Bank Indonesia, Kajian Stabilitas Keuangan No.12 Maret 2009

  • Uploaded by: Muhammad Arief Billah
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bank Indonesia, Kajian Stabilitas Keuangan No.12 Maret 2009 as PDF for free.

More details

  • Words: 34,888
  • Pages: 107
Penerbit: Bank Indonesia Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta Indonesia

Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) ini disusun sebagai bagian dari pelaksanaan tugas Bank Indonesia dalam mewujudkan misi ≈mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan stabilitas sistem keuangan dalam rangka mewujudkan pembangunan ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan∆.

KSK diterbitkan secara semesteran dengan tujuan untuk : Meningkatkan wawasan publik dalam memahami stabilitas sistem keuangan Mengkaji risiko-risiko potensial terhadap stabilitas sistem keuangan Menganalisa perkembangan dan permasalahan dalam sistem keuangan Merekomendasi kebijakan untuk mendorong dan memelihara sistem keuangan yang stabil.

Informasi dan Order : KSK ini terbit pada bulan Maret 2009 dan didasarkan pada data dan informasi per Desember 2008, kecuali dinyatakan lain. Dokumen KSK lengkap dalam format pdf tersedia pada web site Bank Indonesia : http://www.bi.go.id Permintaan, komentar dan saran harap ditujukan kepada : Bank Indonesia Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Biro Stabilitas Sistem Keuangan Jl.MH Thamrin No.2, Jakarta, Indonesia Telepon : (+62-21) 381 8902, 381 8075 Fax : (+62-21) 351 8629 Email : [email protected]

Kajian Stabilitas Keuangan I - Maret 2007 2009 ) ( No. 12,

ii

Daftar Isi

Kata Pengantar

vi

Gambaran Umum

3

Boks 2.3. Segmentasi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) 48 Boks 2.4. Structured Products dan Offshore Products : Dampaknya terhadap Stabilitas Sistem Keuangan

Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil Kondisi Makroekonomi Kondisi Sektor Riil

9 9 12

Boks 1.1. Survei Neraca Rumah Tangga Indonesia 2008

Stabilitas Sistem Keuangan

15

Mitigasi Risiko Perkembangan Sistem Pembayaran

17

Boks 1.3. Transition Matrices: Potensi Risiko Kredit Korporasi pada 3 Sektor

Boks 2.5. Dampak Utang Luar Negeri terhadap

52

Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan

Boks 1.2. Risiko Kredit Sektor Korporasi:

Credit Default Swaps (CDS)

50

Pengembangan Biro Informasi Kredit Jaring Pengaman Sistem Keuangan

18

55 55 59 63

Boks 3.1. Stabilitas Sistem Keuangan dan PERPPU tentang Perubahan Undang Undang Bank

Bab 2 Sektor Keuangan Struktur Sistem Keuangan Indonesia Indeks Stabilitas Keuangan Perbankan Pendanaan dan Risiko Likuiditas Perkembangan dan Risiko Kredit Risiko Pasar Profitabilitas dan Permodalan Lembaga Keuangan Bukan Bank dan Pasar Modal Perusahaan Pembiayaan Pasar Modal

21 21 22 22 22 25 31 33 36 36 39 46

terhadap Sistem Keuangan

66

Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia

69 69 70 72

Prospek Ekonomi dan Persepsi Risiko Profil Risiko Perbankan: Tingkat dan Arah Prospek Sistem Keuangan Indonesia Artikel Artikel 1 Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal

75

Artikel 2 Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate

Boks 2.2. Pengambilalihan Bank Century, Penutupan

Debt

Bank Indover dan Stabilitas Sistem Keuangan

65

Boks 3.2. Best Practices Analisis Dampak Sistemik

Indonesia

Boks 2.1. Kronologis Gejolak Sektor Keuangan 2008 dan Respon Kebijakan

Indonesia

85

47

iii

Daftar Tabel dan Grafik

Tabel 1.1

Indikator Ekonomi Dunia

2.1

Laba/Rugi Perbankan

2.2

Perkembangan Pembiayaan Perusahaan

Grafik 10 34

Pembiayaan

37

2.3

Rasio-rasio Keuangan Perusahaan Pembiayaan

37

2.4

Perkembangan NPL Perusahaan Pembiayaan

2.5

Pertumbuhan Indeks Bursa Regional

2.6

Pertumbuhan Indeks Sektoral

3.1

Perkembangan Data SID 2006-2008

3.2

Kerangka Kerja Jaring Pengaman Sistem Keuangan

1.1

Business Confidence Indicators

9

1.2

Indeks Harga Beberapa Komoditas

10

1.3

Pertumbuhan PDB Negara Industri

10

1.4

Pertumbuhan PDB Beberapa Negara Emerging Market

11

1.5

Indeks Harga Saham Global

11

39

1.6

Perkembangan Nilai Tukar Rupiah IDR/USD

11

41

1.7

Perkembangan Inflasi ASEAN-5 dan Vietnam

12

41

1.8

Tingkat Bunga Riil Indonesia, AS dan Singapura 12

1.9

Pertumbuhan ROA dan ROE Perusahaan Non

60

Financial Go Public 1.10

64

Financial Go Public 1.11

4.1

Proyeksi Beberapa Indikator Ekonomi

69

4.2

Persepsi Risiko Indonesia

70

13

Perkembangan DER dan TL/TA Perusahaan Non 13

Probability of Default (PD) Perusahaan Non Financial Go Public

13

1.12

Tingkat Pengangguran Beberapa Negara ASEAN 14

1.13

Komposisi Sumber Pendapatan Rumah Tangga

14

2.1

Komposisi Aset Lembaga Keuangan

21

2.2

Indeks Stabilitas Keuangan

Tabel Boks : 1.3.1 Migrasi Kolektibilitas Debitur 3 Sektor

18

2.1.1 Kronologis Gejolak Sektor Keuangan Indonesia 2008 2.1.2 Respon Kebijakan

DN Januari s.d Desember 2008

iv

23

2.3

Perkembangan DPK

46

2.4

Perkembangan DPK Valas

23

2.5

Perkembangan DPK Valas vs Nilai Tukar Rupiah

23

2.6

Ekses Likuiditas Bank

23

2.7

Volume Transaksi PUAB DN (rata-rata per hari)

24

49

2.8

Pertumbuhan Kredit (yoy)

25

52

2.9

Perkembangan Kredit 2007-2008

25

2.10

Pertumbuhan Kredit Kelompok Bank (ytd)

26

2.11

Pertumbuhan Kredit Jenis Penggunaan (ytd)

26

2.12

Pertumbuhan Kredit Sektor Ekonomi

26

2.13

Pertumbuhan KPR, Kartu Kredit & Lainnya

27

2.14

Perkembangan Kredit Properti

27

2.15

Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Valuta Asal

27

2.16

Pangsa Kredit Penggunaan

27

48

2.3.2 Rata-rata per Hari Volume Transaksi PUAB Valas 2.5.1 Utang Luar Negeri Swasta Jatuh Tempo 2009

22

46

2.3.1 Rata-rata per Hari Volume Transaksi PUAB Rupiah Januari s.d Desember 2008

(Financial Stability Index)

2.17

Perkembangan Kredit MKM

28

2.18

Non Performing Loans

28

2.19

Kredit, NPL, dan PPAP (Rp Triliun)

28

2.20

Rasio NPL Gross Kelompok Bank

29

2.21

Rasio NPL Gross Sektor Ekonomi

29

2.56

Volatilitas (30 hari) beberapa Indeks Bursa Asia

2.22

Rasio NPL Gross Jenis Penggunaan

29

2.57

Nilai Transaksi Saham Investor Domestik dan

2.23

Rasio NPL Gross Kredit Konsumsi

29

2.24

Rasio NPL Gross Kredit Properti (%)

30

2.25

Rasio NPL Gross Kredit Rupiah dan Valas (%)

2.26

Rasio NPL Gross MKM & Non MKM (%)

2.27

2.54

Penyerapan SUN Lembaga Keuangan Domestik dan Asing

2.55

40

Perkembangan IHSG & Indeks Global dan Regional (Diindekskan dengan Indeks 31 Desember 2005) 41 41

Asing

42

2.58

Nilai Kapitalisasi & Nilai Emisi

42

30

2.59

Perkembangan Harga Saham Beberapa Bank

42

30

2.60

P/E Ratio Saham Bank

42

Rasio NPL Gross Kredit MKM (%)

31

2.61

Perkembangan Harga Beberapa Seri FR

43

2.28

Suku Bunga Rp & Nilai Tukar

32

2.62

Yield SUN 1 s.d. 30 tahun

43

2.29

Profil Maturitas Rupiah

32

2.63

SUN: Likuiditas Pasar Berbagai Tenor

43

2.30

Profil Maturitas Valas

32

2.64

Emisi dan Posisi Obligasi Korporasi

43

2.31

Posisi Devisa Netto

32

2.65

Nilai Aktiva Bersih Reksadana

44

2.32

Pangsa Kepemilikan SUN Perbankan

33

2.66

Reksadana : Redemption-Subscription-NAB

44

2.33

Perkembangan SUN (Rp T)

33

2.67

Reksadana : NAB-Unit Penyertaan

44

2.34

Profitabilitas Bank-mtm 2008

34

2.68

Kinerja Penghimpunan Dana Reksadana

44

2.35

Pendapatan Bunga Bank

34

2.36

Perkembangan Rasio ROA per Kelompok Bank

34

3.1

Perkembangan Transaksi BI-RTGS

55

2.37

Perkembangan Rasio BOPO per Kelompok Bank 35

3.2

Perkembangan Transaksi SKN-BI

56

2.38

Modal, ATMR, dan CAR

3.3

Perkembangan Transaksi APMK

56

2.39

Integrated Stress Test terhadap CAR 15

3.4

Perkembangan Transaksi E-Money

56

36

3.5

Peran Biro Informasi Kredit

59

3.6

Kebijakan Strategis BIK

60

4.1

Profil Risiko Perbankan dan Arah ke Depan

71

Bank Besar

35

2.40

Interbank Stress Test

36

2.41

Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan

37

2.42

Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan

37

2.43

Komposisi Nominal Pembiayaan PP (Nov'08)

37

2.44

NPL Pembiayaan

38

Grafik Boks :

2.45

Perkembangan Nominal NPL

38

1.1.1

2.46

Arus Kas PP Swasta Nasional

38

2.47

Arus Kas PP Patungan

38

2.48

Exposure Perbankan

39

2.49

Perkembangan Penurunan NPL PP Subsidiary Bank

Komposisi Hutang Rumah Tangga (dalam % terhadap Total Hutang)

16

1.1.2

Tujuan Pinjaman Rumah Tangga

16

1.2.1

Perkembangan Harga CDS Indonesia

17

1.2.2

Perkembangan Spread CDS Indonesia

17

39

2.50

Perkembangan Kenaikan NPL PP subsidiary Bank 39

2.51

Penanaman Investor Asing: SBI-SUN-Saham

40

2.52

Penanaman Investor Asing: SBI-SUN-Saham

40

2.53

Kepemilikan SUN dan SBI Investor Asing

40

v

Kata Pengantar

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kami menyambut baik penerbitan Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No.12 Maret 2009 ini. Edisi ini kami pandang sangat penting karena akhir-akhir ini banyak sekali perkembangan yang terjadi yang perlu dikaji dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Hasil kajian menunjukkan bahwa secara umum ketahanan sektor keuangan Indonesia selama semester II tahun 2008 relatif cukup terjaga meskipun tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan meningkat tajam karena imbas krisis global. Salah satu indikator peningkatan tekanan tersebut adalah Financial Stability Index (FSI) yang melampaui batas maksimum indikatif angka 2 pada bulan November dan Desember 2008. Di pasar modal, peningkatan tekanan terlihat pada merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), sementara di pasar SUN terjadi penurunan harga yang signifikan. Di perbankan, tekanan tersebut tercermin pada peningkatan risiko likuiditas terutama pada bulan Agustus-September 2008. Tekanan likuiditas itu muncul tidak saja karena imbas krisis global, namun juga karena tingginya pertumbuhan kredit yang lebih banyak dibiayai dengan secondary reserves dibandingkan dengan pembiayaan yang berasal dari kenaikan dana masyarakat. Pada saat yang sama, perbankan juga menghadapi peningkatan risiko nilai tukar karena menurunnya nilai mata uang Rupiah. Setelah dikeluarkannya berbagai kebijakan, baik oleh Pemerintah maupun Bank Indonesia, menjelang akhir 2008 tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan mulai berkurang meskipun belum sepenuhnya pulih. Salah satu bentuk permasalahan yang belum dapat diatasi secara sempurna adalah segmentasi di Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Meskipun tekanan terhadap sektor keuangan meningkat, namun kinerja perbankan sebagai industri yang paling dominan di sektor keuangan, relatif masih cukup baik. Pada akhir Desember 2008, rasio permodalan (CAR) perbankan tercatat masih tinggi (16,2%) dengan kualitas aktiva yang masih tetap terjaga sebagaimana tercermin pada rasio NPL yang relatif rendah, yaitu 3,8% (gross) dan 1,5% (netto). Namun demikian, ke depan perlu terus diwaspadai berbagai sumber instabilitas, termasuk potensi peningkatan risiko kredit dan kemungkinan berulangnya tekanan likuiditas. Masalah lainnya yang juga dapat menimbulkan tekanan adalah semakin lambatnya penyaluran kredit (credit crunch) oleh perbankan yang pada gilirannya dapat mengganggu kinerja sektor riil, baik pada level korporasi maupun pada level households. Terganggunya kinerja sektor riil berpotensi meningkatkan risiko kredit di perbankan.

vi

Semakin banyaknya tantangan di sektor keuangan perlu diantisipasi dengan selalu berupaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas surveillance guna mendukung deteksi dini. Dengan mengetahui lebih awal potensi risiko, langkah-langkah mitigasi risiko dapat direncanakan secara cermat sehingga kerugian dapat diminimalisir. Untuk itulah kami memandang penting penerbitan KSK ini karena dapat digunakan sebagai media yang efektif untuk mengkomunikasikan kepada para stakeholders hasil-hasil surveillance yang telah dilakukan. Semoga KSK berhasil mengemban misinya itu dengan baik dan informasi yang disediakannya bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, Maret 2009 DEPUTI GUBERNUR BANK INDONESIA

Muliaman D. Hadad

vii

viii

Gambaran Umum

Gambaran Umum

1

Gambaran Umum

Halaman ini sengaja dikosongkan

2

Gambaran Umum

Gambaran Umum Stabilitas sistem keuangan pada semester II 2008 masih tetap terjaga. Selama periode tersebut, terimbas oleh krisis global, tekanan terhadap sektor keuangan domestik menjadi semakin besar. Indeks harga saham gabungan (IHSG) merosot tajam, sementara harga Surat Utang Negara (SUN) mengalami penurunan yang signifikan. Perbankan juga sempat mengalami tekanan likuiditas tidak saja karena pengaruh krisis likuiditas global, namun juga karena tingginya pertumbuhan kredit yang berlangsung s.d. Oktober 2008 yang sebagian besar dibiayai dengan secondary reserves. Selain itu, menurunnya nilai tukar Rupiah sejak awal Oktober 2008 juga meningkatkan risiko di sektor keuangan. Gejolak di sektor keuangan ini telah mengakibatkan Indeks Stabilitas Keuangan selama semester laporan meningkat tajam, bahkan melampaui batas maksimum indikatif angka 2 pada bulan November dan Desember 2008. Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, Pemerintah menerbitkan beberapa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU), sementara Bank Indonesia mengeluarkan beberapa ketentuan baru, termasuk merubah Giro Wajib Minimum (GWM). Dampak positifnya adalah kondisi likuiditas industri perbankan semakin membaik dan nilai tukar Rupiah semakin berkurang volatilitasnya meskipun belum kembali pada level seperti sebelum Oktober 2008. Namun, menjelang akhir 2008 dan awal 2009 terdapat tanda-tanda bahwa pertumbuhan kredit perbankan menjadi semakin melambat. Apabila hal ini terus berlangsung dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap perekonomian mengingat perbankan selama ini merupakan sumber pembiayaan yang paling utama. Ke depan, prospek stabilitas sistem keuangan diperkirakan masih akan tetap positif meskipun tantangan yang dihadapi semakin berat karena akan semakin melambatnya pertumbuhan ekonomi.

1. SUMBER-SUMBER INSTABILITAS

itu, sumber dana dari luar negeri selama ini merupakan

1.1. Krisis Keuangan Global

salah satu sumber dana yang penting, baik bagi

Krisis keuangan global merupakan sumber instabilitas

perusahaan perbankan maupun perusahaan non-

yang terutama. Hal ini karena perekonomian Indonesia

perbankan. Oleh karena itu, krisis keuangan yang dialami

semakin terintegrasi dengan perekonomian global. Selain

sejumlah negara sejak beberapa waktu terakhir ini

3

Gambaran Umum

berpotensi menular ke Indonesia. Tidak saja sektor

menunjukkan bahwa kinerja korporasi pada umumnya

keuangan domestik menjadi semakin rentan oleh gejolak

mengalami penurunan terutama dari segi profitabilitas dan

keuangan, perusahaan-perusahaan Indonesia menjadi

ketersediaan likuiditas. Selain itu, leverage juga cenderung

semakin sulit mendapatkan dana asing untuk membiayai

meningkat sejalan dengan penurunan modal karena

kegiatan usahanya. Akibatnya, perusahaan-perusahaan di

berkurangnya profitabilitas. Selanjutnya, meskipun hasil

sektor riil yang selama ini tergantung pada sumber

survei tahun 2008 menunjukkan bahwa kondisi sektor

pembiayaan dari luar negeri dapat terganggu kinerjanya

rumah tangga (household) masih relatif aman, namun

dan dapat menurunkan debt repayment capacity dari

ancaman pemutusan hubungan kerja yang terjadi pada

perusahaan-perusahaan tersebut. Di perbankan, hal-hal

beberapa perusahaan sangat berpotensi mengganggu

ini dapat mendorong terjadinya peningkatan kredit

kinerja household ke depan. Sementara itu, kondisi

bermasalah (NPL), serta perlambatan pertumbuhan kredit

infrastruktur, dalam enam bulan terakhir juga tidak

dan pembiayaan lainnya dalam valas yang dibutuhkan

menunjukkan kemajuan yang berarti. Secara keseluruhan,

untuk mendukung kegiatan perekonomian.

kondisi sektor riil dan infratsruktur yang masih belum mendukung ini berpotensi menimbulkan tekanan terhadap

1.2. Kondisi Makroekonomi

stabilitas sistem keuangan, terutama dalam bentuk

Stabilitas makroekonomi merupakan prasyarat utama untuk tercapainya stabilitas sistem keuangan.

peningkatan NPL dan melambatnya penyaluran kredit perbankan.

Berbagai pihak memperkirakan bahwa kondisi makroekonomi domestik tahun 2009 tidak lebih baik

1.4. Inovasi Keuangan, Structured Products dan

dibandingkan dengan tahun 2008, terutama karena

Offshore Products

pengaruh perlambatan ekonomi global. Memburuknya

Dalam KSK edisi sebelumnya (No.11 September

kondisi makroekonomi berpotensi menekan stabilitas

2008) telah dikemukakan pentingnya perbankan

keuangan karena dapat mendorong peningkatan NPL.

memperhatikan aspek manajemen risiko dan perlindungan

Disamping itu, perbankan kemungkinan menjadi semakin

nasabah dalam melakukan inovasi terhadap produk-

selektif menyalurkan kredit. Untuk itu, perlu dilakukan

produk keuangan yang ditawarkan kepada nasabah,

langkah-langkah

mencegah

termasuk structured products. Dalam kenyataannya sejak

meningkatnya risiko perbankan karena memburuknya

beberapa waktu terakhir sejalan dengan pelemahan nilai

kondisi makroekonomi, termasuk dengan memperketat

tukar mata uang domestik, beberapa negara mengalami

monitoring dan mempercepat pelaksanaan restrukturisasi

kesulitan karena kerugian yang disebabkan oleh structured

kredit terhadap debitur-debitur yang terkena imbas krisis

products sehingga menimbulkan dispute antara bank

global.

dengan nasabahnya. Meskipun di Indonesia, potensi

antisipatif

untuk

kerugian yang ditimbulkan lebih kecil dibandingkan

1.3. Kondisi Sektor Riil dan Infrastruktur

4

negara-negara lainnya, hal ini perlu mendapat perhatian

Potensi instabilitas juga dapat berasal dari kondisi

karena dapat meningkatkan risiko kredit dan risiko nilai

sektor riil dan infrastruktur domestik yang masih belum

tukar di perbankan. Di samping itu, risiko reputasi dan

menggembirakan. Terimbas krisis global, hasil pemantauan

risiko hukum dari bank-bank yang terkait dengan

Gambaran Umum

structured products juga berpotensi meningkat, khususnya

tahun 2009 juga akan terlaksana dengan aman dan

jika dispute dengan nasabah tidak berhasil diselesaikan

terkendali. Keberhasilan melaksanakan Pemilu dengan

dengan baik.

damai dan demokratis akan mendorong meningkatnya

Selain itu, perbankan juga perlu pula meningkatkan kehati-hatian terkait dengan kegiatan keagenan offshore

investasi di dalam negeri, baik yang berasal dari investor lokal maupun investor international.

products. Hal tersebut antara lain karena penanaman yang berlebihan dalam produk tersebut dapat mendorong

2. MITIGASI RISIKO

terjadinya pelarian dana investor domestik ke luar negeri,

2.1. Memperkuat Manajemen Risiko dan Good

membuat bank lebih terekspose risiko reputasi dan risiko

Governance

hukum, serta meningkatkan potensi terjadinya dispute

Cara yang terbaik untuk menekan potensi instabilitas

dengan nasabah, terutama apabila transparansi dan

di sektor keuangan adalah memperkuat manajemen risiko

perlindungan konsumen masih belum diprioritaskan.

dan good governance di lembaga-lembaga keuangan, baik bank maupun non-bank. Manajemen risiko yang lebih baik

1.5. Segmentasi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)

akan sangat membantu dalam pengambilan langkah-

Secara umum, tekanan likuiditas yang sempat dialami

langkah yang diperlukan untuk memitigasi risiko untuk

pada semester kedua 2008 dewasa ini telah teratasi dan

menghindarkan potensi kerugian. Sementara itu,

industri perbankan sudah semakin likuid. Namun demikian,

penerapan good governance akan membuat lembaga-

masih ada persoalan yang tersisa yaitu masih terdapatnya

lembaga keuangan semakin memperhatikan prinsip-

segmentasi PUAB dimana bank-bank besar cenderung

prinsip transparansi, akuntabilitas dan fairness yang

hanya bertransaksi dengan bank-bank besar pula,

memungkinkan berjalannya mekanisme disiplin pasar dan

sementara bank-bank kecil dan menengah relatif masih

perlindungan nasabah yang memadai. Dibandingkan

mengalami kesulitan dalam mendapatkan dana antar

dengan tahun-tahun sebelumnya, pelaksanaan

bank. Ke depan, segmentasi PUAB ini perlu segera diatasi

manajemen risiko dan good governance di perbankan

karena dapat menimbulkan tekanan pada stabilitas

sudah

perbankan, khususnya dari sisi likuiditas.

mengantisipasi dampak semakin memburuknya ekonomi

mengalami

kemajuan.

Namun,

untuk

global, diperlukan upaya yang lebih keras lagi untuk terus

1.6. Perkembangan Politik dan Keamanan Dalam

memperkuat manajemen risiko dan implementasi good

Negeri

governance di perbankan.

Pelaksanaan Pemilu 2009 dapat berdampak terhadap kondisi politik dan keamanan dalam negeri yang apabila

2.2. Memperkuat Surveillance

tidak terkendali dapat mengganggu stabilitas keuangan.

