat cuci tangan : Tersedia tempat cuci tangan/wastafel, sabun, dan alat pengering tangan Air untuk tempar cuci tangan harus mengalir Tempat cuci peralatan : Dapat berupa rak atau ember Tersedia air bersih yang cukup dan mengalir, dilengkapi dengan sabun/detergent; Disekitar tempat cuci alat tidak boleh ada air yang tergenang.
I
PENJAMAH MAKANAN KANTIN Mengikuti kursus penjamah makanan yang diselenggarakan oleh instansi yang berwewenang Sehat, tidak menderita penyakit yang menular dan penyakit kulit Melakukan test/pemeriksaan kesehatan secara rutin, minimal 6 bulan sekali
NO
VARIABEL/KOMPONEN Menggunakan pakaian kerja/celemek dan tutup kepala yang bersih Selalu cuci tangan pakai sabun dalam menyentuh makanan Selalu cuci tangan pakai sabun setelah buang aie besar maupun air kecil Tidak merokok saat menyajikan makanan dan minuman Menggunakan alat atau perlengkapan saat menjamah makanan Kuku tangan pendek, tidak kotor dan tidak menggunakan pewarna kuku (kutek) Tidak boleh menggunakan cincin dan atau gelang yang berukir TOTAL
13
YA
TIDAK
KET
PRAKTIKUM 3 PENGUKURAN KEBISINGAN DI TEMPAT KERJA Oleh: Julian Dwi Saptadi, S.Hut., M.Sc.
DASAR TEORI Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Permenaker No.05 Tahun 2018). Kebisingan suara ditempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja (occupational hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau tidak diinginkan secara fisik (menyakitkan pada telinga pekerja) dan psikis (mengganggu konsentrasi dan kelancaran komunikasi) yang akan menjadi polutan bagi lingkungan, sehingga kebisingan didefinisikan sebagai polusi lingkungan yang disebabkan oleh suara. kebisingan di tempat kerja diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan, yaitu: a.
Kebisingan yang tetap (steady noise) dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu: •
Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise). Kebisingan ini merupakan nada-nada murni pada frekuensi yang beragam. Contohnya suara mesin, suara kipas dan sebagainya.
•
Kebisingan tetap (Broad band noise), kebisingan dengan frekuensi terputus dan Brod band noise sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaannya adalah broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi.
b.
Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagi lagi menjadi tiga jenis, yaitu: •
Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.
•
Intermitent noise, kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah. Contoh kebisingan lalu lintas.
•
Kebisingan impulsif (Impulsive noise), kebisingan ini dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata dan alat-alat sejenisnya.
kebisingan dengan intensitas tinggi dapat berdampak buruk pada kesehatan antara lain: a. Gangguan fisiologis Gangguan fisiologis adalah gangguan yang pertama timbul akibat bising, fungsi pendengaran secara fisiologis dapat terganggu. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat
14
didengar secara jelas, sehingga dapat menimbulkan gangguan lain seperti: kecelakaan. Pembicaraan terpaksa berteriak-teriak sehingga memerlukan tenaga ekstra dan juga menambah kebisingan. Selain itu kebisingan dapat juga meningkatkan tekanan darah. Pada berbagai penelitian diketahui bahwa pemaparan bunyi dapat menimbulkan reaksi fisiologis seperti: denyut nadi, tekanan darah, metabolisme, gangguan tidur dan penyempitan pembuluh darah. Reaksi ini terutama terjadi pada awal pemaparan terhadap bunyi. Kemudian akan kembali pada keadaan semula. Bila terus menerus terpapar maka akan terjadi adaptasi sehingga perubahan itu tidak tampak lagi. Kebisingan dapat menimbulkan gangguan fisiologis melalui tiga cara yaitu: •
Sistem Internal Tubuh Sistem internal tubuh adalah sistem fisiologis yang penting untuk kehidupan seperti: kardiovaskuler (jantung, paru-paru, pembuluh), gastrointestinal, saraf, musculoskeletal (otot, tulang) dan endokrin (kelenjar).
•
Ambang pendengaran Ambang pendengaran adalah suara terlemah yang masih bisa didengar. Semakin rendah level suara terlemah yang didengar berarti semakin rendah nilai ambang pendengaran, dan semakin baik pendengarannya. Kebisingan dapat mempengaruhi nilai ambang batas pendengaran baik bersifat sementara (fisiologis) atau menetap (patofisiologis). Kehilangan pendengaran bersifat sementara.
•
Gangguan pola tidur Pola tidur sudah merupakan pola alamiah, kondisi istirahat yang berulang secara teratur, dan penting untuk tubuh normal dan pemeliharaan mental serta kesembuhan. Kebisingan dapat mengganggu tidur dan menyebabkan tidur menjadi tidak lelap. Seseorang yang sedang tidak bisa tidur atau sudah tidur tetapi belum terlelap kemudian ada gangguan suara yang akan mengganggu tidurnya, maka orang tersebut akan mudah marah, tersinggung dan berperilaku irasional. Terjadinya pergeseran kelelapan tidur dapat menimbulkan kelelahan. b. Gangguaan psikologis Gangguan fisiologis apabila terjadi terlalu lama dapat menimbulkan gangguan psikologis. Kebisingan dapat mempengaruhi stabilitas mental dan reaksi psikologis, seperti rasa khawatir, jengkel, takut dan sebagainya. c. Gangguan patologis organis Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah pengaruhnya terhadap alat pendengaran atau telinga, yang dapat menimbulkan ketulian yang bersifat sementara
15
hingga permanen. d. Komunikasi Kebisingan dapat menganggu pembicaraan dan kebisingan mengganggu kita dalam menangkap dan mengerti apa yang dibicarakan oleh orang lain.
Istilah dan definisi intensitas bunyi energi bunyi rata-rata yang ditransmisikan melalui gelombang bunyi menuju arah perambatan dalam media seperti udara, air dan benda lain.
kebisingan semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alatalat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran
tempat kerja setiap ruangan atau lapangan yang tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya.
tingkat tekanan bunyi pada skala pembobotan A tingkat tekanan bunyi pada skala pembobotan A decibel dengan rumus: PA LpA = 20 log ------Po Keterangan : Po = tekanan bunyi referensi sebesar 20 pPa (2x 10 -5 N/m2) PA
= tekanan bunyi rms pembobotan A (Pascal)
decibel satuan intensitas bunyi yang dihitung menurut skala logaritma.
16
PENGUKURAN KEBISINGAN
Pengukuran kebisingan merupakan bagian pokok dalam pengujian kebisingan, dimana pengujian kebisingan merupakan salah satu teknik pengendalian terhadap bahaya kebisingan terhadap tenaga kerja/manusia.
