Bu Sovie Garam.docx

  • Uploaded by: Dewi Gymnastiar
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bu Sovie Garam.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,088
  • Pages: 4
Undang-Undang yang Mengatur Impor Garam di Indonesia Impor yang terjadi di indonesia sudah berlangsung sejak lama bahkan sejak zaman pemerintahan presiden Soekarno dan semakin meningkat pada saat pemerintahan presiden Soeharto. Jika menyangkut tentang kebijakan impor garam yang telah terjadi di Indonesia yang berlangsung sejak tahun 1994, kita bisa mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 69 tahun 1994 tentang Pengadaan Garam Beriodium dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 20/M-DAG/PER/9/2005 tentang Ketentuan Impor Garam. Setelah itu, juga dikeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 44/M-DAG/PER/1012007, sebagai perubahan

atas

Peraturan

Menteri

Perdagangan

Republik

Indonesia

Nomor

20/M-

DAG/PER/9/2005. Namun, pada dasarnya isi dari peraturan menteri perdagangan tersebut adalah sama namun, perubahan yang terjadi hanya dalam bentuk perubahan-perubahan cara (teknis) dalam proses impor garam di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI tersebut, hal yang melatarbelakangi dilaksanakannya impor garam di Indonesia adalah produksi garam dalam negeri, baik mutu maupun jumlah, sampai saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan garam dalam negeri, terutama garam sebagai bahan baku industri masih sangat rendah, sehingga masih diperlukan garam yang bersumber dari impor. Kebijkan yang ditetapkan oleh pemerintah termasuk didalamnya kebijakan impor, tentu saja bertujuan terwujudnya kehidupan masyarakat Indonesia yang sejahtera. Mengenai kesejahteraan ini, penulis setuju dengn Edi Soeharto, PhD yang menyatakan dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik, “kesejahteraan adalah suatu keadaan dimana seseorang mampu memenuhi kebutuhannya” (Soeharto 2010). Dalam bukunya ini, Edi Soeharto lebih banyak berbicara mengenai kesejahteraan sosial. Untuk mewujudkan kesejahteraan sosial, dibutuhkan suatu bentuk pembangunan kesejahteraan sosial yang diharapkan mampu menciptakan kondisi sosial yang adil dan merata serta berjalannya suatu sistem kesejahteraan sosial yang mapan dan melembaga sebagai salah satu piranti kehidupan masyarakat Indonesia dalam upaya menjadi bangsa yang maju, mandiri, dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai dengan standar kemanusiaan. Sedangkan Entang Sastraatmadja dalam tulisannya yang berjudul Indikator Kesejahteraan Publik menyatakan bahwa kesejahteraan bisa dilihat dari berbagai aspek tak hanya sosial. Salah satunya adalah kesejahteraan secara ekonomi. Kesejahteraan ekonomi bisa terlihat jelas melalui tingkat pendapatan masyarakat. Diindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat pendapat,maka semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan masyarakatnya (Sastraatmadja 2010).

Dampak Impor Garam Terhadap Kesejahteraan Petani Garam Indonesia Impor garam yang dilakukan oleh pemerintah akan berpengaruh terhadap kesejahteraan petani garam Indonesia. Kesejahteraan tersebut bisa dilihat dari aspek ekonomi maupun sosial. Aspek ekonomi ditandai dengan penurunan pendapatan petani akibat harga yang sangat rendah, sedangkan aspek sosial bisa dilihat dengan adanya perubahan struktur sosial yang ada di masyarakat setelah adanya kebijakan impor garam di Indonesia. Keterangan lebih jelasnya bisa dilihat pada penjelasan di bawah ini.

Anjloknya harga garam nasional Impor garam yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia telah memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap petani garam Indonesia. Tujuan impor yang pada awalnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam negeri yang tidak dapat diperoleh di dalam negeri ataupun untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang walaupun di dalam negeri ada, tapi tidak mampu untuk memenuhi semua kebutuhan konsumsi di dalam negeri. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, tujuan yang ditetapkan tersebut tidak terealisasi sesuai dengan rencana. Kebijakan tersebut justru malah membawa dampak negatif bagi masyarakat Indonesia, terutama petani garam Indonesia. Banyak petani tidak dapat bertahan dengan pilihan usahanya, bahkan ada yang meninggalkan usahanya dan berpindah menekuni mata pencaharian lain. Problem yang dihadapi petani garam yang tampak kepermukaan, antara lain menyangkut harga, mutu garam yang sangat rendah, sampai membanjirnya garam impor. Berdasarkan

