KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 1dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
BAHAN AJAR MORFOLOGI Kode MK : 15J00181
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2018
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 2dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
VERIFIKASI BAHAN AJAR Pada hari ini senin tanggal 26 bulan Februari tahun 2018 Bahan Ajar Mata Kuliah Morfologi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni telah diverifikasi oleh Ketua Jurusan/ Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Semarang, 26 Februari 2018 Ketua Jurusan/ Ketua Prodi PBSI
Dr. Haryadi, M.Pd NIP. 19670051993031003
Tim Penulis
Septina Sulistyaningrum, M.Pd NIP. 198109232008122004
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 3dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karuniaNya kami bisa menyelesaikan bahan ajar mata kuliah Morfologi. Bahan ajar ini dibuat agar dapat dimanfaat oleh mahasiswa program studi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia yang menempuh mata kuliah morfologi bahasa Indonesia. Bahan ajar ini memberi pengetahuan kepada mahasiswa mengenai Menguasai tentang pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebagai dasar pembentukan kemahirwacanaan, terampil mengaji bentukan kata bahasa Indonesia, dan mampu memecahkan problematika bentukan kata bahasa Indonesia. Topik bahasannya meliputi dasar-dasar pembentukan kata, fungsi dan makna pembentukan kata, kelas kata, serta problematika bentukan kata bahasa Indonesia dan pemecahannya. Bahan ajar ini masih perlu adanya perbaikan. Oleh karena itu, kritik dan saran kami butuhkan untuk perbaikan bahan ajar ini berikutnya.
Semarang, 26 Februari 2018
Penulis
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 4dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
DESKRIPSI MATAKULIAH
Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL)
: Sikap 1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religius; 2. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan agama, moral, dan etika; 3. Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air, memiliki nasionalisme serta rasa tanggung jawab pada negara dan bangsa; 4. Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, agama, dan kepercayaan, serta pendapat atau temuan orisinal orang lain; 5. Bekerjasama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan; 6. Menunjukkan sikap bertanggung jawab atas pekerjaan di bidang keahliannya secara mandiri; Pengetahuan 1. Menguasai konsep dan prinsip-prinsip kebahasaan; kesastraan; keterampilan berbahasa dan bersastra; pembelajaran berbahasa dan bersastra Indonesia. 2. Menguasai konsep dan prinsip-prinsip pedagogi dan psikologi pendidikan dan pembelajaran, serta penerapannya dalam memahami potensi dan karakteristik, dan pengembangan peserta didik 3. Menguasai kurikulum, bahan ajar, teori, pendekatan, metode, teknik, dan evaluasi pembelajaran bahasa, sastra, dan keterampilan berbahasa untuk merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran bahasa, sastra, dan keterampilan berbahasa Indonesia sesuai perkembangan peserta didik. 4. Menguasai dan memecahkan permasalahan pemakaian bahasa Indonesia dan pembelajaran bahasa, sastra, dan keterampilan berbahasa. 5. Menguasai konsep-konsep, prinsip-prinsip, pendekatan, teknik-teknik, dan pengembangan penelitian pembelajaran bahasa, sastra, dan keterampilan berbahasa Indonesia Keterampilan 1. Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora yang sesuai dengan bidang keahliannya; 2. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu, dan terukur;
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 5dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
3. Mampu mengkaji implikasi pengembangan atauimplementasi ilmu pengetahuan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora sesuai dengan keahliannya berdasarkan kaidah, tata cara dan etika ilmiah dalam rangka menghasilkan solusi, gagasan, desain atau kritik seni, 4. Mampu bertanggungjawab atas pencapaian hasil kerja kelompok dan melakukan supervisi dan evaluasi terhadap penyelesaian pekerjaan yang ditugaskan kepada pekerja yang berada di bawah tanggungjawabnya; 5. Mampu melakukan proses evaluasi diri terhadap kelompok kerja yang berada dibawah tanggung jawabnya, dan mampu mengelola pembelajaran secara mandiri; 6. Mampu mendokumentasikan, menyimpan, mengamankan, dan menemukan kembali data untuk menjamin kesahihan dan mencegah plagiasi; 7. Memanfaatkan teknologi informasi baik secara mandiri maupun bekerja sama untuk pembelajaran PAIKEM secara bertanggung jawab, cerdas, kreatif, dan inovati 8. Mengambil keputusan dan memberi penyelesaian masalah pendidikan bahasa Indonesia yang tepat berdasarkan data dan informasi yang akurat baik secara mandiri atau kelompok secara bertanggung jawab dan cerdas
Capaian Pembelajaran Matakuliah (CPMK)
Menguasai pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebagai dasar pembentukan kemahirwacanaan, terampil mengaji bentukan kata bahasa Indonesia, dan mampu memecahkan problematika bentukan kata bahasa Indonesia dengan penuh tanggung jawab dan disiplin.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 6dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
DAFTAR ISI
Prakata
i
Daftar Isi
ii
Bab I Hakikat Bahan Ajar
1
Deskripsi Singkat
1
Capaian pembelajaran pertemuan
1
1. Pengertian Bahan Ajar
1
2. Jenis Bahan Ajar
2
3. Fungsi Bahan Ajar
3
Rangkuman
5
Pertanyaan
5
Bab II Bentuk Pengembangan Bahan Ajar
6
Deskripsi Singkat
6
Capaian pembelajaran pertemuan
6
1. Handout
6
2. Buku Teks
7
3. Modul
8
4. Lembar Kerja Siswa
9
Rangkuman
11
Pertanyaan
11
Daftar Pustaka
12
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 7dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
I. KONSEP DAN BIDANG KAJIAN MORFOLOGI A. Deskripsi Matakuliah Matakuliah ini membekali mahasiswa menguasai pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebagai dasar pembentukan kemahirwacanaan, terampil mengaji bentukan kata bahasa Indonesia, dan mampu memecahkan problematika bentukan kata bahasa Indonesia. Topik bahasannya meliputi dasar-dasar pembentukan kata, fungsi dan makna pembentukan kata, kelas kata,
serta
problematika
bentukan
kata
bahasa
Indonesia
dan
pemecahannya B. Capaian Matakuliah Menguasai pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebagai dasar pembentukan kemahirwacanaan, terampil mengaji bentukan kata bahasa Indonesia, dan mampu memecahkan problematika bentukan kata bahasa Indonesia dengan penuh tanggung jawab dan disiplin. C. MATERI POKOK 1.1
Konsep Morfologi Morfologi adalah kajian bahasa secara sinkronis, bukan kajian
diakronis. Maka morfologi tidak mengkaji perubahan bentuk kata karena perubahan itu gejala (fenomena) diakronis. Misalnya lamp (bahasa Belanda) > lampu (bahasa Jawa dan Indonesia). Lagi pula yang dikaji oleh morfologi bukan hanya bentuk kata, melainkan juga makna dalam fflabungannya dengan bentuk dan atau valensixsintaktis kata. Secara sinkronis dalam bahasa Indonesia terdapat, misalnya, pasangan kata berikut: 1
2
3
4
Baju
: berbaju
tulis
: menulis
Celana
: bercelana
ambil
: mengambil
Sepatu
: bersepatu
timbun
: menimbun
Topi
: bertopi
gali
: menggali
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 8dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
Di sini terdapat dua pasangan kata yang mempunyai hubungan sistematis, baik dari segi ciri (feature) bentuk maupun ciri makna dan valensi sintaktis. Ciri bentuk adalah abstraksi bentuk fonemis sederet kata yang berkategori sama. Ciri makna adalah abstraksi dari makna sederet kata yang berkategori sama. Valensi sintaktis adalah kemungkinan kata untuk berkombinasi dengan kata lain menurut kaidah. Deretan kata pertama berciri bentuk dasar (diformulasikan sebagai D), bermakna ‘sesuatu', sedangkan deretan kata kedua berciri bentuk dasar
yang
diawali
ber-(diformulasikan
ber-D),
bermakna
'mempunyai/memakai sesuatu (yang dinyatakan oleh kata-kata deretan pertama yang selanjutnya akan disebut pangkal; lengkapnya pangkal oposisi)'. Ciri bentuk deretan kata ketiga sama dengan deretan kata pertama, tetapi ciri makna dan valensi sintaktisnya berbeda sehingga termasuk kategori morfblogis yang berbeda. Deretan kata ketiga itu mempunyai hubungan sistematis dengan kata-kata deretan keempat, yang berciri bentuk meng-D, dan beciri makna 'melakukan tindakan' yang dinyatakan oleh kata-kata deretan ketiga. Hubungan sistematis antarkata dari segi ciri bentuk dan ciri makna, dan atau valensi sintaktis itulah yang dikaji oleh morfologi. Dari hubungan sistematis itu di dalam otak penutur bahasa Indonesia terekam adanya kaidah pembentukan kata: kalau ada sesuatu (baju, celana, sepatu, topi, dsb.), untuk menyatakan 'mempunyai/memakai sesuatu', di depan kata yang menyatakan sesuatu itu dibubuhkan ber-. Dengan demikian, penutur mampu membentuk kata-kata lain, yang mungkin merupakan kata-kata baru, yang sekategori dengan itu, seperti senjata : bersenjata, radiasi:beradiasi, komputer: berkomputer, dan sebagainya. Dari uraian di atas morfologi dapat didefinisikan sebagai berikut. Dari segi deskriptif smkronis.
