Biofar Dds Nasal (1).docx

  • Uploaded by: mila hanifah
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Biofar Dds Nasal (1).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,748
  • Pages: 27
TUGAS BIOFARMASI “ PERJALANAN OBAT DALAM TUBUH SECARA INTRANASAL ” KELOMPOK 26

Dosen : Prof. Dr. Teti Indrawati, MS.Apt

DISUSUN OLEH : 1. AMEIRATIH ISLAMITA WULANDARI

(18334719)

2. MILA HANIFAH

(18334730)

PROGRAM STUDI FARMASI INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA 2018

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan ridho-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Biofarmasi yang berjudul “Drug Delivery System Intranasal ”. Terima kasih kami ucapkan kepada : 1. Ibu Prof. Dr. Teti Indrawati, MS.Apt dan Ibu Rahmi Hutabarat, S.Si, M.Si. Apt selaku dosen mata kuliah Biofarmasi 2. Rekan- rekan yang memberikan masukkan dan saran kepada kami. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna serta masih banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran sangat dinantikan guna penyempurnaan makalah ini di masa mendatang. Kami juga memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami maksud kami. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan serta bermanfaat bagi kami maupun pembaca. Semoga Tuhan senantiasa memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kita semua.

Jakarta , Desember 2018

Tim Penulis

i

DAFTAR ISI Kata Pengantar ................................................................................................................................ i Daftar Isi.........................................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................................................1 1.2 Tujuan Penulisan ....................................................................................................................1 1.3 Rumusan Masalah..................................................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................3 2.1 Pengertian Sediaan Hidung....................................................................................................3 2.2 Anatomi dan Fisiologi Hidung ..............................................................................................3 2.3 Drug Delivery System Intra Nasal ........................................................................................8 2.4 Proses Penggunaan Obat Intra Nasal...................................................................................10 2.5 Teknologi Sediaan Intra Nasal ............................................................................................10 BAB III PEMBAHASAN............................................................................................................12 3.1 Biofarmasi DDS Intra nasal.................................................................................................12 3.2 perbedaan Intra nasal DDS dan Konvensional....................................................................17 3.3 Sediaan DDS Intranasal.......................................................................................................20 BAB IV KESIMPULAN..............................................................................................................23 4.1 Kesimpulan..........................................................................................................................23 DAFTAR PUSTAKA…………………………………...……………………………………….25

ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Hidung merupakan saluran pernapasan udara yang penting dalam kehidupan. Hidung mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Rongga hidung dilapisi oleh selaput lendir yang kaya akan pembuluh darah dan mempunyai laju perfusi darah yang tinggi sehingga absorpsi obat lebih tinggi dibandingkan dengan rute lain. Rongga

hidung mempunyai fungsi sebagai panyaring udara pernapasan oleh bulu hidung dan menghangatkan udara pernapasan oleh mukosa. Intranasal merupakan sistem penghantaran obat melalui hidung. Pemberian obat melalui hidung bertujuan untuk menghindari metabolisme lintas pertama di hati serta agar obat tidak mengalami kontak dengan gastrointestinal. Sediaan intranasal yang digunakan biasanya dengan meneteskan pada bagian tiap lubang hidung dengan menggunakan pipet tetes, atomizer (dengan menyemprotkan menghasilkan hasil berupa kabut), nebulizer, inhaler atau nasal douche. Perjalanan obat secara intranasal dimulai ketika obat dihisap melalui rongga hidung kemudian diterima oleh olfactory ephitelium dan ditransfer sebagai suatu pesan ke pusat penciuman yang terletak pada bagian belakang hidung dan dibawa ke nasofaring. Kemudian hipotalamus menginstruksikan sinyal untuk mengolah obat sehingga obat terlepas dari zat aktifnya dan masuk ke paru-paru kemudian di distribusikan ke seluruh tubuh. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian obat intranasal yaitu ukuran partikel. Ukuran partikel lebih kecil akan membawa obat sampai trachea sedangkan ukuran yang lebih besar dapat digunakan bila obat disimpan dalam saluran hidung. Seiring dengan perkembangan muncul berbagai macam sistem penghantaran obat untuk mencapai tujuan pengobatan yang efektif dan efisien. Berdasarkan latar belakang di atas, maka disusunlah makalah perjalanan obat dalam tubuh secara intranasal.

1.2 Tujuan Penulisan Untuk mengetahui dan memahami sstem penghantaran obat Intranasal. Proses biofarmasi didalam tubuh serta faktor-faktor yang mempengaruhi proses biofarmasi tersebut.

1

1.3 Rumusan Masalah 1. Bagaimana anatomi fisiologi hidung pada manusia ? 2. Bagaimana pelepasan sediaan intranasal ? 3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi sediaan intranasal? 4. Bagaimana perjalanan obat dalam tubuh?