Mitigasi risiko di sektor keuangan juga dapat

Namun, dengan mempertimbangkan bahwa rakyat selama

dilakukan dengan memperkuat surveillance. Untuk itu,

ini sudah semakin terbiasa dengan pesta demokrasi seperti

telah dikembangkan berbagai tools dan methodologies

halnya Pemilihan Gubernur dan Bupati yang berlangsung

seperti stress tests, analisis probability of default, financial

terus menerus silih berganti sepanjang tahun di berbagai

stability index serta survey households untuk mendukung

tempat di dalam negeri, dapat diperkirakan bahwa Pemilu

surveillance pada tingkat macroprudential. Dari waktu

5

Gambaran Umum

ke waktu masing-masing pendekatan ini terus direview

persetujuan. Kondisi terakhir, Pemerintah telah

dan dikembangkan agar dapat menjadi alat deteksi dini

mempersiapkan Rancangan Undang-undang tentang JPSK

(early warning) yang andal. Sementara itu, pada level

dan sudah mulai dibahas dengan DPR.

microprudential , fungsi pengawasan bank terus diperkuat, antara lain dengan membenahi sumber daya

3. PROSPEK STABILITAS SISTEM KEUANGAN

manusia pengawasan bank, serta terus memperbaiki

Prospek stabilitas sistem keuangan ke depan

berbagai pendekatan yang digunakan dalam rangka

diperkirakan masih akan tetap positif meskipun tantangan

penerapan Risk-Based Supervision. Disamping itu,

yang dihadapi akan semakin berat terutama karena belum

sejumlah ketentuan baru di bidang perbankan yang

pulihnya kondisi perekonomian baik domestik maupun

ditujukan antara lain untuk menjaga stabilitas sistem

global. Sebagaimana yang akan diuraikan lebih rinci pada

keuangan, juga telah dikeluarkan.

Bab 4, hal-hal yang mendasari perkiraan ini sebagai berikut. Pertama, gejolak keuangan yang terjadi akhir-akhir ini

2.3. Memperkuat Protokol Manajemen Krisis Untuk memitigasi risiko dalam konteks yang lebih

perbankan domestik relatif tidak memiliki masalah seberat

luas di sektor keuangan telah disusun protokol manajemen

perbankan di luar negeri. Kedua, dewasa ini perbankan

krisis yang merupakan bagian penting dalam kerangka

dan otoritas pengawasan bank lebih siap menghadapi krisis

Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Terkait dengan

dibandingkan kondisi tahun 1997/1998. Ketiga,

hal tersebut, untuk memitigasi risiko karena bergejolaknya

infrastruktur sektor keuangan sudah semakin lengkap,

sektor keuangan pada bulan Oktober 2008, Pemerintah

antara lain ditandai dengan adanya Lembaga Penjamin

telah menerbitkan 3 PERPPU, yaitu masing-masing tentang

Simpanan (LPS) yang cukup dipercaya dan menimbulkan

(i) Peningkatan penjaminan oleh LPS dari semula maksimal

ketentraman bagi nasabah penyimpan dana di perbankan.

Rp100 juta menjadi Rp2 milyar perorang pernasabah; (ii)

Faktor penting berikutnya yang mendukung prospek positif

Perubahan Undang-undang tentang Bank Indonesia yang

stabilitas keuangan ke depan adalah Jaring Pengaman

memungkinkan penggunaan kredit lancar sebagai agunan

Sektor Keuangan (JPSK) yang saat ini rancangan Undang-

dalam mendapatkan fasilitas pendanaan jangka pendek

undangnya sudah dipersiapkan dan telah mulai dibahas

(FPJP) dari Bank Indonesia; dan (iii) Jaring Pengaman Sistem

di DPR.

Keuangan (JPSK).

6

terjadi lebih banyak karena faktor eksternal, sementara

Ditengah-tengah optimisme tersebut di atas, kehati-

Penerbitan ketiga PERPPU tersebut terbukti

hatian perlu terus lebih ditingkatkan karena krisis global

membantu meredam tekanan likuiditas perbankan,

dewasa ini dinilai sebagai yang terberat paska Depresi Besar

sehingga perbankan tetap tenang meskipun pada saat

( Great Depression ) tahun 1929. Melambatnya

tekanan likuiditas terjadi terdapat 1 bank yang diserahkan

pertumbuhan ekonomi global secara kolektif akan sulit

ke LPS untuk disehatkan. Dalam perkembangan

dihindarkan dampaknya terhadap ekonomi domestik. Oleh

selanjutnya, PERPPU tentang perubahan cakupan

karena itu sangat penting untuk membentengi sektor

penjaminan oleh LPS dan perubahan Undang-undang Bank

keuangan domestik dengan membuat jaring pengaman

Indonesia sudah mendapatkan persetujuan dari DPR,

yang memadai serta mengedepankan kehati-hatian dalam

sementara PERPPU tentang JPSK tidak mendapat

menjalankan aktivitas usaha.

Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

7

Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

Halaman ini sengaja dikosongkan

8

Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

Bab 1

Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

Selama semester II 2008 stabilitas makroekonomi Indonesia masih tetap terjaga meskipun mendapat tekanan dari krisis keuangan global. Penurunan kepercayaan pasar menyebabkan krisis keuangan merambat ke sektor riil sehingga mendorong terjadinya perlambatan ekonomi pada banyak negara termasuk Indonesia. Sementara itu, penurunan daya beli yang diiringi dengan penurunan harga menyebabkan profitabilitas sektor korporasi menurun. Akibatnya, pelaku usaha melakukan efisiensi berupa pengurangan tenaga kerja dan pembatasan kegiatan ekspansi yang pada gilirannya dapat menyebabkan penurunan pendapatan rumah tangga. Jika terus berlanjut, hal ini berpotensi menimbulkan gangguan terhadap stabilitas sistem keuangan domestik.

1. KONDISI MAKROEKONOMI

3,4%, melambat dibandingkan pertumbuhan tahun 2007

Perkembangan ekonomi internasional selama

yang sebesar 5,2%. Perlambatan ini diperkirakan akan

semester II 2008 diwarnai oleh meluasnya krisis keuangan

berlanjut pada tahun 2009 yaitu menjadi hanya sekitar

global hingga merambat ke sektor riil. Kelangkaan

0,5%. Pada tahun 2010, keadaan diperkirakan akan sedikit

likuiditas dan peningkatan volatilitas di pasar uang

membaik dengan pertumbuhan sebesar 3,0%.

memicu penurunan kepercayaan sektor korporasi Grafik 1.1 Business Confidence Indicators

(produsen) maupun sektor rumah tangga (konsumen) terhadap kondisi perekonomian. Hal ini tergambar pada

Manufacturing PMls

penurunan Business Confidence Indicator yang

65

dikeluarkan oleh IMF.

60

Kondisi ini menyebabkan produsen dan konsumen melakukan langkah antisipasi dengan menahan diri untuk melakukan investasi dan konsumsi. Hal tersebut berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama di negara-negara maju. Selama tahun 2008

(values greater than 50 indicate expansion) Euro Area

55 50 45 Emerging Economies

40

United States

35 1985

perekonomian dunia diperkirakan hanya tumbuh sekitar

1990

1995

2000

2005

Okt 2008

Sumber: World Economic Outlook-IMF November, 2008

9

Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

Grafik 1.2 Indeks Harga Beberapa Komoditas

Tabel 1.1 Indikator Ekonomi Dunia (%) Kategori

2007

2008

2009

2010

World Output: Advanced Economies United States Euro area Emerging & Developing Countries

5,2 2,7 2,0 2,6 8,3

3,4 1,0 1,1 1,0 6,3

0,5 (2,0) (1,6) (2,0) 3,3

3,0 1,1 1,6 0,2 5,0

Consumer Price: Advanced Economies Emerging & Developing Countries1)

2,1 6,4

3,5 9,2

0,3 5,8

0,8 5,0

LIBOR2) US Dollar Deposit Euro Deposit Yen Deposit Oil Price (USD) - rata-rata3)

1990 = 100

Proyeksi 600

Minyak Timah Minyak Sawit Beras Aluminium

500

3,0 4,6 1,0

1,3 2,2 1,0

2,9 2,7 0,4

10,7

36,4

(48,5)

20,0

Sumber: World Economic Outlook - IMF Januari 2009

500

400

400

300

300

200

200

100

100

0

0 2000

5,3 4,3 0,9

600

Tembaga Emas Kopi Karet

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

Sumber: Bank Indonesia

Eropa yang selama ini menjadi pasar ekspor utama negaranegara emerging market, yang disertai dengan penurunan harga komoditas di pasar global menyebabkan turunnya

Penurunan kegiatan ekonomi di negara-negara maju

kinerja ekspor negara-negara emerging market termasuk

berdampak pada penurunan permintaan terhadap

Indonesia. Karena pendapatan negara-negara emerging

komoditas yang menyebabkan turunnya harga komoditas

market umumnya tergantung pada hasil ekspor, maka

di pasar global. Semula, pada semester I 2008, pelemahan

penurunan kinerja ekspor tersebut menyebabkan

nilai tukar dollar AS dan gejolak yang terjadi di pasar uang

penurunan pertumbuhan ekonomi di masing-masing

mendorong beralihnya arus dana investasi ke pasar

negara.

komoditi yang memicu terjadinya lonjakan harga

Akan tetapi penting dicatat bahwa meskipun

komoditas. Harga minyak mentah dunia sempat mencapai

pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat signifikan

level tertinggi mendekati USD150 per barrel yang diikuti

pada triwulan IV 2008, namun secara keseluruhan selama

pula dengan kenaikan harga komoditas lainnya. Namun,

tahun 2008 pertumbuhan ekonomi Indonesia masih

memasuki semester II 2008, seiring dengan menurunnya

tumbuh cukup kuat, yaitu sebesar 6,1%, atau lebih tinggi

jumlah permintaan akibat penurunan kegiatan ekonomi

dibandingkan pertumbuhan ekonomi beberapa negara

dan berkurangnya transaksi yang bersifat spekulatif di

Grafik 1.3 Pertumbuhan PDB Negara Industri

pasar komoditas, harga minyak mentah dan harga komoditas utama dunia lainnya menurun tajam. Dibandingkan akhir semester I 2008, harga minyak dunia

% 6,00 5,00 4,00

mengalami penurunan lebih dari 50% hingga menjadi USD44,6 per barrel pada akhir semester II 2008. Penurunan tersebut juga diikuti oleh penurunan harga-harga komoditas utama dunia lainnya. Penurunan permintaan terhadap barang dan jasa, khususnya dari negara-negara maju seperti AS dan Uni

10

3,00 2,00 1,00 (1,00)

Amerika Serikat Jerman Canada

(2,00)

Jepang Inggris

(3,00) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4

2000 Sumber: Bloomberg

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

Grafik 1.4 Pertumbuhan PDB Beberapa Negara Emerging Market %

tukar rupiah melemah sekitar 20,5% hingga mencapai Rp11.120 per dollar AS pada akhir semester II 2008. Pelemahan ini masih terlihat meskipun volatitasnya sudah

12,00

semakin berkurang.

9,00 6,00

Grafik 1.5 Indeks Harga Saham Global

3,00 (3,00)

Indonesia Thailand China

(6,00) (9,00)

Singapura Korea Selatan India

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

35000

35000 Singapore NYA New York

30000

Dow Jones Indonesia Nikkei

30000

25000

25000

20000

20000

15000

15000

10000

10000

5000

5000

Sumber: Bloomberg

ASEAN lainnya seperti Singapura, Korea Selatan dan Thailand. Kondisi tersebut ditopang oleh masih cukup tingginya pertumbuhan konsumsi swasta, khususnya dari

0 2006

0 2007

2008

Sumber: Bloomberg

sektor-sektor non tradable seperti sektor pengangkutan dan komunikasi, sehingga mengimbangi penurunan di

Grafik 1.6 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah IDR/USD

sektor-sektor yang berorientasi ekspor. Sementara itu, di sisi keuangan, peningkatan

Rata-rata bulanan

intensitas krisis keuangan global memicu para investor

12.000

menarik investasi portfolionya dari negara-negara

10.000

emerging market, baik untuk memenuhi kebutuhan likuiditas (flight to liquidity) maupun mencari tempat

14.000

14.000

12.000

Rata-rata semesteran 9.352

9.258

10.000

9.210

9.039

8.000

8.000

6.000

6.000 4.000

2.000

2.000

Kondisi ini juga dialami Indonesia. Dibandingkan akhir

0

9.075 9.077 9.172 9.095 8.842 8.981 9.067 9.358 9.105 9.102 9.267 9.356 9.406 9.180 9.178 9.203 9.281 9.288 9.159 9.151 9.354 9.990 11.803 11.314

4.000

penanaman yang dianggap lebih aman (flight to quality).

0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2007

semester I 2008, indeks harga saham gabungan di Bursa

2008

Sumber: Bloomberg

Efek Indonesia turun tajam sekitar 42,3% dari 2.349,11 menjadi 1.355,41 pada akhir semester II 2008. Aksi

Pada sisi lain, penurunan permintaan dan penurunan

pelepasan investasi asing tersebut antara lain

harga komoditas di pasar internasional menyebabkan

menyebabkan neraca modal dan finansial Indonesia pada

tekanan inflasi yang terjadi cukup kuat pada pertengahan

triwulan IV 2008 mengalami defisit. Selama tahun 2008

tahun 2008 mulai mereda. Momentum penurunan inflasi

neraca pembayaran Indonesia diperkirakan defisit sebesar

ini mendorong bank sentral di beberapa negara melakukan

USD2.302 juta.

pelonggaran kebijakan moneter melalui penurunan suku

Gejolak keuangan yang meningkat khususnya sejak

bunga guna mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi.

awal semester II 2008 juga berdampak kepada

Pada bulan Desember 2008 Fed Fund Rate mencapai titik

terdepresiasinya nilai tukar rupiah dengan volatilitas yang

terendahnya 0,25%, sementara suku bunga European

juga meningkat. Dibandingkan akhir semester I 2008, nilai

Central Bank turun menjadi 2,50%. BI rate juga mengalami

11

Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

penurunan menjadi 9,25% pada Desember 2008 yang

diharapkan dapat mengimbangi tekanan dari sektor

berlanjut hingga menjadi 7,75% pada Maret 2009.

eksternal. Stimulus dari sisi moneter adalah penurunan

Meskipun BI rate mengalami penurunan tetapi iklim

suku bunga, sementara stimulus dari sisi fiskal antara lain

investasi di Indonesia diperkirakan masih cukup menarik,

adalah pelaksanaan program peningkatan daya beli

karena secara riil tingkat bunga di Indonesia masih lebih

masyarakat oleh pemerintah melalui Program Nasional

tinggi dibandingkan beberapa negara ASEAN lainnya.

Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, penurunan harga bahan bakar minyak dan tarif angkutan, kenaikan Upah

Grafik 1.7 Perkembangan Inflasi ASEAN-5 dan Vietnam

Minimum Regional (UMR) yang diperkirakan melebihi 11%, dan kenaikan gaji pegawai negeri sipil. Tidak kalah

y.o.y %

pentingnya adalah kegiatan Pemilu maupun Pilkada yang diperkirakan juga akan mendorong pertumbuhan

10

konsumsi swasta yang sangat diperlukan untuk 5

mengimbangi tekanan dari sektor eksternal.

0

(5)

Jan

Filipina

Singapura

Thailand

Malaysia

Indonesia

Vietnam

Apr

Jul

Okt

Jan

2007

Apr

Jul

2. KONDISI SEKTOR RIIL Okt

Perlambatan ekspor karena imbas krisis keuangan

2008

global berdampak pula kepada kinerja sektor rill dalam

Sumber: CEIC

Grafik 1.8 Tingkat Bunga Riil Indonesia, AS dan Singapura

negeri, baik korporasi maupun rumah tangga. Hal ini antara lain tercermin pada penurunan kinerja keuangan perusahaan-perusahaan non financial go public yang

%

menyebabkan terjadinya pembatasan kegiatan ekspansi

4,0 2,0

maupun pemutusan hubungan kerja. Kondisi ini pada

0,0

gilirannya dapat berdampak pada penurunan daya beli

(2,0)

rumah tangga.

(4,0) (6,0)

Penurunan harga, berkurangnya permintaan ekspor

Indonesia AS Singapura

dan melemahnya daya beli masyarakat karena krisis global

(8,0) Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des

2003

2004

2005

2006

2007

2008

menyebabkan sektor korporasi khususnya perusahaan non

Sumber: Bloomberg dan CEIC

financial go public mengalami penurunan margin. Hal ini

12

Ke depan, tekanan krisis ekonomi global terhadap

terlihat dari menurunnya pertumbuhan profitabilitas usaha

ekonomi dan keuangan domestik diperkirakan masih

(ROA dan ROE) perusahaan-perusahaan tersebut pada

berlanjut. Penurunan permintaan barang ekspor akibat

triwulan III 2008 dibandingkan dengan periode yang sama

perlambatan kegiatan ekonomi global kemungkinan akan

tahun sebelumnya.

semakin menekan pertumbuhan ekonomi nasional.

Sementara dari sisi pembiayaan, sektor korporasi

Namun, beberapa stimulus dari dalam negeri baik dari sisi

terlihat mulai mengalami keterbatasan modal. Untuk

moneter maupun dari sisi fiskal diperkirakan cukup mampu

memenuhi kebutuhan operasionalnya, perusahaan mulai

mendorong pertumbuhan konsumsi swasta dan

banyak mengandalkan dana dari pihak ketiga, baik

Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

Grafik 1.11 Probability of Default (PD) Perusahaan Non Financial Go Public

perbankan maupun melalui penerbitan obligasi dan surat berharga lainnya. Hal ini dapat diamati dari meningkatnya

debt to equity ratio (DER) dan rasio total liabilities terhadap

Jumlah 250 215

total assets (TL/TA) pada triwulan III 2008 dibandingkan 200

dengan triwulan III 2007. 150

Grafik 1.9 Pertumbuhan ROA dan ROE Perusahaan Non Financial Go Public

100 50

350

700 ROA (kiri) ROE (kanan)

600

200 150

300

100

200

50

100

0

0

-50

-100 -200

0,0-0,1

2006

2007

0,2-0,3

1

1

0,5-0,6

0,6-0,7

0,7-0,8

0

19

0,3-0,4 0,4-0,5

0,8-0,9 0,9-0,10

171

160 140 120 100

-150

60

2008

0

Jumlah 180

80

40 21

20

Sumber: Bursa Efek Indonesia

2

Probability of Default - September 2008

-100 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3

2005

0,1-0,2

3

0

250

400

2004

4

300

500

2003

5

23 14 6

9

0

4

0,5-0,6

0,6-0,7

1

1

0 0,0-0,1

0,1-0,2

0,2-0,3

0,3-0,4 0,4-0,5

0,7-0,8

0,8-0,9 0,9-0,10

Probability of Default - September 2009

Grafik 1.10 Perkembangan DER dan TL/TA Perusahaan Non Financial Go Public

Selain menghadapi potensi peningkatan risiko kredit, perusahaan-perusahaan di sektor riil khususnya

1,80 DER Debt/TA

1,60

konglomerasi besar Indonesia juga berpotensi mendapat

1,40

tekanan risiko nilai tukar. Berdasarkan data per September

1,20 1,00

2008, konglomerasi besar Indonesia tampaknya perlu

0,80

memperhatikan potensi risiko karena fluktuasi nilai tukar.

0,60 0,40

Namun demikian, hasil stress test terhadap 46

0,20 0,00 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3

2003

2004

2005

2006

2007

2008

konglomerasi besar yang rutin dipantau menunjukkan bahwa secara umum permodalan masih dapat

Sumber: Bursa Efek Indonesia

dipertahankan dan baru akan tertekan sampai 100% Sejalan dengan menurunnya kinerja perusahaan

apabila nilai tukar rupiah melebihi Rp16.100 per USD.

non financial go public tersebut, hasil estimasi probability

Penurunan profitabilitas akibat penurunan daya beli

of default (PD) juga menunjukkan adanya kenaikan. Jumlah

yang diiringi dengan penurunan harga, mendorong pelaku

perusahaan dengan PD lebih besar dari 0,5 meningkat dari

usaha khususnya di sektor yang berorientasi ekspor untuk

21 perusahaan pada September 2008 menjadi 29

melakukan efisiensi berupa pengurangan tenaga kerja dan

perusahaan pada September 2009. Bagi perbankan, hal

pembatasan kegiatan ekspansi. Hal ini berpotensi

ini merupakan salah satu indikasi dini tentang peningkatan

menambah jumlah pengangguran nasional. Berdasarkan

risiko kredit ke depan.

data terakhir pada tahun 2008, meskipun cenderung

13

Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

bergerak turun tetapi tingkat pengangguran Indonesia

tangga. Apabila kondisi ini terus berlanjut, dapat

sebesar 8,4% masih menjadi yang tertinggi di bandingkan

menurunkan kemampuan membayar (repayment capacity)

beberapa negara ASEAN lainnya.

rumah tangga. Sementara itu, dilihat dari komposisi asetnya, rumah

Grafik 1.12 Tingkat Pengangguran Beberapa Negara ASEAN

tangga Indonesia tampaknya masih memiliki eksposur yang kecil terhadap aset keuangan. Aset rumah tangga

% 2006

2007

2008*)

Indonesia didominasi oleh non financial asset berupa

10,0

rumah, bangunan dan tanah dengan porsi 76,81% dari

8,0

total aset. Seiring kecilnya eksposur aset rumah tangga

6,0

pada sistem keuangan, diperkirakan dampak langsung

4,0

volatilitas pasar keuangan terhadap kondisi aset rumah

2,0

tangga relatif kecil. Namun, tetap diperlukan kehati-hatian

0,0 Indonesia

Thailand

Malaysia

Singapura

Sumber: CEIC Keterangan: *) : Data untuk Indonesia (Agustus 2008), Thailand (November 2008), Malaysia dan Singapura (September 2008).

mengingat kenaikan nilai aset tersebut diperkirakan lebih dipengaruhi oleh kenaikan indeks harga properti yang terjadi secara persisten sejak tahun 2004. Dalam kondisi

Hasil survey Neraca Rumah Tangga (Household)

ekonomi yang melambat seperti sekarang ini, besar

menunjukkan bahwa pada tahun 2008 secara keseluruhan

kemungkinan permintaan terhadap properti akan

rumah tangga Indonesia masih mempunyai kemampuan

menurun sehingga harga properti juga berpotensi turun.

membayar hutang yang cukup baik. Hal ini tergambar dari

Jika harga properti turun tentunya nilai aset rumah tangga

masih kecilnya rasio hutang terhadap total pendapatan

juga akan turun. Penurunan nilai aset dan penurunan

maupun terhadap disposable income, yaitu hanya berada

pendapatan rumah tangga akan semakin menekan

pada kisaran 6,31% s.d. 28,62%. Namun, mengingat

kemampuan membayar rumah tangga.

56% dari total pendapatan rumah tangga bersumber dari

Ke depan, tantangan di sektor rill diperkirakan masih

gaji dan tunjangan, maka pemutusan hubungan kerja oleh

akan tetap tinggi sejalan dengan masih terbatasnya

perusahaan berpotensi menurunkan pendapatan rumah

pembangunan

infrastruktur

di

dalam

negeri.

Perekonomian diperkirakan juga akan masih dipengaruhi Grafik 1.13 Komposisi Sumber Pendapatan Rumah Tangga

imbas krisis keuangan global. Sebagai antisipasi terhadap tekanan ekspor yang cukup besar, diperlukan langkahlangkah untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor

Penerimaan Pensiun 3%

usaha yang non tradable. Dalam jangka pendek, beberapa

Lainnya 10%

Pendapatan usaha netto 31%

Gaji dan Tunjangan 56%

stimulus yang telah dikeluarkan baik dari sisi moneter maupun fiskal diharapkan dapat mendorong pertumbuhan konsumsi dan ketahanan sektor riil. Jika berhasil diwujudkan maka stabilitas sistem keuangan ke depan diperkirakan akan tetap terpelihara dengan baik.

Sumber: Survey Neraca Rumah Tangga 2008

14

Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

Boks 1.1 Survei Neraca Rumah Tangga Indonesia 2008

Neraca rumah tangga (household) merupakan

(0,39%). Relatif tingginya networth rumah tangga

indikator penting untuk menganalisis potensi risiko

didukung kemampuan menabung. Hal itu tercermin

kredit dari sektor rumah tangga. Pada bulan Juni 2008,

pada rasio total pengeluaran terhadap total pendapatan

Bank Indonesia bekerjasama dengan Biro Pusat Statistik

rumah tangga dan rasio pengeluaran konsumsi

(BPS) melakukan survei guna menyusun neraca rumah

terhadap disposable income yang di bawah 100%, yaitu

tangga Indonesia. Survei dilakukan pada 10 propinsi

masing-masing sebesar 91,29% dan 90,59%.