Pengukuran kebisingan disini meliputi: 1. Kebisingan di tempat kerja, yang terdiri dari: a. Kebisingan tempat kerja, b) kebisingan pada sumbernya, c) kebisingan yang memapar tenaga kerja 2. Kebisingan lingkungan
PENGUKURAN KEBISINGAN DI TEMPAT KERJA A. Pengukuran untuk mendapatkan data kebisingan lingkungan kerja -
Dilakukan di setiap tempat kerja yang ada bising
-
Titik pengukuran dimana ada tenaga kerja
-
Cara pengukuran mikropon diarahkan ke sumber bising yang paling dominan setinggi telinga dengan respon indicator fast
-
Diukur dalam 1 shift dalam 8 jam kerja setiap jam, jadi 8x pengukuran
-
Setiap pengukuran dilakukan pembacaan miniman 6x
-
Dihitung rata-rata dan dibuat grafik sehingga dapat diketahui saat pembacaan
-
Alat yang digunakan Sound Level Meter Standar.
-
Hasil di bandingkan dengan NAB 85 dBA (PER.05/2018).
B. Pengukuran untuk evaluasi sumber bising di lingkungan kerja -
Dilakukan pada sumber bising, jika sumber mesin banyak, maka hanya mesin yang diukur kebisingan saja yang hidup, mesin lainnya dimatikan
-
Jika sumber bising mesin yang besar, titik pengukuran diipilih pada sisi mesin dimana terdapat bising paling tinggi
-
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Analisa frekuensi
-
Pengukuran dengan cara mikropon diarahkan ke sumber bising paling tinggi setinggi telinga
-
Alat yang digunakan SLM yang dilengkapi dengan Octave band Analyzer (frequency Analyzer)
C. Pengukuran untuk mengetahui tingkat pemaparan bising terhadap tenaga kerja
17
selama 8 jam kerja (1 shift) secara akumulatif -
Alat yang digunakan Noise Dosimeter yang terpasang pada baju tenaga kerja yang akan diperiksa
-
Setiap tenaga kerja pindah lokasi diganti event baru
-
Dicatat lamanya tenaga kerja dilokasi tersebut/tiap lokasi yang ditempati
-
Tingkat pemaparan bising akumulatif selama 1 shift (8 jam kerja) dapat dihitung sebagai berikut: 𝐶1 𝐶2 𝐶𝑛 + + ⋯+ =? 𝑇1 𝑇2 𝑇𝑛 Dimana: Cn = waktu pemaparan di lokasi n Tn = waktu pemaparan yang diperkenankan di lokasi n
Jika hasilnya = 1 atau <1 dianggap aman, di bawah NAB Jika hasilnya >1 dianggap tidak aman, di atas NAB
No Waktu pemajanan sehari
Intensitas kebisingan (dBA)
1
8 jam
85
2 3 4 5 6 7 8 9
4 jam 2 jam 1jam 30 menit 15 menit 7,5 menit 3,5 menit 1,88 menit
88 91 94 97 100 103 106 109
METODE PENGUKURAN 1. Prinsip pengukuran Tingkat tekanan bunyi diukur dengan alat sound level meter yang mempunyai kelengkapan Leq A dengan rentang waktu tertentu pada pembobotan waktu S. Tekanan bunyi menyentuh membran mikropon pada alat, sinyal bunyi diubah menjadi sinyal listrik dilewatkan pada filter pembobotan (weighting network), sinyal dikuatkan oleh amplifier diteruskan pada layar hingga dapat terbaca tingkat intensitas bunyi yang terukur.
18
2. Peralatan Umum Sound level meter yang digunakan untuk mengukur tingkat intensitas kebisingan di tempat kerja memiliki kelengkapan untuk mengukur tingkat tekanan SLM bunyi sinambung setara pada pembobotan A secara langsung ataupun tidak langsung. Alat ukur tersebut sesuai dengan yang ditetapkan SNI 05-2962-1992. Kelengkapan alat minimal memiliki: a.
skala pembobotan A
b.
kecepatan respon pada pembobotan waktu slow (S)
Kalibrasi Alat ukur tingkat intensitas kebisingan di tempat kerja sebelum digunakan, harus dikalibrasi sesuai dengan konfigurasi yang dimuat di dalam buku petunjuk alat. Alat ukur tersebut juga harus memiliki sertifikat kalibrasi yang masih berlaku.
Pengaruh meteorologi dan lingkungan a. Wind Screen / Pelindung Angin Untuk melindungi mikropon dari pengaruh angin dan debu, maka dipasang pelindung angin. b. Kelembaban Tingkat kelembaban lingkungan kerja sampai dengan 90% dapat ditoleransi dan tidak menimbulkan efek pada perekaman bunyi. Namun demikian, alat harus dijaga ketika kondisi hujan atau berkabut agar pori-pori pada wind screen tidak tertutupi oleh air atau endapan bahan kontaminan lain. c. Temperatur Pada umumnya alat ukur intensitas kebisingan didesain pada rentang suhu operasi -10oC sampai dengan 50oC. Untuk menghindari terjadinya kondensasi pada mikropon alat harus dijaga kondisinya dari perubahan temperatur secara mendadak. d. Tekanan atmosfer Pengaruh variasi tekanan atmosfer sebesar ± 10% pada sensitivitas mikropon dapat ditoleransi. Namun, pengukuran intensitas kebisingan pada ketinggian yang dapat mempengaruhi sensitivitas mikropon, maka harus dilakukan kalibrasi pada tempat di ketinggian tersebut. e. Medan magnet Pengaruh dari elektrostatis dan medan magnet terhadap mikropon diabaikan. f. Getaran Pengukuran di lingkungan yang mempunyai getaran tinggi, alat ukur dilengkapi dengan bahan
19
peredam getaran untuk mengurangi pengaruh perekaman bunyi pada mikropon.
3. Prosedur pengukuran a. Hidupkan alat ukur intensitas kebisingan. b. Periksa kondisi baterei, pastikan bahwa keadaan power dalam kondisi baik. c. Pastikan skala pembobotan. d. Sesuaikan pembobotan waktu respon alat ukur dengan karakteristik sumber bunyi yang
diukur (S untuk sumber bunyi relatif konstan atau F untuk sumber bunyi kejut). e. Posisikan mikropon alat ukur setinggi posisi telinga manusia yang ada di tempat kerja.
Hindari terjadinya refleksi bunyi dari tubuh atau penghalang sumber bunyi. f.