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sediaan Hidung Sediaan hidung adalah cairan, semi solid atau sediaan padat yang digunakan pada rongga hidung untuk memperoleh suatu efek sistemik atau lokal. Berisi satu atau lebih bahan aktif. Sediaan hidung sebisa mungkin tidak mengiritasi dan tidak memberi pengaruh yang negatif pada fungsi mukosa hidung dan silianya. Sediaan hidung mengandung air pada umumnya isotonik dan mungkin berisi eksipien, sebagai contoh bahan untuk adjust viskositas sediaan, untuk adjust atau stabilisasi pH, untuk meningkatkan kelarutan zat aktif atau kestabilan sediaan.

2.2 Anatomi dan Fisiologi Hidung 2.2.1 Anatomi hidung Secara anatomi, hidung terbagi dua, external nose (hidung luar) dan internal nose (hidung dalam). A. Anatomi hidung luar Hidung luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas. Struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: -

Kubah tulang, Merupakan bagian yang paling atas dan tidak dapat digerakkan. Struktur tulang hidung luar berupa prosesus maksila yang berjalan ke atas dan kedua tulang hidung, semuanya disokong oleh prosesus nasalis tulang frontalis dan suatu bagian perpendikularis tulang etmoidalis.

-

Kubah kartilago Merupakan bagian dibawah kubah tulang, yang sedikit dapat digerakkan. Dibentuk oleh kartilago lateralis superior yang saling berfusi di garis tengah serta berfusi pula dengan tepi atas kartilago septum kuadrangularis

-

Lobulus hidung Merupakan bagian yang paling bawah dan mudah digerakkan. dipertahankan bentuknya oleh kartilago lateralis inferior. Lobulus menutup vestibulum nasi 3

dan dibatasi di sebelah medial oleh kolumela. Mobilitas lobulus hidung penting untuk ekspresi wajah, gerakan mengendus dan bersin. Jaringan lunak di antara hidung luar dan dalam dibatasi di sebelah inferior oleh krista piriformis dengan kulit penutupnya, di medial oleh septum nasi, dan tepi bawah kartilago lateralis superior sebagai batas superior dan lateral.

B. Anatomi hidung dalam Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari naso faring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media, dan konka inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior.

4

2.2.2 Fisiologi Hidung 1. Sebagai jalan nafas pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian akan melalui nares anterior dan sebagian lain akan kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran udara.

2. Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus paru. Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur kelembapan udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Mengatur suhu fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian, suhu udara kurang lebih 37 derajat celcius. 3. Sebagai penyaring dan pelindung berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dilakukan oleh rambut pada vestibulum nasi, silia, palut lendir. Debu dan

5

silia akan lengket pada palut lendir dan partikel besar dikeluarkan melalui refleks bersin. 4. Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau bisa mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat. 5. Resonansi suara oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara. Sumbatan di hidung menyebabkan resonansi suara berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau. Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir dan palatum mole. Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Seorang yang normal akan menghasilkan kira-kira dua quarts (1 quart = 0,9 liter) cairan setiap hari (lendir), yang membantu dalam mempertahankan saluran pernapasan bersih dan lembab. Rambut-rambut mikroskopik yang kecil (cilia) melapisi permukaan-permukaan dari rongga hidung, membantu menghapus partikel-partikel. Akhirnya lapisan lendir digerakan ke belakang tenggorokan dimana ia secara tidak sadar ditelan. Seluruh proses ini diatur secara ketat oleh beberapa sistem-sistem tubuh. Rongga hidung ditutupi dengan selaput lendir yang dapat dibagi menjadi dua wilayah yakni nonolfactory dan penciuman epitel. Pada daerah nonolfactory termasuk ruang depan hidung ditutupi dengan kulit seperti stratifikasi sel epitel skuamosa sebagai daerah pernapasan, yang memiliki saluran udara epitel khas ditutupi dengan banyak mikrovili, sehingga luas permukaan besar yang tersedia untuk penyerapan obat dan transportasi. Dengan cara ini lapisan lendir dalam arah didorong dari anterior ke bangsal bagian posterior rongga hidung. Sel-sel goblet yang hadir dalam selaput lendir yang meliputi konka hidung dan atrium, melainkan mengeluarkan mucus sebagai butiran lendir yang bengkak pada cairan hidung untuk berkontribusi pada lapisan lendir.

6

Sekresi lendir terdiri dari sekitar 95% air, Mucin 2%, 1% garam, 1% protein lain seperti albumin, imunoglobulin, lisozim dan laktoferin, dan 1% lipid. Sekresi lendir memberikan perlindungan kekebalan terhadap inhalasi bakteriofagria dan viruses juga melakukan sejumlah fungsi fisiologis yaitu: 1) Mencakup mukosa, melindungi fisik dan enzimatis tersebut. 2) lendir ini memiliki kapasitas menahan air. 3) Menunjukkan permukaan kegiatan listrik. 4) Memungkinkan perpindahan panas yang efisien. 5) Bertindak sebagai perekat dan transportasi partikulat terhadap nasofaring

2.2.3 Embriologi hidung Perkembangan rongga hidung secara embriologi yang mendasari pembentukan anatomis intranasal dapat dibagi menjadi dua proses. Pertama, embrional bagian kepala berkembang membentuk dua bagian rongga hidung yang berbeda; kedua adalah bagian dinding lateral hidung yang kemudian berinvaginasi menjadi kompleks padat, yang dikenal dengan konka (turbinate), dan membentuk ronga-rongga yang disebut sebagai sinus.