(Sumatera Barat, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa

Namun demikian, kemampuan menabung rumah

Barat, DI Yogyakarta, Jawa timur, Bali, Kalimantan

tangga yang tidak memiliki hutang cenderung lebih

Selatan, Kalimantan Timur, Gorontalo) dengan total

besar, terlihat pada rasio total pengeluaran terhadap

responden 3.553 rumah tangga.

total pendapatan rumah tangga dan rasio pengeluaran konsumsi terhadap disposable income yang lebih

Gambaran Umum Neraca Rumah Tangga

rendah, yaitu masing-masing sebesar 83,64% dan

Indonesia

83,39%. Sementara itu, kemampuan menabung

Aset Rumah Tangga Seperti lazimnya di negara sedang berkembang, aset rumah tangga Indonesia didominasi aset non keuangan (non financial asset) berupa properti seperti rumah, bangunan dan tanah dengan pangsa sebesar 76,81% dari total aset, diikuti oleh aset non keuangan lainnya (15,57%), dan asset keuangan (7,62%). Dibandingkan hasil survei 2007, komposisi aset non keuangan lainnya (emas, ternak dan lainnya) sedikit meningkat. Hal ini dipicu kenaikan harga emas pada pertengahan 2008 yang mendorong rumah tangga mengalihkan sebagian aset keuangannya ke dalam bentuk emas. Sementara itu, aset keuangan rumah tangga didominasi oleh penanaman pada bank (73%), diikuti oleh penanaman pada lembaga keuangan non bank (13%).

kelompok rumah tangga yang berhutang cenderung kurang memadai sehingga berhutang untuk membiayai kebutuhan dan pembelian asetnya. Hal ini tercermin dari rasio total pengeluaran terhadap total pendapatannya dan rasio pengeluaran konsumsi terhadap disposable income yang di atas 100%, yaitu masing-masing sebesar 102,61%, dan 103,12%.

Hutang Rumah Tangga Sebagian besar (sekitar 65%) responden menyatakan bahwa mereka memiliki uang tunai yang disisihkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tak terduga. Namun, apabila kebutuhan tak terduga tersebut sudah melebihi dana cadangan maka rumah tangga mengatasinya dengan berhutang. Berdasarkan nominalnya, hutang rumah tangga Indonesia didominasi oleh hutang bank (78%), diikuti oleh hutang kepada lembaga keuangan non bank (12%)

Sumber Dana Rumah Tangga

dan sumber lain diluar lembaga keuangan (10%).

Sumber dana utama rumah tangga adalah dari

Tujuan pinjaman atau berhutang adalah 24% untuk

penghasilan sendiri (networth), mencapai 96,13% dari

modal usaha, 16% untuk membeli alat transportasi, 14%

total aset. Pembiayaan dari hutang bank hanya 3,01%

untuk membangun atau renovasi rumah, dan 13% untuk

dari total aset, diikuti oleh pembiayaan dari lembaga

konsumsi makanan. Sementara rata-rata jangka waktu

keuangan non bank (0,47%) dan sumber dana lainnya

pengembalian hutang adalah sekitar 20 bulan.

15

Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

hutang rumah tangga terhadap total pendapatan

Grafik Boks 1.1.1 Komposisi Hutang Rumah Tangga (dalam % terhadap Total Hutang)

maupun disposable income kurang dari 100%, yaitu sebesar 10,38% dan 11,22%. Debt servicing ratio (cicilan pokok pinjaman dan biaya bunga terhadap

Hutang Lainnya 10%

Hutang LKBB 12%

disposable income) rumah tangga juga kurang dari 100% yaitu hanya sebesar 6,31%. Kecil angka rasiorasio ini mengindikasikan bahwa rumah tangga mampu mengelola pengeluarannya sedemikian rupa sehingga

Hutang bank 78%

pendapatan yang dihasilkan dapat digunakan untuk membayar kewajibannya yang jatuh tempo. Selanjutnya, meskipun rasio hutang terhadap

disposable income maupun debt servicing ratio dari kelompok rumah tangga yang berhutang kepada bank Grafik Boks 1.1.2 Tujuan Pinjaman Rumah Tangga

dan LKBB adalah yang tertinggi (72,11% dan 33,08%), namun kedua rasio tersebut juga masih di bawah 100%. Dengan demikian, kelompok rumah tangga tersebut

Elektronik 2%

Lainnya 16%

Membeli Alat transportasi 16%

yang baik apabila terdapat kewajiban yang jatuh tempo. Konsumsi makanan 13%

Membeli Tanah/Rumah tidak ditempati 2% Membeli Rumah ditempati sendiri 2%

diperkirakan masih memiliki kemampuan membayar

Modal usaha 24%

Solvency Ratio Rasio ini menggambarkan kemampuan aset

Membangun/Reno vasi Rumah 14%

Kesehatan 3%

Pendidikan 8%

rumah tangga untuk meng-cover hutangnya apabila terjadi default . Hasil survei menunjukkan bahwa kemampuan aset rumah tangga Indonesia cukup baik tercermin dari household gearing ratio (rasio total

Potensi Risiko

hutang terhadap total aset) maupun rasio total hutang terhadap networth yang sangat rendah, yaitu masing-

Potensi risiko terhadap sistem keuangan terutama

masing hanya 3,87% dan 4,03%. Nilai household

ditransmisikan melalui volatilitas harga properti

gearing ratio yang kecil ini juga merupakan salah satu

mengingat mayoritas aset rumah tangga berupa

housing asset (aset properti seperti rumah, bangunan, dan tanah). Sementara itu, risiko rumah tangga yang berhutang terhadap sektor keuangan relatif rendah mengingat kemampuan membayar kewajibannya yang jatuh tempo cukup baik. Berikut dikemukakan hasil analisis menggunakan beberapa rasio keuangan:

indikasi bahwa rumah tangga masih mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk mendapatkan tambahan pembiayaan dari bank. Dari

pengelompokkan

rumah

tangga

berdasarkan sumber hutangnya, diketahui bahwa kelompok rumah tangga yang berhutang kepada bank dan LKBB mempunyai household gearing ratio tertinggi dibandingkan lainnya. Namun, nilai rasio tersebut juga

Liquidity Mismatch Ratio

16

masih di bawah 100%. Hal tersebut mencerminkan

Rasio ini menggambarkan kemampuan

bahwa kelompok rumah tangga yang berhutang

pendapatan rumah tangga untuk membayar

cenderung juga masih mempunyai kemampuan

kewajibannya. Hasil survei menunjukkan bahwa rasio

membayar yang baik.

Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

Boks 1.2 Risiko Kredit Sektor Korporasi: Credit Default Swaps (CDS) Persepsi

Sektor riil mencakup 2 komponen yaitu rumah

tersebut

cenderung

kurang

tangga (household) dan korporasi. Perkembangan

menggambarkan kondisi yang sebenarnya mengingat

terakhir sektor rumah tangga telah diungkapkan pada

harga dan spread CDS yang tinggi tersebut juga dipicu

Boks 1.1. Pada Boks 1.2 ini dikemukakan salah satu

oleh tipisnya pasar.

pendekatan yang dapat digunakan untuk menilai

Namun demikian, untuk tujuan surveillance

perkembangan risiko kredit sektor korporasi, yaitu

ketahanan sistem keuangan, data tentang harga dan

dengan menganalisis perkembangan Credit Default

spread CDS ini dapat dijadikan sebagai salah satu alat

Swaps (CDS).

deteksi dini (early warning).

CDS dikenal luas sebagai salah satu instrument

credit derivative . Secara konseptual, CDS dapat

Grafik Boks 1.2.1 Perkembangan Harga CDS Indonesia

dipandang sebagai asuransi atau perlindungan atas default-nya kredit atau bonds (Duffie dan Singleton,

1200

2003; Lando, 2004). Secara teknis, risiko kredit

1000

tercermin pada spread CDS. Namun demikian, harga (price) CDS juga tetap perlu diperhatikan karena juga dapat menggambarkan perkembangan tekanan pasar.

Indonesia Philipin

Korea Thailand

800 600 400

Akhir-akhir ini, sejalan dengan semakin memburuknya pasar keuangan global, perkembangan

200 0

harga dan spread CDS semakin menjadi pusat perhatian. Bahkan, CDS tidak saja sebagai cerminan risiko kredit

3 Jul

370

semester II 2008 telah menyebabkan harga dan spread

320

170 120

karena IHSG merosot tajam, mencapai 1111,4 yaitu

70

29 Jan

2009

Indonesia Philipin

Korea Thailand

20

terendah sejak Desember 2005. Namun, setelah

-30

Pemerintah dan Bank Indonesia mengambil sejumlah

-80

negara-negara tetangga, harga dan spread CDS

30 Des

220

Bursa Efek Indonesia terpaksa ditutup sementara

Sementara itu, apabila dibandingkan dengan

30 Nov

270

adalah sekitar tanggal 28 Oktober 2008 pada saat

dengan kondisi sebelum Oktober 2008.

31 Okt

Grafik Boks 1.2.2 Perkembangan Spread CDS Indonesia

Gejolak pasar keuangan yang sempat terjadi pada

menurun, meskipun tetap lebih tinggi dibandingkan

1 Okt

Sumber : Bloomberg

indikator sovereign risk.

kebijakan penting, harga dan spread CDS sudah mulai

1 Sep

2008

korporasi, namun telah berkembang menjadi salah satu

CDS Indonesia menjadi melonjak tinggi. Puncaknya

2 Ags

3 Jul

2 Ags

1 Sep

1 Okt

31 Okt

30 Nov

30 Des

2008

29 Jan

2009

Sumber : Bloomberg

Daftar Pustaka: Lando, D. (2004), Credit Risk Modeling, Princeton University Press, Princeton, New Jersey.

Indonesia juga masih menjadi yang tertinggi. Hal ini

Duffie, D. dan Singleton, K.J. (2003), Credit Risk:

mengindikasikan kentalnya persepsi pasar bahwa risiko

Pricing, Measurement, and Management, Princeton

kredit korporasi Indonesia masih tergolong tinggi.

University Press, Princeton, New Jersey.

17

Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

Boks 1.3

Transition Matrices: Potensi Risiko Kredit Korporasi pada 3 Sektor

Transition matrices (matriks transisi) merupakan salah satu alat atau pendekatan yang dapat digunakan

probabilitas migrasi ke rating yang memiliki jarak cukup jauh (rating default).

untuk mendeteksi risiko kredit pada korporasi, yaitu

Melanjutkan penelitian Hadad et al. (2007),

dengan menghitung probabilitas terjadinya migrasi

dilakukan penelitian baru untuk mempelajari migrasi

rating atau perubahan kualitas kredit terakhir suatu

kolektibilitas kredit pada 3 sektor (properti, transportasi

perusahaan. Matriks transisi merupakan salah satu input

dan tekstil) selama tahun 2008 dengan menggunakan

penting dalam berbagai aplikasi manajemen risiko.

data triwulanan SID yang mencakup 448.183 debitur.

Bahkan, perhitungan kecukupan modal ( capital

Adapun pendekatan yang digunakan adalah metode

requirements) sesuai rekomendasi New Basel Accord

Continuous Time dengan pertimbangan lebih unggul

(BIS, 2001) antara lain harus memperhatikan migrasi

dibandingkan metode Cohort.

rating.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa dari ketiga

Penelitian sebelumnya (Credit Risk Modelling:

sektor tersebut, debitur-debitur pada sektor properti

Rating Transition Matrices oleh Hadad et al., 2007

cenderung lebih baik dibandingkan 2 sektor lainnya.

dalam KSK No.9 September 2007) menggunakan rating

Hal ini tercermin pada:

yang dikeluarkan oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia

Peluang migrasi debitur dengan kolektibilitas 1 dan

(Pefindo) sejak Februari 2001 s.d. Juni 2006. Penelitian

2 (Performing Loans atau PL) ke kolektibilitas 3, 4

tersebut menggunakan dua pendekatan, yaitu metode

dan 5 (Non Performing Loans atau NPL) pada sektor

Continuous Time dan metode Cohort , serta

properti lebih kecil dibandingkan 2 sektor lainnya.

mengasumsikan bahwa proses rating kredit mengikuti

Peluang migrasi debitur NPL ke PL pada sektor

Markov chain . Kesimpulannya adalah metode

properti lebih besar dibandingkan 2 sektor lainnya.

Continuous Time memberikan hasil yang lebih efisien

Peluang migrasi debitur kolektibilitas 3 ke

dibandingkan metode Cohort. Selain itu, metode

kolektibilitas 5 pada sektor properti lebih kecil

Continuous Time juga memungkinkan adanya

dibandingkan 2 sektor lainnya.

Tabel Boks 1.3.1 Migrasi Kolektibilitas Debitur 3 Sektor Properti Kolek 1 2 3 4 5

Transportasi Kolek 1 2 3 4 5

Tekstil Kolek 1 2 3 4 5

18

1 89,7% 64,4% 37,7% 23,4% 0,0%

1 89,5% 53,5% 7,5% 2,9% 0,0%

1 94,0% 77,9% 27,0% 0,0% 0,0%

2

3

9,3% 28,0% 19,6% 10,8% 0,0%

2

3

8,0% 28,7% 3,5% 1,1% 0,0%

2 3,8% 4,6% 2,3% 0,0% 0,0%

4 0,3% 1,7% 5,8% 1,5% 0,0%

5 0,3% 1,5% 3,8% 4,7% 0,0%

4 0,5% 1,7% 3,3% 0,3% 0,0%

3

5 0,4% 2,0% 1,7% 3,0% 0,0%

4 0,6% 1,0% 0,7% 0,0% 0,0%

0,4% 4,4% 33,1% 59,5% 100,0%

1,7% 14,0% 84,1% 92,6% 100,0%

5 0,3% 1,1% 1,5% 0,6% 0,0%

1,4% 15,3% 68,6% 99,4% 100,0%

Bab 2 Sektor Keuangan

Bab 2 Sektor Keuangan

19

Bab 2 Sektor Keuangan

Halaman ini sengaja dikosongkan

20

Bab 2 Sektor Keuangan

Bab 2

Sektor Keuangan

Selama semester II 2008, sektor keuangan Indonesia terus bertumbuh ditengah semakin beratnya tekanan yang berasal dari krisis keuangan global. Secara umum, ketahanan sistem keuangan dapat tetap terjaga. Perbankan sebagai industri yang paling dominan di sektor keuangan masih tetap menunjukkan kinerja yang positif. Namun, krisis global telah sempat menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan harga Surat Utang Negara (SUN).

2.1. STRUKTUR SISTEM KEUANGAN INDONESIA

1.355,41 (Desember 2008) atau turun 42,3%. Sementara,

Dibandingkan dengan kondisi pada semester

harga SUN juga sempat turun yaitu sekitar 2,3% selama

sebelumnya, pada semester II 2008 struktur sistem

periode 30 Juni s.d. 25 September 2008, meskipun kembali

keuangan Indonesia tidak banyak mengalami perubahan.

rebound sebesar 8,6% selama periode 25 September 2008

Industri perbankan yang terdiri dari bank umum dan bank

s.d. 31 Desember 2008. Akan tetapi, sejak akhir Desember

perkreditan rakyat (BPR) masih tetap mendominasi dengan

2008 s.d. pertengahan Maret 2009, harga SUN kembali

pangsa sekitar 74% dari total asset sektor keuangan.

mengalami tekanan dan turun sekitar 5,62%.

Sementara itu, pangsa industri keuangan lainnya, yaitu asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiayaan, sekuritas

Grafik 2.1 Komposisi Aset Lembaga Keuangan

dan pegadaian relatif masih tetap rendah. Pada industri perbankan, 15 bank besar menguasai sebagian besar (70%) total aset industri. Selama semester II 2008, total asset bank umum bertumbuh Rp269,7 triliun

3,2%

0,3% 5,8% 2,7%

BPR

8,0% 1,1%

Perusahaan Asuransi

(13,2%) menjadi Rp2.310,6 triliun. Pertumbuhan ini

Dana Pensiun

merupakan salah satu pertanda bahwa krisis global yang 79,0%

tengah terjadi tidak berdampak signifikan terhadap industri perbankan. Namun, krisis global telah memicu

Bank Umum

Perusahaan Pembiayaan Perusahaan Sekuritas Pegadaian

merosotnya IHSG dari 2.349,11 (Juni 2008) menjadi

21

Bab 2 Sektor Keuangan

2.2. INDEKS STABILITAS KEUANGAN Perkembangan stabilitas keuangan dari waktu ke

Grafik 2.2 Indeks Stabilitas Keuangan (Financial Stability Index)

waktu tercermin pada Indeks Stabilitas Keuangan atau

3

Financial Stability Index (FSI).1 Terpengaruh oleh krisis

2,5

keuangan global, sektor keuangan dalam negeri bergejolak

2

sehingga stabilitas keuangan selama semester II 2008 mengalami tekanan (lihat Boks 2.1). Akibatnya, FSI meningkat tajam dari 1,60 pada akhir Juni 2008 menjadi 2,10 pada akhir Desember 2008, dengan posisi tertinggi

Proyeksi FSI FSI

2,10 2,13 1,95 1,77

1,5 1 0,5 0 2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

pada bulan November 2008 sebesar 2,43. Bersamaan dengan itu, sejak Oktober 2008, nilai tukar rupiah juga

2.3. PERBANKAN

mengalami tekanan.

2.3.1. Pendanaan dan Risiko Likuiditas

Dengan demikian, angka FSI dalam dua bulan

Perkembangan Dana Pihak Ketiga

terakhir 2008 telah melampaui batas indikatif maksimum

Dana Pihak Ketiga (DPK), sebagai sumber dana

2. Tingginya angka FSI tersebut lebih banyak karena

utama perbankan, pada awal semester II 2008 tumbuh

merosotnya IHSG dan harga SUN sebagai imbas krisis

negatif, dan baru tumbuh positif sejak pertengahan

global.

semester. Kenaikan signifikan DPK sejak bulan September

Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa

2008 menyebabkan selama periode laporan, DPK tumbuh

tekanan krisis keuangan global mulai sedikit menurun yang

positif sekitar 12,87% mencapai Rp1.753,3 triliun.

ditandai dengan mulai membaiknya IHSG dan harga SUN.

Peningkatan tersebut terjadi pada semua komponen, baik

Respon kebijakan yang ditempuh Pemerintah dan Bank

giro, tabungan, maupun deposito.

Indonesia juga berhasil meredam gejolak keuangan yang

Peningkatan DPK sejak pertengahan semester II 2008

sempat terjadi. Sejalan dengan itu, FSI semakin menurun,

tampaknya terkait dengan tingginya suku bunga pada

mencapai 2,06 per Januari 2009.

waktu itu sebelum akhirnya diturunkan di penghujung

Penurunan FSI tersebut mencerminkan bahwa

tahun 2008. Tingginya suku bunga merupakan salah satu

stabilitas keuangan secara umum masih relatif terjaga.

faktor yang mempengaruhi naiknya minat masyarakat

Bahkan, ke depan pada akhir Juni 2009, FSI diperkirakan

untuk kembali menanamkan dananya di perbankan.

akan mencapai sekitar 1,77 √ 2,13, dengan skenario

Terlebih di tengah kondisi perekonomian yang belum

moderat sebesar 1,95 atau relatif lebih rendah

sepenuhnya stabil, investasi pada lembaga non perbankan

dibandingkan posisi akhir Desember 2008. Oleh karena

dinilai oleh sebagian pemilik dana sebagai berisiko tinggi

itu, prospek stabilitas keuangan diperkirakan masih tetap

dan imbal hasil yang diperoleh cenderung tidak pasti

positif dan stabilitas sistem keuangan ke depan akan relatif

dibandingkan dengan menyimpan dana di perbankan.

tetap terpelihara.

Faktor penting lain yang turut mendorong kenaikan DPK adalah kebijakan Pemerintah melalui PERPPU pada

1 Uraian detail tentang metodologi dan pendekatan yang digunakan untuk menghitung Indeks Stabilitas Keuangan dapat dilihat pada KSK No.8 Maret 2007 dan No.9 September 2007.

22

pertengahan Oktober 2008 untuk meningkatkan besarnya cakupan penjaminan simpanan oleh LPS dari sebesar

Bab 2 Sektor Keuangan

Grafik 2.5 Perkembangan DPK Valas vs Nilai Tukar Rupiah

Rp100 juta menjadi Rp2 miliar per nasabah per bank. Kebijakan tersebut dinilai cukup efektif untuk

USD miliar

mempertahankan dan bahkan mendorong peningkatan

Rupiah 12.500

30

dana masyarakat di perbankan.

11.700

27 dalam USD (skala kiri)

Grafik 2.3 Perkembangan DPK

10.900

24

Rp triliun 550

900 Deposito (ka)

750

500

21

9.300 8.500

18 Des

600

10.100

nilai tukar rupiah thd USD (skala kanan)

Apr

Ags

2006

Des

Apr

2007

Ags

Des

2008

Tabungan (ki)

450

450 Giro (ki)

Kecukupan Likuiditas

300

Lambatnya pertumbuhan DPK pada awal semester

400 150

II 2008 yang terjadi bersamaan dengan keringnya 350 Des 2007

0 Feb

Aprl

Jun

Ags

Okt

Des

likuiditas global menyebabkan kondisi likuiditas

2008

perbankan domestik ikut tertekan. Selain itu, Berdasarkan jenis valuta, pertumbuhan DPK dalam

pertumbuhan kredit yang cukup tinggi s.d. bulan Oktober

valuta asing tercatat sebesar 18,94% atau sedikit lebih

2008, ternyata sebagian besar dibiayai dengan pencairan

tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK rupiah sebesar

secondary reserves sehingga menekan likuiditas

18,85%. Namun, karena faktor depresiasi nilai tukar rupiah

perbankan. Akibatnya, kecukupan likuiditas semakin

terhadap USD yang cukup besar selama periode laporan,

berkurang dengan puncaknya pada bulan Agustus 2008,

maka apabila dihitung dalam denominasi valas,

pada saat ekses likuiditas mencapai titik terendah. 2

pertumbuhan DPK valas selama periode laporan justru

Sampai dengan bulan tersebut, ekses likuiditas turun

turun sebesar USD1,36 miliar, terutama pada komponen

sekitar 30,18% (ytd) dengan penurunan terbesar pada

deposito dan giro yang masing-masing turun sebesar

Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

USD0,98 miliar dan USD0,58 miliar. Grafik 2.6 Ekses Likuiditas Bank

Grafik 2.4 Perkembangan DPK Valas USD miliar

Rp triliun 320

30

27

290

250

DPK va dlm USD (skala kiri)

200

285

150

SBI (ki)

290

280

SUN (kn) 100

260

24

230

21

270

0 Des 2007

Feb

Apr

Jun

Ags

Okt

Des

2008

200

18 Des 2007

275

Fasbi/FTK (ki)

50

DPK va dlm Rp (skala kanan)

Feb

Apr

Jun

Ags 2008

Okt

Des

2 Ekses likuiditas terdiri dari SBI, penempatan lainnya pada Bank Indonesia selain Giro pada BI (Fasbi/FTK), dan Surat-surat Berharga.

23

Bab 2 Sektor Keuangan

Selain tercermin pada penurunan jumlah ekses likuiditas, berkurangnya kecukupan likuiditas bank juga

cenderung menurun, baik dalam rupiah maupun valuta asing (valas).

ditunjukkan oleh rasio alat likuid terhadap Non Core Grafik 2.7 Volume Transaksi PUAB DN (rata-rata per hari)

Deposits (NCD)3 yang terus menurun dan mencapai angka terendah pada bulan Agustus 2008, yaitu 84,9%. Rasio

Rp triliun

ini menunjukkan kemampuan bank untuk dapat

14

memenuhi penarikan DPK sewaktu-waktu. Dengan

12

angka rasio yang kurang dari 100%, maka ketahanan

10

USD juta 500 400 300

8

likuiditas perbankan pada waktu itu cenderung kurang memadai.