Arahkan mikropon alat ukur dengan sumber bunyi sesuai dengan karakteristik mikropon (mikropon tegak lurus dengan sumber bunyi, 70o - 80o dari sumber bunyi).
g. Pilih tingkat tekanan bunyi (SPL) atau tingkat tekanan bunyi sinambung setara (Leq)
Sesuaikan dengan tujuan pengukuran. h. Catatlah hasil pengukuran intensitas kebisingan pada lembar data sampling. Lembar data
sampling minimum memuat ketentuan seperti berikut: 1. Nama perusahaan ; 2. Alamat perusahaan ; 3. Tanggal sampling ; 4. Likasi titik pengukuran ; 5. Rentang waktu pengukuran ; 6. Hasil pengukuran intensitas kebisingan ; 7. Tipe alat ukur ; 8. Tipe kalibrator ; 9. Penanggung jawab hasil pengukuran
i.
Bila alat ukur Sound Level Meter tidak memiliki fasilitas Leq, maka dihitung secara manual dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Leq = 10 Log { 1/T[ tlxantilog (L1/10) + t2xantilog (L2/10) + ...tnxantilog (Ln/10)] Keterangan: L1 adalah tingkat tekanan bunyi pada periode t1; Ln adalah tingkat tekanan bunyi pada periode n; T adalah total waktu (t1+t2 + ... tn).
20
Lampiran Lembar data sampling pengukuran intensitas kebisingan di tempat kerja Nama perusahaan
: ...................................................................................
Alamat
: ...................................................................................
Jenis Tanggal
perusahaan sampling
Petugas No
Lokasi
Waktu
Intensitas bising
KESIMPULAN:
SARAN:
Mengetahui:
Petugas pengujian
(………….)
(……………………………….)
21
Leq
HASIL PENGUJIAN KEBISINGAN YANG MEMAPAR TENAGA KERJA DI PERUSAHAAN…………………………………….. DATA SAMPEL 1. Nama Tenaga Kerja:……………………………………………… 2. Jenis kelamin: ……………………………………………………. 3. Umur: …………………Tahun 4. Jabatan: …………………………………………………………… 5. Masa kerja: ……………………………………………………….. 6. Tanggal Pengujian: ……………………………………………….. 7. Alat yang digunakan: ………………………………………………
No
Lokasi
Waktu (menit)
Tk. Kebisingan Leq A
Keterangan
PERHITUNGAN
KESIMPULAN
SARAN
Mengetahui:
Petugas Pengujian
(…………..……….)
(…………………………………)
22
HASIL PENGUJIAN KEBISINGAN PADA SUMBERNYA DI PERUSAHAAN………….
DATA SUMBER BISING 1. Nama Mesin: ………………………………. 2. No. Mesin: …………………………………. 3. Lokasi: ……………………………………... 4. Tanggal Pengujian: ……………………….... 5. Alat yg digunakan: …………………………
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Frekuensi (Hz) 31.5 63 125 250 500 1000 2000 4000 8000
Tk. Kebisingan (dBA)
Keterangan
KESIMPULAN :
SARAN :
Mengetahui:
Petugas Pengujian
(…………..……….)
(…………………………………)
23
PENGUKURAN KEBISINGAN DI LINGKUNGAN
-
Pilih titik yang dikehendaki, dengan mikropon diarahkan ke sumber bising yang paling dominan
-
Pengukuran dengan integrating sound level meter yang dapat mengukur Leq selama 10 menit
-
Leq = Equivalent Contimous Noise Level atau tingkat kebisingan dari kebisingan yang berubah ubah (fluktuatif) selama waktu tertentu, setara dengan tingkat kebisingan yang konstan (steady) selama waktu yang sama
-
Pengkuran dilakukan selama 24 jam siang dan malam (Lsm) dengan cara tingkat kebisingan siang hari (Ls) selama 16 jam yaitu pada jam 06.00-22.00 dan pada malam hari (Lm) selama 8 jam yaitu jam 21.00-06.00
-
Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan 3 wwaktu pada malam hari, yaitu:
Siang hari: -
L1 diambil pada jam 07.00 mewakili jam 06.00-09.00 (3 jam)
-
L2 diambil pada jam 11.00 mewakili jam 09.00-14.00 (5 jam)
-
L3 diambil pada jam 15.00 mewakili jam 14.00 – 17.00 (3 jam)
-
L4 diambil pada jam 20.00 mewakili jam 17.00-22.00 (5 jam)
Malam hari: -
L5 diambil pada jam 23.00 mewakili jam 22.00 – 24.00 (2 jam)
-
L6 diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00 – 03.00 (3 jam)
-
L7 diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00 – 06.00 (3 jam)
Tingkat kebisingan siang hari (Ls) dihitung dengan rumus sbb: Ls = 10 log 1/16 (T1.100.1L1+…+T4.10 0.1L4) dBA Dimana T = jumlah waktu yang terwakili (jam)
Tingkat kebisingan malam hari (Lm) dihitung dengan rumus sbb: Ls = 10 log 1/8 (T5.100.1L5+…+T7.10 0.1L7) dBA Dimana T = jumlah waktu yang terwakili (jam)
Tingkat kebisingan siang malam (Lsm) dihitung dengan rumus sbb:
24
Ls = 10 log 1/24 (16.100.1LS+…+8.10 0.1LM) dBA
Hasil dievaluasi dengan membandingkan Lsm dengan nilai baku tingkat kebisingan yang ditetapkan dengan toleransi ±3 dBA
HASIL PENGUJIAN KEBISINGAN LINGKUNGAN
IDENTITAS PEMOHON 1. Nama Perusahaan
: …………………………………….
2. Jenis Perusahaa
: …………………………………….
3. Alamat
: …………………………………….
4. Waktu Pengujian
: …………………………………….
5. Alat yang digunakan
: …………………………………….
25
NO
Lokasi
Kawasan
TK. Kebisingan (Dba) Leq Lmax
NBM
KETERANGAN
Catatan: NBM Berdasarkan kepmeneg LH No.48 Tahun 1996
KESIMPULAN :
SARAN :
Mengetahui:
Petugas Pengujian
(…………..……….)
(…………………………………)
26
PRAKTIKUM 4 Pengukuran Bahaya Panas di Lingkungan Kerja Oleh: Oktomi Wijaya, S.K.M., M.Sc. Tujuan : 1. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi bahaya panas dengan mengukur suhu inti tenaga kerja 2. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi bahaya panas dengan mengukur denyut nadi pekerja 3. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi bahaya panas dengan pemantauan dehidrasi 4. Mahasiswa mampu mengevaluasi bahaya panas dengan menghitung Indeks Suhu Basah dan Bola
Acuan Permenaker Nomor 5 Tahun 2018
Dasar Teori Suatu proses produksi dalam suatu industry sering memerlukan suhu yang tinggi, yang diperoleh dari suatu sumber panas, seperti: dapur peleburan baja, dapur peleburan gelas, dan dapur pembakaran keramik. Energi panas yang bersumber dari panas akan dipancarkan langsung atau melalui permukaan dapur dan menyebabkan suhu udara tempat kerja naik, dengan demikian iklim atau cuaca di dalam tempat kerja berubah dan menimbulkan tekanan panas yang akan diterima oleh tenaga kerja yang bekerja sebagai beban panas tambahan.