2.3 Drug Delivery System Intranasal Drug Delivery System Intranasal (DDS Intranasal) merupakan sistem pengahantaran obat melalui hidung. Mukosa hidung telah dianggap sebagai rute pemberian obat untuk mencapai 7

absorpsi yang lebih cepat dan lebih tinggi karena dapat mengurangi aktivitas dari saluran pencernaan, mengurangi aktivitas pankreas dan aktivitas enzimatik lambung, pH netral pada mukus hidung akan mengurangi aktivitas gastrointestinal. Dalam beberapa tahun terakhir banyak obat telah terbukti mencapai bioavailabilitas yang lebih baik ke sistemik melalui rute pemberian hidung dibandingkan dengan rute pemberian oral. Pengobatan melalui hidung, telah diakui dalam sistem Ayurvedic obat India, yang disebut dengan "NASAYA KARMA"). Konsep Dasar Penghantaran Obat. Ketika obat digunakan oleh pasien, obat akan menghasilkan efek tertentu yang disebut efek biologis. Efek biologis ini merupakan hasil interaksi obat dengan reseptor tertentu dari obat, dimana obat yang dihantarkan ke tempat kerja diatas pada kecepatan dan konsentrasi tertentu diharapkan dapat memberikan efek terapeutik yang maksimal dan dengan efek samping yang seminimal mungkin. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi obat : a. Kelarutan obat Agar dapat diabsorpsi obat harus dalam bentuk larutan. Obat yang diberikan dalam bentuk larutan akan mudah diabsorpsi dibandingkan obat yang harus larut dahulu dalam cairan badan sebelum diabsorpsi. b. Kemampuan obat difusi melintasi membrane sel Obat yang berdifusi melintasi pori-pori membrane lipid kebanyakan obat diabsorpsi dengan pasif c. Kadar obat Semakin tinggi kadar obat dalam larutan semakin cepat obat diabsorpsi d. Sirkulasi darah pada tempat absorpsi Semakin cepat sirkulasi darah maka obat yang diabsorpsi akan semakin besar. e. Luas permukaan kontak obat Untuk mempercepat absorpsi dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel obat. f. Bentuk sediaan obat Untuk memperlambat absorpsi obat dapat dilakukan dengan penggunaan obat bentuk kerja panjang g. Rute penggunaan obat Rute pemakaian obat dapat mempengaruhi kecepatan absorpsi obat.

8

Perkembangan obat akhir-akhir ini diarahkan pada bentuk sediaan obat alternatif dari parenteral dimana obat masuk ke dalam sirkulasi sistemik melalui rute bukal, sublingual, nasal, pulmunory dan vaginal. Rute ini juga digunakan untuk pengobatan lokal dimana dosis obat dapat dikurangi dan juga mengurangi efek samping sistemik. Untuk memahami teknologi penghantar obat terdapat beberapa hal yang harus dimengerti, antara lain : a. Konsep Bioavaibilitas b. Proses Absorpsi obat c. Proses Farmakokinetik d. Waktu untuk terapi yang optimal e. Penghantaran obat yang cocok untuk “ New Biotherapeutis “ f. Keterbatasan dari terapi konvensional

Dari berbagai hal diatas, tiga hal yang merupakan unsur terpenting diantaranya bioavaibilitas, penghantaran obat dan pencegahan serta pelepasan obat terkontrol.

2.3.1 Kelebihan Drug Delivery System Intranasal a. Dosis yang diperlukan untuk efek farmakologinya dapat dikurangi b. Konsentrasi rendah dalam sirkulasi sistemik dapat mengurangi efek samping sistemik c. Area permukaan untuk absorpsi luas ( 160 cm3 ) d. Onset of action yang cepat e. Aktivitas metabolisme yang rendah dibandingkan peroral, menghindari reaksi saluran cerna metabolisme hati f. Bentuk sediaan alternative, jika tidak dapat digunakan obat saluran cerna g. Mudah diakses untuk penghantaran obat