6

200

4 100

Namun, seiring dengan kenaikan signifikan DPK sejak

2

awal September 2008, tekanan likuiditas mulai berkurang.

0

PUAB Rupiah Jan

Mar

Mei

PUAB valas Jul

Sep

Nov

0

2008

Kenaikan DPK tersebut, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, antara lain karena kebijakan Pemerintah

Untuk meminimalkan dampak segmentasi di PUAB,

meningkatkan besarnya cakupan penjaminan simpanan

Bank Indonesia telah melakukan enhancement Operasi

oleh LPS. Disamping itu, Bank Indonesia juga telah

Pasar Terbuka (OPT) sejak Februari 2008. Setelah

mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mengurangi

mengaktifkan fasilitas Fine Tune Operation (FTO), baik yang

tekanan likuiditas, termasuk pelonggaran kewajiban GWM

bersifat ekspansi (FTE) untuk memberi kelonggaran bagi

rupiah dan valas. Akibatnya, kondisi likuiditas industri

bank yang kesulitan likuiditas, maupun yang bersifat

perbankan semakin membaik sehingga mendorong

kontraksi (FTK) sebagai fasilitas penempatan dana bagi

meningkatnya ketahanan likuiditas. Perkembangan positif

bank dengan kelebihan likuiditas, Bank Indonesia

tersebut juga tercermin dari angka rasio alat likuid terhadap

kemudian melakukan penyempurnaan pada fitur FTO. Hal

NCD yang terus membaik, sehingga pada akhir Desember

ini dilakukan dengan memperpanjang tenor FTE dari

2008 berhasil mencapai 109,1%. Hal ini mengindikasikan

maksimum 14 hari menjadi maksimum 3 bulan agar bank

bahwa kondisi likuiditas perbankan sudah semakin

dapat memperoleh akses lebih besar terhadap likuiditas

terkendali.

dari bank sentral. Sementara itu, Bank Indonesia juga mengadakan transaksi repo dengan tenor lebih panjang

Pasar Uang Antar Bank

(2-14 hari) untuk membantu bank yang mengalami

Sejalan dengan meningkatnya tekanan likuiditas

kesulitan likuiditas. Langkah-langkah ini terbukti cukup

global, terdapat kecenderungan bank-bank domestik

berhasil mengatasi tekanan likuiditas pada industri

untuk menahan likuiditasnya dan membatasi transaksi

perbankan.

antar bank sehingga menimbulkan segmentasi Pasar Uang

Selanjutnya, dalam rangka mengetahui ketahanan

Antar Bank (PUAB). Bersamaan dengan itu, rata-rata per

likuiditas perbankan, khususnya terhadap kemungkinan

hari volume transaksi bank pada PUAB Dalam Negeri (DN)

penarikan DPK secara tiba-tiba dan dalam jumlah besar telah dilakukan suatu simulasi dengan mengasumsikan

3 Alat likuid terdiri dari kas dan penempatan pada BI (Giro BI, SBI, dan penempatan lainnya). Sedangkan NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro + 30% tabungan + 10% deposito jangka waktu s.d 3 bulan.

24

bahwa penurunan/penarikan DPK akan dibiayai dari ekses

Bab 2 Sektor Keuangan

likuiditas bank. Hasil simulasi berdasarkan data akhir

dari krisis global. Pertumbuhan kredit yang cukup tinggi

Desember 2008 menunjukkan bahwa ekses likuiditas yang

tampaknya juga bagian dari strategi bank untuk

dimiliki bank masih mencukupi untuk mengcover

mempertahankan tingkat laba karena spread antara biaya

penurunan DPK hingga 29,27%. Selain itu, juga telah

bunga DPK dengan pendapatan bunga dari penanaman

dilakukan stress test risiko likuiditas untuk mengetahui

pada PUAB dan SBI cenderung semakin menipis.

ketahanan permodalan dalam menyerap biaya

Pertumbuhan kredit yang tinggi tersebut dapat pula

mendapatkan likuiditas dari PUAB apabila bank

dipandang sebagai hasil dari berbagai kebijakan Bank

menghadapi kesulitan pendanaan. Hasil stress test

Indonesia pada waktu-waktu sebelumnya dalam rangka

menunjukkan bahwa secara umum permodalan bank

mendorong fungsi intermediasi perbankan.

masih cukup kuat menghadapi tekanan risiko likuiditas Grafik 2.8 Pertumbuhan Kredit (yoy)

dimaksud. % 50

2.3.2. Perkembangan dan Risiko Kredit

Perkembangan Kredit Pertumbuhan kredit yang tinggi menjadi hal yang

Kredit Valas dlm USD Total Kredit Total Kredit (NT Tetap) Kredit Rupiah Kredit Valas dlm Rp

45 40 35 30 25

menonjol pada tahun 2008. Gejala pertumbuhan kredit yang pesat sebenarnya sudah mulai terlihat sejak tahun 2007. Waktu itu pertumbuhan kredit mencapai 25% atau lebih tinggi dari target sebesar 22%. Pada tahun 2008, sesuai Rencana Bisnis, perbankan menargetkan pertumbuhan kredit sekitar 24%. Namun, sebelum tahun 2008 berakhir, target kredit tersebut sudah terlampaui

20 15 10 5 0 Des 2007

Feb

Apr

Jun

Ags

Okt

Des

2008

Data Des'08 menggunakan data LHBU

Grafik 2.9 Perkembangan Kredit 2007-2008

hingga mencapai puncaknya pada bulan Oktober 2008 dengan pertumbuhan 37% yoy. Sejalan dengan meningkatnya tekanan karena

2008 2007

Kredit Valas (USD T)

Kredit Valas (Rp T)

memburuknya perekonomian, sejak bulan November 2008 pertumbuhan kredit mulai melambat sehingga mencapai 29,5% pada akhir tahun. Mengingat selama periode laporan telah terjadi depresiasi nilai tukar rupiah yang

Kredit Rupiah (Rp T)

Total Kredit (Rp T) (15) 0

25

65

105

145

185

225

265

signifikan, maka dengan menghilangkan faktor nilai tukar, pertumbuhan kredit tahun 2008 sebenarnya lebih rendah, yaitu sebesar 25,7%.

Sebelumnya telah dikemukakan bahwa selama periode laporan dana pihak ketiga (DPK) bertumbuh sekitar

Tingginya pertumbuhan kredit antara lain didorong

12,87%. Pertumbuhan DPK yang lebih rendah

oleh tingginya permintaan pengusaha domestik untuk

dibandingkan pertumbuhan kredit mendorong

modal kerja dan investasi sejalan dengan semakin sulitnya

peningkatan loan to deposit ratio (LDR) dari 76,6% pada

mendapat pendanaan dari luar negeri sebagai dampak

Juni 2008 menjadi 77,2% pada Desember 2008. Bahkan

25

Bab 2 Sektor Keuangan

angka LDR sempat mencapai titik tertinggi setelah krisis

Komunikasi; sektor Konstruksi; sektor Jasa Dunia Usaha;

1997/1998 yaitu sebesar 81,6% pada Agustus 2008.

dan sektor Industri Pengolahan.

Dari segi kelompok bank, penyaluran kredit oleh bank Persero dan bank Swasta masih mendominasi.

Grafik 2.11 Pertumbuhan Kredit Jenis Penggunaan (ytd)

Selama periode laporan, kredit kelompok bank Persero meningkat signifikan, terutama untuk sektor Industri

2008 2007

29%

Konsumsi

Pengolahan, Lain-Lain (Konsumsi) serta Perdagangan. Sementara itu, walaupun masih tumbuh tinggi,

37%

Investasi

peningkatan kredit bank Swasta cenderung lebih rendah dibandingkan semester sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan kredit pada kelompok bank Swasta terutama

32%

Modal Kerja

0

10

20

30

40 %

untuk sektor Perdagangan dan Lain-Lain (Konsumsi), sedangkan sektor Industri Pengolahan masih naik cukup

Grafik 2.12 Pertumbuhan Kredit Sektor Ekonomi

besar. 133,8%

Listrik 25,9%

Pertambangan

Grafik 2.10 Pertumbuhan Kredit Kelompok Bank (ytd)

11,1%

Jasa Sosial

39,6%

Jasa Dunia Usaha 19,1%

Pertanian

42,8%

Konstruksi

32%

Industri

70,2%

Pengangkutan 46%

Asing

37,9%

Industri Pengolahan

29,1%

Lain-lain 50%

Campuran

20

40

60

80

100

120

140 %

27%

Swasta

0

10

20

30

Meskipun tidak sebesar pertumbuhan kredit lainnya,

2008 2007

32%

BUMN

26

0

36%

BPD

2008 2007

20,7%

Perdagangan

40

50 %

Kredit Konsumsi tetap meningkat sebesar Rp39 triliun selama semester II 2008. Kenaikan kredit konsumsi

Suatu hal yang menggembirakan dari penyaluran

terutama berasal dari peningkatan kredit Lainnya

kredit selama semester II 2008 adalah cukup tingginya

(mencakup kredit kendaraan bermotor, kredit tanpa

penyaluran kredit untuk sektor produktif. Hal ini tercermin

agunan, dan lain-lain) sebesar Rp25,6 triliun dan diikuti

pada Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi yang

kredit pemilikan rumah (KPR) sebesar Rp10,1 triliun.

mendominasi penyaluran kredit dengan menyumbang

Dengan demikian, selama tahun 2008, pertumbuhan

masing-masing sebesar 49% dan 27% dari total kenaikan

kredit Lainnya dan KPR menjadi lebih tinggi dibandingkan

kredit. Dengan demikian, secara keseluruhan

pertumbuhan Kartu Kredit. Sementara itu, dari 3 jenis

pertumbuhan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi

kredit yang termasuk dalam kelompok Kredit Properti (KPR,

selama tahun 2008 bertumbuh cukup tinggi masing-

Kredit Real Estate dan Kredit Konstruksi), KPR

masing 32% dan 37%. Sementara itu, secara sektoral,

menyumbang 54,6% dari total kenaikan kredit Properti

pertumbuhan kredit yang cukup tinggi terdapat pada

selama semester laporan yang mencapai Rp18,5 triliun.

sektor Listrik, Air dan Gas; sektor Pengangkutan dan

Dengan total kredit mencapai Rp198,9 triliun, pangsa

Bab 2 Sektor Keuangan

Grafik 2.15 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Valuta Asal

kredit Properti mengalami sedikit penurunan dari 15,7% pada akhir Juni 2008 menjadi 15,2% pada akhir Desember

%

2008.

Rp 14.000

60 40

12.000

Grafik 2.13 Pertumbuhan KPR, Kartu Kredit & Lainnya

20 10.000

(20) 29%

Lainnya

8.000 (40)

2008 2007

yoy Rp (%)

(60) 2000

26%

Kartu Kredit

yoy Va USD (%)

kurs

6.000 2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

Konsumsi lebih merata, tercermin pada pangsa untuk 29%

KPR

pulau Jawa berkisar antara 50%-60%. Sementara itu, 0

5

10

15

20

25

30 %

kredit di pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi lebih kepada kredit investasi.

Grafik 2.14 Perkembangan Kredit Properti Grafik 2.16 Pangsa Kredit Penggunaan KPR Maluku + Papua Real Estate

Pertumbuhan 2007 (%)

Pertumbuhan 2008 (% ytd)

Delta Kredit 2007 (Rp M)

Delta Kredit 2008 (Rp M)

KK KI KMK

Bali + NusTra Sulawesi Kalimantan Sumatra

Konstruksi

Jawa Timur JaTeng + DIY 0

9

18

27

36

45

DKI Jakarta JaBar + Banten

Kredit rupiah masih mendominasi penyaluran kredit

0

5

10

15

20

25

30

35 %

perbankan pada semester laporan, dengan pangsa mencapai 80% dari total kenaikan kredit. Sementara itu,

Pada semester II 2008, kredit MKM (Mikro, Kecil dan

kenaikan kredit valas sebesar Rp32,4 triliun lebih

Menengah) mengalami peningkatan sebesar Rp58,6 triliun

dipengaruhi oleh faktor depresiasi nilai tukar rupiah.

atau tumbuh 26,1% yoy, atau di bawah angka

Dengan menggunakan denominasi USD, kredit valas

pertumbuhan total kredit perbankan. Akibatnya,

sebenarnya turun sebesar USD0,8 miliar menjadi USD23,1

pangsanya terhadap total kredit mengalami sedikit

miliar. Penurunan kredit valas terjadi sejalan dengan

penurunan dari 50,1% pada akhir Juni 2008 menjadi

meningkatnya risiko akibat berfluktuasinya nilai tukar dan

48,5% pada akhir Desember 2008. Secara umum, kredit

kondisi perekonomian dunia yang masih belum

MKM masih didominasi oleh Kredit Konsumsi dengan

menggembirakan.

peningkatan mencapai 61,5% dari total peningkatan

Dari sisi lokasi proyek, penyaluran kredit masih

kredit MKM. Kredit produktif pada kredit MKM lebih

terpusat di pulau Jawa, terutama untuk kredit modal kerja

cenderung dalam bentuk Kredit Modal Kerja untuk

(pangsa 72,9%). Perkembangan Kredit investasi dan Kredit

kebutuhan operasional sehari-hari yang peningkatannya

27

Bab 2 Sektor Keuangan

selama selama semester laporan mencapai Rp19 triliun

yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan nominal NPL

(32,4% dari total peningkatan kredit). Sementara itu,

mengindikasikan bahwa perbankan sudah mulai

sumbangan kredit Investasi relatif kecil yaitu sekitar 6,1%

mengantisipasi kemungkinan kenaikan risiko kredit ke

dari total kenaikan kredit MKM. Secara sektoral, sektor

depan.

yang mengalami kenaikan kredit terbesar adalah sektor Grafik 2.18 Non Performing Loans

Lain-Lain dan Perdagangan. (%)

(Triliun)

10

Grafik 2.17 Perkembangan Kredit MKM

9

70

8

% 1400

75

NPL Gross (kr)

54

65

7

60

6

1200

52

5

50

4

Total Kredit Rp T (kiri) MKM Rp T (kiri) % MKM/Kredit

1000

50

800 48 600 46

400 200

45

3

NPL Net (kr)

2

40

1

35 30

2006

Jun

2007

2008

2007

Jun

2008

Jun

Des

Grafik 2.19 Kredit, NPL, dan PPAP (Rp Triliun)

44 2006

55

NPL Nominal (kn)

Des

1600

75

Risiko Kredit Selama semester II 2008, kenaikan nominal NPL

70

Nominal NPL (kiri) 1400 Kredit (kanan)

65

1200

60

cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya tekanan perlambatan perekonomian. Meskipun selama periode laporan nominal NPL hanya naik Rp2,3 triliun menjadi Rp50,9 triliun, namun mengingat rendahnya peningkatan nominal NPL tersebut adalah karena

28

55

1000

50

800

45

600

40 400

35 30 2006

200 2007

2008

Des

penghapusbukuan kredit yang cukup signifikan pada satu

Dari segi kelompok bank, selama semester laporan,

bank besar, maka kenaikan nominal NPL perlu diwaspadai

kenaikan nominal NPL terjadi pada kelompok bank Swasta,

apalagi kondisi ekonomi tengah kurang menggembirakan.

kantor cabang bank Asing dan bank Campuran,

Dari sisi rasio NPL, dibandingkan dengan posisi akhir

sedangkan nominal NPL bank Persero justru turun Rp3,1

semester I 2008, rasio NPL gross menurun menjadi 3,76%.

triliun karena penghapusbukuan kredit. Naiknya nominal

Rendahnya rasio NPL dipengaruhi oleh tingginya

NPL pada kelompok bank Swasta dan Campuran disertai

peningkatan kredit yang jauh melebihi peningkatan

pula dengan peningkatan rasio NPL gross yang terjadi sejak

nominal NPL. Sementara itu, kenaikan nominal NPL juga

pertengahan semester II 2008, sementara kenaikan rasio

diiringi dengan kenaikan Penyisihan Penghapusan Aktiva

NPL kelompok kantor cabang bank Asing baru terjadi pada

Produktif (PPAP) dalam jumlah yang lebih tinggi yaitu

akhir semester. Kenaikan kredit bermasalah pada kelompok

sebesar Rp4,4 triliun menjadi Rp47,5 triliun selama

bank Swasta dan Campuran terutama pada kredit untuk

semester laporan. Hal ini menyebabkan rasio NPL net

sektor Industri Pengolahan serta sektor Jasa Dunia Usaha,

menurun sebesar 0,2% menjadi 1,47%. Peningkatan PPAP

sementara untuk kelompok kantor cabang bank Asing

Bab 2 Sektor Keuangan

diikuti pula oleh kredit sektor Lain-Lain (konsumsi),

pada Kredit Investasi dan Kredit Konsumsi mengalami

terutama yang berasal dari kartu kredit.

penurunan. Meskipun jumlah nominalnya mengalami peningkatan, secara rasio, NPL gross Kredit Modal Kerja

Grafik 2.20 Rasio NPL Gross Kelompok Bank

sedikit menurun dibandingkan periode sebelumnya sehingga menjadi 3,4%. Selanjutnya, walaupun secara

7

rasio, NPL tertinggi masih terdapat pada Kredit Investasi,

Des-07 Jun-08 Des-08

6 5

telah terjadi penurunan kredit non-lancar yang cukup

4

signifikan karena adanya hapus buku sehingga rasio NPL

3

gross Kredit Investasi turun dari 4,6% pada akhir Juni 2008

2

menjadi 3,8% pada akhir Desember 2008. Sementara itu,

1

sejalan dengan penurunan nominal NPL Kredit Konsumsi,

0 BUMN

Swasta

BPD

Campuran

Asing

rasio NPL grossnya juga mengalami penurunan dari 2,9%

Peningkatan nominal NPL sektor Jasa Dunia Usaha

menjadi 2,5%.

dan Industri Pengolahan membuat kedua sektor ekonomi Grafik 2.22 Rasio NPL Gross Jenis Penggunaan

tersebut mendominasi kenaikan nominal NPL sektoral industri perbankan, masing-masing sebesar Rp1 triliun dan 7

Rp0,7 triliun. Kedua sektor tercatat memiliki rasio NPL gross masing-masing sebesar 2,12% dan 5,41%. Dengan

5

demikian, Industri Pengolahan tampaknya masih menjadi

4

sektor dengan tingkat risiko kredit yang cukup tinggi,

3

meskipun sedikit membaik pada akhir periode laporan

Des-07 Jun-08 Des-08

6

2 1

sejalan dengan hapus buku yang dilakukan oleh salah satu

0 Modal Kerja

bank besar.

Investasi

Konsumsi

Grafik 2.23 Rasio NPL Gross Kredit Konsumsi

Grafik 2.21 Rasio NPL Gross Sektor Ekonomi % 12 Lain-lain

Des-07 Jun-08 Des-08

Jasa Dunia Usaha

Des-07 Jun-08 Des-08

10 8

Pengangkutan Perdagangan

6

Konstruksi 4

Ind. Pengolahan Pertambangan

2

Pertanian 0 0,0

1,5

3,0

4,5

6,0

7,5

KPR

Kartu Kredit

Lainnya

Dari segi jenis penggunaan kredit, peningkatan

Penurunan nominal NPL Kredit Konsumsi terutama

nominal NPL selama semester II 2008 hanya terjadi pada

karena penurunan nominal kredit KPR yang menyebabkan

Kredit Modal Kerja, yaitu sebesar Rp1,7 triliun, sementara

rasio NPL gross KPR turun menjadi 2,26%. Sementara itu,

29

Bab 2 Sektor Keuangan

rasio NPL gross Kartu Kredit masih cukup tinggi, yaitu 10,8%

penghapusbukuan kredit. Ke depan, perlu semakin

pada akhir Desember 2008, meskipun sedikit menurun

diwaspadai turunnya ekspor dan pelemahan nilai tukar

dibandingkan posisi akhir Juni 2008 sebesar 11,6%.

rupiah karena berpotensi mempengaruhi kemampuan

Sebagian besar (78,2%) nominal NPL Kartu Kredit terdapat

debitur membayar kewajibannya, terutama kewajiban

pada kelompok Kantor Cabang Bank Asing. Sementara itu,

dalam valas.

walaupun nominal NPL KPR sudah mengalami penurunan, Grafik 2.25 Rasio NPL Gross Kredit Rupiah dan Valas (%)

secara total, nominal NPL Kredit Properti masih mengalami peningkatan sebesar Rp0,3 triliun. Hal tersebut karena nominal NPL Kredit Real Estate mengalami peningkatan dengan rasio NPL menjadi sebesar 4,51%.

5 Des-07 Des-08 Jun-08

4 3

Grafik 2.24 Rasio NPL Gross Kredit Properti (%)

2 6 Des-07 Jun-08 Des-08

5

1 0 Rupiah

4

Valas

3

Pada periode laporan, nominal NPL Kredit MKM

2

turun Rp1 triliun menjadi Rp18,8 triliun. Sejalan dengan

1

itu, rasio NPL gross Kredit MKM juga turun menjadi 2,97%.

Konstruksi

Real Estate

KPR

Berdasarkan jenis penggunaan, nominal NPL dari semua

Kredit valas menjadi sumber utama peningkatan

jenis Kredit MKM turun, terutama pada Kredit Modal Kerja

nominal NPL perbankan. Selama semester II 2008, nominal

sebesar Rp0,5 triliun. Dari sisi sektoral, penurunan nominal

NPL kredit valas naik Rp1,9 triliun menjadi Rp10,5 triliun

NPL terjadi pada hampir semua sektor, kecuali sektor

antara lain karena pelemahan nilai tukar rupiah. Apabila

Industri Pengolahan, dengan penurunan terbesar pada

dinyatakan dalam USD, nominal NPL kredit valas hanya

sektor Perdagangan sebesar Rp1 triliun. Nominal NPL kredit

naik USD29,7 juta. Sejalan dengan itu, rasio NPL gross

MKM sektor Industri Pengolahan naik Rp0,6 triliun,

kredit valas juga meningkat menjadi 4,14%. Kenaikan

sehingga rasio NPL gross-nya naik menjadi 7,5%. Hal ini

nominal NPL kredit valas terbesar pada kelompok bank Grafik 2.26 Rasio NPL Gross MKM & Non MKM (%)

Persero sebesar Rp0,8 triliun, diikuti Kantor Cabang Bank Asing sebesar Rp0,7 triliun. Di lain pihak, rasio NPL gross kredit rupiah turun

5 Des-07 Juni-08 Nov-08

4

menjadi 2,98% sejalan dengan penurunan nominal NPL 3

kredit rupiah sebesar Rp0,7 triliun. Penurunan nominal NPL kredit rupiah terutama karena menurunnya nominal NPL

30

2

pada kelompok bank Persero dalam jumlah yang signifikan,

1

yaitu sebesar Rp3,9 triliun yang disebabkab oleh

0 MKM

Non MKM

Bab 2 Sektor Keuangan

Grafik 2.27 Rasio NPL Gross Kredit MKM (%) Des-07 Des-08

4,0

masih tinggi pada saat itu juga berpotensi meningkatkan tekanan inflasi ke depan. Sebagai respon atas kondisi tersebut, Bank Indonesia menaikkan suku bunga

Jun-08

kebijakannya (BI rate) sebagai upaya untuk meredam 3,0

tekanan inflasi. Sejak Juli sampai dengan Oktober, secara berturut-turut BI rate terus dinaikkan sebesar 25 bps,

2,0

sehingga mencapai 9,5% pada Oktober. 1,0

Namun, pada perkembangan lebih lanjut, 0,0 Mikro

Kecil

Menengah

memburuknya kondisi pasar keuangan dunia mulai mempengaruhi kondisi ekonomi domestik, terutama di

menunjukkan bahwa risiko kredit di sektor Industri

pasar keuangan yang menyebabkan menurunnya kinerja

Pengolahan tidak hanya berasal dari korporasi besar (Non

pasar saham, dan harga SUN, serta pelemahan nilai tukar

MKM) tetapi juga dari usaha skala kecil dan menengah

Rupiah yang signifikan. Selain itu, perlambatan ekonomi

(MKM).

dunia menyebabkan pertumbuhan ekspor Indonesia turun

Sebagaimana dikemukakan pada Bab 1, potensi

signifikan, sehingga ekonomi domestik mulai tumbuh

peningkatan risiko kredit tercermin pula pada hasil analisis

melambat. Memperhatikan kondisi tersebut, Bank

Probability of Default (PD) yang mengindikasikan bahwa

Indonesia mempertahankan level BI rate pada 9,5% pada

ke depan risiko kredit yang berasal dari sektor riil

bulan November. Pada penghujung 2008, Bank Indonesia

(korporasi) akan cenderung meningkat. Berdasarkan

mulai menurunkan BI rate sebesar 25 bps menjadi 9,25%

analisis Probability of Default ( PD ) dan model

untuk mendorong kegiatan ekonomi mengingat prospek

ekonometrik, diproyeksikan bahwa pada akhir tahun

pertumbuhan ekonomi domestik ke depan diperkirakan

2009 rasio NPL gross perbankan akan meningkat menjadi

melambat cukup dalam.

sekitar 4,9%-5,6%. Namun demikian, hasil stress test

Penurunan BI rate pada akhir 2008 tidak langsung

terhadap 15 bank besar dengan menggunakan skenario

direspon dengan penurunan suku bunga perbankan. Suku

pesimis (rasio NPL gross akan meningkat menjadi 5,6%

bunga perbankan masih meningkat meskipun sudah

yaitu sebesar proyeksi tertinggi untuk tahun 2009)

cenderung melambat. Selama periode laporan, suku bunga

menunjukkan bahwa secara umum perbankan masih

deposito 1 bulan naik 356 bps menjadi 10,75%,

mampu mengatasi kemungkinan kerugian yang akan

sedangkan suku bunga kredit naik dalam level yang lebih

terjadi sehingga tidak terdapat bank yang CAR-nya turun

rendah. Masih tingginya suku bunga perbankan,

menjadi di bawah 8%.

khususnya suku bunga deposito, terjadi karena perang suku bunga untuk menarik dana masyarakat sebesar-

2.3.3. Risiko Pasar

besarnya guna meningkatkan likuiditas perbankan.