Ada dua macam sumber panas yang sangat penting untuk para tenaga kerja yang bekerja di lingkungan tempat kerja yang panas: 1. Panas metabolisme Tubuh manusia akan selalu menghasilkan panas selama masih hidup. Proses menghasilkan panas dalam tubuh ini disebut panas metabolisme. Apabila beban kerja meningkat, maka panas metabolisme juga akan meningkat. 2. Panas dari luar tubuh Panas dari luar tubuh berasal dari lingkungan kerja yang panas. Faktor panas di lingkungan tempat kerja termasuk suhu udara, kecepatan gerak udara, kelembaban udara, dan panas radiasi.
27
Ada dua cara tubuh mengatur keseimbangan panas, yaitu dengan : 1. Meningkatkan aliran darah Ketika panas tubuh meningkat, maka jantung akan memompa darah lebih banyak. Panas dibawa oleh darah menuju kulit, dan dikeluarkan ke lingkungan. 2. Berkeringat Apabila panas tubuh masih tinggi, maka otak akan memerintahkan kelenjar keringat untuk memproduksi keringat. Panas tubuh akan dikeluarkan melalui keringat.
Lingkungan kerja panas yang ekstrim dapat membahayakan bagi tubuh, antara lain: 1. Suhu tubuh naik 2. Denyut nadi meningkat 3. Keringat berlebih 4. Heat cramps 5. Heat exhaustion 6. Heat collapse
Pengukuran temperatur lingkungan kerja dilakukan jika ada informasi atau laporan tentang adanya ketidaknyamanan akibat panas di lingkungan kerja. Pengukuran temperatur lingkungan kerja dilakukan dengan mengukur temperature suhu kering, suhu basah dan suhu radiant. Temperature ligkungan kerja biasanya dinyatakan dalam indeks suhu basah dan bola (ISBB).
Pengukuran temperature lingkungan bertujuan untuk:
Mengetahui temperature lingkungan kerja
Mengetahui pekerja yang berisiko terpapar bahaya panas
Mengetahui sumber panas dan area kerja yang berisiko terpapar panas
Alat yang digunakan untuk mengukur temperature lingkungan kerja bersifat direct reading instrument. Pengukuran temperature panas meliputi: 1. Suhu kering (dry bulb temperature) – Ta Pengukuran suhu kering dilakukan dengan menggunakan thermometer yang berisi cairan, thermocouples dan thermometer resisten. 2. Suhu basah alami dan bola (Natural wet bulb temperature) – Tnwb Pengukuran suhu basah alami diukur dengan thermometer yang dilengkapi dengan kain katun yang basah.
28
3. Suhu Radiant (Radiant/Globe Temperature) Suhu radiant diukur dengan menggunakan black globe thermometer. Thermometer dilengkap dengan bola tembaga diameter 15 cm yang dicat berwarna hitam untuk menyerap radiasi infra merah. 4. Kelembaban relative (Relative Humadity) Pengukuran kelembeban udara juga penting dilakukan karena berhubungan dengan perpindahan panas dari tubuh dengan lingkungan kerja. Kelembaban yang tinggi akan menyebabkan evaporasi menjadi rendah. Alat untuk mengukur kelembaban udara adalah hygrometer.
5. Kecepatan Angin Kecepatan angina berperan dalam proses pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan kerja melalui konveksi dan evaporasi. Kecepatan angina diukur dengan anemometer.
Peralatan dan Bahan 1. Thermomoter 2. Stop watch 3. Timbangan digital 4. Thermal Environment Monitor
Prosedur Kerja 1. Pengukuran Suhu inti Caranya dengan mengukur suhu oral. Suhu oral dapat diukur dengan menggunakan thermometer air raksa biasa atau dengan menggunakan thermometer elektronik. Tenaga kerja yang akan diukur suhu oralnya tidak diperkenankan makan atau minum 15 menit sebelum diukur suhunya dan tenaga kerja harus menutup mulutnya selama pengukuran. 2. Pengukuran denyut jantung Pengukuran denyut nadi dilakukan saat pemulihan denyut nadi. Untuk pengukuran saat pemulihan denyut nadi menjadi normal kembali, maka tenaga kerja harus berhenti bekerja atau dilakukan saat putaran kerja berakhir dan duduk istirahat. Nadi diukur setelah 1 menit duduk istirahat. 3. Pemantauan status dehidrasi Dehidrasi diukur dengan mencatat perubahan berat badan pada saat akan mulai bekerja dan pada akhir bekerja dengan menggunakan timbangan digital. 4. Pengukuran Temperatur Lingkungan Kerja
29
Dalam pengukuran temperature lingkungan dan pajanan panas personel di tempat kerja, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:
Penentuan sampel
Langkah pengukuran
Kalkulasi hasil pengukuran
Penentuan titik pengukuran Untuk menentukan lokasi pengkuran panas, ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan, yaitu:
Secara kualitatif menunjukkan ada bahaya panas
Adanya keluhan pekerja dengan kondisi lingkungan kerja yang panas
Ada pekerja yang bekerja di area panas tsb
Selain lokasi, aspek lain yang harus diperhatikan adalah titik pengukuran. Tidak ada format baku dalam penentuan titik pengukuran. Jumlah titik pengukuran tergantung kepada jumlah sumber panas dan area yang terpajan panas. Secara umum, untuk ruangan dengan luas 5 x 5 meter diwakili oleh 1 titik pengukuran. Namun secara umum titik pengukuran adalah pada area yang terpapar panas dan terdapat pekerja. Lama Pengukuran Berdasarkan SNI 16-7061-2004, pengukuran temperatur dilakukan sebanyak 3 kali selama 8 jam kerja, yaitu pada awal shift, tengah shift dan akhir shift. Menurut OSHA Technical Manual, lama pengukuran indeks WBGT dapat dilakukan kontinyu selama 8 jam kerja atau hanya pada waktu paparan tertentu. Pengukuran seharusnya dilakukan dengan periode waktu minimal 60 menit.