2.3.2 Kekurangan Drug Delivery System Intranasal a. Difusi obat terhalang oleh mucus dan ikatan mucus b. Mukosa nasal dan sekresinya dapat mendegradasi obat c. Iritasi lokal dan sensitivisasi obat harus diperhatikan d. Mucociliary clearance mengurangi waktu retensi obat dalam rongga hidung e. Kurang reproduksibilitas pada penyakit yang berhubungan dengan rongga hidung 9

f. Hanya untuk obat yang poten (dosis kecil) dengan ukuran partikel 5 – 10 µm

2.4 Proses Penggunaan Obat Intranasal Proses penggunaan DDS Intranasal dapat melalui penghantaran dua arah dengan laju nafas, sebagai berikut : a. Ketika nafas dikeluarkan ke dalam alat, langit-langit lunak secara otomatis menutup rapat rongga hidung b. Nafas memasuki satu lubang hidung lewat mulut pipa yang menyegel c. Dan memicu pengeluaran partikel ke dalam aliran, memajukan partikel melewati klep hidung untuk menuju tempat sasaran d. Aliran udara melewati communication posterior ke sekat hidung dan keluar melalui bagian hidung yang lain di jurusan berlawanan. Sehingga proses tersebut akan menghasilkan : a. > 90 % dosis obat didepositkan melalui katup nasal b. > 70 % dosis didepositkan di bawah posterior 2/3 rongga nasal c. Reproducibility tinggi dari pendepositan melalui katup nasal d. Tidak ada endapan pada paru - paru.

2.5 Teknologi Sediaan Nasal Teknologi untuk penghantaran sediaan nasal terfokus pada: 1. Penghantaran obat lokal seperti dekongestan, antibiotik dan mukolitik, untuk perawatan rongga hidung. 2. Penghantaran sistemik obat dengan berat molekuler (<500 DA), termasuk peptida terapetik. Beberapa obat yang dihantarkan secara intranasal menunjukkan absorpsi sistemik Kategori

Obat

Analgesik

Morfin, oksikodon

Antikolinesterase

Neostigmin, tubokurarin

Antiemetik

Metoklopramid

10

Antiinfektif

Gentamisin, tobramisin, sepazolin, asiklovir

Antimigrain

Sumatripan, dihidroergotamin

Antimuskarinik

Hyosin (skopolamin), atropin, ipratropium

Obat

Propranolol, atenolol, timolol, trinitrogliserin,

kardiovaskular

hidralazin, nifedipin, verapamil

Stimulan CNS

Kokain, nikotin

2.6 Biofarmasi DDS Intranasal 2.6.1 Mekanisme Absorpsi Obat Intranasal Langkah pertama dalam penerapan obat-obatan intra nasal yaitu obat harus dapat melewati Lapisan lendir. Obat-obat dengan BM kecil dengan mudah melewati lapisan lendir dan obat dengan BM besar sulit menembus lapisan lendir tersebut. Lapisan lendir di dalam hidung menghasilkan mukus atau musin yang memiliki kecenderungan untuk mengikat zat terlarut dan menghalangi difusi. Perubahan struktural dalam lapisan lendir dapat mungkin terjadi akibat dari perubahan lingkungan (yaitu Ph, suhu, dll) Mekanisme penyerapan obat intranasal yang umum digunakan yaitu : -

Mekanisme pertama Melibatkan rute transportasi berair, yang juga dikenal sebagai paraseluler yang lambat dan pasif. Obat-obatan dengan Berat molekul lebih besar dari 1000 Dalton menunjukkan bioavailabilitas yang buruk

-

Mekanisme kedua Melibatkan transportasi melalui rute lipoidal juga dikenal sebagai proses transelular dan bertanggung jawab untuk pengangkutan lipofilik obat yang menunjukkan tingkat ketergantungan pada lipofilisitas obat tersebut. Obat juga melintasi membran sel dengan rute transpor aktif melalui perantara pembawa berarti atau transportasi melalui pembukaan persimpangan ketat. Sebagai contoh, kitosan, suatu biopolimer alami dari kerang, membuka sambungan yang erat antara epitel sel untuk memfasilitasi transportasi obat. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Absorbsi Obat yang Diberikan Melalui Hidung 1. Sifat Fisika-kimia obat. a. Ukuran partikel 11

Makin kecil ukuran partikel, makin besar luas permukaan totalnya sehingga kelarutan makin besar dan makin cepat Pemberian buffer dalam formulasi sedikit banyak dapat membantu menahan degradasi obat.

b. Keseimbangan Lipofilik dan hidrofilik Sifat hidrofilik dan lipofilik dari obat juga mempengaruhi proses penyerapan. Dengan meningkatkan lipofilisitas, permeabilitas senyawa biasanya meningkat melalui mukosa hidung. Obat-obatan lipofilik seperti nalokson, buprenorfin, testosteron, dan 17a-etinilestradiol hampir sepenuhnya terserap ketika diberikan rute intranasal c. Degradasi enzimatik di rongga hidung. Obat-obatan yang mengandung peptida dan protein memiliki bioavailabilitas rendah di rongga hidung, sehingga memiliki kemungkinan untuk mengalami degradasi enzimatik dari molekul obat dalam lumen rongga hidung atauselama perjalanan melalui penghalang epitel. Kedua situs ini mengalami exo-peptidase dan endopeptidase, exo-peptidases adalah monoaminopeptidases dan diaminopeptidases. Ini memiliki kemampuan untuk membelah peptida pada N dan C termini dan endopeptidases seperti serin dan sistein, yang dapat menyerang ikatan peptida internal 2. Sifat anatomi dan fisiologis dari rongga hidung a. Membran permeabilitas. Permeabilitas membran hidung adalah faktor yang paling penting, yang mempengaruhi penyerapan obat melalui rute hidung. Obat-obatan yang larut dalam air dan terutama obat-obatan berat molekul besar seperti peptida dan protein memiliki permeabilitas membran yang rendah. Jadi senyawa seperti peptida dan protein terutama diserap melalui proses transportasi endositosis dalam jumlah rendah. Obat dengan berat molekul tinggi yang larut dalam air melintasi mukosa hidung terutama oleh difusi pasif melalui pori-pori berair (yaitu persimpangan yang ketat) b. pH lingkungan