Perkembangan ekonomi domestik pada awal

Sementara itu, suku bunga kredit Kredit Modal Kerja,

semester II 2008 ditandai dengan tingginya inflasi sebagai

Kredit Investasi dan Kredit Konsumsi masing-masing naik

dampak dari kenaikan harga BBM dan tingginya harga

222 bps, 139 bps, dan 27 bps, sehingga spread suku bunga

komoditas pokok dunia. Pertumbuhan ekonomi yang

cenderung menyempit.

31

Bab 2 Sektor Keuangan

Grafik 2.28 Suku Bunga Rp & Nilai Tukar

pendapatan bunga bersih perbankan lebih tinggi dibandingkan semester I 2008 sebagai akibat dari

%

Rp

20

12500

penyaluran kredit yang masih tinggi, namun ke depan hal

11500

ini berpotensi mengurangi profitabilitas. Hasil stress test

10500

menunjukkan bahwa apabila suku bunga meningkat 1%,

KK (ki) 18

KMK (ki)

16 14 KI (ki) 12

9500

menjadi di bawah 8%.

10 Deposito 1 bln (ki)

8

tidak terdapat bank yang mengalami penurunan CAR

8500

Kurs (kn) 7500

6 2006

2007

2008

Grafik 2.30 Profil Maturitas Valas

Des

M USD 10

Grafik 2.29 Profil Maturitas Rupiah

5

Rp triliun 500 0

400 300

(5)

200 100

(10)

0 (100)

Des07

Mrt08

Sep08

Des08

Jun08

(15)

(200)

sd 1 bln

(300) (400)

Des07

Mrt08

Sep08

Des08

1 - 3 bln

(500) sd 1 bln

1 - 3 bln

3 - 6 bulan

6 - 12 bln

3 - 6 bulan

6 - 12 bln

> 12 bln

Jun08

Grafik 2.31 Posisi Devisa Netto

> 12 bln

%

Dengan profil maturitas perbankan, baik rupiah maupun valas, yang secara umum cenderung short dalam jangka pendek dan long dalam jangka panjang, kenaikan

9 8 7 6 5

suku bunga perbankan berpotensi merugikan karena akan mengurangi keuntungan atau meningkatkan kerugian.

3

Pada periode laporan, posisi short aset/kewajiban dalam

1

rupiah untuk jangka waktu sangat pendek (s.d. 1 bulan) cenderung semakin meningkat seiring dengan gencarnya

32

4

2

0 Des07 BUSN

Mrt08 Campuran

Jun08 BPD

Sep08 Persero

Asing

Des08 SELURUH

perbankan dalam menarik dana masyarakat untuk

Gejolak pasar keuangan global juga menimbulkan

meningkatkan likuiditas. Sebaliknya, untuk aset/kewajiban

tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Bahkan rupiah sempat

dalam valas, posisi shortnya cenderung menurun sejalan

mencapai Rp12.150 per USD pada November 2008,

dengan meningkatnya risiko akibat depresiasi rupiah yang

sehingga rata-rata nilai tukar rupiah selama semester II

cukup tajam.

2008 mencapai Rp10.138 per USD dibandingkan semester

Meningkatnya posisi short jangka pendek ini

I 2008 sebesar Rp9.235 per dolar AS. Namun demikian,

berpotensi meningkatkan risiko pasar perbankan akibat

rasio PDN perbankan yang relatif rendah (6,2%)

kenaikan suku bunga, terlebih dengan spread yang

menyebabkan eksposur perbankan terhadap risiko nilai

semakin menyempit. Meskipun selama semester II 2008

tukar relatif terbatas. Hasil stress test menunjukkan bahwa

Bab 2 Sektor Keuangan

Grafik 2.33 Perkembangan SUN (Rp T)

apabila nilai tukar rupiah mengalami depresiasi sampai dengan Rp5.000 per USD, rasio kecukupan modal (CAR)

perbankan melalui penurunan kemampuan membayar

200

AFS

krisis pasar keuangan global yang semakin buruk. Salah

156,4

domestik selama semester II 2008 semakin tinggi akibat

100 126,8

Tekanan terhadap pasar saham dan pasar utang

HTM

28,2

150

debitur.

Trading

101,4

perlu diwaspadai pengaruh fluktuasi nilai tukar terhadap

250

16,9

300

130,6

perbankan masih berada di atas 8%. Namun demikian,

50 0

Des 2007

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

Des

2008

satu dampaknya adalah harga surat utang negara yang sempat turun signifikan pada Oktober, meski pada akhir

pada laporan laba rugi yang menurun pada Desember

2008 sudah mulai meningkat. Perkembangan ini sangat

2008, setelah sempat meningkat tinggi pada Oktober

mempengaruhi neraca dan laba rugi perbankan, karena

2008.

sebagian besar bank memiliki SUN sebagai salah satu portofolio dalam aktiva produktif.

Harga SUN yang turun tajam juga mendorong perbankan untuk mengalihkan tujuan kepemilikan SUN dari

Untuk mengurangi kerugian yang lebih besar, pada

AFS menjadi HTM untuk mengurangi kerugian. Akibatnya,

tanggal 9 Oktober 2008, Bank Indonesia, Pemerintah

selama semester II 2008, pangsa kepemilikan SUN untuk

(Bapepam-LK), dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)

AFS turun 10,8% menjadi 36,9%, sedangkan pangsa HTM

menerbitkan keputusan bersama yang memungkinkan

naik 11,3% menjadi 56,9%. Pangsa kepemilikan SUN

perbankan untuk menunda penerapan marking to market

trading yang cukup rendah dan penundaan berlakunya

dalam penetapan nilai wajar untuk SUN. Selain itu,

marking to market menjadikan perbankan tidak terlalu

perbankan juga dimungkinkan untuk mengalihkan tujuan

terekspos dengan risiko penurunan harga SUN. Hasil stress

kepemilikan SUN dari kategori Trading dan Available for

test menunjukkan bahwa apabila harga SUN turun sampai

Sale (AFS) menjadi kategori Hold to Maturity (HTM).

20%, tidak terdapat bank yang mengalami penurunan CAR

Kebijakan tersebut memberikan dampak positif terhadap

menjadi di bawah batas minimum 8%.

neraca dan laba rugi perbankan. Hal ini tercermin pada

net unrealized loss di neraca dan nilai kerugian bersih

2.3.4. Profitabilitas dan Permodalan

Profitabilitas Grafik 2.32 Pangsa Kepemilikan SUN Perbankan

Di tengah peningkatan tekanan terhadap perekonomian, industri perbankan masih mampu

% 60 Des07 Jun08 Des08

50 40

mempertahankan profitabilitasnya, meskipun menurun bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Net Interest

Income (NII), sebagai salah satu indikator profitabilitas,

30 20

menunjukkan peningkatan yaitu dari Rp53,2 triliun (Juni

10

2008) menjadi Rp59,9

0

triliun (Desember 2008).

Peningkatan tersebut antara lain karena pertumbuhan HTM

AFS

Trading

33

Bab 2 Sektor Keuangan

kredit yang tinggi sejak awal tahun dan baru mulai

terkait melambatnya pertumbuhan ekonomi ke depan

melambat sejak bulan November 2008. Dengan demikian,

dengan meningkatkan beban Penyisihan Penghapusan

peningkatan NII lebih ditopang oleh pendapatan bunga

Aktiva Produktif (PPAP). Akibatnya, terjadi penurunan laba

kredit.

operasional sekitar 30,6%, yaitu dari Rp17,6 triliun (Juni 2008) menjadi Rp12,2 triliun (Desember 2008). Setelah Grafik 2.34 Profitabilitas Bank-mtm 2008

memperhitungkan pajak, perolehan laba selama semester II 2008 turun 33,9%, yaitu dari Rp18,4 triliun menjadi

Rp triliun 25 20

Rp12,2 triliun.

Pend. Bunga Beban Bunga NII

Penting dicatat bahwa penurunan laba yang terjadi

15

pada paruh kedua tahun 2008 ini, merupakan

10

kecenderungan tahunan yang juga terjadi pada tahun

5

2007 yang lalu. Hanya saja, meningkatnya tekanan

0

terhadap kondisi perbankan pada tahun 2008, Nov Des Jan 2007

Feb Mar Apr Mei Jun Jul 2008

Ags Sep Okt Nov Des

menyebabkan perolehan laba berjalan menjadi lebih menurun, yaitu dari sebesar Rp35,0 triliun pada akhir 2007

Grafik 2.35 Pendapatan Bunga Bank

menjadi Rp30,6 triliun pada akhir 2008. Sementara itu, pada periode yang sama total aset perbankan juga

250 Lainnya Kredit

200

SSB BI

mengalami peningkatan. Hal ini kemudian menyebabkan ROA perbankan juga menjadi menurun.

150 100

Grafik 2.36 Perkembangan Rasio ROA per Kelompok Bank

50

% 0 Nov

Des

Nov

2007

4

Des

ROA Des'07

ROA Des'08

2008

3

Akan tetapi, profitabilitas yang dihasilkan dari pendapatan bunga tersebut tidak seluruhnya dapat

2

langsung menjadi laba bersih bank. Hal tersebut karena

1

perbankan mengantisipasi memburuknya kualitas kredit

15 BB S. Menengah S. Kecil

BPD

Campuran

Asing

Tabel 2.1 Laba/Rugi Perbankan Rp triliun

2007 Semester I Semester II L/R Operasional

Total

Semester I Semester II

Total

18,07

16,97

35,04

17,63

12,23

7,10

7,72

14,82

7,23

11,01

18,24

L/R sebelum Pajak

25,17

24,69

49,86

24,86

23,24

48,10

L/R setelah Pajak

18,38

16,63

35,02

18,39

12,16

30,55

L/R Non Operasional

34

2008

29,86

Industri

Bab 2 Sektor Keuangan

Penurunan laba operasional sepanjang tahun 2008

Sementara itu, rasio modal inti (Tier 1) terhadap

tampaknya juga dipicu oleh tingkat efisiensi yang ikut

Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) juga masih

berkurang. Penurunan efisiensi ini tercermin pada rasio

cukup tinggi, yaitu sebesar 14,4%. Dengan demikian,

Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional

permodalan perbankan diperkirakan masih cukup kuat

(BOPO) yang meningkat. Oleh karena itu, salah satu

untuk menyerap berbagai risiko, serta masih memiliki

agenda penting perbankan ke depan adalah upaya untuk

ruang gerak yang mencukupi untuk terus bertumbuh dan

meningkatkan efisiensi.

melakukan ekspansi kredit.

Sementara itu, data yang ada menunjukkan bahwa Grafik 2.38 Modal, ATMR, dan CAR

inefisiensi ternyata lebih banyak terlihat pada kelompok bank kecil dibandingkan kelompok bank lainnya. Dengan demikian, salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi

Rp triliun

%

2.000

25

Modal ATMR CAR (kanan)

1.600

20

adalah dengan memperbesar size atau skala usaha bank. 1.200

15

800

10

400

5

Hal ini dapat dilakukan antara lain melalui merger dan akuisisi dalam rangka konsolidasi perbankan. Grafik 2.37 Perkembangan Rasio BOPO per Kelompok Bank

-

Des 2007

Feb

Apr

Jun

Ags

Okt

0

Des

2008

%

Ketahanan perbankan terhadap tekanan berbagai

120 BOPO Des'07

BOPO Des'08

100

risiko tersebut tercermin pada hasil integrated stress test,

80

yang mencakup risiko kredit, risiko suku bunga, risiko nilai

60

tukar, risiko harga SUN dan risiko likuiditas. Stress test ini

40

dilakukan terhadap 15 bank besar yang mencakup sekitar

20

70% dari total aset industri perbankan. Skenario yang

15 BB S. Menengah S. Kecil

BPD

Campuran

Asing

Industri

digunakan adalah rasio NPL gross meningkat menjadi sebesar 5,6% (proyeksi pesimis rasio NPL tahun 2009),

Permodalan Secara umum, rasio permodalan (CAR) industri

harga SUN turun 20%, suku bunga turun 1% dan rupiah terdepresiasi sampai dengan Rp5.000 per USD. Selain itu,

perbankan pada akhir semester II 2008 masih cukup tinggi, yaitu 16,2%. Namun demikian, jika dibandingkan dengan posisi akhir semester sebelumnya sebesar 16,4%, terdapat sedikit penurunan. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya pertumbuhan kredit yang dibarengi dengan lambannya

Grafik 2.39 Integrated Stress Test terhadap CAR 15 Bank Besar 30% CAR AWAL CAR BARU

25% 20%

peningkatan laba bank. Apabila kredit perbankan ke depan

15%

terus bertumbuh pada kisaran 15%-18%, maka CAR

10%

industri perbankan pada akhir tahun 2009 diperkirakan

5%

akan turun menjadi sekitar 14,3%.

0% A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M

N

O

35

Bab 2 Sektor Keuangan

kekurangan likuiditas diasumsikan dipenuhi dari dana

dampak lanjutannya (second round effects) berpotensi

PUAB. Hasil stress test menunjukkan bahwa tidak terdapat

membuat 24 bank lainnya ( multiple failure ) juga

bank yang CARnya turun menjadi di bawah 8%.

menghadapi tekanan permodalan.

Selanjutnya, mengingat beberapa bank dewasa ini

Sementara itu, apabila dilihat secara individual,

sedang menghadapi potensi kerugian terkait structured

beberapa bank masih memiliki modal inti minimum kurang

products , telah dilakukan pula stress test untuk

dari Rp100 miliar. Meskipun ketentuan modal inti minimum

mengetahui ketahanan permodalan dari bank-bank

sebesar Rp100 miliar baru akan berlaku pada akhir tahun

tersebut. Hasil stress test ini menunjukkan bahwa secara

2010, bank-bank yang dewasa ini masih belum memiliki

umum permodalan bank cukup kuat, meskipun beberapa

modal inti Rp100 miliar perlu segera menyiapkan langkah-

Kantor Cabang Bank Asing tertentu yang aktif melakukan

langkah untuk pemenuhannya. Salah satu langkah yang

transaksi structured products harus siap-siap segera

mungkin dapat dilakukan adalah dengan melakukan

meningkatkan modal apabila potensi kerugian menjadi

merger dan akuisisi sehingga dapat mempercepat proses

semakin meningkat.

konsolidasi perbankan.

Untuk mendapatkan gambaran tentang ketahanan perbankan dalam menghadapi gejolak faktor-faktor

2.4. LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK DAN

makroekonomi, telah dilakukan macroeconomic stress test,

PASAR MODAL

khususnya terhadap 15 bank besar. Hasil stress test ini

2.4.1. Perusahaan Pembiayaan

memperlihatkan bahwa pada akhir 2009, sejalan dengan

Perusahaan Pembiayaan (PP) merupakan salah satu

proyeksi perlambatan pertumbuhan ekonomi, maka secara

jenis lembaga keuangan bukan bank yang berfungsi

rata-rata rasio NPL 15 bank besar akan meningkat, namun

melakukan pembiayaan melalui berbagai jenis pembiayaan

masih pada kisaran 5%.

antara lain pembiayaan konsumen, sewa guna usaha,

Selain itu, telah dilakukan pula interbank stress test,

anjak piutang dan kartu kredit. Selama semester II 2008

yaitu untuk mengetahui dampak contagion kegagalan

(s.d November), kinerja PP meningkat cukup signifikan,

suatu bank terhadap bank lainnya dalam sistem perbankan

tercermin pada peningkatan total asset dan modal masing-

(contagion risk). Hasil stress test ini menunjukkan bahwa

masing sebesar 23,80% dan 2,01%, sementara kegiatan

apabila 11 bank pemicu gagal (single failure) terdapat 14

pembiayaan meningkat sebesar 16,58%.

bank yang berpotensi permodalannya tertekan, sementara

Pesatnya kegiatan usaha PP ditopang oleh kenaikan pendanaan, terutama yang bersumber dari kredit

Grafik 2.40 Interbank Stress Test

perbankan yang meningkat cukup pesat yaitu sekitar 24,42% sehingga pangsanya menjadi 42% dari total

Bank Pemicu

Bank Kena Dampak F M N O P

36

A B C D E F G H I J K L

Q

R

S

T

U

V

J

W

K

pendanaan. Krisis keuangan global yang memperketat likuiditas menyebabkan tingginya biaya emisi saham dan obligasi. Akibatnya, PP semakin tergantung pada sumber dana kredit perbankan. Dari segi jenis pembiayaan yang diberikan, pangsa pembiayaan konsumen semakin berkurang dan cenderung

Bab 2 Sektor Keuangan

Grafik 2.41 Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan

Tabel 2.2 Perkembangan Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan

200,00 Jun 07 Des'07 Jun'08 Nov'08

23,80%

180,00 160,00

16,58% 28,19%

140,00 120,00 100,00

Jun»08

Total

Swasta Nasional

Patungan

Sewa Guna Usaha Anjak Piutang Kartu Kredit Pembiayaan Konsumen

33,34% 1,82% 1,07% 63,76%

11,31% 3,10% 0,01% 85,59%

44,85% 1,05% 1,69% 52,40%

Nov»08

Total

Swasta Nasional

Patungan

Sewa Guna Usaha Anjak Piutang Kartu Kredit Pembiayaan Konsumen

37,88% 1,57% 0,83% 59,71%

12,45% 2,56% 0,01% 84,99%

49,72% 1,07% 1,25% 47,96%

80,00 60,00 40,00

2,01%

20,00 0,00

Aset

Pembiayaan

Pendanaan

Modal

Grafik 2.42 Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan Rp miliar

signifikan, yaitu sebesar Rp2,85 triliun menjadi Rp5,96

140.000 120.000

Sementara itu, keuntungan PP meningkat cukup

Jun'07

Jun'08

Des'07

Nov'08

28,19%

triliun. Kenaikan laba tersebut mendorong meningkatnya

100.000

ROA dan ROE. Efisiensi usaha juga berhasil dipertahankan

80.000

dengan rasio Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi

24,42%

60.000

(BOPO) sebesar 77%.

40.000 -7,33%

20.000 0 Pinjaman Bank Domestik

Surat Berharga yang Diterbitkan

Total Sumber Dana*

*Total Sumber Dana: SSB, Pinjaman Subordinasi dan Total Pinjaman Dalam dan Luar Negeri

Tabel 2.3 Rasio-rasio Keuangan Perusahaan Pembiayaan Des-06

Grafik 2.43 Komposisi Nominal Pembiayaan PP (Nov'08) Pembiayaan (dalam Rp miliar) 160.000 140.000 120.000 100.000 80.000 60.000 40.000

Mei-07

Asset 116.000.000.000 127.000.000.000 Debt (Pinjaman/ Obligasi) 81.524.052.728 90.319.642.214 Kewajiban 95.241.046.752 102.466.196.738 Equity 20.758.953.248 24.533.803.262 Profit Before Tax 2.978.914.227 5.763.866.446 Profit After Tax 2.244.670.921 4.379.780.690 ROA 0,03 0,05 ROE 0,14 0,23 BOPO 0,81 0,83 Debt/Equity 3,93 3,68 Kewajiban/Equity 4,59 4,18

Des-07

Mei-07

140.649.000.000 174.124.731.707 100.183.895.911 128.423.157.567 113.722.737.895 143.568.726.785 26.926.262.105 30.556.004.922 4.134.560.328 8.078.856.892 3.114.695.467 5.961.654.328 0,03 0,05 0,15 0,26 0,77 0,77 3,72 4,2 4,22 4,7

20.000 0

Total

Swasta Nasional

Piutang pembiayaan

141.179

46.257

Patungan 93.795

Sewa Guna Usaha

53.480

5.759

46.634

Anjak Piutang

2.222

1.182

1.001

Kartu Kredit

1.178

2

1.175

Pembiayaan Konsumen

84.299

39.314

44.985

Tetap baiknya kinerja PP pada semester laporan didukung oleh perkembangan pasar kendaraan bermotor yang masih tetap menggembirakan. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia

didiversifikasi melalui peningkatan pembiayaan sewa guna

(Gaikindo), sepanjang periode 2008, penjualan mobil di

usaha. Penurunan konsentrasi kegiatan pembiayaan

Indonesia meningkat sekitar 40% menyentuh rekor

konsumen terutama terjadi pada PP Patungan yaitu dari

tertinggi mencapai 607,15 unit, meskipun terdapat trend

52,40% (Juni 2008) menjadi 47,96% (November 2008).

penurunan penjualan pada November dan Desember.

37

Bab 2 Sektor Keuangan

Sementara itu, berdasarkan data Asosiasi Industri Sepeda

Selain itu, risiko likuiditas juga berpotensi meningkat.

Motor Indonesia (AISI), penjualan sepeda motor selama

Hal tersebut terutama karena membesarnya mismatch

tahun 2008 juga meningkat mencapai 6,22 juta, atau jauh

liquidity. Arus masuk likuiditas yang bersumber dari

lebih banyak dibandingkan penjualan pada tahun 2007

pendanaan sebenarnya cukup tinggi, namun tetap tidak

sebesar 4,69 juta unit.

mampu mengimbangi tingginya arus kas keluar karena

Suku bunga kredit yang cukup tinggi pada semester

aktivitas operasi yang meningkat pesat.

laporan meningkatkan potensi risiko pembiayaan oleh PP. Di samping itu, menurunnya pendapatan nasabah sebagai

Grafik 2.46 Arus Kas PP Swasta Nasional

dampak krisis global juga berpotensi meningkatkan NPL. Pada tahun 2008 rasio NPL pembiayaan PP tetap menurun,

Rp miliar 4.000 3.000

namun secara nominal terindikasi adanya peningkatan NPL, khususnya pada pembiayaan konsumen dan sewa

2.000 1.000

guna usaha.