Langkah Pengukuran Tahap Persiapan
Peralatan yang harus dipersiapkan antara lain questemp, tripod, aquadest, kain katun, dan baterai yang sesuai
Pastikan alat dalam kondisi baik dan berfungsi dengn benar serta masih dalam masa kalibrasi
Periksa apakah daya baterai pada alat masih memadai.
Lakukan pengaturan pada tanggal, waktu, bahasa, satuan pengukuran, logging rate, dan heat index.
Pasang alat pada tripod dan bawa alat titik pengukuran.
30
Tahap Pengukuran
Letakkan alat pada titik pegukuran dan sesuakan ketinggian sensor dengan kondisi pekerja
Buka tutup thermometer sushu basah alami dan tutup ujung thermometer dengan kain katun yang sudah disediakan. Basahi kain katun dengan aquadest secukupnya sampai wadah tersedia cukup aquadest untuk menjamin agar thermometer tetap basah selama pengukuran.
Nyalakan alat dan biarkan alat selama beberapa menit untuk proses adaptasi dengan kondisi titik pengukuran.
Setelah melewati masa adaptasi, aktifkan tombol utuk logging atau proses penyimpanan data dan data temperature lingkungan akan disimpan di dalam memori alat berdasarkan kelipatan waktu yang digunakan (logging rate). Waktu pengukuran mulai dihitung sejak proses logging berjalan.
Biarkan alat di titik pengukuran sesuai dengan waktu yang diinginkan.
Bila telah selesai, on aktifkan fungsi logging dan kemudian alat bias pindah ke titik pengukuran yang lain atau data yang ada sudah bias dipindahlan ke computer atau dicetak.
Bila pengukuran dilanjutkan ke titik pengukuran yang lain tanpa harus melakukan pemindahan data, maka langkah pengukuran diulang dari langkah ketiga.
Beberapa hal yang harus diperhatikan selama proses pengukuran di tempat kerja adalah sebagai berikut:
Peletakkan harus pada posisi aman, jangan bergetar atau goyang.
Letakkan alat pada posisi yang tidak mengganggu aktivitas pekerja.
Operator harus memperhatikan aspek keselamatan pada saat melakukan pengukuran.
Berkoordinasi dengan pekerja dan penanggungjawab area untuk kelancaran proses pengukuran.
Untuk mendapatkan jumlah data yang diinginkan, maka sebaiknya operator melebihkan waktu pengukuran.
Tahap Setelah Pengukuran Setelah melakukan melakukan pengukuran maka data hasil pengukuran dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Untuk lingkungan kerja yang terpajan oleh cahaya matahari (outdoor) WBGT= 0.7 nwb+ 0.2 Tg + 0.1 Ta
Untuk lingkungan kerja yang tidak terpajan cahaya matahari
31
WBGT = 0.7 Tnwb + 0.3 Tg
Untuk pengukuran yang dilakukan secara intermitten, maka dihitung rata-rata WBGT dengan menggunakan rumus:
WBGT rata-rata = WBGT1 t1 + WBGT2 t2 +……+WBGTntn T1+t2+…+tn
Interpretasi Hasil Pengukuran Setelah diperoleh hasil pengukuran temperature lingkungan, maka langkah selanjutna adalah melakukan analisis dengan mebandingkan hasil pengukuran dengan standard dan peraturan yang berlaku.
Nilai ambang batas iklim kerja Indeks Suhu Basah
Pelaporan 1. Pengukuran suhu inti No 1 2 3 4 5 6
Nama pekerja
Suhu Inti
Evaluasi
Suhu inti normal adalah 38 Derajat Celcius 2. Pengukuran denyut nadi No
Nama pekerja
Denyut nadi 1 menit Evaluasi istirahat
1 2 3 4 5 6 Denyut nadi 1 menit istirahat normal adalah 110 denyut/menit
3. Pemantauan Dehidrasi No
Nama Pekerja
Berat bedan Berat badan Evaluasi awal shift akhir shift
32
1 2 3 4 5 6 *Bila terjadi penurunan berat badan lebih dari 1.5 persen, maka telah terjadi dehidrasi berlebihan.
4. Formulir Hasil Pengukuran ISBB No
Nama Bagian
Jam
Suhu Basah
Suhu Kering
Suhu Bola
ISBB
Keterangan
Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola Yang Diperkenankan Pengaturan Waktu Kerja Setiap Jam Ringan 75 % - 100 % 31 50 % - 75 % 31 25% - 50 % 32 0% - 25% 32.5
Sedang 28 29 30 31.5
33
ISBB (C) Beban kerja Berat 27.5 29 30.5
Sangat Berat 28 30
PRAKTIKUM 5 PENGUKURAN PENCAHAYAAN DI TEMPAT KERJA Oleh: Oktomi Wijaya, S.K.M., M.Sc.
TUJUAN: Untuk mengetahui tingkat pencahayaan di lingkungan kerja, baik pencahayaan umum (general illumination) maupum pencahayaan lokal (Local Illumination) yang dapat digunakan sebagai dasar penilaian pencahayaan di tempat kerja secara kuantitatif berdasarkan pedoman yang berlaku yaitu keputusan menteri kesehatan nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri dan Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.
ACUAN: - Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.
DASAR TEORI: Intensitas pencahayaan di tempat kerja dimaksudkan untuk memberikan penerangan pada bendabenda yang merupakan objek kerja, peralatan atau mesin dan proses produksi serta lingkungan kerja. Untuk itu di perlukan intensitas pencahayaan yang mencukupi untuk menerangi keadaan di sekelilingnya. Standar ini memuat prosedur, penentuan titik dan peralatan pengukuran intensitas pencahyaan yang digunakan. Intensitas merupakan aspek penting di tempat kerja, Karena berbagai masalah akan timbul ketika intensitas penerangan/pencahayaan di tempat kerja tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, telah menetapkan ketentuan penting intensitas pencahayaan menurut tingkat ketelitian pekerjaan yang berlangsung di tempat kerja Kualitas pencahayaan yang tidak memadai berefek buruk bagi fungsi pengelihataan pekerja juga untuk lingkungan sekeliling tempat kerja, maupun efek bagi psikologis yang dapat dirasakan sebagai kelelahan, rasa kurang nyaman, kurang kewaspadaan sampai kepada pengaruh yg terberat seperti kecelakaan akibat kurangnya penerangan.