12

pH lingkungan memainkan peran penting dalam efisiensi penyerapan obat hidung. Senyawa kecil yang larut dalam air seperti asam benzoat, asam salisilat, dan asam alkaloid berada dalam bentuk tidak terionisasi. Ini berarti bahwa bentuk lipofilik yang tidak terionisasi dapat melintasi barier epitel hidung melalui rute transelular, sedangkan bentuk terionisasi lipofilik melewati rute berair paracellular c. Clearance mukosiliar Clearance mukosiliar adalah salah satu fungsi dari saluran pernapasan bagian atas untuk mencegah zat berbahaya (alergen, bakteri, virus, racun dll) mencapai paruparu. Ketika bahan tersebut melekat, atau larut dalam, lendir yang melapisi rongga hidung, mereka diangkut menuju nasofaring untuk akhirnya dibuang ke saluran pencernaan.

Mekanisme pembersihan ini mempengaruhi proses

penyerapan karena obat terlarut di hidung rongga dibuang oleh lendir dan silia. d. Rhinitis. Rhinitis adalah penyakit umum

yang paling sering dikaitkan

karena

mempengaruhi bioavailabilitas obat. Hal ini terutama diklasifikasikan ke dalam rinitis alergi dan umum, gejalanya adalah sekresi hiper, gatal dan bersin terutama disebabkan oleh virus, bakteri atau iritasi. Rhinitis alergi adalah penyakit saluran napas alergi, yang menyerang 10% populasi. Hal ini disebabkan oleh peradangan kronis atau akut pada selaput lendir hidung. Kondisi ini mempengaruhi penyerapan obat melalui selaput lendir karena terjadi peradangan. 3. Karakteristik sediaan Obat Intranasal a. Formulasi (Konsentrasi, pH, osmolaritas) PH formulasi dan permukaan hidung, dapat mempengaruhi permeabilitas obat. Untuk menghindari iritasi hidung, pH formulasi nasal harus disesuaikan menjadi 4,5–6,5 karena lisozim ditemukan dalam sekresi hidung, yang bertanggung jawab untuk menghancurkan bakteri tertentu pada pH asam. Dalam kondisi basa, lisozim tidak aktif dan jaringan rentan terhadap infeksi mikroba. Selain menghindari iritasi, pH formulasi yang asam dapat mencegah pertumbuhan bakteri.

13

Konsentrasi gradien memainkan peran yang sangat penting dalam proses penyerapan / permeasi obat melalui membran hidung karena kerusakan mukosa hidung. Contohnya adalah penyerapan hidung L-Tirosin ditunjukkan meningkat dengan konsentrasi obat dalam percobaan perfusi nasal. Contoh lainnya adalah penyerapan asam salisilat yang ditemukan menurun. Penurunan ini mungkin karena kerusakan mukosa hidung secara permanen. Osmolaritas bentuk sediaan mempengaruhi penyerapan hidung obat; Konsentrasi natrium klorida dari formulasi mempengaruhi penyerapan hidung. Penyerapan maksimum dicapai oleh 0,462 M natrium klorida. Konsentrasi yang lebih tinggi tidak hanya menyebabkan peningkatan bioavailabilitas tetapi juga menyebabkan toksisitas pada epitel nasal. b. Viskositas Viskositas yang lebih tinggi dari formulasi meningkatkan waktu kontak antara obat dan mukosa hidung dengan demikian dapat meningkatkan waktu penyerapan. Pada saat yang sama, formulasi yang sangat kental mengganggu fungsi normal seperti pemutusan ciliary atau pembersihan mukosiliar dan dengan demikian mengubah permeabilitas obat.