morfologi
mengkaji hubungan sistematis
adalah
ilmu
bahasa yang
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 9dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
tarkata dalam leksikon sebuah bahasa dari segi ciri bentuk dan ciri makna, dan ataa valensi sintaktis. Dari contoh di muka, tampak bahawa kalau kriteria- hubungan antara ciri bentuk dan ciri makna saja sudah bisa digunakan untuk menentukan bahwa sederetan kata termasuk kategori morfologis yang sama atau berbeda, dan jika ada kesamaan ciri bentuk pada dua deretan kata, kriteria penentunya adalah ciri makna dan valensi sintaktis. Itulah yang dimaksud dan atau valensi sintaksis dalam definisi itu. Sederetan kata yang memiliki ciri bentuk yang sama, ciri makna yang sama, dan atau valensi sintaktis yang sama termasuk satu kategori morfologis. Pada contoh di muka empat deretan kata yang termasuk empat kategori morfologis yang berbeda. katagori 1 mempunyai hubungan sistematis dengan katergori 2, kategori 3 mempunyai hubungan sistematis dengan kategori 4. Oleh adanya hubungan sistematis antarkata?(antar kta-kata pada deretan 1 dan 2, serta 3 dan 4) , terciptalah persepsi tentang kaidah bahasa bahwa kata-kata deretan 2 terbentuk dari kata-kata deretan 1, sedangkan katakata deretan 4 terbentuk dari kata-kata deretan 3. Pembentukan kata dalam pengertian seperti itulah yang dikaji oleh morfologi sehingga morfologi
didefinisikan
sebagai
ilmu
bahasa
yang
mengkaji
pembentukan kata. Inilah definisi morfologi dari segi generatif. pembentukan semacam itu adalah pembentukan dalam pengertian sinkronis, bukan pembentukan diakronis, karena kata-kata seperti deretan 1 dan 2, serta 3 dan 4 itu memang sudah ada dalam bahasa Indonesia saat ini. Pembentukan kata dalam pengertian sinkronis disebut prosede morfologis, sedangkan pembentukan kata dalam pengertian seperti lamp>lampu disebut proses pembentukan kata. 1.2
Bidang Kajian Morfologi Objek
kajian
paradigmatisnya,
morfologi yaitu
adalah
sistematis
kata,
tetapi
antarkata
dibatasi
dalam
aspek
keseluruhan
paradigmanya masing-masing Dilihat dari aspek ciri bentuk dan ciri
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 10dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
maknanya, dan atau valensi sintaktisnya. Yang disebut paradigma adalah keseluruhan kata yang terbentuk dari pangkal yang sama contoh:
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
1
Hal 11dari 39
2
3
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
4
1.
baju,
baju-baju, baju-bajuan,
2.
celana,
celana-celana, celana-celanaan,
bercelana
3.
sepatu,
sepatu-sepatu, sepatu-sepatuan,
bersepatu
4.
topi,
topi-topi,
topi-topian,
berbaju
bertopi
Di atas ini terdapat empat deret kata atau empat paradigma, yaitu paradigma kata para digma kata baju para digma celana, paradigma kata sepatu, dan paradigma kata topi. Dilihat dari aspek ciri bentuk, ciri makna, dan
atau
valensi
sintaktis,
terdapat
kesepadanan
(porsionalitas)
hubungan antara kata-kata lajur 1 dan 2, antara lajur 1 dan3, serta antara lajur 1 dan 4. Maka keempat lajur kata itu masing-masing merupakan satu kategori morfologis sehingga bisa ditarik kaidah bahwa kata-kata lajur 2, 3, dan 4 terbentuk dengan pangkal kata-kata lajur 1. Kategori morfologis 2 terbentuk dengan prosede redupliksi kategori 3 terbentuk dengan kombinasi reduplikasi dan afiks —an, sedangkan kategori terbentuk dengan afiksasi ber-. Kategori morfologis di dalam deskripsi diformulasikan dengan bentuk gramatikal (ciri bentuk)-nya, yakni D (dasar) dan morfem pembentuknya, disertai deskripsi makna gramatikal (ciri makna)-nya. Contoh, kategori 1 diformulasikan dengan Disesuatu, kategori dengan D-D 'banyak dan bermacam-macam sesuatu yang tersebut pada pangkal kategori 3 dengan D-D-an tiruan sesuatu yang tersebut pada pangkal, dan Bentuk dan makna gramatikal itu adalah pola bentuk dan pola semantis, yang dengan ha dimungkinkan terbentuknya sejumlah kata yang berkategori (morfologis) sama, formulasi bentuk gramatikal menyangkut varian (alomorf) morfem, deskripsi bentuk gramatikal menyangkut aspek morfofonemis, yaitu gejala fonemis yang berkaitan dengan gejala morfemis. Selain makna gramatikal, makna leksikal kata dkaji juga oleh morfologi, namun makna leksikal dikaji dalam rangka menemukan makna
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 12dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
gramatikal dan untuk menentukan apakah pembentukan kata yang dikaji itu termasuk infleksi atau derivasi. Aspek sintagmatis kata tidak dikaji oleh morfologi; dikaji oleh sintaksis. Aspek sintagmatis kata berupa kemungkinan kata untuk tertata di dalam sintagma. Sintagma adalah satuan yang tersusun dari dua kata atau lebih secara linear (mengikuti garis horizontal), yang satu berderet di samping yang lain. Satuan yang termasuk sintakma adalah frase, klausa, dan kalimat. Satuan yang dikaji dalam morfologi dibatasi pada kata, meliputi kata pangkal, kata berafiks, kata ulang, kata ulang berkombinasi dengan afiks, dan kata majemuk, untuk menemukan sistem paradigmatis kata dalam sebuah bahasa. D. SIMPULAN 1. Morfologi adalah ilmu bahasa yang mengkaji hubungan sistematis antarkata dalam leksikon sebuah bahasa dari segi ciri bentuk dan ciri makna, dan atau valensi sintaktis. Oleh adanya hubungan sistematis antarkata dalam leksikon itu terciptalah persepsi tentang kaidah pembentukan kata. Maka dari segi generatif, morfologi dapat didefinisikan juga sebagai Umu yang mengkaji pembentukan kata dan pembentukan ini dalam pengertian shikronis. 2. Bidang
kajian
morfologi
adalah
kata,
dibatasi
pada
aspek
paradigmatiknya. Aspek sintagmatik kata yang diperlukan untuk kajian morfologi adalah valensi morfologis. Valensi morfologis digunakan untuk menentukan kata-kata yang termasuk satu kelas (golongan) kata. Katakata yang memiliki ciri bentuk (bentuk gramatikal) dan ciri makna (makna gramatikal) yang sama, dan atau valensi sintaktis yang sama termasuk satu kategori morfologis. Sebuah kelas kata terdiri atas sejumlah kategori morfologis yang tertata di dalam sistem atas dasar oposisi-oposisi dari segi ciri bentuk dan ciri maknanya, dan atau valensi sintaktisnya, serta dari segi berbeda tidaknya leksem kata-kata dalam kategori-kategori morfologis itu. Dengan demikian, aspek kata yang termasuk bidang kajian morfologi meliputi aspek ciri bentuik (bentuk gramatikal), aspek makna
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 13dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
(makna gramatikal), valensi sintaktis kata, dan leksem dari sejumlah kata dalam paradigma. 3. Bidang kajian morfologi meliputi kata tunggal (monomorfemis), kata berafiks, kata berulang, dan kata majemuk (kompositum) yang terbentuk dari dua satuan leksikal terikat atau dua satuan leksikal yang salah satunya terikat. 4. Termasuk bidang kajian morfologi juga adalah bidang morfofonemik, yaitu gejala fonemis dalam penggabungan morfem pada realisasi prosede morfologis. E. RUBRIK 1. Untuk penelitian morfologi korpus datanya berupa langue atau parole? 2. Apa sebab penelitian morfologi tak bisa lepas dari kalimat? 3. Apa wujud data untuk kajian morfologi? 4. Sebutkan dua macam definisi morfologi dan terangkan hubungan keduanya. 5. Apa kritik yang dapat disampaikan terhadap definisi bahwa morfologi adalah ilmu tentang bentuk kata? 6. Apa kritik yang dapat diberikan terhadap definisi bahwa morfologi adalah ilmu tenmg morfem? 7. Gejala fonemis yang mana termasuk bidang kajian morfologi?