0 -1.000 -2.000

Grafik 2.44 NPL Pembiayaan

Jun 07

Des 07

Jun 08

Nov 08

Arus kas neto dari aktivitas operasi

792

1.184

1.312

1.772

Arus kas neto dari aktivitas investasi

-45

-162

-177

-322

-903

-811

1.721

3.109

-3.000

NPL (%) 16,00 14,00

Arus kas neto dari aktivitas pendanaan

12,00 10,00 8,00

Grafik 2.47 Arus Kas PP Patungan

6,00 4,00

Rp miliar 15.000

2,00 0,00

Anjak Piutang

Kartu Kredit

Jun'07

Sewa Guna Usaha 2,67%

14,14%

4,28%

Pembiayaan Konsumen 1,55%

Des'07

2,28%

11,59%

3,66%

1,68%

Jun'07

1,90%

11,32%

2,79%

1,70%

Nov'08

1,67%

9,04%

3,09%

1,66%

10.000 5.000 0 -5.000 -10.000

Grafik 2.45 Perkembangan Nominal NPL

-15.000 Arus kas neto dari aktivitas operasi

Rp miliar

Arus kas neto dari aktivitas investasi Arus kas neto dari aktivitas pendanaan

3.000.000.000 2.500.000.000 2.000.000.000

SGU AP KK

1.500.000.000

PK Total

Jun-08

Nov-08

7.133

5.221

9.786

174

494

944

724

4.790

7.513

4.480

11.222

tersebut pada gilirannya dapat mengganggu kinerja atau meningkatkan risiko bagi bank yang menjadi sumber dana

500.000.000

bagi PP. Dengan demikian, potensi risiko yang lebih besar Jun

Des 2007

38

Des-07

3.528

Meningkatnya risiko pembiayaan dan risiko likuiditas

1.000.000.000

0

Jun-07

Jun

Nov 2008

akan dihadapi oleh bank-bank yang memiliki anak

Bab 2 Sektor Keuangan

perusahaan PP. Sementara itu, meningkatnya kegiatan

channeling dan joint financing antara bank dengan PP

Grafik 2.49 Perkembangan Penurunan NPL PP Subsidiary Bank

berpotensi meningkatkan tekanan risiko bagi bank. Selama

12000000

12000000

semester II 2008, channeling meningkat 23,74% menjadi

10000000

10000000

Rp9,33 triliun, sedangkan joint financing meningkat 9,8%

8000000

80000000

menjadi Rp49,61 triliun.

6000000

60000000

4000000

40000000

Grafik 2.48 Exposure Perbankan

20000000

2000000 1

0

Rp Miliar

8

4

0 Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

50.000 45.000

5 Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

2008

Channelling Joint Financing

40.000

Grafik 2.50 Perkembangan Kenaikan NPL PP Subsidiary Bank

35.000 30.000 25.000

4500000

30000000

20.000

2 3 6

15.000 25000000

10.000 5.000

7 9 10

4000000 3500000 3000000

20000000

0 Jun

Des

Jun

2500000

Nov

2007

15000000

2008

2000000 1500000

10000000

Terkait dengan perkembangan tersebut, berdasarkan

1000000 50000000

500000

pemantauan terhadap 21 PP yang terafiliasi dengan bank 0

diketahui adanya 10 PP yang memiliki NPL dan 6

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

0

2008

diantaranya cenderung mengalami peningkatan. Kenaikan nominal NPL yang signifikan terutama terjadi pada PP yang

2.4.2. Pasar Modal

memiliki porsi pembiayaan sewa guna usaha yang tinggi.

Portofolio Investasi Asing

Sementara, NPL nominal pembiayaan konsumen

Pada semester II 2008, investor asing cenderung melakukan realisasi gain. Akibatnya, terjadi outflows

cenderung mengalami penurunan.

investasi asing pada aset keuangan rupiah sebesar Rp20,4 Tabel 2.4 Perkembangan NPL Perusahaan Pembiayaan

triliun, padahal pada semester sebelumnya terjadi inflows sebesar Rp18,5 triliun. Outflows tersebut tercermin pada

∆ Perubahan Nominal NPL

Perubahan % NPL PP Jun»08 Nov»08 Jun»08 - Nov»08 1 2

0,54%

SGU

turunnya kepemilikan asing pada SBI dan SUN masing-

Ajk.Ptng KK Pmb.Kons

masing Rp25,2 triliun dan Rp6,7 triliun.

0,37%

-

-

-

-3.558.416

32,63% 53,28%

93.069.554

413.988

-

42.591.752

Sementara itu, sentimen negatif paska kejatuhan institusi keuangan internasional seperti Lehman Brothers

3

0,37%

0,37%

-

-

-

-990.623

4

1,03%

0,00%

-

-

-

-

-26.578.328

5

1,20%

1,07%

-

-

-

-5.406.096

6

0,00%

0,06%

799.020

-

-

-

7

0,20%

0,44%

-

-

-

1.370.608

8

0,79%

0,58%

142.127

-

-

-

9

0,00%

0,66%

-540.907

-

-

-

peluang profit taking bagi investor asing. Di pasar saham

10

0,02%

0,03%

-

-

-

279.805

domestik, perilaku profit taking investor asing

di AS dan beberapa bank investasi di Eropa serta kegagalan Asuransi AIG menyebabkan semakin berfluktuasinya harga saham, sehingga meningkatkan

39

Bab 2 Sektor Keuangan

mengakibatkan terjadinya net beli saham sebesar Rp11,5

pelepasan SUN oleh investor domestik (khususnya lembaga

triliun.

keuangan) sekitar Rp10,1 triliun. Akibatnya, pelemahan pasar SUN sangat mendalam dan recovery pasar menjadi Grafik 2.51 Penanaman Investor Asing: SBI-SUN-Saham

sangat lambat. Pada sisi lain, tetap tingginya portofolio SUN yang dimiliki oleh lembaga keuangan domestik,

Rp triliun 35 SBI

SUN

Saham

seperti perbankan (sebesar Rp253,9 triliun), asuransi

25 15

(Rp53,3 triliun), dana pensiun (Rp32,2 triliun) dan

5

reksadana (Rp31,9 triliun), menyebabkan pelemahan pasar

-5

SUN akan berdampak negatif terhadap kinerja lembaga

-15

keuangan domestik tersebut sehingga perlu diwaspadai.

-25 -35

Sep Okt

Nov Des

Jan

Feb

Mar

Apr

2007

Mei Jun

Jul

Ags

Sep Okt

Nov Des

Grafik 2.53 Kepemilikan SUN dan SBI Investor Asing

2008

Grafik 2.52 Penanaman Investor Asing: SBI-SUN-Saham

Rp triliun 120 SBI

SUN

100

Rp triliun 35

80

25

60 15

40

5 -5

20

-15

0 Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

Des

2008

-25 -35 Sep Okt

Nov Des

2007

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei Jun

Jul

Ags

Sep Okt

Nov Des

2008

Grafik 2.54 Penyerapan SUN Lembaga Keuangan Domestik dan Asing Rp triliun

Perilaku profit taking oleh investor asing berpotensi

20

menekan stabilitas sistem keuangan karena berpotensi

10

memicu pembalikan arus dana secara tiba-tiba dan

0

serentak ( sudden reversal ). Kerawanan terutama

-10 -20

bersumber pada portofolio SUN yang dimiliki investor asing

-30

sejumlah Rp87,4 triliun per akhir Desember 2008 yang

-40

sebagian besar merupakan portofolio manajer investasi

-50

LK Domestik Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

LK Asing Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

Des

2008

asing. Selain berpotensi memicu sudden reversal , pelepasan SUN oleh investor asing juga akan berpotensi menekan nilai tukar rupiah dan harga SUN.

40

Pasar Saham Pada semester laporan, bursa saham global terkoreksi

Potensi kerawanan semakin besar karena perilaku

turun terimbas sentimen negatif kejatuhan perusahaan-

investor utama SUN cenderung searah. Hal ini tampak pada

perusahaan investasi peringkat atas serta meningkatnya

perkembangan selama semester laporan yaitu pelepasan

laporan kerugian lembaga keuangan internasional. Bursa

SUN oleh investor asing sebesar Rp4,7 triliun diikuti dengan

Dow Jones turun pesat sekitar 23% dan sempat

Bab 2 Sektor Keuangan

menyentuh level terendah 7.552,2 (pertengahan

pertambangan yang masing-masing turun sekitar 70% dan

November 2008). Prospek memburuknya kondisi

74%. Pelemahan cukup besar juga dialami indeks sektoral

perekonomian global dan adanya ekspektasi resesi di AS

yang rentan terhadap pelemahan nilai tukar yaitu indeks

dan beberapa negara di Eropa berdampak pada turunnya

sektor perdagangan dan indeks sektor aneka industri yang

kinerja bursa regional Asia. Dalam hal ini, IHSG tercatat

masing-masing turun sekitar 58% dan 40%.

turun sekitar 42,3% menjadi 1.355,41 (Desember 2008) Tabel 2.6 Pertumbuhan Indeks Sektoral

dan sempat mencapai level terendah sebesar 1.111,39 pada tanggal 28 Oktober 2008. Dengan perkembangan

Pertumbuhan Jun 07 Des 07 Jun 08 Sep 08 Des 08

tersebut, rata-rata IHSG selama semester II 2008 sekitar 1.723,06, atau jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata selama semester sebelumnya sebesar 2.485,47. Tabel 2.5 Pertumbuhan Indeks Bursa Regional Pertumbuhan Jun 07 Des 07 Jun 08 Sep 08 Des 08 IHSG STI SET KLCI PCOMP NIKKEI HSCI KOSPI FTSE UKX DJIA

2.139,28 3.475,89 776,79 1.354,38 3.660,86 18.138,36 21.772,73 1.743,60 9.873,02 6.607,90 13408,62

2.745,83 3.465,63 858,10 1.445,03 3.621,60 15.307,78 27.812,65 1.897,13 9.740,32 6.456,90 13264,82

2.349,11 2.947,54 768,59 1.186,57 2.459,98 13.484,38 22.102,01 1.674,92 8.660,48 5.625,90 11350,01

1.832,51 2358,91 596,54 1.018,68 2.569,65 11.259,86 18.016,21 1.448,06 7.532,80 4.902,45 10850,66

1.355,41 1.761,56 449,96 876,75 1.872,85 8.859,56 14.387,48 1.124,47 5.757,05 4.434,17 8776,39

(%)

Sem II 07 Sem II 08 Jun-Sep 08 28,35 (0,30) 10,47 6,69 (1,07) (15,61) 27,74 8,81 (1,34) (2,29) (1,07)

(42,30) (40,24) (41,46) (26,11) (23,87) (34.28) (34,90) (32,86) (33,53) (21,18) (22,68)

(21,99) (19,97) (22,39) (14,15) 4,46 (16,48) (18,49) (13,54) (13,02) (12,86) (4,40)

(%)

Sem II 07 Sem II 08 Jun-Sep 08

IHSG 2.139,28 2.745,83 2.349,11 1.832,51 1.355,41 28,35 Indeks Sektor Keuangan 223,14 260,57 203,74 203,37 176,33 16,78 Indeks Sektor Pertanian 1.680,12 2.754,76 3.061,06 1.489,57 918,77 63,96 Indeks Sektor Industri Dasar 196,10 238,05 200,05 162,93 134,99 21,39 Indeks Sektor Konsumsi 437,01 436,04 398,29 381,36 326,84 (0,22) Indeks Sektor Properti 211,72 251,82 168,53 142,42 103,49 18,94 Indeks Sektor Pertambangan 1.647,04 3.270,09 3.415,96 1.833,24 877,68 98,54 Indeks Sektor Infrastruktur 750,43 874,07 652,81 570,91 490,35 16,47 Indeks Sektor Perdagangan 387,38 392,24 356,76 261,33 148,33 1,26 Indeks Sektor Aneka Industri 324,96 477,35 360,65 326,15 214,94 46,89

(42,30) (13,45) (69,99) (32,52) (17,94) (38,59) (74,31) (24,89) (58,42) (40,40)

(21,99) (0,18) (51,34) (18,55) (4,25) (15,49) (46,33) (12,55) (26,75) (9,57)

Sementara itu, berkurangnya tekanan inflasi dan terdapatnya sinyal penurunan suku bunga pada menjelang akhir tahun 2008 berhasil menahan pelemahan indeks sektor keuangan yang hanya turun sekitar 0,18%. Gejolak krisis pasar global sempat membuat volatilitas pasar saham domestik melonjak tinggi pada periode SeptemberNovember 2008. Namun, karena secara rata-rata volatilitas

Grafik 2.55 Perkembangan IHSG & Indeks Global dan Regional (Diindekskan dengan Indeks 31 Desember 2005)

pasar saham domestik cukup moderat, maka minat investor untuk profit taking jangka pendek masih tetap bertahan.

2,20

Grafik 2.56 Volatilitas (30 hari) beberapa Indeks Bursa Asia

1,70

%

1,20 120 0,70

Indonesia Thailand Singapore

100

Jepang Malaysia Hongkong

80

0,20 Des

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

2007

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

Des

2008 IHSG PCOMP FTSE

FSSTI NKY NYA

60 SET Hang Seng DJIA

KLCI KOSPI

40 20

Seluruh indeks sektoral mengalami pelemahan, 0

terutama indeks sektor pertanian dan indeks sektor

Des

2007

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

Des

2008

41

Bab 2 Sektor Keuangan

Turun tajamnya indeks saham diiringi pula dengan

Selama semester laporan, harga sebagian besar

berkurangnya aktivitas transaksi. Hal tersebut antara lain

saham perbankan melemah signifikan meskipun

karena adanya libur panjang menjelang akhir tahun 2008.

menjelang akhir semester terindikasi rebound. Sementara

Selama semester II 2008, transaksi saham turun sekitar

itu, dari sisi Price/Earning Ratio (PER), sebagian besar saham

64% menjadi Rp34,88 triliun. Transaksi saham investor

bank mengalami penurunan.

asing menurun, namun tetap tingginya minat investor mengakibatkan terdapatnya net beli sebesar Rp7,77 triliun.

Grafik 2.59 Perkembangan Harga Saham Beberapa Bank

Penurunan harga yang disertai turunnya transaksi perdagangan menyebabkan turunnya kapitalisasi pasar sebesar 45,86% menjadi hanya Rp1,076 triliun. Sementara

1.200,00

9.000,00 8.000,00

1.000,00

7.000,00

itu, likuiditas pasar tetap rendah, tercermin pada emisi saham yang hanya meningkat 6,94% menjadi Rp407,46

800,00

6.000,00 5.000,00

600,00 4.000,00

triliun dengan jumlah emiten yang hanya bertambah 17

400,00

3.000,00 2.000,00

perusahaan menjadi 485 perusahaan.

200,00

1.000,00 -

Des

Jan

Feb

Mar

Apr

2007

Grafik 2.57 Nilai Transaksi Saham Investor Domestik dan Asing

Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov Des

2008

BCA (LHS) Danamon (LHS) CIMB Niaga (RHS)

BRI (LHS) BNI (LHS)

Mandiri (LHS) BII (RHS)

Rp triliun 160 Total

Indonesia

Asing

140

Grafik 2.60 P/E Ratio Saham Bank

120 100

%

80

90

60

80

40

70

Jun 07

Des 07

Jun 08

Des 08

60

20

50

0

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

Des

2008

40 30 20 10

Grafik 2.58 Nilai Kapitalisasi & Nilai Emisi

0

Danamon

BCA

BRI

Mandiri

BNI

BII

CIMB Niaga

Rp triliun 450

3500

400

3000 N Kap (BEI) N Kap (BEJ) N Kap (BES) IHSG (RHS) N Emisi

2500 2000

350

250 200

1500

100 500

50 Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

2008

42

Tingginya suku bunga sejak awal sampai pertengahan semester II 2008 menyebabkan kinerja pasar

150

1000

0

Pasar Surat Utang

300

Ags

Sep

Okt

Nov

Des

surat utang menjadi tertekan. Harga SUN mengalami penurunan, tercermin pada turunnya indeks IDMA sekitar

0

11% menjadi 88,21. Bahkan, indeks IDMA sempat

Bab 2 Sektor Keuangan

mencapai level terendah 67,11 pada tanggal 29 Oktober

berkembangnya transaksi SUN untuk tenor jangka

2008. Untuk mengurangi potensi kerugian investor karena

panjang. Tidak adanya acuan yield yang wajar untuk

turun pesatnya harga SUN, telah ditempuh kebijakan untuk

penanaman rupiah berjangka panjang (berjangka waktu

melonggarkan aturan marking to market bagi investor

lebih dari 10 tahun) juga menghambat perkembangan

SUN. Sejalan dengan penurunan BI rate sejak awal

transaksi SUN berjangka panjang.

November 2008, pasar mulai rebound, terindikasi pada Grafik 2.63 SUN: Likuiditas Pasar Berbagai Tenor

turunnya yield penanaman rupiah berbagai tenor.

Rp triliun 45

Grafik 2.61 Perkembangan Harga Beberapa Seri FR

FR

40

VR

ORI

Zero Coupon

SPN

35 30

140

25 120

20 15

100

10

80

5 0

60 40

FR02 FR48

20

Jan

Feb

Mar

Apr

FR49 FR47

Mei

Jun

FR27 FR45

Jul

Ags

Sep

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2037 2038

Tertekannya pasar surat utang mengurangi minat Okt

Nov

Des

emiten untuk menghimpun dana melalui penerbitan

2008

obligasi. Pada tahun 2008, pembiayaan melalui emisi Grafik 2.62 Yield SUN 1 s.d. 30 tahun

obligasi korporasi tercatat rendah, yaitu nilai emisi hanya naik sekitar 9% menjadi Rp145,9 triliun dengan tambahan

% 20

emiten hanya 3 perusahaan sehingga menjadi 178

18

perusahaan. Emisi obligasi korporasi tersebut tidak

16 14

berdampak nyata terhadap likuiditas pasar obligasi

12

korporasi karena sebagian besar emisi merupakan

10

refinancing. Secara keseluruhan, posisi obligasi korporasi

8 1 tahun

6

3 tahun

10 tahun

4

Des

2007

Jan

Feb

Mar

Apr

5 tahun

15 tahun Mei

Jun

30 tahun Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

Grafik 2.64 Emisi dan Posisi Obligasi Korporasi

Des

2008

(Emisi & Posisi Trl Rp)

Dari segi likuiditas, tidak adanya lelang SUN pada Kuartal IV (sejak 14 Oktober 2008) telah menyeimbangkan

160

Emisi

(Emiten) Posisi

179

Emiten

178

140

177

120

likuiditas pasar yang diwarnai aksi jual. Sejalan dengan

100

itu, posisi SUN pada semester laporan turun dari Rp515,0

80

176 175 174

60

triliun menjadi Rp511,0 triliun. Dari segi tenor, likuiditas pasar SUN tetap terkonsentrasi pada SUN berjangka pendek dan menengah yang menyebabkan kurang

173

40

172

20

171

0

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

Des

170

2008

43

Bab 2 Sektor Keuangan

pada akhir Desember 2008 tercatat sebesar Rp73 triliun,

sejalan dengan melemahnya pasar surat utang, NAB

atau turun sebesar 13,7% dibandingkan posisi pada akhir

reksadana pendapatan tetap turun 15% menjadi Rp14,0

Desember 2007.

triliun. Sementara itu, pemberlakuan ketentuan Bapepam-

Reksadana

LK yang melarang redemption reksadana terproteksi yang

Semakin melemahnya pasar keuangan menyebabkan

belum selesai masa pengelolaannya, menyebabkan NAB

memburuknya kinerja reksadana. Hal tersebut terlihat pada

reksadana terproteksi tetap meningkat, yaitu naik 21%

perkembangan Nilai Aktiva Bersih (NAB) pada semester

menjadi Rp24,9 triliun. Sejalan dengan itu, pangsa

laporan (s.d Oktober 2008) yang turun 25% menjadi

reksadana terproteksi pada akhir Desember 2008 menjadi

Rp68,9 triliun. Dengan perkembangan tersebut, selama

yang terbesar yaitu sekitar 36%, padahal pada akhir

tahun 2008 NAB reksadana turun sekitar 27%.

Desember 2007 pangsanya masih sekitar 17%. Tetap

Perkembangan

kurang

meningkatnya NAB reksadana terproteksi berhasil

menggembirakan yang disertai meningkatnya volatilitas

mengurangi tekanan redemption. Bahkan, selama tahun

IHSG mengakibatkan NAB reksadana saham turun sebesar

2008 redemption tetap lebih kecil dibandingkan dengan

53% menjadi Rp16,6 triliun, sementara NAB reksadana

subscription, yaitu Rp81,6 triliun berbanding Rp83,8

campuran turun 38% menjadi Rp8,7 triliun. Selanjutnya,

triliun.

bursa

saham

yang

Grafik 2.65 Nilai Aktiva Bersih Reksadana

Grafik 2.67 Reksadana : NAB-Unit Penyertaan

Rp triliun 40

120

35

NAB, trl Rp,kr

Unit Penyertaan, mil unit,kr

100

2000

NAB/Unit,knn

1800 1600

30

1400

80

25

1200

20

60

1000 800

15

40

600

10 5 0

400

20

200 Des 2007

Jan

Feb

Mar

Pend Tetap

Apr

Saham

Mei Jun 2008 Camp

Jul

Ags

Ps Uang

Sep

Okt

0

14

Feb

Mar

Apr

Mei Jun 2008

Jul

Ags

Sep

Okt

160

Juml Unit Penyertaan,kr

NAB, trl Rp,knn

12

100

Juml Dana,Trl Rp,kr

Juml Reksadana, knn

140

80

8 60

520

100

500

80 480

6 40

4

60 460

40 20

2

44

560 540

120

10

0

0

Grafik 2.68 Kinerja Penghimpunan Dana Reksadana 120

Subscr, trl Rp,kr

Jan

Terproteksi

Grafik 2.66 Reksadana : Redemption-Subscription-NAB Rdmp, trl Rp,kr

Des 2007

Des 2007

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei Jun 2008

Jul

Ags

Sep

Okt

0

440

20 0

Des 2007

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei 2008

Jun

Jul

Ags

Sep

420

Bab 2 Sektor Keuangan

Namun demikian, terdapat tanda-tanda bahwa minat

menjadi sekitar 62,5 miliar unit. Selain itu, peningkatan

investor terhadap reksadana semakin menurun. Hal tersebut

penghimpunan dana melalui reksadana pada tahun 2008

antara lain terlihat pada unit penyertaan. Meskipun

(s.d September) tergolong kecil yaitu hanya sebesar 2%

sepanjang tahun 2008 terdapat peningkatan unit penyertaan

menjadi Rp135,5 triliun, sementara jumlah reksadana

sebesar 17%, namun sejak September 2008 menurun

meningkat cukup besar yaitu sekitar 16% menjadi 549.

45

Bab 2 Sektor Keuangan

Boks 2.1

Kronologis Gejolak Sektor Keuangan 2008 dan Respon Kebijakan

Kondisi sektor keuangan pada tahun 2008,

Berikut ini disampaikan ringkasan kronologis

khususnya selama semester II, penuh gejolak.

gejolak keuangan di Indonesia selama semester II 2008

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, gejolak tersebut

dan respon kebijakan yang telah diambil untuk

telah membuat Indeks Stabilitas Keuangan (Financial

menjaga stabilitas sistem keuangan.

Stability Index - FSI) meningkat tajam selama semester laporan, bahkan pernah melampaui batas indikatif maksimum angka 2 pada bulan November dan Desember 2008. Sementara itu, nilai tukar rupiah juga mengalami tekanan. Dalam perkembangan terakhir, FSI mulai sedikit menurun sejalan dengan membaiknya IHSG dan harga SUN, namun nilai tukar rupiah masih belum kembali kepada level sebelum Oktober 2008, meskipun volatilitasnya sudah semakin berkurang.

Tabel Boks 2.1.1 Kronologis Gejolak Sektor Keuangan Indonesia 2008 Tanggal

Kejadian

8-10 Oktober 2008 Bursa Efek Indonesia ditutup sementara. IHSG: 1.111,39, terendah sejak Desember 2005. 28 Oktober 2008 Indeks Harga SUN (IDMA): 67,11, terendah sejak 29 Oktober 2008 penerbitan SUN pertama kali pada Januari 2005. 20 Nopember 2008 LPS mengambilalih 1 bank yang dinilai berdampak sistemik (Bank Century). 24 Nopember 2008 Nilai tukar Rp/USD: 12.650, terendah sejak krisis 1997/ 1998.