2.6.2 Pelepasan Obat Intranasal A. Bentuk Sediaan Obat Dan Pembawa Bentuk sediaan obat yang ideal diantaranya harus meliputi hal-hal berikut ini : kenyamanan pasien, reproducibility, mudah di absorpsi, biokompabilitas dan tidak ada reaksitambahan, luas efektif area kontak, dan waktu kontak yang di perpanjang. Klasifikasi rute sistem penghantaran obat diantaranya : sistem saluran cerna, parenteral, trans mukosa, trans nasal, pelepasan obat lewat paru-paru, pelepasan obat melalui kulit, pelepasanobat trans dan transvagina. Hal-hal yang mempengaruhi masuknya obat kedalam sirkulasi sistemik : 1. Besarnya luas permukaan; contoh villi dan microcilli pada usus kecil memperluas permukaan sehingga memudahkan absorpsi obat. 2. Aktivitas metabolik yang rendah, enzim dapat mendealtifas obat yang akan diabsorpsi, bioavaibilitas rendah dapat disebabkan oleh aktivitas enzim yang tinggi. 14

3. Waktu kontak; waktu kontak dengan jaringan pengabsorpsi akan mempengaruhi jumlah obat yang melalui mukosa. 4. Suplai darah, darah yang cukup akan memindahkan obat dari tempat kerja ke tempat absorpsinya. 5. Aksebilitas, variasi rute penghantaran obat menunjukan berbagai daerah tertentu yang membutuhkan

bahan

tambahan

atau

kondisi

tertentu

untuk

membantu

obat

mencapaitempat kerja. 6. Variabilitas yang rendah 7. Permeabilitas, semakin permiabel suatu epitel maka daya absorpsinyapun semakin tinggi.

Sistem penghantaran obat dan penargetan obat yang ideal diantaranya Obat mempunyai target yang spesifik, Menjaga obat pada jaringan yang bukan target, Meminimalisasir pengurangan kadar obat ketika mencapai target, Melindungi obat dari metabolisme, Melindungi obat dari klirens dini, Menahan obat pada tempat kerja selama waktu yang dikehendaki, Memfasilitasi transport obat kedalam sel, Menghantarkan obat ke target intraseluler, Harus biokompatibel, biodegradable dan non antigenik.

B. Penghantaran Obat Intranasal Obat diberikan secara intranasal untuk efek lokal seperti obat tetes hidung atau spray,rongga hidung digunakan untuk pelepasan obat sistemik. Beberapa perusahaan farmasi bahkan mengembangkan pemberian insulin melalui hidung, Selain itu pemberian obat secara intranasal dikembangkan juga untuk vaksin, contohnya vaksin antraks yang menggunakan

teknologi

nano

dapat

diberikan

melalui

nasal,

pemberian

ini

menguntungkan pasien yang takut terhadap jarum suntik, yang mana umumnya vaksin diberikandalam bentuk injeksi.Pada pemberian obat intranasal dibandingkan obat sistemik atau oral, yang perludiperhatikan adalah ukuran partikel yang didistribusikan dengan alat semprot atau spraynya.Ukuran yang paling umum adalah 20 – 50 µm, ukuran lebih kecil akan membawa obat sampai trachea, sedangkan ukuran yang lebih besar dapat digunakan bila obat ingin disimpan dalam saluran hidung, tetapi bisa jadi malah keluar dari lubang hidung atau bahkan tertelan.

15

2.6.3 Perjalanan Obat Intranasal Adapun perjalanan sistem penghantaran obat (Drug Delivery System) intranasal dalam tubuh, adalah sebagai berikut : a. Bentuk sediaan obat nasal dengan zat aktif sediaan nasal diformulasikan atau dirancang dengan sedemikian rupa untuk penggunaan efek lokal. b. Fase biofarmasetik  obat dihisap melalui rongga hidung masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Fase ini meliputi waktu mulai penggunaan sediaan obat melalui hidung, kemudian diterima oleh olfactory epihelium yang merupakan suatu reseptor yang berisi 20 juta ujung saraf. Kemudian ditansfer sebagai suatu pesan ke pusat penciuman yang terletak pada bagian belakang hidung dimana pada tempat ini berbagai sel neutron menginterprestasikan serta mengantarnya ke sistem limbik yang selanjutnya diantar ke hipotalamus untuk diolah hingga zat aktifnya terlepas dan masuk ke dalam cairan tubuh. Agar obat dapat sampai pada saluran napas bagian distal dan mencapai target organ, maka ukuran partikel obat harus disesuaikan dengan ukuran/diameter saluran napas. c. Ketersediaan farmasi  obat siap untuk diabsorpsi Obat dalam bentuk zat aktif terlarut siap untuk diabsorpsi yang selanjutnya zat aktif akan didisribusikan ke paru-paru untuk siap bekerja. d. Fase farmakokinetik  tidak terjadi ADME Fase ini meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang ditentukan setelah obat dilepas dari bentuk sediaan. e. Ketersediaan hayati  obat untuk memberi efek pada tahap ini obat mulai memberikan efek pada pasien dengan cara berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada pada tubuh. f. Fase farmakodinamik  interaksi dengan reseptor ditempat kerja Bila obat telah berinteraksi dengan sisi reseptor biasanya protein membrane akan menimbulkan renspon biologik. Tujuan utama pada fase ini adalah optimisasi dari efek biologik. g. Efek terapi  obat pada akhirnya memberikan efek terapi atau pengobatan pada pasien. Yang diharapkan dapat memberikan kesembuhan pada pasien. 16