34
ISTILAH DAN DEFINISI lux satuan intensitas penerangan per meter persegi yang dijatuhi arus cahaya 1 lumen luxmeter alat yang digunakan untuk mengukur intensitas penerangan dalam satuan lux Penerangan setempat/Lokal penerangan di tempat obyek kerja, baik berupa meja kerja maupun peralatan Penerangan umum penerangan di seluruh area tempat kerja
PERALATAN DAN BAHAN: Luxmeter, table standar kebutuhan pencahayaan di tempat kerja dan formulir/blangko hasil pengujian pencahayaan di tempat kerja
PRINSIP PENGUKURAN: Pengukuran pencahayaan ini menggunakan alat luxmeter yang hasilnya langsung terbaca. Alat ini mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, kemudian energi listrik dalam bentuk arus digunakan untuk menggerakan jarum skala (Luxmeter Analog) sedangkan untuk Luxmeter digital maka akan diubah dalam bentuk angka yang dapat terbaca di layer monitor alat.
PROSEDUR PENGUKURAN: 1. Persiapan a. Persiapan alat: Luxmeter wajib di kalibrasi oleh laboratorium kalibrasi yang terakreditasi. Sebelum digunakan luxmeter harus dikalibrasi secara internal yaitu dengan menutup sel foto (photo diode), kemudian alat dihidupakn angka pada layer harus menunjukan angka 0 selama 4 detik. b. Penentuan lokasi pengukuran Lokasi pengukuran berdasarkan hasil survey dimana sering terjadi keluhan tanaga kerja terhadap indera pengelihatan ketika bekerja dan dimana terdapat pekerjaan membutuhkan tingkat ketelitian tinggi. c. Penentuan jenis pengukuran Pencahayaan Jenis pencahayaan ada 2 yaitu:
35
1. Pencahayaan umum, dimana pencahayaan digunakan untuk menerangi ruangan atau lokasi kerja. 2. Pencahayaan local dimana sumber pencahayaan khusus digunakan untuk menerangi obyek kerja tertentu. Misalnya: lampu belajar, lampu sorot dan sebagainya Sedang sumber pencahayaan pada dasarnya dibedakan menjadi 2 macam yaitu: 1. Sumber cahaya alami (day light), sumber pencahyaan sinar matahari baik langsung maupun tidak 2. Sumber cahaya buatan yang berasal dari lampu. Apabila di lokasi yang sudah kita tentukan terdapat sumber pencahayaan umum dan pencahayaan lokal atau sumber pencahayaan umum saja maka kita tentukan jenis pengukuran adalah tingkat pencahayaan umum dan pencahayaan lokal. Pada saat dilakukan pengukuran pencahayaan lokal sumber pencahayaan umum dimatikan. Apabila dilokasi tersebut hanya terdapat pencahayaan lokal saja maka hanya dilakukan pengukuran tingkat pencahayaan lokal saja d. Penentuan titik pengukuran -
Untuk pengukuran tingkat pencahayaan lokal: diambilkan beberapa titik diatas objek kerja, misal: meja kerja, di atas mesin atau peralatan lainnya secara merata..
-
Untuk pengukuran tingkat pencahayaan umum: titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari lantai
Jarak tertentu tersebut dibedakan berdasarkan luas ruangan sebagai berikut: 1. Luas ruangan kurang dari 10 meter persegi titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 1 meter.
1m
1m
1m
1m
1m 1m
2. Luas ruangan antara 10 meter persegi sampai dengan 100 meter persegi: titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 3 meter
36
3m
3m
3m
3m
3m 3m
3. Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi: titik potong horizontal panjang dan lebar adalah pada jarak 6 meter.
6m
6m
6m
6m
6m 6m
Apabila pada titik terdapat mesin besar sehingga tidak memungkinkan pengukuran pada titik tersebut, maka diambil titik didekat mesin tersebut.
e. Persyaratan pengukuran -
Pintu ruangan dalam keadaan sesuai dengan kondisi tempat pekerjaan dilakukan
-
Lampu ruangan dalam keadaan dinyalakan sesuai dengan kondisi pekerjaan.
f. Penentuan standar yang digunakan -
KMK nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002
-
Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.
-
SNI 16-7062-2004
2. Pelaksanaan -
Hidupkan luxmeter yang telah dikalibrasi dengan membuka penutup sensor.
-
Bawa alat ke tempat titik pengukuran yang telah ditentukan, baik pengukuran untuk intensitas penerangan setempat atau umum.
37
-
Baca hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu beberapa saat sehingga didapat nilai angka yang stabil
-
Catat hasil pengukuran pada lembar hasil pencatatan untuk intensitas penerangan setempat, dan untuk intensitas penerangan umum seperti pada Lampiran
-
Matikan
luxmeter
setelah
selesai
penerangan/pencahayaan.
38
dilakukan
pengukuran
intensitas
Lampiran Denah pengukuran intensitas penerangan pada penerangan setempat 1. Nama perusahaan 2. Alamat ................ 3. Jenis perusahaan ............................................................... 4. Jumlah tenaga kerja .......................................................... 5. Unit kerja/ruang kerja ........................................................ 6. Jenis lampu ........................................................................ 7. Pijar/Gas halogen/Germicidal/Fluorescent/Natrium/Infrared* 8. Jenis penerangan ............................................................... 9. Tanggal pengukuran ..........................................................
Denah penerangan setempat
Meja kerja 1
Meja kerja 2
Meja kerja 3
Meja kerja 4
Meja kerja 5
Meja kerja 6
39
Denah pengukuran intensitas penerangan pada penerangan umum 1. Nama perusahaan 2. Alamat ................ 3. Jenis perusahaan ............................................................... 4. Jumlah tenaga kerja .......................................................... 5. Unit kerja/ruang kerja ........................................................ 6. Jenis lampu ........................................................................ 7. Pijar/Gas halogen/Germicidal/Fluorescent/Natrium/Infrared* 8. Jenis penerangan ............................................................... 9. Tanggal pengukuran ..........................................................
40
Denah penerangan umum
(meter)
41
Hasil pencatatan pengukuran intensitas penerangan setempat Nama perusahaan Alamat ................... Tanggal pengukuran Petugas ................... Unit kerja ............... Waktu pengukuran... Hasil (lux) Ruang
Rata-rata Pengukuran I
Pengukuran II
42
Pengukuran III
Hasil pencatatan pengukuran intensitas penerangan umum Nama perusahaan Alamat ................... Tanggal pengukuran Petugas ................... Unit Kerja............... Waktu pengukuran... Hasil (lux) Ruang
Rata-rata Pengukuran I
Pengukuran II
43
Pengukuran III
Standar Pencahayaan No
Keterangan
Intensitas (Lux)
1
Penerangan Darurat
5
2
Halaman dan Jalan
20
3
Pekerjaan membedakan barang kasar seperti:
50
a. mengerjakan bahan-bahan yang kasar b. mengerjakan arang atau abu c. menyisihkan barang yang besar d. mengerjakan bahan tanah atau batu e. gang-gang, tanggal di dalam gedung yang selalu dipakai f. gudang-gudang untuk menyimpan barang-barang yang besar dan kasar 4
Pekerjaan yang membedakan barang-barang kecil secara
100
sepintas lalu: a. Mengerjakan barang besi dan baja yang setengah selesai b. Pemasangan yang kasar c. Penggilingan padi d. Pengupasan/pengambilan dan penyisihan bahan kapas e. Kamar mesin dan uap f. Alat pengangkut orang dan barang g. Ruang penerimaan dan pengiriman kapal h. Tempat menyimpan barang-barang sedang dan kecil i. Toilet dan tempat mandi 5
Pekerjaan membedakan barang-barang kecil yang agak teliti seperti: a. Pemasangan alat-alat yang sedang b. Pekerjaan mesin dan bubut yang kasar. c. Pemeriksaan atau percobaan kasar terhadap barang-barang d. Menjahit textile atau kulit yang berwarna muda e. Pemasukan dan pengawetan bahan-bahan makanan dalam kaleng f. Pembungkusan daging.