Tabel Boks 2.1.2 Respon Kebijakan Tanggal 16 September 2008 23 September 2008 13 Oktober 2008

15 Oktober 2008

24 Oktober 2008 29 Oktober 2008 13 Nopember 2008 14 Nopember 2008 18 Nopember 2008 16 Desember 2008

46

Kejadian BI menurunkan O/N repo rate dari BI rate plus 300 bps menjadi BI rate plus 100 bps. BI menyesuaikan FASBI rate dari BI rate minus 200 bps menjadi BI rate minus 100 bps. BI memperpanjang jangka waktu Fine Tune Operation (FTO) dari 1 hari s.d 14 hari menjadi 1 hari s.d 3 bulan (PBI No.10/14/PBI/2008). BI merubah ketentuan tentang GWM rupiah dan GWM valas bagi Bank Umum (PBI No.10/19/PBI2008). BI meniadakan pembatasan posisi saldo harian Pinjaman Luar Negeri (PLN) jangka pendek (PBI No.10/20/PBI/2008). Penerbitan PERPPU No.2 Tahun 2008 tentang perubahan Undang-Undang Bank Indonesia yang memungkinkan kredit berkolektibilitas lancar dijadikan agunan untuk mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). Penerbitan PERPPU No.3 Tahun 2008 yang mengatur kenaikan nilai simpanan nasabah yang dijamin LPS dari Rp100 juta menjadi Rp 2 milyar. BI memperpanjang tenor FX Swap dari paling lama 7 hari menjadi 1 bulan (PBI No.10/21/PBI/2008). BI berkomitmen menyediakan valas bagi korporasi domestik melalui perbankan (PBI No.10/22/PBI/2008). Penerbitan PERPPU No.4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). BI mengeluarkan perubahan atas PBI No.10/19/PBI2008 untuk menyempurnakan perhitungan GWM Rupiah menjadi GWM utama sebesar 5% dari DPK Rupiah, dan GWM sekunder sebesar 2.5% dari DPK Rupiah (PBI No.10/25/PBI/2008). BI mengeluarkan peraturan tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank Umum (FPJP) (PBI No.10/26/PBI/2008). BI mengeluarkan peraturan yang membatasi transaksi spekulatif valas terhadap rupiah dengan mewajibkan adanya underlying transaksi untuk setiap pembelian valas yang melebihi USD100.000 (PBI No.10/28/PBI/2008). BI mengeluarkan perubahan atas PBI No.10/26/PBI/2008 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) bagi Bank Umum (PBI No. 10/30/PBI/2008). BI mengeluarkan aturan mengenai Fasilitas Pinjaman Darurat (FPD) (PBI No.10/31/PBI/2008). BI melarang transaksi derivatif structured product yang terkait transaksi valas (PBI No.10/38/PBI/2008).

Bab 2 Sektor Keuangan

Boks 2.2

Pengambilalihan Bank Century, Penutupan Bank Indover dan Stabilitas Sistem Keuangan

Pada semester II 2008 terdapat 2 permasalahan

Sementara itu, De Indonesische Overzeese Bank

di perbankan yang banyak mendapat perhatian. Yang

atau lebih dikenal dengan Bank Indover adalah anak

pertama adalah pengambilalihan Bank Century oleh

perusahaan Bank Indonesia yang berkedudukan di

LPS dan yang kedua adalah penutupan Bank Indover.

Amsterdam, Belanda. Bank Indover sempat memiliki

Pertanyaannya adalah apakah kedua permasalahan

kinerja yang cukup bagus sebelum mengalami

tersebut mengganggu stabilitas sistem keuangan

kesulitan likuiditas akibat penurunan secara drastis

Indonesia?

money market line sebagai dampak dari gejolak pasar

Bank Century adalah hasil merger Bank CIC,

keuangan global, khususnya yang terjadi di Eropa.

Bank Pikko dan Bank Danpac pada bulan Desember

Bank ini akhirnya dibekukan oleh pengadilan Belanda

2004. Bersamaan dengan terjadinya kekeringan

pada tanggal 6 Oktober 2008.

likuiditas global yang berimbas ke dalam negeri, pada

Salah satu potensi tekanan terhadap stabilitas

bulan Juli 2008 Bank Century mengalami kesulitan

keuangan adalah penanaman yang dilakukan oleh

likuiditas yang ditandai dengan pelanggaran GWM

bank-bank domestik pada Bank Indover. Data yang

beberapa kali. Setelah itu, kinerja bank terus menurun

ada menunjukkan terdapat sekitar 14 bank domestik

sehingga masuk dalam pengawasan khusus (Special

yang melakukan penanaman pada Bank Indover

Surveillance ) Bank Indonesia. Namun demikian,

sebelum ditutup. Mengingat jumlah eksposur ke14

kondisi bank terus memburuk sehingga dinyatakan

bank domestik pada Bank Indover tersebut hanya

sebagai bank gagal pada tanggal 20 November 2008.

sekitar Rp1,6 triliun atau 0,07% dari total asset industri

Selanjutnya, mengingat bank tersebut dinilai

perbankan per Oktober 2008, maka penutupan Bank

berdampak sistemik maka Bank Century kemudian

Indover tidak menimbulkan dampak yang signifikan

diambilalih oleh LPS untuk disehatkan.

terhadap ketahanan sistem keuangan Indonesia.

Dalam kenyataannya pengambilalihan Bank

Selain itu, dampaknya terhadap rasio

Century oleh LPS tidak menimbulkan gejolak atau

permodalan (CAR) industri perbankan juga tidak besar.

shock yang signifikan di perbankan. Baik nasabah

Penutupan Bank Indover hanya mengakibatkan

maupun lembaga perbankan relatif tenang sehingga

penurunan CAR dari 16,18% menjadi 16,09%. Hasil

tidak menimbulkan tekanan terhadap stabilitas sistem

interbank stress test juga menunjukkan bahwa bank-

keuangan. Pengambilalihan bank yang tidak

bank yang mengalami penurunan CAR karena

menimbulkan gejolak ini sekaligus juga merupakan

penutupan Bank Indover bukanlah bank-bank yang

cerminan semakin kuatnya koordinasi antara

dapat menimbulkan dampak sistemik. Dari sisi

lembaga-lembaga terkait dalam sistem keuangan di

likuiditas, juga tidak berdampak signifikan karena

Indonesia dan berjalannya mekanisme protokol

hanya mengakibatkan penurunan likuiditas dalam

manajemen krisis (crisis management protocol) yang

kisaran antara 0,01% s.d 7,28% dari secondary

telah disepakati bersama.

reserves perbankan.

47

Bab 2 Sektor Keuangan

Boks 2.3 Segmentasi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)

Segmentasi PUAB adalah suatu kondisi dimana

Negeri (DN) penurunan rata-rata per hari volume

transaksi antar bank cenderung terbatas dan hanya

transaksi baru terjadi satu bulan kemudian, yaitu sejak

terjadi antara sesama kelompok bank tertentu saja.

bulan Oktober 2008.

Dengan tersegmentasinya PUAB, bank yang memiliki

Pada Tabel di bawah ini tahun 2008 dipecah

likuiditas menjadi semakin berhati-hati dalam

menjadi dua periode. Periode I adalah sebelum

menempatkan atau mengelola likuiditasnya.

terjadinya tekanan likuiditas (Januari s.d. Agustus

Sementara, bank yang memerlukan likuiditas menjadi

untuk PUAB Rupiah atau Januari s.d. September untuk

semakin berhati-hati dalam meminjam dana di PUAB,

PUAB Valas DN), sedangkan periode II adalah setelah

bukan hanya karena keterbatasan supply, namun juga

terjadi tekanan likuiditas (September s.d. Desember

untuk menjaga reputasi.

untuk PUAB Rupiah atau Oktober s.d. Desember untuk

Segmentasi PUAB dapat ditelusuri dari

PUAB Valas DN). Dengan memperbandingkan kedua

perkembangan penurunan rata-rata perhari volume

periode tersebut, terlihat bahwa pada periode II hampir

transaksi PUAB. Pada PUAB Rupiah, penurunan rata-

semua kelompok bank membatasi transaksi, baik

rata per hari volume transaksi terjadi sejak bulan

dalam hal menempatkan dana (placing) maupun

September 2008, sementara pada PUAB Valas Dalam

dalam hal meminjam (taking). Selain itu, kalaupun ada

Tabel Boks 2.3.1 Rata-rata per Hari Volume Transaksi PUAB Rupiah Januari s.d Desember 2008 Rp juta BANK PEMBERI Kelompok Bank

4 Bank Persero

BANK PEMINJAM

Bank Besar Non Persero Bank Swasta Menengah Bank Swasta Kecil BPD Bank Campuran & KCBA TOTAL

48

Periode I Periode II Perubahan Periode I Periode II Perubahan Periode I Periode II Perubahan Periode I Periode II Perubahan Periode I Periode II Perubahan Periode I Periode II Perubahan Periode I Periode II Perubahan

4 Bank Persero 266.184 17.690 -93,4% 456.839 121.980 -73,3% 49.585 51.991 4,9% 9.382 4.963 -47,1% 10.229 2.500 -75,6% 873.565 225.304 -74,2% 1.665.783 424.429 -74,5%

Bank Besar Bank Swasta Bank Swasta Non Persero Menengah Kecil 260.786 30.547 -88,3% 239.003 372.240 55,7% 62.317 100.921 61,9% 53.515 37.090 -30,7% 4.897 11.701 139,0% 695.964 614.915 -11,6% 1.316.482 1.167.415 -11,3%

99.627 4.762 -95,2% 119.152 173.638 45,7% 36.332 126.384 247,9% 63.656 45.772 -28,1% 2.377 2.778 16,9% 197.388 355.914 80,3% 518.532 709.247 36,8%

8.628 0 -100,0% 69.866 20.184 -71,1% 50.926 31.345 -38,5% 36.223 15.076 -58,4% 1.411 0 -100,0% 71.858 15.469 -78,5% 238.913 82.074 -65,6%

BPD

Bank Campuran & KCBA

Total

706.069 112.154 -84,1% 592.022 367.196 -38,0% 81.815 90.521 10,6% 7.424 1.594 -78,5% 252.279 318.728 26,3% 97.870 51.586 -47,3% 1.737.480 941.778 -45,8%

143.799 3.962 -97,2% 188.310 143.939 -23,6% 17.459 33.659 92,8% 22.954 12.730 -44,5% 0 0 917.118 1.090.923 19,0% 1.289.640 1.285.213 -0,3%

1.485.093 169.115 -88,6% 1.665.192 1.199.177 -28,0% 298.434 434.819 45,7% 193.155 117.226 -39,3% 271.193 335.707 23,8% 2.853.763 2.354.112 -17,5% 6.766.829 4.610.157 -31,9%

Bab 2 Sektor Keuangan

transaksi, hal itu cenderung hanya terjadi terbatas

serangkaian kebijakan yang diambil Bank Indonesia

pada kelompok bank-bank tertentu saja. Bank-bank

dan Pemerintah, maka mulai penghujung tahun 2008,

besar terlihat hanya mau bertransaksi dengan sesama

baik PUAB rupiah maupun valas DN, sama-sama

bank besar pula, sementara bank-bank kecil dan

menunjukkan peningkatan rata-rata per hari volume

menengah relatif kesulitan dalam mendapatkan dana

transaksinya. Dengan demikian, ke depan diharapkan

antar bank.

permasalahan segmentasi PUAB ini segera mulai

terselesaikan secara menyeluruh sehingga tidak

membaiknya kondisi likuiditas domestik paska

menimbulkan tekanan terhadap stabilitas keuangan.

Perkembangan

terakhir,

seiring

Tabel Boks 2.3.2 Rata-rata per Hari Volume Transaksi PUAB Valas DN Januari s.d Desember 2008 USD ribu BANK PEMBERI Kelompok Bank

4 Bank Persero

BANK PEMINJAM

Bank Besar Non Persero Bank Swasta Menengah Bank Swasta Kecil BPD Bank Campuran & KCBA TOTAL

Periode I Periode II Perubahan Periode I Periode II Perubahan Periode I Periode II Perubahan Periode I Periode II Perubahan Periode I Periode II Perubahan Periode I Periode II Perubahan Periode I Periode II Perubahan

4 Bank Persero 8.623 4.455 -48,3% 10.481 2.209 -78,9% 2.504 1.170 -53,3% 0 0 32 0 -100,0% 45.668 2.585 -94,3% 67.307 10.419 -84,5%

Bank Besar Bank Swasta Bank Swasta Non Persero Menengah Kecil 14.935 16.072 7,6% 9.057 7.193 -20,6% 2.837 1.568 -44,7% 3 0 -100,0% 14 700 5037,9% 60.364 41.127 -31,9% 87.209 66.660 -23,6%

5.980 4.481 -25,1% 6.014 4.530 -24,7% 670 648 -3,3% 78 0 -100,0% 0 19

759 894 17,6% 1.109 1.065 -4,0% 1.525 1.212 -20,5% 53 18 -66,9% 0 19

24.368 13.445 -44,8% 37.110 23.122 -37,7%

5.943 6.093 2,5% 9.390 9.300 -1,0%

BPD 1.337 174 -87,0% 52 50 -4,5% 24 8 -65,0% 0 0 0 0 144 0 -100,0% 1.558 232 -85,1%

Bank Campuran & KCBA 2.873 4.418 53,8% 6.561 2.121 -67,7% 330 376 14,1% 45 25 -44,7% 94 0 -100,0% 81.611 71.763 -12,1% 91.513 78.703 -14,0%

Total

34.508 30.494 -11,6% 33.274 17.168 -48,4% 7.889 4.982 -36,8% 179 43 -76,2% 139 737 429,7% 218.098 135.014 -38,1% 294.087 188.437 -35,9%

49

Bab 2 Sektor Keuangan

Boks 2.4

Structured Products dan Offshore Products: Dampaknya terhadap Stabilitas Sistem Keuangan

Structured Products

menyediakan dana untuk memelihara nilai simpanan.

Beberapa bank, terutama kantor cabang bank

Bahkan nasabah structured products tertentu, seperti

asing dan bank swasta nasional yang dimiliki asing,

eksportir, dewasa ini ada yang menghadapi persoalan

akhir-akhir ini aktif melakukan penawaran produk-

pembatalan sepihak oleh importir di luar negeri terkait

produk investasi yang dikenal di Indonesia sebagai

dengan memburuknya perekonomian global.

structured products . Secara umum, structured

Akibatnya, nasabah ini tidak memiliki dana cukup

products dapat dipandang sebagai derivatif produk

untuk memelihara nilai simpanan, padahal mereka

keuangan konvensional dengan struktur aset yang

juga kesulitan untuk membatalkan transaksi

diharapkan menghasilkan return yang paling optimal

structured products karena tingginya biaya

atau memberikan yield enhancement bagi nasabah,

pembatalan transaksi (unwinding cost). Sementara itu,

berdasarkan asumsi-asumsi tertentu dari indikator

karena bank masih memiliki kewajiban terhadap bank

pasar keuangan yang umum, misalnya suku bunga,

lain terkait transaksi structured products nasabah,

nilai tukar dan indeks saham.

maka bank seringkali menutup kewajiban nasabah

Structured products yang berkembang di

yang jatuh waktu terlebih dahulu. Namun, praktek

Indonesia umumnya merupakan derivatif dari deposito

tersebut akan meningkatkan eksposur risiko kredit

dengan option atau hedging (umumnya forward)

bank, dan dapat menjadi sumber dispute dengan

dengan option. Data menunjukkan bahwa

nasabah. Dengan demikian, transaksi structured

perkembangan transaksi option sangat pesat, yaitu

products telah menimbulkan suatu kesulitan baru

pada tahun 2007 meningkat 251% dan pada tahun

diperbankan dan apabila tidak diselesaikan secara

2008 meningkat 134%. Sementara itu, transaksi

cermat, berpotensi menekan stabilitas keuangan.

forward juga meningkat yaitu pada tahun 2007 dan 2008 masing-masing naik 24% dan 46%. Sementara itu, memburuknya perekonomian

Pelajaran berharga yang dapat dipetik dari permasalahan structured products yang saat ini ramai dibicarakan

adalah

pentingnya

perbankan

global menekan kinerja neraca pembayaran Indonesia.

menerapkan kehati-hatian dan keterbukaan dalam

Hal ini kemudian menjadi sentimen negatif yang

memasarkan produk tersebut, termasuk dalam

membuat nilai tukar rupiah terdepresiasi. Pada tahun

menjelaskan aspek mitigasi risiko dan perlindungan

2008, nilai tukar Rp/USD melemah sekitar 18,5%

konsumen. Apabila masalah structured products tidak

sehingga nilai tukar pada akhir Desember mencapai

tuntas diselesaikan, hal ini akan meningkatkan risiko

sekitar Rp11.120/USD. Pelemahan nilai tukar rupiah

reputasi dan risiko hukum dari masing-masing bank

ini kemudian mempengaruhi kinerja structured

yang terkait.

products yang pada umumnya tidak pernah memperkirakan bahwa nilai tukar rupiah akan terdepresiasi secara signifikan.

50

Offshore Products Sementara itu, maraknya transaksi reksadana

Dalam perkembangan lebih lanjut, menurunnya

telah mendorong perbankan untuk melakukan

kinerja structured products menimbulkan kerugian

kegiatan keagenan reksadana. Akibatnya, keagenan

bagi investor, sementara investor tetap harus

reksadana oleh perbankan tidak lagi hanya terbatas

Bab 2 Sektor Keuangan

pada reksadana onshore , yaitu reksadana yang

negeri pada semester II 2008 turun 14% menjadi

diterbitkan oleh manajer investasi (MI) domestik,

sekitar Rp32 triliun. Penurunan tersebut terkait dengan

namun juga mencakup penawaran produk keuangan

melemahnya pasar keuangan global sehingga

offshore, baik yang bersifat structured funds maupun

mengurangi minat investor terhadap produk-produk

structured notes. Pada dasarnya, structured funds

investasi terstruktur. Namun demikian, jumlah bank

merupakan reksadana yang diterbitkan oleh MI luar

penyelenggara semakin meningkat. Hal tersebut

negeri, sementara structured notes merupakan jenis

antara lain karena bertambahnya bank domestik yang

produk keuangan terstruktur yang yang diterbitkan

telah diambil alih pihak asing.

oleh investment banks di luar negeri.

Di samping perbankan, penawaran produk

Beberapa alasan utama dilakukannya kegiatan

keuangan offshore juga dilakukan oleh MI domestik.

penawaran produk keuangan offshore oleh

Berdasarkan data sementara s.d November 2008,

perbankan adalah: (i) adanya permintaan dari

penawaran produk keuangan offshore oleh MI

nasabah utama (prime customers); (ii) dalam rangka

domestik jauh lebih rendah, yaitu hanya berkisar Rp2,5

memelihara hubungan dengan nasabah atau

triliun. Bahkan, selama semester II 2008 (data s.d

menjaga agar nasabah tidak pindah ke bank lain; dan

November) jumlahny menurun sekitar 6% sehingga

(iii) untuk menghadapi persaingan dengan semakin

menjadi sekitar Rp2 triliun. Namun demikian, secara

maraknya penawaran produk-produk keuangan luar

keseluruhan, posisi produk keuangan offshore yang

negeri oleh bank dan MI luar negeri yang dilakukan

ditawarkan oleh bank dan MI domestik relatif kecil,

dengan cara mengunjungi calon investor langsung

yaitu pangsanya secara rata-rata hanya sekitar 29%

ke Indonesia.

dari reksadana onshore.

Dengan latar belakang tersebut, kantor cabang

Penawaran produk keuangan offshore yang

bank Asing (KCBA) adalah kelompok bank yang paling

dilakukan oleh perbankan tampaknya masih

aktif dalam melakukan keagenan produk keuangan

cenderung terbatas, yaitu hanya ditujukan bagi calon

offshore, khususnya melalui unit private banking atau

investor yang telah memiliki pemahaman yang cukup

unit wealth management. Pada sebagian bank, unit

tentang risiko penanaman pada produk keuangan

wealth management di Indonesia berhubungan

offshore. Meskipun masih cenderung terbatas, kehati-

langsung dan merupakan bagian dari unit wealth

hatian perlu ditingkatkan mengingat kegiatan

management pada global office bank yang

keagenan produk keuangan offshore berpotensi

bersangkutan di luar negeri. Hal lain yang

membuat bank lebih terekspose terhadap risiko

menyebabkan KCBA menjadi cukup aktif dalam

reputasi dan risiko hukum, disamping memperbesar

melakukan penawaran produk keuangan offshore

peluang meningkatnya kesalahpahaman dengan

adalah karena kegiatan serupa telah sering dilakukan

investor, khususnya apabila masalah tranparansi dan

di kantor-kantor cabang bank tersebut di negara-

perlindungan nasabah kurang diperhatikan. Dampak

negara lain.

penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah

Berdasarkan laporan dari beberapa bank

penanaman yang berlebihan dalam offshore products

penyelenggara keagenan produk keuangan offshore

berpotensi mendorong terjadinya pelarian dana

diketahui bahwa penawaran produk keuangan luar

investor domestik ke luar negeri.

51

Bab 2 Sektor Keuangan

Dampak Utang Luar Negeri terhadap Stabilitas Sistem Keuangan

Boks 2.5

Pengalaman krisis 1997/1998 menunjukkan bahwa utang luar negeri (ULN) perbankan dan korporasi

yang mencakup kewajiban pembayaran ULN Pemerintah dan Swasta.

dapat menjadi pemicu krisis, khususnya apabila nilai

Jumlah pokok dan bunga ULN swasta perbankan

tukar domestik mengalami penurunan yang signifikan.

yang jatuh tempo pada tahun 2009 hanya sebesar

Belajar dari pengalaman tersebut, bank dewasa ini

USD3,1 miliar, sedangkan jumlah ULN swasta non

cukup berhati-hati dalam menjaga Posisi Devisa Netto

bank adalah sekitar USD14,2 miliar (tidak termasuk

(PDN), tercermin dari rata-rata PDN industri perbankan

jumlah ULN yang standstill ). Bagi perbankan,

yang cukup rendah (6,2%) padahal batas maksimal

kewajiban pembayaran ULN diperkirakan akan cukup

adalah 20% dari modal. Namun demikian, mengingat

terkendali, mengingat sekitar 60% dari total ULN yang

profil maturitas valas perbankan menunjukkan cukup

akan jatuh tempo pada tahun 2009 merupakan

tingginya posisi short jangka pendek (tenor s.d. 1 bulan),

banker»s acceptance. Sementara itu, jumlah ULN

maka kehati-hatian perlu lebih ditingkatkan.

swasta non bank juga masih relatif kecil dibandingkan

kewajiban

dengan cadangan devisa. Dengan demikian, tekanan

pembayaran utang luar negeri 2009 masih

terhadap nilai tukar yang berasal dari ULN swasta

manageable . Selama 2009 diperkirakan akan

termasuk perbankan pada tahun 2009 diperkirakan

dilakukan pembayaran ULN sebesar USD27,5 miliar

tidak akan signifikan.

Secara

umum

diperkirakan

Tabel Boks 2.5.1 Utang Luar Negeri Swasta Jatuh Tempo 2009 LOAN_TYPE

Loan Agreement Securities Trade Credits Other Loan Jumlah

Tw I-09 4.208,97 1.614,73 755,45 32,94 6.612,08

Tw II-09 2.191,40 750,35 154,43 10,76 3.106,94

Tw III-09 1.919,57 223,03 87,03 3,23 2.232,86

Tw IV-09 3.190,13 93,36 87,55 57,55 3.428,58

USD Juta 11.510,06 2.681,46 1.084,47 104,46 15.380,46

BUNGA LOAN_TYPE

Loan Agreement Securities Jumlah Grand Total

Tw I-09 271,47 54,60 326,07 6.938,14

Tw II-09 555,55 66,11 621,67 3.728,61

Tw III-09 238,14 49,06 287,21 2.520,06

Tw IV-09 699,22 62,66 761,88 4.190,46 Bank Non Bank ULN Swasta*

* Tidak termasuk surat-surat berharga domestik yang dimiliki asing sebesar USD1.308 juta.