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 14dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
II. SATUAN KAJIAN MORFOLOGI A. Deskripsi Matakuliah Matakuliah ini membekali mahasiswa menguasai pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebagai dasar pembentukan kemahirwacanaan, terampil mengaji bentukan kata bahasa Indonesia, dan mampu memecahkan problematika bentukan kata bahasa Indonesia. Topik bahasannya meliputi dasar-dasar pembentukan kata, fungsi dan makna pembentukan kata, kelas kata,
serta
problematika
bentukan
kata
bahasa
Indonesia
dan
pemecahannya B. Capaian Matakuliah Menguasai pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebagai dasar pembentukan kemahirwacanaan, terampil mengaji bentukan kata bahasa Indonesia, dan mampu memecahkan problematika bentukan kata bahasa Indonesia dengan penuh tanggung jawab dan disiplin. C. PENGEMBANGAN MATERI POKOK 1.1 Kata Kata merupakan satuan pembentuk kalimat, yang dengan intonasi tertentu menjadi kalimat deklaratif, imperatif, interogatif, atau eksklamatif. Kata dan kalimat dua satuan dasar yang saling mensyaratkan adanya. Tak ada kata tanpa kalimat dan tak ada kalimat tanpa kata. Maka kata yan dikaji oleh morfologi tak dapat dilepaskan dari keberadaannya dalam kalimat, bahkan kadang-kadang dalam konteks yang lebih luas dan konteks situasi. Kata menampakkan diri sebagai satuan fonemis, sekurang-kurangnya satu fonem, yang memiliki stabilitas fonologis, yakni fonem dalam kata itu tak dapat ditambah atau dikurangi, dipertukarkan, atau diganti. Satuan fonemis itu memiliki makna leksikal Makna leksikal (makna kata) itu ada yang beracuan (referensial) - ini dalah kata-kata kelas utama— ada yang tidak beracuan (nonreferensial) -ini adalah kata-kata tugas. Kata yang maknanya nonreferensial bukannya tak berkna; maknanya itu ada, hanya saja sifatnya fungsional, yaitu berkaitan dengan fungsi gramatikal sebagai penghubung kata-kata yang bermakna referensial. Kata juga merupakan satuan gramatikal (satuan dalam sistem tata bahasa), yaitu sebagai satuan paradigmatis dan satuan sitagmatis. Kata sebagai satuan paradigmatis merupakan satuan yang bersamasama dengan kata lain tertata di dalam paradigmanya masing-masing. Kata-kata yang separadigma ditandai oleh terdaptnya pangkal yang sama. Kata sebagai satuan sintagmatis merupakan satuan yang tersusun secara linear bersama dengan satuan lain di dalam sintagma. Sintagma
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 15dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
adalah satuan yang tersusundari dua satuan atau lebih secara linear (yang satu berberet di samping yang lain mengikuti garis horizoirtal^Kata sebagai satuan sintgamatis ditandai oleh mobilitas sintagmatisnya, yaitu sekurang-kurangnya satu dari empat gejala berikut: (1) dapat disendirikan, (2) dapat digantikan posisinya oleh yang lain, (3) dapat dipisahkan oleh satuan lain, dan (4) letaknya di dalam deretan bisa berbeda-beda. 2.2. Klitik Ada satuan yang memiliki makna leksikal, tetapi tak bisa disendirikan atau selalu melekat pada satuan lain. Satuan ini disebut klitik. Oleh adanya makna leksikal, klitik termasuk kata, oleh ketakmandiriannya klitik ini mirip morfem afiks, bedanya morfem afiks secara sendirian tak mempunyai makna. Karena ketakmandhiannya itulah dahulu, dalam tata bahasa lama, klitik dimasukkan sebagai afiks. Namun, sekarang dikeluarkan dari daftar afiks karena klitik memiliki makna leksikal. 2.3 Morfem Wujud morfem ada beberapa, namun morfem dikenali lantaran kata, Pertama, morfem sebagai abstraksi kata tunggal (monomorfemis), contoh kata meja mrfemnya {meja}; kurung kurawalf } merupakan tanda untuk morfen/ Kedua/ morfem sebagai abstraksi dari sejumlah moi/atau alomorf (satuan gramatikal yang bentuk fonemisnya berbeda, namun menyatakan ciri makna yang sama). Contohnya, her-, be- dan bel- pada berbaris, bekerja, belajar adalah tiga morf yang menyatakan ciri makna yang sama yaitu 'melakukan perbuatan berlangsung lama' (tak momentan). Untuk menyebut morfemnya diambil yang paling umum (tanpa persyaratan), yaitu her- ditaruh-dLdalam tanda kurung kurawal yakni {her-}, Ketigaj morfem merupakan bagian kata, yaitu dasar kata yang selalu ditemukan dalam paradigma, dan satuan pembentuk yang berbeda-bejda yang melekat pada dasar kata pada paradigma, Dasar kata itu disebut morfem leksikal. sedangkan morfem pembentuk disebut morfem gramatikal. Contoh, berbaju, baju-bajuan, baju-baju. Morfem leksikahiya adalah {baju}, sedangkan morfem gramatikalnya {her-}, {kombinasi perulangan (reduplikasi) dan-an}, dan {reduplikasi}. Morfem {baju} merupakan morfem bebas, berpotensi tampil sebagai kata (karena ada kata baju), sedangkan morfem gramatikal meru£akan morfem terikat (selalu terikat pada mrfem leksikal). Yang perlu diingat ialah baju pada berbaju bukan kata dasar, melainkan morfem dasar. Lagi pula tidak semua morfem dasar bersifat bebas. Sejumlah morfem dasar bersifat terikat, tfdak berpotensi tampil sebagai kata, Misalnya, -juang, -temu,dan -papas tak berpotensi tampil sebagai kata, Sebagai morfem pembentuk, morfem gramatikal jumlahnya terbatas, tetapi jangkauannya luas; dapat melekat pada banyak morfem leksikal. Sebaliknya, morfem leksikal jumlahnya tak terbatas, tetapi jangkauannya terbatas; hanya dapat melekat pada morfem gramatikal tertentu-Misalnya, morfem gramatikal her- dapat melekat pada banyak morfem leksikal, tetapi morfem baju hanya dapat
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 16dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
terbentuk menjadi tiga kata saja, yaitu her baju, baju-bajuan, dan bajubaju. 2.4. Leksem Satuan lain yang berperanan dalam kajian morfologi adalah leksem. Leksem berbeda dengan kata, karena kata merupakan satuan leksikal yang nyata digunakan dalam kalimat, sedangkan leksem merupakan satuan leksikal yang abstrak, yang merupakan abstraksi dari sejumlah kata yang bentuk gramatikalnya berbeda, tetapi makna leksikalnya sama. Contoh, jalan dan berjalan dalam konteks kalimat Soya tadi - dari sana. makna leksikalnya sama, sedangkan bentuk gramatikalnya berbeda sehingga dapat diabstraksikan sebagai satu satuan leksikal saja, yaitu yaitu leksem JALAN. Leksem ditandai dengan bentuk kata yang paling sederhana yang ditulis dengan huruf kapital agar berbeda dengan penulisan kata, Pembicaraan leksem ini diperlukan dalam kajian morfologi untuk menentukan apakah suatu prosede morfologis infleksional atau derivasional. A. SIMPULAN 1. Kata adalah satuan fonemis yang bermakna leksikal, yang memiliki stabilitas fonologis dan mobilitas sintagmatis, memiliki valensi morfologis yang memungkinkan kata itu bersama-sama dengan kata turunannya berada dalam paradigmanya masing-masing.Kata juga memiliki valensi sintaktis yang memungkinkan kata itu bergabung dengan kata lain secara linear, yang satu di samping yang lain, di dalam sintagma. 