44
200
g. Mengerjakan kayu. h. Melapis perabot. 6
Pekerjaan pembedaan yang teliti daripada barang-barang
300
kecil dan halus seperti: a. Pekerjaan mesin yang teliti. b. Pemeriksaan yang teliti. c. Percobaan-percobaan yang teliti dan halus. d. Pembuatan tepung. e. Penyelesaian kulit dan penenunan bahan-bahan katun atau wol berwarna muda. f. Pekerjaan kantor yang berganti-ganti menulis dan membaca, pekerjaan arsip dan seleksi surat-surat 7
Pekerjaan mmbeda-bedakan barang-barang halus dengan
500-1000
kontras yang sedang dan dalam waktu yang lama seperti: a. pemasangan yang halus b. pekerjaan mesin yang halus c. pemeriksaan yang halus d. penyemiran yang halus dan pemotongan gelas kaca e. pengerjaan kayu yang halus f. menjahit bahan-bahan wol yang berwarna tua g. akuntan, pemegang buku, pekerjaan steno, mengetik atau pekerjaan kantor yang lama. 8
Pekerjaan yang membeda-bedakan barang yang sangat halus dengan kontras yang sangat kurang untuk waktu yang lama seperti: a. Pemasangan yang extra halus (arloji, dll.) b. Pemeriksaan yang ekstra halus (ampul obat) c. Percobaan alat-alat yang ekstra halus d. Tukang mas dan intan e. Penyusunan huruf dan pemeriksaan copy dalam pencetakan. f. Pemeriksaan dan penjahitan bahan pakaian berwarna tua
Sumber: Permenaker Nomor 5 Tahun 2018 45
1000
PRAKTIKUM 6 Pengukuran Percepatan Getaran Seluruh Tubuh Pada Sikap Kerja Duduk Oleh: Oktomi Wijaya, S.K.M., M.Sc.
Tujuan: Mengukur percepatan rata-rata getaran seluruh tubuh
Acuan: Permenaker Nomor 5 Tahun 2018
Dasar Teori: Efek Fisik Getaran Getaran seluruh badan terutama terjadi pada alat angkutan. Alat angkutan pnyebab getaran seluruh badan bukan mobil yang pembuatannya sempurna ditinjau dari sudut halusnya mesin atau efefktifnya fungsi peredam getaran, melainkan pada truk, alat angkut yang digunakan dalam kegiatan industri dan traktor pertanian. Selain getaran seluruh badan oleh alat angkut tersebut, seluruh badan oleh alat angkut tersebut, seluruh badan dapat ikut bergetar oleh beroperasinya alat-alat berat yang memindahkan getaran mekanis dari alat berat dimaksud ke seluruh badan tenaga kerja lewat getaran lantai melalui kaki.
Sebenarnya pada getaran seluruh badan, hanya getaran mekanis dari tempat duduk dan topangan kaki di lantai yang penting artinya dilihat dari sudut efeknya kepada tenaga kerja , karena getaran mekanis dari lokasi tersebut diteruskan ke badan. Kekuatan getaran mekanis yang disalurkan ke badan tergantung kepada sifat bantal duduk dan injakan kaki yaitu peredam yang menurunkan kekuatan getaran aau ikut bergetar sehingga menambha kekuatan getaran. Bahan peredam bagi getaran mekanis antara lain bantalan tempat duduk atau injakan kaki yang berisikan kapuk atau busa. Adapun material yang menambah kekuatan getaran adalah logam atau benda padat lainnya yang frekuensinya sama dengan sumber getaran mekanis yang bersangkutan.
Efek Fisiologis Efek fisiologis vibrasi kepada tubuh manusia tergantung dari frekuensi getaran mekanis dan juga frekuensi alami jaringan. Hal ini terjadi sebesar-besarnya pada frekuensi getaran yang
46
sama dengan frekuensi alami jaringan yang menyebabkan resonansi maksimum jaringan terhadap getaran. Ternyata frekuensi alami untuk bagian dada dan perut adalah 3-9 Hz.
Getaran mekanis dengan frekuensi yang lebih tinggi mempengaruhi bagian tubuh yang frekuensinya lebih tinggi pula, yaitu bagian tubuh di periferi. Leher dan kepala, pinggul dan perineum, otot dan tulang beresonansi dengan baik terhadap getaran mekanis yang frekeunsinya 10 Hz. Adapu faring beresonansi dengan baik terhadap getaran mekanis dengan frekuensi 13-15 Hz.
Dari semua organ badan, mata paling banyak dipenagruhi oleh getaran mekanis. Pada frekuensi sampai dengan 4 Hz, mata masih dapat mengikuti gerakan-gerakan yang berada antara kepala dan obyek yang dilihat, sedangkan untuk frekeunsi yang lebih tinggi, mata tidak memiliki kemampuan untuk mengikuti gerakan tersebut. Amplitude juga beprengaruh terhadap kemampuan indra mata. Pengaruh getraan mekanis dengan frekuensi di bawah 16 Hz kepada kohlea belum diketahui secara pasti dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Tempat duduk dan alas kaki sebagai perlindungan tenaga kerja Dari ilmu fisika diketahui bahwa menjalarnya getaran suatu benda pada sekelilingnya dapat dihambat dengan melakukan peredam di bawah benda yang bergetar, asalkan frekuensi diri dari peredam jauh lebih rendah dari frekuensi benda yang bergetar tersebut. Maka dari itu, frekuensi dari peredam sebaiknya sekitar 1 Hz. Peredam yang dapat digunakan bagi pekerja yang menghadapi risiko getaran seluruh badan adalah tempat duduk untuk alas duduk dan alas kaki untuk posisi berdiri.
