Aksan.M-
PENERAPAN BRIDGING SYSTEM dalam
SISTEM INFORMASI RUMAH SAKIT Dalam decade terakhir ini terlihat adanya kecendrungan peningkatan biaya pelayanan kesehatan yang cukup bermagna, terutama disebabkan perkembangan tehnologi kesehatan, meningkatnya tingkat pendidikan dan kemudahan akses informasi serta meningkatnya kasus penyakit degenariatif, kondisi kondisi tersebut di era globalisasi sekarang ini adalah hal yang wajar bila tercipta keseimbangan optimalisasi mutu pelayanan kesehatan serta kendali biaya pelayanan. Suatu hal yang tidak sehat bila biaya pelayanan yang meningkat disebabkan makin maraknya moral hazard penjaminan ,pasien atau mungkin pemberi pelayanan atau mekanisme pelayanan (prosedur) tidak berjalan sebagaimana mestinya , serta upaya Optimalisasi dengan menciptakan prosedur prosedur yang mengharuskan timbulnya biaya administrasi dan terlebih lagi bila upaya tersebut dengan menambah sumber daya manusia. Penulis mencoba memberikan suatu alternative solusi pada keempat kondisi tersebut (prosedur pelayanan. Moral hazard, biaya administrasi dan penambahan SDM) agar tercipta biaya pelayanan kesehatan yang cukup efektif dan efisien melaui integrasi Subsistem dalam Sistem Informasi Rumah Sakit dengan metode “BRIDGING SYSTEM” Kenyataan yang dihadapi oleh para Manajemen Rumah Sakit Berdasarkan jenis pasien Pasien Asuransi Kesalahan entrian Indentitas Peserta dan Nomor Jaminan, sehingga menjadi kendala ketika pengajuan Klaim, SJP terbawa pulang oleh pasien, sehingga tidak dapat diklaim Surat Jaminan Pelayanan (SJP) yang seringkali digunakan dihari berikutnya, atau digunakan berulang-ulang Masih adanya Pasien yang telah mendapatkan SJP dan mendapatkan Pelayanan, tetapi tidak diregister/terdaftar Perbedaan pengakuan Jenis Pelayanan beserta nilai Jaminannya, terutama Tindakan Medik Operatif Dua kali pengentrian data Pasien dan Jenis Pelayanan, yaitu di Aplikasi RS dan aplikasi penjamin dan sering terjadi perbedaan data Pelayanannya Proses Entri data dan Verfikasi sering terlambat dengan banyaknya Jumlah Pasien Terpisahnya klaim Pelayanan Obat dengan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit terlambat melakukan pengajuan Klaim Pasien Umum Masyarakat ingin mendapatkan pelayanan maksimal / bukan optimal , Enggan antri baik diloket registrasi maupun di poliklinik. Memaksakan kehendak untuk mendapatkan pelayanan yang semestinya tidak perlu serta tidak melalui prosedur pelayanan, Membayar tunai biaya pelayanan kepada bukan petugas semestinya
Pasien Masyarakat miskin Masyarakat yang betul2 miskin, tetapi merasa perlu segera dilayani walapun sebenarnya tdk sesuai indikasi medisnya. Miskin karena sakit, masyarakat jenis ini berupaya mendapatkan identitas agar dilayani secara gratis, mereka tidak mau tau caranya, bila perlu membeli SKTM., Pelayanan yang diterima harus ditabulasi satu persatu, direkapitulasi untuk menjadi bahan penagihan kepada pemerintah pusat atau daerah Sebelum dibayarkan harus dilakukan verifikasi oleh pihak independen, pembayaran terlambat oleh karena penagihan juga terlambat Seperti layaknya benang kusut, walhasil sementara tetapi berkepanjangan , biaya operasional Rumah Sakit jauh lebih besar dibandingkan penerimaan dari ketiga jenis pasien tersebut, Permasalahan Pada Rumah Sakit MR tdk terdukumentasi dengan baik, banyak yang hilang atau tidak teridentifikasi,.. dipinjam oleh para professional untuk penelitian . Data di MR tdk sesuai dengan data di aplikasi, adanya beberapa MR yang dimiliki seorang pasien Tidak adanya standar pelayanan dan tarif yang pasti , atau tarif sering berubah-ubah..tanpa melalui suatu perhitungan tarif yang akurat Data yang ada tidak akurat digunakan sebagai prakiraan perancanaan biaya dan program, pada akhirnya manajemen tdk dapat menetapkan keputusan yang pasti RS terakreditasi diwajibkan melaksanakan berbagai Program , diantara OUDD/ODDD.., mungkin saja sudah berjalan sesuai ketentuan tetapi bagaimana dengan aplikasi pihak penjamin/, bagaimana dengan fasilitas sarana atau tenaga, atau dengan KPI (Key Performance Indicator).. adakah efisiensi biaya obat yang dinikmati oleh pasien melalui pengembalian obat yang tdk digunakan dan diharapkan meningkatkan citra Rumah Sakit dalam hal pelayanan obat kepada pasien. Para professional maupun karyawan.., terkadang terkilas ketidak puasan dalam pembagian jasa, mungkin karena keterlambatan pembayaran pihak penjamin, atau banyaknya ketidak mampuan pasien menyelesakan administrasi keuangannya, lebih ironis lagi kalau pasiennya berobat lari, atau mungkin kurang karena tagihan terpangkas dengan metode verifikasi. Pengukuran kinerja menjadi kabur tidak ada standarisasi yang jelas, atau mungkin ada standarisasi diatas kertas tapi pelaksanaannya tdk dapat dimonitor, atau tidak tercatat dalam aplikasi Banyak lagi hal yang sering dihadapi para Manajemen Rumah sakit , kesemuanya memberikan dampak penurunan penCitraan rumah sakit
Pertanyaannya Adakah Manajemen Rumah Sakit telah memiliki SIRS/HMS/SIMRS yang dapat meminimalisasi permasalahan tersebut diatas??? .Bila ada namun tidak dapat meminimalisasi persoalan-persoalan tersebut , dapat dikatakan bahwa SIRS/HMS/SIMRS tdk memberikan solusi, bukan karena kurangnya SDS atau SDM, tetapi subsystem atau mekanisme kerja atau pelaksanaan berbagai aturan belum terintegrasi satu-sama lain. http://www.inti-com.com/