2. Satuan leksikal yang lain adalah klitik. Satuan ini memiliki makna leksikal, tetapi bersifat tak mandiri, selalu terikat pada satuan leksikal lain, seperti morfem afiks. Jadi, klitik tidak termasuk golongan afiks, sebab klitik memiliki makna leksikal, sedangkan afiks tidak-Letaknya bisa di depan atau di belakang satuan yang dilekatinya. Yang berada di depan disebut proklitik, sedangkan yang di belakang disebut enklitik. 3. Morfem bisa dikenali lantaran kata. Morfem itu mungkin berupa (1) abstraksi kata monomorfemis, misalnya {gula}, (2) abstraksi sejumlah morf atau alomorf, misalnya morf em /ber-} mencakupi alomorf her-, be-, dan bel, (3) bagian kata yang dapat dikenali kalau kata-kata separadigma dioposisikan, seperti pada baju : berbaju : baju-baju : bajubajuan. Dari oposisi ini ditemukan morfem leksikal {baju} dan morfem gramatikal ber-, reduplikasi, dan reduplikasi berkombinasi dengan -an.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 17dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
Morfem leksikal tak selalu morfem bebas, ada yang morfem terikat, seperti juang dan temu. 4. Susunan morfem dalam kata dalam kajian morfologi dimanfaatkan untuk memformulasikan
bentuk
kategori
morfologis
beserta
makna
grarnatikalnya, misalnya kategori ber-D 'mempunyai/memakai sesuatu yang tersebut pada pangkal' untuk kata-kata seperti berbaju, bertopi, bercelana, bersepatu, dan berjaket. Dari contoh ini tampak bahwa bentuk dan makna gramatikal adalah pola gramatikal dan pola semantis yang memungkinkan terbentuknya kata berkategoti sama. 5. Leksem adalah satuan leksikal yang merupakan abstraksi dari dari sejumlah kata
yang bentuk
gramatikalnya sama,
tetapi makna
leksikalnya sama. Untuk menyebut leksem digunakan kata yang paling sederhana, ditulis dengan huruf kapital (agar tampak bedanya dengan penulisan kata). Contoh, dari verbaya/an dan berjalan dapat diperoleh leksem JALAN. Leksem di dalam kajian morfologi untuk menentukan apakah prosede morfologis pembentuk deretan kata itu termasuk derivasi atau infleksi. Dengan leksem itu pula dapat ditentukan uruturutan prosede morfologis sejumlah kata secara tepat. Misalnya, dari paradigma tulisi, menulisi, ditulisi, tertulisi (leksemnya TULISI), dapat ditentukan bahwa kata-kata itu pangkalnya tulisi, sebingga kata menulisi, ditulisi, dan tertulisi tidak berpangkal menulis, ditulis, tertulis yang kemudian dibubuhi akhiran -i, melainkan -i itu melekat pada tulis dulu, baru kemudian secara bergantiganti mendapai awalan meng-, di-, dan ter-. B. RUBRIK 1. Terangkan identitas satuan yang berupa kata! Beri contoh identifikasi kata! 2. Terangkan bahwa kata majemuk (kompositum) memenuhi persyaratan sebagai sebuah kata, sedangkan frase tidak. 3. Apa persamaan antara klitik dan morfem afiks? Apa sebab klitik patut dikeluarkan dari daftar afiks? 4. Samakah kata dengan morfem bebas? Apa alasannya?
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 18dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
5. Bagaimana morfem bisa kita kenali? Sebagai apa? Beri contoh! 6. Tentukan satuan-saruan yang berupa kata monomorfemis, kata turunan kata majemuk, kata ulang klitik, morfem afiks, morfem leksikal bebas dan morfem leksikal. Dalam setahun ini, lebih-lebih dalam triwulan terakhir, terjadi beberapa kali huru-hara yang dampaknya tak kecil. 7. Apa manfaat pengenalan morfem dalam kajian morfologi? 8. Ada berapa leksem dari kata-kata berikut, apa leksemnya, dan bagaimana
penentuan
menyeberangi,
leksem
menyeberangkan,
itu
:
seberang,
diseberangi,
menyeberang, di-seberangkan,
terseberangi, terseberangkan, penyeberang, penyeberang-penyeberang, penyeberangan. 9. Kata-kata mana yang termasuk paradigma infleksional di antara kata-kata tersebut di atas? 10. Apa kegunaannya penentuan leksem dalam kajian morfologi?
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 19dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
III. DERIVASI DAN INFLEKSI A. Deskripsi Matakuliah Matakuliah ini membekali mahasiswa menguasai pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebagai dasar pembentukan kemahirwacanaan, terampil mengaji bentukan kata bahasa Indonesia, dan mampu memecahkan problematika bentukan kata bahasa Indonesia. Topik bahasannya meliputi dasar-dasar pembentukan kata, fungsi dan makna pembentukan kata, kelas kata,
serta
problematika
bentukan
kata
bahasa
Indonesia
dan
pemecahannya B. Capaian Matakuliah Menguasai pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebagai dasar pembentukan kemahirwacanaan, terampil mengaji bentukan kata bahasa Indonesia, dan mampu memecahkan problematika bentukan kata bahasa Indonesia dengan penuh tanggung jawab dan disiplin.
C. PENGEMBANGAN MATERI POKOK Prosede Morfologis dapat melalui derivasi dan infleksi. Derivasi adalah konstruksi yang berbeda distribusinya daripada dasarnya. Derivasi akan menghasilkan leksem baru. Derivasi: 1. menghasilkan leksem baru 2. dapat mengubah kelas kata, dapat pula tidak 3. maknanya gramatikalnya beragam 4. jika dalam suatu kata terdapat afiks derivasional dan infleksional, afiks derivasional melekat lebih mantap daripada afiks infleksional. Infleksional adalah konstruksi yang menduduki distribusi yang sama dengan dasarnya. Infleksional akan membentuk bentuk baru dari leksem. Infleksional: 1. tidak menghasilkan leksem baru 2. tidak mengubah kelas kata 3. makna gramatikalnya tertentu sehingga termalkan secara otomatis
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 20dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
4. afiks infleksional yang bersama-sama afiks derivasi pada sebuah kata unsur luaran yang berganti-ganti Sebagai contoh katamenggunting, makanan, dan mendengarkan. Perbedaannya akan terlihat pada kalimat-kalimat berikut. 1) a. Anak itu menggunting kain. b. Anak itu gunting rambut. *) 2) a. Makanan itu sudah basi. b. Makan itu sudah basi. *) 3) a. Kami mendengar suara itu. b. Kami dengar suara itu. 4) a. Saya membaca buku itu. b. Saya baca buku itu. Berdasarkan empat contoh di atas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa
konstruksi menggunting dan makanan tidak
sama
distribusinya
dengan gunting dan makan. Itu sebabnya kalimat 1b dan 2b tidak ada dalam bahasa Indonesia. Di lain pihak, konstruksi mendengar dan membaca sama dengan konstruksi dengar dan baca. Oleh karena itu, kita dapat mempergunakan kalimat
3a
atau
makanan merupakan
3b
dan
4a
dan
4b.