Istilah
Getaran Gerakan teratur atau tidak teratur suatu benda dengan arah bolak balik dari kedudukan seimbangnya. Percepatan Perubahan kecepatan terhadap waktu. Frekuensi Jumlah gerakan periodic atau bolak balik getaran per satuan waktu.
47
Akselerometer atau Transducer Sensor untuk mengukur percepatan dari suatu getaran Crest Factor Rasio nilai maksimum percepatan getaran dengan pembobotan frekuensi terhadap percepatan rata-rata Getaran Konstan Getaran dengan crest factor kurang dari atau sama dengan 9 Getaran kejut Getaran dengan crest factor lebih besar dari 9
Simbol, satuan dan singkatan a adalah percepata getaran, dinyatakan dengan m/det2 W adalah pembobotan frekuensi m/det2 adalah meter per detik kuadrat d,k adalah menunjukkan kurva pembobotan frekuensi yang direkoemndasikan evaluasi ganggua kesehatan x,y,z adalah menunjukkan arah sumbu getaran
Peralatan
Human Vibration
Akselerometer tiga sumbu
Bantalan (pad)
Cara Pengukuran
Pilihlah lokasi yang akan dilakukan pengukuran
Pengukuran dilakukan pada 3 bagian tubuh (punggung, antara tubuh dan alas duduk dan punggung)
Nyalakan alat, kemudian pilih whole body vibration
Pengukuran dilakukan selama 1 menit dengan pembacaan 3 kali masing-masing setelah selama 20 detik. Untuk sumber getaran konstan periode pengukuran paling sedikit 2 kali, sedangkan pada sumber getaran kejut periode pengukuran paling sedikit 4 kali disesuaikan dengan fluktuasi getaran.
Catat hasil pengukuran
48
Evaluasi Paparan Getaran
Form Pelaporan Nama Perusahaan
:
Alamat
:
Jenis Usaha
:
Tanggal Pengambilan
:
No
Nama Sampel
Jenis Pekerjaan
Posisi Pengukuran
Percepatan Getaran
Nilai Ambang Batas Getaran untuk Pemaparan Seluruh Tubuh Nilai Ambang Batas (m/det2) 3.4644 2.4497 1.7322 1.2249 0.8661
Jumlah Waktu Pajanan Per Hari Kerja (Jam) 0.5 1 2 4 8
49
Keterangan
PRAKTIKUM 7 Pengenalan Bahaya Kimia Di Tempat Kerja
Tujuan: 1. Mahasiswa dapat mengenali berbagai jenis bahan kimia yang digunakan di laboratorium. 2. Mahasiswa mampu memahami aspek keselamatan bahan kimia. 3. Mahasiswa mengetahui nilai ambang batas dan indeks pajanan biologi suatu bahan kimia.
Acuan -Kepmenaker No. 187/Men/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di tempat kerja. -
Dasar Teori Sebagaimana diketahui bahwa proses produksi di dalam suatu industri tidak pernah berjalan sempurna, walaupun telah direncanakan seefektif mungkin, selalu ada terjadi kebocoran, ceceran, tumpahan, sisa dan limbah bahan-bahan kimia. Oleh karena itu, bahan-bahan kimia yang ada di lingkungan kerja dapat ditemukan dalam sejumlah bentuk fisik seperti debu, fume, asap, kabut, gas, uap, cairan dan larutan. Bahan kimia dapat menjadi berbahaya khususnya bila terdapat di udara dalam jumlah yang berlebihan.
Jalan yang umum ditempuh oleh bahan kimia untuk masuk ke dalam tubuh adalah melalaui pernapasa, penyerapan melalui kulit, dan menelan. Reaksi tubuh terhadap bahan-bahan kimia dapat terjadi baik secara akut dan kronis. Pemajanan akut dan pengaruh akut umumnya termasuk pemajanan terhadap konsentrasi tinggi dalam jangka waktu yang pendek dan segera menghasilkan beberapa akibat (penyakit, iritasi, dan kematian). Berlawanan dengan pengaruh akut, pengaruh kronis dogolongkan dengan gejala atau penyakit yang berlangsung lama atau sering kambuh. Bentuk-bentuk fisik bahan kimia yang dapat ditemukan di udara lingkungan kerja dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu: 1. Kelompok bukan partikel : gas, uap, cairan dan pelarut. 2. Kelompok partikel: debu, asap, kabut dan serat. 50
Peralatan dan Bahan -Lembar Data Keselamatan Bahan -TLV and BEI ACGIH 2005 -Permenaker Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Prosedur Kerja 1) Mahasiswa mengidentifikasi satu jenis bahan kimia yang digunakan di laboratorium 2) Mahasiswa menganalisis aspek keselamatan bahan kimia yang sudah diidentifikasi 3) Mahasiswa menganalisis nilai ambang batas dan indeks pajanan bahan kimia yang sudah diidentifikasi
Pelaporan Lembar Data Keselamatan Bahan 1. Identitas Bahan Kimia dan Perusahaan Nama Bahan 2. Komposisi Bahan 3. Identifikasi Bahaya 4. Tindakan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) 5. Tindakan Penanggulangan Kebakaran 6. Tindakan terhadap Tumpahan dan Kebocoran 7. Penyimpanan dan Penanganan Bahan 8. Pegendalian Pemajanan dan Alat Pelindung Diri 9. Sifat Fisik dan Kimia 10. Reaktifitas dan Stabilitas 11. Informasi Toksikologi 12. Informasi Ekologi 13. Pembuangan Limbah 14. Pengangkutan 15. Peraturan Perundang-undangan 16. Informasi lain yang diperlukan
Nilai Ambang Batas Faktor Kimia 1. Notasi 2. Nama Bahan Kimia dan Nomor CAS 3. Nilai Ambang Batas 51
a. BDS (Bagian dalam sejuta) b. Mg/M3 4. PSD/KTD a. BDS (Bagian dalam sejuta) b. Mg/M3 5. Berat Molekul 6. Keterangan
52
Daftar Pustaka 1. Plog, Barbara A., Quinlan, Patricia J., 2002, Fundamental of Industrial Hygiene Fifth Edition, USA: National Safety Council 2. M, Soeripto, 2008, Higiene Industri, Jakarta: balai Penerbit FK UI 3. Kementerian Tenaga Kerja, 2005, Pengawasan Penerapan K3 Penyelenggaraan Makanan di Tempat Kerja, Jakarta: Kemenaker 4. Kementerian Tenaga Kerja, 2006, Pengawasan Penerapan K3 Sanitasi dan Higiene, Jakarta: Kemenaker 5. Permenaker Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja
53