Peraturan

Menteri

Perdagangan

Republik

Indonesia

Nomor

20/M-

DAG/PER/9/2005, harga garam KP1 (kualitas teratas) adalah Rp. 200.000,- per ton, yang artinya garam rakyat yang kualitas bagus hanya dihargai Rp. 200,-/kg. Harga garam kategori KP2 adalah Rp. 150.000,00 per ton, atau Rp. 150,00/kg. Dan harga garam KP3 adalah Rp. 80.000,00 per ton, atau hanya dihargai Rp. 80,00/kg. Bahkan untuk garam KP3 tidak diberlakukan lagi karena pabrik tidak mau menerima garam kualitas rendah dari petani. Harga yang sangat rendah akibat membanjirnya garam impor telah membuat kehidupan ekonomi petani garam lokal semakin merosot tajam. Kebijakan pemerintah yang tidak begitu berpihak pada petani lokal, dan sepertinya melupakan bahwa dalam stuktur masyarakat ada golongan pengepul yang seringkali membantu petani garam berupa pinjaman alat dan modal usaha, namun mengharuskan petani garam untuk menjual garam hasil produksinya hanya kepada pengepul tersebut. Dan sangat disayangkan sekali harga yang diberikan oleh para pengepul ini juga sangat rendah. Akhirnya posisi petani garam Indonesia semakin sulit. Pemerintah yang seharusnya menjadi tempat mereka untuk meminta perlindungan, malah menetapkan impor garam dan ketentuan harga yang sangat rendah. Ketetapan pemerintah mengenai harga garam

yang sangat rendah ini, tentu saja akan mengakibatkan penurunan pendapatan petani garam Indonesia. Dan menurunannya pendapatan akan berimbas pada tingkat pendidikan, kesehatan, dan pada akhirnya “sejahtera” semakin jauh dari harapan petani garam Indonesia.

Simpulan Dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang ditetapkan pemerintah untuk melakukan impor garam di Indonesia telah membawa dampak negatif bagi petani garam Indonesia yang sangat menggantungkan kehidupannya pada pertanian garam. Membludaknya impor garam yang dilakukan oleh pemerintah mengakibatkan anjloknya tingkat harga garam nasional. Kualitas garam impor yang cenderung lebih bagus dari pada garam lokal, mengakibatkan masyarakat Indonesia lebih memilih untuk mengkonsumsi garam impor dengan harga yang relatif sama. Kedudukan petani garam semakin lemah oleh ketetapan harga garam yang sangat rendah oleh kementrian perdagangan nasional. Dan ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan petani garam Indonesia terutama petani garam kecil. Jatuhnya harga garam lokal berpengaruh langsung terhadap penghasilan mereka. Ekonomi mereka tentu saja akan semakin menghawatirkan jika impor garam ini tetap berlangsung. Kondisi ekonomi yang semakin terpuruk membuat para petani garam kecil akhirnnya memutuskan untuk beralih kepada usaha lain. Lahan pun akhirnya dikuasai oleh para pengusaha garam. Sehingga ketika mereka (petani garam kecil) memutuskan untuk kembali melakukan usaha pertanian garam, mereka sudah tidak memiliki lahan lagi dan akhirnya mereka hanya bisa menjadi buruh penggarap pada perusahaan-perusahaan garam. Dampakdampak tersebut akan terus berkelanjutan kearah yang lebih serius jika tidak langsung ditangani oleh pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2003. Hasil produksi dan kebutuhan garam nasional. Jakarta [ID]: BPS dan Ditjen PLS Depdiknas. Darmawan W. 2007. Potret kehidupan sosial ekonomi di Kabupaten Indramayu. Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia [Internet]. [dikutip 8 November 2011: 23.10]. dapat diunduh dari: http://jurnal.upi.edu/533/view/533/potret-kehidupan-sosial-ekonomi-dikabupatenindramayu(tinjauan-historis-tahun-1970-2007).html. 9 hal. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 20/M-DAG/PER/9/2005 Tentang Ketentuan Impor Garam. Republik Indonesia. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 44/M-DAG/PER/1012007

tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/9/2005 tentang Ketentuan Impor Garam. Republik Indonesia. Rochwulaningsih Y. 2007. Petani garam dalam jeratan kapitalisme: Analisis Kasus Petani Garam di Rembang, Jawa Tengah. Jurnal [Internet]. [dikutip 8 November 2011: 21.35]. Dapat diunduh dari: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/203077587.pdf. 9 hal. Sarjono MC. 2011. Menelusuri lintasan air penggaraman (kajian historis terhadap pertumbuhan petani garam di Losarang Kabupaten Indramayu 1982-2008). [skripsi]. [Internet]. [dikutip 8 November 2011: 22.03]. dapat diunduh dari: http://repository.upi.edu/operator/upload/s_sej_0608968_chapter5.pdf. 111 hal. Sastaatmadja E. 2010. Suara petani. Bandung [ID]: Masyarakat Geografi Indonesia. Hal. 46-49.

Related Documents

Bu Sovie Garam.docx
October 2019 12
Bu Nyimas.docx
June 2020 17
Bu Tuti.docx
April 2020 25
Bu-3b
November 2019 16
Bu Hj.docx
May 2020 16
Essay Bu
August 2019 38

More Documents from "Nofitalia"