contoh
konstruksi menggunting dan derivasi,
sedangkan
konstruksi mendengar dan membaca contoh infleksi. Dalam proses pembentukan verba turunan BI seperti memecahkan, afiks –kan lebih dahulu mengimbuh pada D pecah (verba PROSES/ verba intransitif) menjadi -pecahkan (verba AKSI-PROSES/ verba transitif). Penulisan bentuk –pecahkan yang memakai tanda (-) di awal verba menunjukkan bahwa verba itu adalah verba AKSI-PROSES yang selalu bisa diimbuh oleh afiks infleksi seperti meN- dan di-. Prosede morfologi dari leksem PECAH menjadi leksem PECAHKAN adalah proses derivasi, kemudian diikuti oleh proses infleksi yakni mengubah leksem PECAHKAN (verba AKSI-PROSES) menjadi kata gramatikal (bentuk kata) memecahkan (verba AKSI-PROSES). Jika bentuk memecahkan disusun dalam paradigma infleksi dalam bahasa Indonesia seperti dinyatakan sebelumnya,
maka
bentuk-bentuknya
adalah
memecahkan,
dipecahkan,
kaupecahkan, kupecahkan. Jadi, leksem PECAH seperti dalam (kaca jendela itu)
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 21dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
pecah berbeda dengan leksem PECAHKAN seperti dalam (Andi) memecahkan (kaca jendela itu) karena adanya perbedaan fitur-fitur semantis.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 22dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 23dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
IV. MORFOLOGI VERBA A. Deskripsi Matakuliah Matakuliah ini membekali mahasiswa menguasai pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebagai dasar pembentukan kemahirwacanaan, terampil mengaji bentukan kata bahasa Indonesia, dan mampu memecahkan problematika bentukan kata bahasa Indonesia. Topik bahasannya meliputi dasar-dasar pembentukan kata, fungsi dan makna pembentukan kata, kelas kata,
serta
problematika
bentukan
kata
bahasa
Indonesia
dan
pemecahannya B. Capaian Matakuliah Menguasai pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebagai dasar pembentukan kemahirwacanaan, terampil mengaji bentukan kata bahasa Indonesia, dan mampu memecahkan problematika bentukan kata bahasa Indonesia dengan penuh tanggung jawab dan disiplin. C. PENGEMBANGAN MATERI POKOK Dalam ancangan WP, semua kata dalam paradigma diperhatikan. Atas dasar para-digmanya, verba terpilah menjadi dua golongan, yaitu yang di dalam paradigmanya terdapat kategori morfologis di-D dan yang di dalam paradigmanya tidak terdapat kategori morfologis di-D. Verba yang di dalam paradigmanya terdapat kategori di-D digolongkan sebagai verba I, sedangkan yang di dalam paradigmanya tak terdapat kategori di-D digolongkan sebagai verba n. Contoh, jual, baca, dan tulis tergolong verba I karena di dalam paradigmanya terdapat kata berafiks di-, yaitu dijual, dibaca, ditulis. Sebaliknya tidur, duduk,dan menyeberang tergolong verba II karena tak ada kata berafiks di- dalam paradigmanya. Dalam golongan verba II terdapat kateori meng-D, tetapi tidak memiliki pasangan kategori di-D. Perbedaan golongan verba itu berimplikasi sebagai berikut. a. Dalam verba I terdapat 3 kolom kategori inti (kategori yang terdapat pada semua paradigma), kecuali kalau terdapat kendala tertentu, misalnya kendala fonologis, seperti kata yang berakhir dengan vokal – i. tak dapat dibubuhi akhiran –i. Misalnya, kata beli tak dapat dibubuhi
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 24dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
akhiran –i. sehingga kolom B pada tabel verba I kosong. Yang ada hanya kolom A (paradigma beli, membeli, dibeli, terbeli I (tak sengaja dibeli), terbeli II (dapat dibeli) dan kolom C (paradigma belikan, membelikan, dibelikan, terbelikan fdapat dibelikan). Prefiks ter- yang menyatakan ciri makna 'tak sengaja' tak dapat dipasangkan dengan sufiks -kan karena sufiks -kan menyatakan ciri makna 'disengaja'. Sebaliknya, dalam verba II hanya terdapat 2 kolom kategori inti (kecuali kalau terdapat kendala tertentu hanya satu kolom). Contoh, dari kata pangkal tidur hanya diperoleh verba berakhiran -/ pada kolom B, yaitu tiduri, meniduri, ditiduri, tertidur?(tak sengaja), tertiduri' (dapat ditiduri), dan verba berakhiran -kan pada kolom C, yaitu tidurkan, menidurkan, ditidurkan, tertidurkan (dapat ditidurkan). Kata berprefiks -ter yang menyatakan ciri makna 'tak sengaja' tak dapat dibubuhi sufiks -kan. b. Akibat dari tidakadanya pasangan pasif: aktif di-D : meng _D pada kategori inti, jumlah kategori pembeda paradigma pada verba Il lebih banyak daripada verba I. Kategori pembeda paradigma adalah kategori morfologis yang tak selalu ditemukan pada paradigma, misalnya tak selalu ada kategori meng-D, ter-D, ber-D, ber-D-an, dan D pada paradigma verba II Contoh, pada paradigma kata tidur terdapat kata tertidur dan bertiduran, tetapi tak terdapat kata berprefiks meng- dan ber-. Pada paradigma kata berjuang tak terdapat kata berbentuk D, meng-D, ter-D, ber-D-an, bahkan kategori intinya hanya berupa kata bersufiks -kan, tetapi mendapat tambahan per-,
yaitu
diperjuangkan..