Mayoritas obat-obat dekongestan bekerja dengan cara meningkatkan aktivias norepinefrin (noradrenalin) dan epinefrin (adrenalin) atau aktivitas adrenergik dengan cara menstimulasi resep

2.7 Perbedaan Intranasal DDS dengan Konvensional Pemberian obat secara nasal sekarang ini adalah cara yang popular untuk menangani penyakit pernafasan dan juga mengatur pemberian obat-obatan bebas (OTC) pada kondisi sinus, seperti hidung mampet atau alergi. Semprotan nasal, botol tekan, atau obat tetes hidung adalah sebagian dari metode pemberian obat langsung yang umum dan biasanya dipilih oleh konsumen pada swamedikasi ataupun pada obat resep untuk pilek atau alergi. Untuk pasien yang tidak menyukai cara spray/semprotkedalam hidung atau bagi pasien yang tidak memungkinkan adanya terapi nebulisasi,dapat digunakan cara oles/swab. Beberapa pabrik obat sedang mengembangkan cara penggunaan aplikator dosis tunggal, yang dapat melapisi lubang hidung dengan cairan atau gel. Pada pilek, selain untuk mengobati, swab juga dapat terserap oleh saluran hidung. Pada intinya, pemberian obat langsung ke hidung/daerah nasal adalah dosis yang digunakan adalah seminimal mungkin, karena tidak sperti oral, yang harus memperhatikan metabolisme lintas pertama di hati. Alat penyemprot/sprayer juga memiliki peranan penting. Penggunaan sprayer tradisional akan memiliki perbedaan jika digunakan oleh remaja dan orang tua, karena kekuatan penyemprotan yang berbeda. Untuk itu, banyak perusahaan farmasi yang mengembangkan alat yang dapat mengukur jumlah obat yang dikeluarkan secara simultan. NDA (New Drug Application) menentukan bahwa pemberian obar nasal untuk gejala ataupun penyakin radangselaput lendir, hanya untuk pasien 12 tahun ke atas. Pada pemberian obat nasal menggunakan spray yang biasa, cairan berfungsi sebagai pembawa, obat/zat aktif hanya sebagian kecil dari total keseluruhan cairan tersebut. Tantangan formulasinya adalah mencari formula yang tidak akan merugikan pasien dan dapat diabsorpsi dengan baik oleh hidung, tetapi secara efektif dapat dipompa oleh pompa mekanik regular. Tantangan selanjutnya adalah membuat sediaan nasal yang juga dapat melewati sawar darah otak. Umumnya, tradisional spray nasal, hanya mencapai sepertiga mukosa nasal, untuk itu banyak perusahaan farmasi yang mengembangkan sistem dispersi yang dapat 17

memungkinkan obat dapat mencapai seluruh permukaan mukosanasal hingga paranasal. Teknologi seperti ini juga dapat digunakan untuk obat topikalagar dapat berpenetrasi lebih dalam dan obat oral agar dapat diasorpsi lebih baik lagi.Saat ini banyak dikembangkan obat nasal tanpa pengawet, yang dapat mengiritasihidung dan mukosa. Selain itu, dikembangkan juga alat yang dapat mengirimkan obat menggunakan aktuator samping (side actuator), bukan melaui bagian atas alat tersebut. Drug delivery system intranasal atau sistem penghantaran obat intranasal adalah suatu teknologi penyampaian obat yang khas, diciptakan agar obat dapat mencapaitempat kerja di intranasal lebih optimal. Perbedaan DDS intranasal dengan sediaan oral untuk penyakit nasal adalah tanpa proses ADME (absorbsi, distribusi, metabolisme,eksresi), sehingga efek obat akan cepat tercapai, karena pemberiannya yang langsung mencapai tempat kerjanya.

Kelebihan Perjalanan Sediaan Intranasal Dibanding Sediaan Konvensional 1. Dapat digunakan untuk berbagai macam terapi pengobatan, seperti: Kulit

Pengobatan :

Obat :

Rhinitis

Steroid

Rhinosinusitis

Antihistamin

Polip hidung

Immune modulators

Sinusitis akut

Decongestan

Flu

vaksin

Vaksin Sistemik

Pengobatan :

Neuroaktif

protein

dan

Migraine dan sakit kepala

polipepetida

Insomnia dan penenang

Obat polar yang diabsorpsi

Obesitas

sedikit pada GI

Diabetes 1 dan 2 Otak

Migraine dan sakit kepala

Neuroaktif

protein

dan

Insomnia dan penenang

polipepetida

Obesitas

Obat polar yang diabsorpsi

Diabetes 1 dan 2

sedikit pada GI

Alzeimer dan Parkinson 18

2. Target pemberian obat pada penanganan penyakit melalui daerah sekitar saluran nasal 3. Pada bentuk obat konvensional, kerja tidak langsung pada tempatnya 4. Jatuhnya obat langsung pada tempat kerja 

Alat DDS nasal modern(jatuhnya obat ditengah meatus)