memperjuangkan Ternyata
yang
paradigma
berpasangan seperti
ini
dengan
merupakan
kekhususan yang berlaku pada sejumlah verba berafiks berc. Verba berawalan meng- pada verba I transitif dan bermakna 'tindakan sengaja, momentan, dan tirujukan kepada sasaran', cntohnya mengambil, sedangkan pada verba n intransitif, dan bermakna 'proses/keadaan', contohnya menangis.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 25dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
d. Ciri makna (makna gramatikal) sufiksasi –i dan -kan yang derivasional itu berbeda antara verba I dan verba II. Pada verba I, kata bersufiks –i yang dominan menyatakan 'tindakan berulang' yang cara dan sasarannya definit, seperti pada mengambili, yang berbeda dengan perulangan verba berprefiks meng-, seperti pada mengambil-ambil sesuatu', yang cara dan sasarannya sembarang. Sebaliknya, pada verba II, sufiks -i yang dominan menyatakan ciri makna 'lokatif, seperti pada meniduri dipan itu dan 'kausatif, seperti pada memerahi bibirnya. Makna 'kausatif ini juga terdapat secara dominan pada verba II bersufiks -kan. Contohnya, kata-katanya memerahkan pipinya, Bedanya pada memerahi pelaku melakukan langsung ke sasaran, sedangkan pada memerahkan tindakan dilakukan secara tak langsung ke sasaran. Oleh karena itu, makna pada verba bersufiks -i disebut 'kausatif langsung', sedangkan pada verba bersufiks kandisebut 'kausatif tak lansung'. Sebaliknya, sufiks -kan pada verba I yang dominan menyatakan ciri makna 'benefaktif, seperti pada membuatkan kopi nenek, dan 'direktif seperti pada melemparkan batu ke sungai. e. Prosede transposisi (pembentukan kata dari kata kelas lain) juga berbeda.Pada verba I transposisinya melalui derivasi zero, misalnya nomina berkategori D, seperti cangkul ditrnasposisi dulu ke verba berkategori D, baru dari verba ini terbentuk kata berkategori D-i dan D-kan. Selanjutnya, dengan berpangkal pada ketiga kategori verba itu terbentuk tiga kolom paradigma verba infleksional dengan afiks meng, di-, ter- dan ter-u, mengikuti tabel verba I berikut. Verba I A ber-D-an ber-D D Meng-D 1. gantung, di-D pegang + + ter-D ter-D 2. pukul, cubit, D-meng-D
B D-I meng-(D-i) di-(D-i) ter-(D-i) D-meng-D-I
C D-kan meng-(D-kan) di-(D-kan) ter-(D-kan) D-meng-D-kan
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 26dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
cium + Ber-D-D-an Tanda + berarti ada, tanda - berarti tak ada dalam paradigma. 3. tinju, pindah, Pada paradigma keempat kirim - deret + kata-kata itu, selalu terdapat kategori morfologis pada 4. beli, ambil, kolom A, B, C, kecuali kalau terdapat kendala tertentu, yaitu kendala minta + fonologis, kendala semantis, kendala kultural, atau kendala blocking oleh adanya kata yang menyatakan konsep yang dinyatakan oleh kata turunan itu. Kategori ini disebut kategori inti. Sebaliknya kateori ber-D dan ber-D-an yang tak selalu terdapat pada paradigma, disebut kategori pembeda paradigma, sebab paradigma kata-kata itu berbeda karena ada yang memiliki kategori itu, ada yang tidak. Kedua kategori pembeda itu bermakna 'melakukan perbuatan berlangsung lama', hanya saja pada kategori ber-D-an 'tindakan itu bisa sendirian, bisa bersama orang lain, untuk santai/bersenang-senang'. Contohnya, bergantung : bergantungan, bergandeng : bergandengan. Kedua afiksasi itu derivasional. Pembentukan kata pada ketiga kolom itu ke bawah, yaitu dengan afiksasi meng-, di-, ter-1, dan ter- II, merupakan infleksi, karena leksemnya tetap. Sebaliknya, pembentukan kata dengan sufiks -i dan -kan dengan pangkal verba D, merupakan derivasi karena menghasilkan leksem baru. Verba berafiks meng- pada ketiga kolom itu menyatakan 'tindakan tertuju pada sasaran, disengaja, momentan, fokus pelaku'. Sebaliknya verba berafiks di- dan kedua ter- menyatakan tindakan berfokus sasaran, hanya saja verba berafiks di- 'tindakannya disengaja', sedangkan verba berafiks tertindakannya tak disengaja / tak terduga', namun pada verba berafiks ter- II 'tindakan tak terduga itu ternyata dapat dilakukan'. Contohnya, busur panah yang seberat itu terangkat juga oleh Prabu Rama. Verba pada lajur ke-6 dan ke-7, pada ketiga kolom itu bermakna 'melakukan tindakan berbalasan', hanya saja pada verba lajur 6, 'berbalasannya teratur', sedangkan pada verba lajur 7 'sembarang.' Melihat sifatnya yang otomatis, prosede itu infleksional. Akan tetapi, melihat makna leksikalnya yang berbeda karena pelakunya juga berbeda, dan sifat
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 27dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
tindakannya juga berbeda, rasanya rosede itu derivasional. Jadi prosede ini memenuhi kedua sifat pembentukan kata, yaitu infleksional dan derivasional. Ini dalam kategorisasi fenomena bahasa lumrah, yaitu ada klasifikasi, tetapi dalam hal tertentu terjadi pertindihan kelas. Satuan bahasa dipilah menjadi kata dan morfem afiks, ternyata ada klitik yang mempunyai sifat kedua satuan itu. Kelas kata dipilah menjadi nornina, adjektiva, dan verba, ternyata terdapat sejumlah kata yang memiliki sifat verba dan adjektiva (verba meng(D-kan) ada yang dapat bergabung dengan penanda adjektiva: agak, amat, sangat, sekali, paling Begitu juga nomina pojok, tengah, pinggir, tepi, belakang, depan, puncak ternyata dapat bergabung dengan penanda adjektiva tersebut Verba II Memper-D
Ber-D
Ter-D
Meng-D
D
B
C
D-i
D-kan
Ber-D-an Jongkok -
+
+
+
+
Meng-(D-i)
Tidur
+
-
+
-
+ Bangun
-
-
+
-
+
-
di-(D-i)
-
+
-
di-(D-kan)
-
-
Ter-(D-i)
Ter-(D-kan)
D-meng-D-i
Dagang
Meng-(D-kan)
D-meng-D-kan
Ber –D-D-an
+
Tanda + berarti ada, sedangkan tanda - berarti tak ada dalam paradigma. Transposisi pada verba II langsung dari kata pangkahiya ke kategori D-i dan D-kan, meng-D, ber-D, ber-D-an. Contoh masing-masing adalah hitam : hitami; hitamkan; perhitam, memperhitam, diperhitam; menghitam; baju: berbaju; sepeda : bersepeda; gar am : her gar am; gar ami. Suatu kekecualian adalah verba berjalan yang transposisinya mirip verba I, yaitu melalui derivasi zero, nomina berkategori D ditransposisi ke verba kategori D, lalu .diinfleksikan ke verba berjalan.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 28dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
Oposisi semantis antarkolom dan antarlajur ppada verba II sama dengan pada verba I.Khusus untuk sejumlah kata berafiks her-, hanya memiliki kemungkinan untuk terbentuk menjadi kategori mem-(per-D-kan), seperti berdagang: memperdagangkan; berdebat: memperdebatkan, berebut: memperebutkan, bergunjing: mempergunjingkan. Khusus untuk verba deadjektival, terdapat kategori mem-per-D 'menjadikan lebih yang tersebut pada pangkal', seperti mempertinggi, mempercantik, dsb. Kategori ini tidak ada kesinambungannya dengan kategori mem-(per-D-kan). Semua kategori verba tersebut, kecuali yang dasarnya berbentuk ulang, dapat direduplikasi dengan ciri makna 'melakukan tindakan berulang yang bersifat sembarang', seperti mencangkul: mencangkul-cangkul; menulis : menulis-nulis. B. SIMPULAN a. Verba terPilah menjadi dua golongan, yaitu verba I dan Verba II. Pada paradigma verba I terdapat kategori di-D, sedangkan pada paradigma verba II tidak. b. Kategori morfologis verba I tertata dalam tabel verba I, sedangkan kategori morfologis verba n tertata dalam tabel verba n. Perbedaan pokok antara sistem morfologi verba I dan n adalah pada verba I terdapat 3 kolom kategori inti (A, B, C), sedangkan pada verba n, kategori inti itu hanya dua kolom (B dan C). Perbedaan ini memperbanyak
jumlah
kategori
pembeda
paradigma
verba
n,
menyebabkan proses trasposisi dari kata kelas lain berbeda, dan makna gramatikal pada afiksasi derivasional pada kategori inti dan kategori pembeda juga berbeda. c. Pembentukan ke bawah pada ketiga kolom adalah infleksi, kecuali verba lajur 6 dan 7, yang memiliki kedua sifat itu. Sebaliknya, pembentukan ke samping, yakni pemben-tukan dengan sufikas -i dan -kan adalah derivasi. Begitu pula pembentukan kategori-kate-gori pembedanya. d. Oposisi semantis antarkategori verba mengikuti oposisi antarkolom dan antarlajur.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 29dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
C. RUBRIK a. Apa dasar pemilahan verba menjadi verba I dan verba dua? b. Pilahlah kata-kata berkut menjadi verba I dan verba II: memperbaiki, menimbuni, mendidik, melaksanakan, menyayur, melangit, menghitami, mengirimkan, terbawa, terorbitkan, menggorok, mengecati, terkirimkan, bersatu,
bersorak-sorai,
berpapasan,
bercubit-cubitan,
bertemu,
bergantung-gantung, memasuki. c. Pilahlah kata-kata tersebut menjadi kategori morfologis. Ada berapa kategori? Kategori apa saja? d. Apa perbedaan makna gramatikal kategori ber-D, ber-D-D, dan ber-D-an fmisalnya bergantung, bergantung-gantung, dan bergantungan)? e. Apa perbedaan verba kategori meng-D verba I dan verba n? Terangkan dengan con-toh! f.
Apa perbedaan makna gramatikal kategori bersufiks -i dan -kan verba I dan verban II?
g. Terangkan perbedaan makna gramatikal kategori verba antarlajur dalam tabel verba I dan verba II! Apakah oposisi pada verba I berlaku juga pada verba II? Mengapa sama? (kalausama). h. Terangkan urut-urutan transposisi yang terjadi pada kata-kata beriku: pengecat mengecati, mengecatkan; menepi, ditepikan; menyeberangi, berjalan; berpakaian. i.
Dari kata-kata tersebut, mana afiks mfleksional dan mana afiks derivasional?
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 30dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
V. MORFOLOGI NOMIN A. Deskripsi Matakuliah Matakuliah ini membekali mahasiswa menguasai pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebagai dasar pembentukan kemahirwacanaan, terampil mengaji bentukan kata bahasa Indonesia, dan mampu memecahkan problematika bentukan kata bahasa Indonesia. Topik bahasannya meliputi dasar-dasar pembentukan kata, fungsi dan makna pembentukan kata, kelas kata,
serta
problematika
bentukan
kata
bahasa
Indonesia
dan
pemecahannya
B. Capaian Matakuliah Menguasai pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebagai dasar pembentukan kemahirwacanaan, terampil mengaji bentukan kata bahasa Indonesia, dan mampu memecahkan problematika bentukan kata bahasa Indonesia dengan penuh tanggung jawab dan disiplin. C. PENGEMBANGAN MATERI POKOK Sistem pembentukan kata kelas nomina ada yang berpangkal pada nomina, ada yang berpangkai dari kata kelas lain, yaitu verba, adjektiva, numeralia, adverbia, dan pronomi-na, tetapi yang berpangkal dari adverbia dan pronomina sangat terbatas. Yang dari nomina (nomina denominal), pangkal pembentukannnya adalah kategori D. Kategori D ini ada yang berbentuk tunggal, seperti meja, ada yang berbentuk ulang leksikal (ulang semu), seperti onde-onde dan bolang-baling. Yang berbetuk tunggal, ada yang satu suku (monosilabel), seperti cat, dan las, ada yang dua suku (dwisilabel), seperi orang, atau tiga suku (trisilabel), seperti lemari, tetapi yang dominan adalah yang dua suku. Kedua golongan kata tunggal itu memiliki valensi morfologis yang berbeda, yaitu kata ulang leksikal tidak dapat dibentuk menjadi kata ulang morfologis seperti halnya kata tunggal. Terdapat kata orang-orang, tetapi tak terdapat onde-onde-onde-onde. Pada kata bersuku dua afiksasi dengan
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 31dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
meng- dan -an normal, misalnya mencangkul dan cangkulan, tetapi pada kata bersuku satu diperlukan kompensasi penambahan bunyi /9/ seperti cat: mengecat, dan penambahan satu suku lagi dengan mengulang kata bersuku sat\i vtu, seperti cat . cat-catan 'petolehan mengecat'. Pada kata betsuku dua perulangan. itu tidak perlu karena kata pangkal nonnal, yaitu bersuku dua, suatu sifat kosakata bahasa-bahasa Austronesia bersuku dua sebagai kata yang dominan. Dengan pangkal kata-kata berkategori D itu, terbentuklah sejumlah kategori morfologi nomina denominal (Nn), dan kategori itu selanjutnya dapat dibentuk dengan perulangan (reduplikasi), kecuali yang bentuk dasarnya berulang. Di samping itu terdapat nomina transposisi dari verba (nomina deverbal), dari adjektiva (nomina deadjektival), dari numeralia (nomina denumeral), dari adverbia (nomina deadverbial), dan dari pronomina (nomina depronominal). Dalam label sistem berikut masing-masing disingkat Nv, Na, Nadv, dan Npro. Di antara kategori-kategori morfologis nomina terdapat yang ciri bentuknya sama, tetapi tidak digolongkan sebagai satu kategori karena ciri maknanya berbeda dan perbedaan itu bukan karena perbedaan tafsiran berdasarkan
konteks.
Jika
perbedaan
makna
semata-mata
karena
perbedaan tafsiran berdasarkan kontekss, makna yang berbeda itu dimasukkan sebagai varian makna gramatikal. Lagi pula produktivitasnya juga tidak selalu sama. Kalau begitu dalam keseluruhan sistem morfologi nomina terdapat kategori-kategori morfologis yang homonim, bentuknya sama, tetapi maknanya berbeda. Komoniman ini merambah ke antarkelas kata. Dengan demikian perbedaan makna itu disertai juga perbedaan valensi morfologis. Kategori morfologis Nn l.D 2. D-D-an I 'tiruan sesuatu yang tsb pada pangkal'
Sistem Morfologi Nomina Nv Na
Nnum
Nadv Npro-
Produk tivitas +
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 32dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
3. D-D-an II 'bangsa/golong an sesuatu'
+
4. KIé-D-an 'bangsa/golong-an sesuatu'
-
5. Ké-D 'sesuatu/perolehan'
V
V
6. ke-D-an I 'ihwal sesuatu'
V
V
V
V
*/
+
7. ke-D-an II 'tempat tinggal/ kantor/daerah/wilayah sesuatu yg tsb pd pangkal' 8. D-an I 'sesuatu yg memiliki sifat yg tsb pada pangkal'
V
-
9. D-an II 'tempat tinggal/ kantor/daerah sesuatu'
+
10. D-an III 'sistem menggu nakan yg tsb pada pangkal'
-
11.
12.
D-an IV'satu-an bernilai yg tsb pd pangkal D-an 'peroleh-an tindakan
+
+
13. D-wan/-man/-wati 'ahli/ pelaku sesuatu yg tsb pd pangkal
+/-
14. D-(n)isasi 'proses massal berkenaan dg yg tsb pada pangkal'
+
15 D-er-/-el-/-em- 'yg terdiri atas yg tsb pada pangkal'
V
-
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 33dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
16.
peng-D 'pelaku/ Alat tindakan'
+
17.
pe-D 'pelaku profesi'
+
18.
peng-D-an 'proses tindakan'
+
19.
per-D-an 'ihwal tindakan'
+
20.
ke-D 'yg diperlakukan'
-
21
D-D 'yg berwarna D'
-
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 34dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
VI. MORFOLOGI ADJEKTIVA A. Deskripsi Matakuliah Matakuliah ini membekali mahasiswa menguasai pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebagai dasar pembentukan kemahirwacanaan, terampil mengaji bentukan kata bahasa Indonesia, dan mampu memecahkan problematika bentukan kata bahasa Indonesia. Topik bahasannya meliputi dasar-dasar pembentukan kata, fungsi dan makna pembentukan kata, kelas kata,
serta
problematika
bentukan
kata
bahasa
Indonesia
dan
pemecahannya B. Capaian Matakuliah Menguasai pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebagai dasar pembentukan kemahirwacanaan, terampil mengaji bentukan kata bahasa Indonesia, dan mampu memecahkan problematika bentukan kata bahasa Indonesia dengan penuh tanggung jawab dan disiplin.