Alat DDS nasal konvensional (obat harus di hirup terlebih dahulu, jadi obat tidak menuju tempat kerja langsung)

5. Dosis obat dapat diabsorbsi pada saluran nasal dengan maksimum (> 90%)

2.8 Sediaan DDS Intranasal Pemilihan bentuk sediaan tergantung pada obat yang digunakan, indikasi, pasien dan pemeriksaan terakhir. Empat formulasi dasar yang harus dipertimbangkan, yaitu larutan, emulsi dan bubuk kering. 1. Semprot hidung Ketersediaan pompa dosis terukur dan , nasal spray dapat memberikan dosis yang tepat 25-200 um. Ukuran partikel dan morfologi dari obat dan viskositas formulasi menentukan pilihan pompa dan perakitan. 2. Tetes hidung Tetes hidung adalah salah satu yang paling sederhana dan nyaman dikembangkan untuk penghantaran. Kerugian utama dari ini adalah kurangnya presisi dosis tetes hidung mungkin tidak cocok untuk produk resep. 3. Nasal Gel Keuntungan dari nasala gel yaitu pengurangan dampak rasa karena mengurangi menelan, pengurangan

kebocoran

anterior formulasi,

pengurangan

iritasi

dengan

menggunakan eksipien menenangkan / emolien dan sasaran pengiriman ke mukosa untuk penyerapan yang lebih baik. 4. Nasal Bubuk Ini bentuk sediaan dapat dikembangkan jika solusi dan 19onionic bentuk sediaan tidak dapat dikembangkan misalnya, karena kurangnya obat stabilitas. Keuntungan untuk bentuk sediaan serbuk hidung adalah tidak adanya bahan pengawet dan stabilitas superior formulasi. Namun, kesesuaian bubuk formulasi tergantung pada kelarutan, 19

ukuran partikel, sifat aerodinamis dan iritasi hidung obat aktif dan / atau bahan pembantu. tetapi iritasi mukosa hidung dan pengiriman dosis terukur adalah beberapa tantangan

formulasi.

Umumnya,

penyerapan

bertindak

melalui

salah

satu

dari mekanisme berikut: -

Menghambat aktivitas enzim;

-

Mengurangi kekentalan lendir atau elastisitas;

-

Penurunan pembersihan mukosiliar;

-

melarutkan atau menstabilkan obat.

5. Intranasal mikroemulsi Intranasal mikroemulsi merupakan salah satu pengiriman obat non-invasif untuk sirkulasi sistemik. Serapan otak nimodipin oleh intranasal dengan surfaktan berbasis mikroemulsi dan menemukan tiga kali lipat lebih tinggi dari nimodipin dan rasio yang lebih tinggi AUC di jaringan otak dan cairan serebrospinal dengan yang di plasma. Formulasi mikroemulsi clonazepam digabungkan dengan agen mukoadhesif dipamerkan timbulnya tindakan lebih cepat diikuti dengan durasi berkepanjangan tindakan dalam pengobatan status epileptikus. Dalam penelitian lain, dilaporkan cepat dan tingkat yang lebih besar dari

transportasi

obat

ke

dalam

otak

tikus setelah

pemberian

intranasal

mukoadhesif mikroemulsi dari zolmitriptan dan sumatriptan. Pengiriman intranasal risperidone dan menyimpulkan bahwa jumlah yang signifikan dari risperidone dengan cepat dan efektif disampaikan ke otak dengan pemberian intranasal nanoemulsion mukoadhesif risperidone.

20

Contoh merk dagang sediaan intranasal : Nama Produk

Nama Produsen

Bahan Aktif

Penggunaan / indikasi

Afrin nasal Spray,

Schering - plough

Afrin Nose Drops Beconase AQ

Ozymetazole HCl

decongestant

0.05% Glaxo Smith Kline

Nasal Spray

Beclometasone

Perawatan gejala

dipropionate

rhinitis alergi,

0.042%

asma, infeksi kulit, psoriasis.

Nasalcrom Nasal

Pharmaci &

Cromolyn sodium

Pencegahan dan

Spray

Upjohn

4%

pengobatan rhinitis alergi

Nasalide Nasal

Dura

Flunisolide 0.025%

Solution

Pengobatan atau perawatan gejala alergi musiman

Neo-Synephrine

Sanofi – Winthrop

Nose Drops, Spray Neo-Synephrine Maximum Strength

Sanofi – Winthrop

Phenylephrine HCl

Adrenergic,

0.125 to 1.0%

decongestant

Ozymetazoline HCl

Adrenergic,

0.05%

decongestant

12 Hour

21

BAB III PEMBAHASAN

22

BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan

23

DAFTAR PUSTAKA

24

Related Documents

Biofar Dds Nasal (1).docx
December 2019 12
Dds
October 2019 16
Kurva Biofar
August 2019 49
Dds Evite
May 2020 7
Floating Dds
July 2020 15
Tugas Biofar
June 2020 5

More Documents from ""