C. PENGEMBANGAN MATERIPOKOK Dalam kelas kata adjektiva terdapat kata serapan dari bahasa lain. Afiks pada kata serapan itu masuk bersama kata dasarnya secara utuh sehingga afiksasinya tidak termasuk sistem morfologi bahasa Indonesia. Hanya afiks yang dapat bergabung dengan dasar kata bahasa hidonesia sajalah yang digolongkan sebagai afiks bahasa Indonesia serapan. Sistem morfologi adjektiva lebih sederhana daripada sistem morfologi verba dab nomina. Adjektiva ada yang terbentuk dengan pangkal kata adjektiva, dan ada yang ditransposisikan dari kata kelas lain. Berbeda dengan nomina kategori morfologis yang terbentuk dengan pangkal kata kategori D tidak semuanya dapat direduplikasikan. Sistem Morfologi adjektiva Ajektiva deadjektival Adjektiva denominal Produktivitas 1 . D contoh: besar, merah 2. ter-D 'paling yg tsb pada pangkal' + contoh: terbesar, termer ah 3. D-D-an 'secara yg tsb pada pangkal' contoh: agak besar-be-saran, 4. pe-D 'bersifat sering yg tsb pada pangkal' contoh: am&tpemalu
-
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 35dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
5. D-D 'semua dalam keadaan yg tsb padapangkaT contoh: duku-nva kecilkecil 6. ke-D-an 'terlampau yg tsb pada pangkal' contoh: bajunya keke-cilan
+
-em-D 'dalam keadaan yg tsb pa-da pangkal' contoh: gemetar D-(n)i/-iah/-wi 'bersifat yg tsb pada pangkal' contoh: gerejani, badani, badaniah, surgawi Ke-D-D-an 'bersifat seperti yg tsb pd + pangkal'contoh: kebarat-barat-an, keibuibuan Tanda + berarti produktif tanda - berarti tak produktif. A. SIMPULAN 1. Sistem
morfologi
adjektiva
dibangvin
dari
5
perangkat
kategori
morfolologis adjektiva deadjektival dan 3 perangkan kategori morfologis adjektiva denominal. 2. Prosede pembentukan kategori morfologis adjektiva banyak yang tak produktif. B. RUBREK 1. .1. Apakah —at dan —in pada kata muslimin dan muslimat bisa dimasukkan sebagai afiks bahasa Indonesia? 2. Apa sebabnya? Apakah kata ulang pada kalimat berikut termasuk kategori yang sama? a. Mangganya besar-besar. b. Gelembungkan balon itu besar-besar. c. Besar besar masih ngompol. 3. Apakah kata ulang berikut termasuk kategori morfologis yang sama? a. Anggurnya hitam-hitam. b. Warnailah hitam-hitam agar bedanya dengan yang lain jelas c. Aku takut, ada hitam-hitam di sana.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 36dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
VII. MORFOLOGI NUMERALIA A. Deskripsi Matakuliah Matakuliah ini membekali mahasiswa menguasai pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebagai dasar pembentukan kemahirwacanaan, terampil mengaji bentukan kata bahasa Indonesia, dan mampu memecahkan problematika bentukan kata bahasa Indonesia. Topik bahasannya meliputi dasar-dasar pembentukan kata, fungsi dan makna pembentukan kata, kelas kata,
serta
problematika
bentukan
kata
bahasa
Indonesia
dan
pemecahannya B. Capaian Matakuliah Menguasai pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebagai dasar pembentukan kemahirwacanaan, terampil mengaji bentukan kata bahasa Indonesia, dan mampu memecahkan problematika bentukan kata bahasa Indonesia dengan penuh tanggung jawab dan disiplin. C. PENGEMBANGAN MATERI POKOK Numeralia bahasa Indonesia ada yang berupa kata tunggal, kata berafiks, kata ulang, kata majemuk (kompositum), dan frase. Yang berupa kata tunggal merupakan kata yang menyatakan bilangan pokok yang menyatakan jumlah, yaitu satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan. Bilangan selanjutnya dinyatakan dengan kata majemuk yang berupa gabungan klitik se- + puluh, se- + belas, dan selanjutnya dengan frase yang berupa gabungan kata dua sampai dengan sembilan + belas. Bilangan puluhan selanjutnya terdiri atas kata bilangan pokok (tiga dst. Sampai dengan sembilan+ puluh), yaitu dua puluh, tiga puluh, dst. sampai dengan sembilan puluh. Selanjutnya bilangan setiap puluhan, yaitu dua puluh, tiga puluh dst digabungkan dengan bilangan satu, dua, tiga, dst. aeperti duo. puluh satu, dua puluh dua; tiga puluh satu, tiga puluh dua, dst. sampai dengan sembilan puluh sembilan. Selanjutnya sistem itu berulang seteiah bilangan seratus, misalnya seratus satu, seratus dua, dst.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 37dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
Selain klitik se- yang berasal dari esa yang berarti 'satu', dalam bahasa Indonesia terdapat klitik eka-, dwi-, tri-, catur-, panca-, sapta-, asta-, dan dasa-. Klitik untuk bilangan enam dan sembilan tak ada. Namun klitik ini tidak pernah bergabung dengan kata bilangan bahasa Indonesia, namun bergabung dengan klitik atau kata lahi, misahiya ekasuku, mahaesa, dwisuku,
dwitransitif,
dwipurwa,
triwulan,
caturwulan,
pancasila,
saptaprasetya, astautama, dasawarsa. Untuk menyatakan bilangan pecahan digunakan afiks per- seperti seperdua (= setengah), sepertiga, duapertiga, duaperempat. Untuk menyatakan bilangan tingkat atau urutan, digunakan afiks he-, contoh, rumah kesatu (= pertama), kedua, dan ketiga. Kategori mi dipisahkan dari kategori yang menyatakan bilangan kolektif, seperti kedua orang itu, ketiga orang itu. Bilangan kolektif dinyatakan juga dengan afiks her- seperti mereka berlima pergi. Untuk menyatakan bilangan distributif digunakan reduplikasi, misahiya masuk satu-satu atau dua-dua, tak boleh tiga-tiga. Untuk menyatakan bilangan tak tentu digunakansufiks -an dan afiks ber-berkombinasi dengan reduplikasi, cntoh masing-masing: rugi puluhan ribu; bahkan ratusan ribu. rugi berpuluh-puluh ribu, bahkan beratus-ratus ribu. Sufiks -an menyatakan ciri makna 'sekitar/lebih sedikit dari yang tersebut pada pangkal', sedangkan afiks her- yang berkombinasi dengan reduplikasi menyatakan ciri makna 'banyak bilangan yang tersebut pada pangkal'. Selain itu,
bilangan tak tentu dinyatakan dengan satu-satunya kata
berbentuk dwipurwa, yaitu beberapa. A. SIMPULAN 1. Sistem kelas kata numeralia terdiri atas perpaduan antara sistem morfologi dan fraseologi. Sistem morfologi menyangkut penggunaan kata tanggal dan pembentukannya dengan afiks, afiks berkombinasi dengan reduplikasi, reduplikasi, dan komposisi. 1) Afiksasi: a. per- menyatakan bilangan pecahan
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 38dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
b. ke- menyatakan bilangan tingkatan/urutan c. ke- menyatakan bilangan kolektif d. -an menyatakan bilangan tak tentu e. ber- berkombinasi dengan reduplikasi 2) Komposisi a. se- + ptduh, belas, ratus, ribu, milyar, trilion. b. eka-, dwi-, tri-, catur-, panca-, sapta-, asta-, dasa- yang penggunaannya digabung tidak dengan kata bilangan, tetapi dengan klitik/kata yang bukan bilangan.Komposisi ini tidak menghasilkan kata bilangan baru seperti yang tersebut pada butir. B. RUBRIK 1. Terangkan bagaimana pembentukan bilangan pokok pada bahasa Indonesia. 2. Terangkan ciri makna pada kata-kata bercetak tegak berikut, kemudian pilahlah menja-di kategori morfologis: pertama, perkecil, perempat, perpanjang, perseratus,y"wara ketiga, ketua, ketiga orang itu,kekasih, mereka datang berenam, bersenam, berdangan, yang datang ribuan, uang puluhan, beratus-ratus mahasiswa, berlari-lari. 3. Kategori yang mana termasuk numeralia? Apa ciri makna kategori itu?.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail:
[email protected] FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 39dari 39
Tanggal Terbit 17 Februari 2017
DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4.
Ferdinand de Saussure, 1988. Pengantar Linguistik Umum. E.M.Uhlenbeck. 1982. Kajian Morfologi Bahasa Jawa bab 2 Uhlenbeck 1982; John Lyons 1995. Pengantar Teori Linguistik. Bab 5; P.H.Matthews 1974. Mophology. An introduction to the theory of wodrstructure. Bab 2-5 5. E.M. Ehlenbeck, 1982 bab 2; 6. Harimurti Kridalaksana, 1986. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. 7. B.Karno Ekowardono Morfologi Nomina Bahasa Indonesia, artikel 8. B.Karno Ekowardono Morfologi Verba Bahasa Indonesia, laporan penelitian 9. B.Karno Ekowardono Morfologi Ajektiva Bahasa Indonesia, laporan penelitian 10. B.Karno Ekowardono Morfologi Numeralia Bahasa Indonesia, Laporan penelitian