52

USD Juta 1.764,38 232,44 1.996,82 17.377,28 3.140,50 14.236,70 17.377,20

Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

53

Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

Halaman ini sengaja dikosongkan

54

Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

Bab 3

Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

Kehandalan infrastruktur keuangan selama semester II 2008 tetap terpelihara dengan baik sehingga dapat mendukung aktivitas di sistem keuangan dan perekonomian. Sistem pembayaran terus menunjukkan kemajuan, sementara informasi yang disediakan oleh Biro Informasi Kredit semakin banyak dimanfaatkan. Keberadaan Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang saat ini sedang dipersiapkan undang-undangnya akan semakin memperkuat stabilitas sistem keuangan ke depan.

3.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Grafik 3.1 Perkembangan Transaksi BI-RTGS

Secara umum, peranan Sistem BI-RTGS dalam sistem pembayaran semakin penting karena dari sisi nilai transaksi,

12,0

50.000 Volume (jutaan)

sekitar 93% pembayaran menggunakan sistem ini.

10,0

Namun, dari sisi volume transaksi, pembayaran dengan

8,0

menggunakan kartu (Kartu kredit, kartu debit dan kartu

6,0

ATM) lebih mendominasi, yaitu sebesar 97% dari total

4,0

pembayaran.

2,0

Nominal (trilyun)

40.000

30.000 20.000

Nilai transaksi pembayaran melalui Sistem BI-RTGS

10.000

-

2004

2005

2006

2007

2008

mengalami peningkatan sebesar Rp3,1 ribu triliun atau tumbuh 14,68% (yoy) mencapai nilai Rp23,9 ribu triliun

Sementara

itu,

setelmen

melalui

SKN-BI

(yoy). Seiring dengan peningkatan nilai transaksi, volume

menunjukkan pola yang agak berbeda dengan yang

transaksi pembayaran melalui Sistem BI-RTGS bertambah

melalui BI-RTGS. Selama 2 tahun terakhir sampai dengan

710 ribu transaksi atau tumbuh 14,9% mencapai 5,45

akhir semester II 2008, nilai dan volume transaksi

juta transaksi dibandingkan periode sebelumnya.

pembayaran melalui SKN-BI mengalami tren kenaikan,

Peningkatan volume transaksi tersebut terutama karena

namun pada semester II 2008 cenderung menurun. Secara

semakin banyaknya transaksi antar nasabah dan transaksi

lebih khusus, jika dibandingkan dengan semester II 2007,

pemerintah yang dilakukan melalui Sistem BI-RTGS.

transfer dana ritel melalui SKN-BI mengalami penurunan

55

Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

Grafik 3.4 Perkembangan Transaksi E-Money

Rp105,35 triliun (14,31%) menjadi Rp631 triliun. Dari sisi volume transaksi juga terdapat penurunan yaitu 19,35 juta

20,00

500,00 Volume (ribu) Nominal (milyar)

transaksi (47,96%) menjadi 21 juta transaksi. 400,00

Grafik 3.2 Perkembangan Transaksi SKN-BI Volume

10,00 200,00

Nilai (Rp Juta)

6

120 Volume (Juta) Nilai (Rp Triliun)

5

15,00

300,00

5,00

100,00

100 0,00

0,00 Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

80

3

60

meningkat sebesar 1,15 juta transaksi (163,75%).

2

40

Peningkatan ini karena semakin banyaknya penerbit baru

1

20

e-money, sehingga sampai dengan akhir tahun 2008 sudah

-

-

terdapat 8 penerbit e-money.

1

2

3

4

5

6 7

8 9 10 11 12 1

2

3

2007

4

5

6 7

8 9 10 11 12

2008

Penggunaan alat pembayaran menggunakan kartu

3.1.1. Risk Assessment dan Mitigasi Risiko

(APMK) juga cukup tinggi dengan jumlah transaksi melalui

Dalam rangka mitigasi risiko kredit dalam sistem

kartu ATM/Debit masih mendominasi hingga mencapai

pembayaran dan dalam upaya mengantisipasi dampak

89%, sedangkan penggunaan kartu kredit hanya sebesar

krisis global yang berpotensi membahayakan kebutuhan

11%. Dari sisi nilai transaksi, penggunaan kartu ATM/Debit

likuiditas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia telah

juga tetap tertinggi yaitu sebesar 95%, sedangkan kartu

menyempurnakan ketentuan Fasilitas Likuiditas Intrahari

kredit hanya 5%.

(FLI) dan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP), serta

Transaksi electronic money ( e-money ) dalam semester II 2008 mengalami pertumbuhan secara

mengeluarkan ketentuan baru mengenai Fasilitas Pembiayaan Darurat (FPD).

signifikan dibandingkan dengan semester I 2008. Dari sisi

Selain itu, dalam rangka mitigasi risiko setelmen

nilai transaksi, penggunaan e-money meningkat sebesar

dalam penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional, Bank

Rp0,05 triliun (398,44%). Sementara, dari sisi volume

Indonesia telah menetapkan prefund sebagai salah satu

Grafik 3.3 Perkembangan Transaksi APMK

5%

11%

95% Kartu Berbasis (ATM dan ATM + Debit)

56

Des

4

89% Kartu Kredit

Kartu Berbasis (ATM dan ATM + Debit)

Kartu Kredit

Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

mekanisme failure to settle (FtS) sebagaimana diatur dalam

tanggal 24 Desember 2008 perihal Perizinan KUPU, yang

Peraturan Bank Indonesia No.7/18/PBI/2005 tentang

mencabut ketentuan pelaksanaan sebelumnya (Surat

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI).

Edaran Bank Indonesia No.8/32/DASP tanggal 20

Mekanisme prefund merupakan kewajiban bank peserta

Desember 2006 perihal Pendaftaran KUPU). Dengan

SKN-BI untuk penyediaan dana awal baik berupa dana

berlakunya SE baru tersebut, masa transisi selama 2 tahun

tunai ( cash prefund ) atau surat berharga ( collateral

yang diberikan kepada penyelenggara KUPU untuk

prefund ) dalam rekening giro dan agunan di Bank

melakukan pendaftaran kegiatan usaha KUPU telah

Indonesia untuk dapat mengikuti kegiatan kliring debet.

berakhir dan setiap penyelenggara KUPU diwajibkan untuk

Dengan adanya kewajiban prefund ini diharapkan dapat

memperoleh izin dari Bank Indonesia. Dengan adanya

meminimalkan risiko terjadinya bank yang tidak memiliki

ketentuan baru ini diharapkan penyelenggaraan KUPU

likuiditas yang cukup untuk memenuhi kewajibannya

dapat termonitor dengan lebih baik dan memiliki standar

dalam setelmen kliring debet. Kegagalan pemenuhan

kegiatan sesuai international best practices.

prefund pada waktu yang ditetapkan dapat

Bank Indonesia juga terus berupaya untuk

mengakibatkan bank peserta tidak dapat mengikuti kliring

menyempurnakan ketentuan dan pengawasan APMK

debet pada hari tersebut.

guna memastikan bahwa penyelenggara APMK dapat

Dalam rangka mitigasi risiko gagal bayar dalam

mengelola potensi risiko. Dalam rangka meningkatkan

penyelesaian hasil kliring transaksi pembayaran debet

keamanan dan mitigasi potensi risiko penyalahgunaan dan/

antar-bank, pada akhir tahun 2008 Bank Indonesia telah

atau pemalsuan kartu kredit termasuk keamanan

mengeluarkan kebijakan untuk menerapkan pula prinsip

perangkat Electronic Data Capture, Bank Indonesia telah

no money no game untuk kliring debet.Ω Melalui penerapan

mengeluarkan kebijakan bahwa penggunaan chip pada

kebijakan penyempurnaan penyelesaian hasil kliring

kartu kredit harus dilakukan selambat-lambatnya 31

transaksi pembayaran debet antar-bank tersebut, risiko

Desember 2009.

gagal bayar dalam penyelesaian hasil kliring debet dapat

Sementara itu, sebagai tindak lanjut hasil security

dimitigasi, dan Bank Indonesia sebagai Penyelenggara

assessment dan progress implementasi chip kartu kredit

Kliring tidak akan menanggung risiko gagal bayar dari bank

yang telah dilakukan pada semester I tahun 2008 dapat

peserta kliring debet (mitigasi credit risk yang berpotensi

diinformasikan bahwa 46 temuan atau 58% dari 80 total

dihadapi oleh Bank Indonesia). Penerapan kebijakan no

temuan telah diselesaikan pada akhir semester II tahun

money no game dengan instrumen pre-fund tersebut akan

2008. Selanjutnya, Penerbit dan Acquirer diminta

membuat seluruh transaksi pembayaran debet dari suatu

menyampaikan laporan progres implementasi chip dan

bank dapat dibatalkan oleh Penyelenggara Kliring apabila

tindak lanjut security assessment secara berkala

pre-fund untuk meng-cover kewajiban dari hasil kliring

(triwulanan).

debet-nya tidak mencukupi.

Sebagai upaya untuk terus memitigasi potensi risiko

Terkait dengan upaya mengurangi risiko dalam

dalam sistem pembayaran antar-bank di Indonesia, pada

penyelenggaraan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang

Sistem BI-RTGS direncanakan akan dikembangkan

(KUPU), Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan

mekanisme Payment-Versus-Payment (PVP) Settlement. Hal

pelaksana Surat Edaran Bank Indonesia No.10/49/DASP

ini dimaksudkan untuk memitigasi risiko kegagalan

57

Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

pembayaran dalam penyelesaian transaksi perdagangan

Untuk menjaga kelangsungan sistem BI-RTGS pada

valuta asing (valas) antar-bank di Indonesia (mitigasi FX

penyelenggara, Bank Indonesia melaksanakan ujicoba sistem

settlement risk). Dengan PVP settlement, pembayaran mata

backup secara berkala dengan menggunakan berbagai

uang domestik dan mata uang asing dari transaksi

skenario. Sementara untuk memastikan keberfungsian

perdagangan valas antar-bank di Indonesia akan dilakukan

sistem backup pada peserta, Bank Indonesia memberikan

secara bersamaan (simultaneous settlement), sehingga dua

kesempatan untuk melakukan ujicoba koneksi ke

pihak dalam perdagangan valas antar-bank tidak akan

penyelenggara. Selain itu, Bank Indonesia juga menyediakan

mengalami kondisi telah melakukan serah mata uang yang

alternatif mekanisme penyelesaian transaksi yang dapat

dijualnya namun belum menerima mata uang yang

digunakan oleh peserta dalam kondisi gangguan dan/atau

dibelinya (FX settlement risk).

keadaan darurat berupa fasilitas Guest Bank (penggunaan

Mekanisme PVP settlement yang akan dikembangkan

fasilitas hardware dan software di Bank Indonesia) dan

pada Sistem BI-RTGS terutama untuk penyelesaian

penggunaan instrumen Cek dan Bilyet Giro Bank Indonesia.

perdagangan Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah (USD/

Dalam rangka menjaga kehandalan infrastruktur

IDR). Hal ini karena perdagangan USD/IDR merupakan porsi

Sistem BI-RTGS dalam kondisi gangguan atau keadaan

terbesar dalam perdagangan valas antar-bank di Indonesia.

darurat, Bank Indonesia terus melakukan ujicoba dan

Mekanisme PVP yang dinamai USD/IDR PVP tersebut akan

analisa untuk meminimalkan recovery time objective (RTO).

dikembangkan dengan membangun USD/IDR PVP Link yang

RTO adalah target waktu yang ditetapkan dalam proses

akan menghubungkan Sistem BI-RTGS (untuk setelmen

pemulihan kegiatan operasional dan sistem untuk

pembayaran IDR) dengan Sistem USD-CHATS4 di HongKong

memastikan kesinambungan kegiatan operasional apabila

(untuk setelmen pembayaran USD). Untuk itu, Bank

terjadi gangguan (disaster). Penetapan RTO merupakan

Indonesia dan Hong Kong Monetary Authority telah

iterative process dan negotiation process yang dilakukan

menandatangani Nota Kesepahaman (Memorandum of

dengan mempertimbangkan antara biaya dan risiko yang

Understanding) pada tanggal 24 Oktober 2008.

akan ditanggung. Mengingat BI-RTGS merupakan sistem penyelesaian transaksi nilai besar dan merupakan

3.1.2. Business Continuity Plan (BCP) Sistem BI-

systemically important payment system (SIPS), maka RTO

RTGS

diupayakan seminimal mungkin. Dalam kaitan ini, upaya-

Kegagalan sistem pembayaran dapat menimbulkan

upaya peningkatan percepatan proses recovery terus

gangguan terhadap stabilitas sistem keuangan. Oleh

dilakukan melalui kajian teknis dan penyelenggaran uji

karena itu, sistem pembayaran harus memiliki kinerja baik,

coba disaster recovery plan (DRP) secara berkala.

handal, serta termitigasi risikonya. Untuk itu, diperlukan kesiapan sumber daya manusia dan kehandalan

3.1.3. Upaya Pemenuhan CP-SIPS

infrastruktur (aplikasi, hardware dan jaringan) baik pada

Bank Indonesia terus berupaya untuk memenuhi

penyelenggara maupun peserta dalam menghadapi

standar internasional dalam penyelenggaraan sistem

kondisi darurat.

pembayaran yang bersifat sistemik seperti pemenuhan core

principle systemically important payment system (CP-SIPS) 4 CHATS singkatan dari Clearing House Automated Transfer System, yang merupakan salah satu sistem RTGS di HongKong.

58

yang dikeluarkan oleh Bank for International Settlements

Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

Grafik 3.5 Peran Biro Informasi Kredit

PERTUMBUHAN EKONOMI PERTUMBUHAN SEKTOR RIIL BIRO INFORMASI KREDIT

INFORMASI

MASYARAKAT

INFORMASI

PERORANGAN

SEKTOR NON KEUANGAN PERUSH. UTILITAS PUBLIK

MEMPERLANCAR FUNGSI INTERMEDIASI MEMINIMALKAN GAP INFORMASI DAN RISIKO MEMPERCEPAT PENGAMBILAN KEPUTUSAN

BADAN USAHA

NON BANK

BANK

SEKTOR KEUANGAN

MENURUNKAN BIAYA

PENGHIMUPUNAN DAN PENYEDIAAN DANA TRANSPARANSI DISIPLIN PASAR PEMERINTAH / REGULATOR

(BIS) untuk penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. Upaya yang

3.2. PENGEMBANGAN BIRO INFORMASI KREDIT

dilakukan antara lain mencakup peningkatan good

Pembentukan Biro Informasi Kredit (BIK), yang

corporate governance melalui reorganisasi satuan kerja

diresmikan pada bulan Juni 2006, merupakan salah satu

penyelenggara Sistem BI-RTGS.

upaya Bank Indonesia untuk memperkuat infrastruktur

Pada akhir tahun 2008, Bank Indonesia telah

sistem perbankan dan sistem keuangan di Indonesia. Hal

menerbitkan ketentuan internal No.10/86/Intern tanggal

ini merupakan wujud pelaksanaan Arsitektur Perbankan

23 Desember 2008 mengenai Reorganisasi Direktorat

Indonesia (API) khususnya Pilar V yaitu penguatan

Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP) sebagai salah

infrastruktur untuk menciptakan perbankan yang sehat,

satu langkah agar penyelenggaraan sistem pembayaran

kuat dan efisien.

dilakukan secara efektif, dapat dipertanggungjawabkan

Tugas utama BIK adalah menghimpun dan

dan transparan. Reorganisasi DASP merupakan

menyimpan data perkreditan, mempertukarkan dan pada

perwujudan dari kewajiban penyelenggara SIPS untuk

akhirnya mendistribusikannya sebagai informasi debitur

menerapkan prinsip tata kelola yang baik antara lain

dalam rangka mendukung pelaksanaan fungsi intermediasi

melalui adanya pemisahan tanggung jawab pelaporan

lembaga keuangan. Keberadaan BIK diharapkan dapat

(reporting line) unit kerja yang menangani pengawasan

membantu meminimalkan permasalahan asymmetric

( payment system oversight) dengan unit kerja yang

information antara penyedia dana dan penerima dana.

melaksanakan operasional Sistem BI-RTGS.

Guna mendukung pencapaian tugas tersebut, BIK

Selain itu, Bank Indonesia bekerjasama dengan

mengoperasikan dan mengelola sebuah sistem dengan

beberapa peserta Sistem BI-RTGS membentuk suatu

nama Sistem Informasi Debitur (SID). Sistem ini telah

working group sebagai bagian dari upaya meningkatkan

mengalami penyempurnaan secara berkesinambungan

transparansi antara penyelenggara dan peserta dengan

dan sejak tahun 2005, telah berbasis web . Dengan

melibatkan para peserta dalam pengembangan Sistem BI-

demikian pelaporan data disampaikan secara on-line dan

RTGS. Pendekatan ini diharapkan akan meningkatkan

permintaan informasi debitur dapat dilakukan secara on-

efisiensi dan kehandalan sistem yang ada.

line dan real-time. Data perkreditan sebagai input SID,

59

Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

Tabel 3.1 Perkembangan Data SID 2006-2008 Desember 2006 Jumlah Pelapor (Lembaga) Bank Umum BPR PP

Desember 2007

Desember 2008

486 130 355 1

751 130 618 3

777 127 646 4

3.374 2.548 825 1

3.788 2.788 2.633 3

4.054 2.790 1.260 4

Jumlah Debitur (berdasarkan Debtor Identification Number) Bank Umum BPR PP

20.359.850 19.535.979 822.849 1.022

28.187.986 26.312.078 1.780.534 95.374

35.900.857 33.070.536 2.521.748 308.573

Jumlah Fasilitas Kredit (rekening)*) Bank Umum BPR PP

21.689.062 20.863.200 824.839 1.023

29.479.139 27.640.264 1.697.186 141.689

57.782.495 53.573.464 3.813.657 395.374

782.626 751.769 30.857 0

1.178.957 1.147.096 30.192 1.669

2.050.957 1.833.158 206.255 10.915

Jumlah Pelapor (Kantor Cabang) Bank Umum BPR PP

Jumlah Permintaan Informasi Debitur**) Bank Umum BPR PP

Catatan: *) Desember 2006, data jumlah fasilitas kredit yang tersedia hanya untuk rekening yang aktif. Sedangkan Desember 2007 dan 2008, jumlah fasilitas kredit mencakup rekening yang aktif dan pasif. **) Jumlah permintaan pada bulan tersebut.

dihimpun dari semua lembaga penyedia dana yang

ke atas selama 6 bulan berturut-turut, dan PKKSB.

meliputi Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR),

Sedangkan pelapor sukarela adalah BPR yang total asetnya

Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) termasuk

belum sesuai dengan persyaratan menjadi pelapor wajib,

Penyelenggara Kartu Kredit Selain Bank (PKKSB).

LKNB, dan Koperasi Simpan Pinjam. Dari angka statistik, penyelenggaraan BIK telah

Grafik 3.6 Kebijakan Strategis BIK

menunjukan hasil yang cukup menggembirakan. Selama 2 tahun pasca beroperasi, telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan pada jumlah pelapor, debitur, fasilitas

KETENTUAN & PENGATURAN SISTEM & APLIKASI

PELAPOR & PENGGUNA

kredit maupun akses terhadap informasi debitur. Namun demikian, dapat dicatat bahwa pelapor SID dari LNKB,

BIK

khususnya Perusahaan Pembiayaan (PP) masih tergolong KUALITAS DATA

PRODUK & LAYANAN

EDUKASI MASYARAKAT

minim. Hal tersebut terutama karena kepesertaannya bersifat sukarela, serta adanya gap yang cukup besar antara struktur data yang dimiliki LKNB dengan struktur data yang dipersyaratkan dalam SID.

60

Saat ini terdapat 2 jenis kepesertaan dalam SID yaitu

Sementara itu, dari sisi pemanfaatan output SID, rata-

kepesertaan yang bersifat wajib dan sukarela. Pelapor wajib

rata permintaan informasi debitur selama tahun 2008

terdiri dari Bank Umum, BPR dengan total aset Rp10 miliar

mengalami peningkatan sebesar 55% dibandingkan tahun

Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

2007. Share terbesar dari pemanfaatan informasi debitur

Dalam kajian rencana pengembangan BIK, telah

dilakukan oleh Bank Umum, sementara pemanfaatan

dirumuskan rencana pengembangan SID dalam jangka

output SID oleh BPR masih sangat rendah.

pendek, menengah dan panjang. Pada tahap awal,

Untuk lebih mengembangkan BIK sekaligus

pengembangan SID akan lebih difokuskan pada

mengatasi kendala-kendala yang masih ada, Bank

peningkatan akurasi data dan performance sistem.

Indonesia menjalankan beberapa kebijakan strategis yang

Sedangkan untuk tahap selanjutnya, akan dilakukan

mencakup

data,

perubahan terhadap mekanisme penyampaian laporan

penyempurnaan sistem dan aplikasi, perluasan cakupan

debitur agar lebih efektif dan efisien. Pelaksanaan dari

pelapor dan pengguna, penyempurnaan ketentuan dan

kajian ini dimulai tahun 2009 dan akan berlangsung sampai

pengaturan, pengembangan produk dan layanan, serta

dengan 2 tahun ke depan.

aspek

peningkatan

kualitas

edukasi kepada masyarakat.

3.2.3. Perluasan Cakupan Pelapor dan Pengguna 3.2.1. Peningkatan Kualitas Data

Keandalan informasi debitur yang dihasilkan oleh BIK

Untuk meningkatkan kualitas data dan informasi

ditentukan pula oleh luasnya cakupan sumber data. Masih

yang dihasilkan SID, upaya yang dilakukan Bank Indonesia

minimnya jumlah LKNB yang melaporkan SID saat ini

meliputi absensi secara periodik untuk memastikan

menunjukan bahwa masih terdapat potensi data yang

ketepatan waktu pelaporan, pembersihan data duplikat

belum dimanfaatkan. Untuk itu, Bank Indonesia bekerja

dan pemberian teguran atas kesalahan pelaporan, dan

sama dengan Departemen Keuangan (Bapepam LK) telah

pemeriksaan terhadap pelapor untuk meningkatkan

berupaya mendorong keikutsertaan LKNB dalam SID

kesadaran pelapor terhadap ketentuan yang berlaku dan

melalui penandatanganan Nota Kesepahaman pada bulan

pentingnya pelaporan secara benar. Disamping itu, telah

September 2007. Sebagai tindak lanjutnya, telah disusun

dilakukan pula pelatihan kepada petugas pelapor untuk

rencana kegiatan sosialisasi kepada pegawai Bapepam LK,

meningkatkan pengetahuan serta kualitas pelaporan.

workshop secara bertahap untuk Asosiasi Perusahaan

Upaya lainnya adalah peningkatan layanan help-desk SID.

Pembiayaan Indonesia (APPI) dan LKNB calon pelapor SID, serta penyusunan standard operating procedure (SOP)

3.2.2. Penyempurnaan Sistem dan Aplikasi Penyempurnaan sistem dan aplikasi SID dilakukan

untuk joint procedure pengecekan kepada LKNB pelapor SID mulai tahun 2009.

secara berkesinambungan. Kegiatan ini dimulai dengan

Selain itu, mengikuti standar credit bureau

melakukan evaluasi terhadap existing sistem dan aplikasi,

internasional, sumber data SID direncanakan akan

yang dilakukan oleh internal Bank Indonesia maupun

diperluas sehingga mencakup data pelanggan perusahaan

dengan melibatkan para pelapor. Evaluasi tersebut tidak

utilitas publik, seperti Telkom, PLN dan PDAM. Hal ini telah

hanya sebatas pada aplikasi SID, namun terhadap aplikasi

tertuang dalam Paket Kebijakan Sektor Keuangan (PKSK)

lainnya yang terkait. Hasil evaluasi selanjutnya

tahun 2008, dengan target keluaran ≈tercakupnya data

dipergunakan sebagai dasar penyempurnaan, serta

perusahaan utilitas publik pada SID∆. Terkait dengan hal

masukan

tersebut,

dalam

pembuatan

pengembangan BIK ke depan.

kajian

rencana

telah

dilakukan

kajian

terhadap

integrasi∆ database dari perusahaan utilitas publik.

61

Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

Berdasarkan kajian tersebut masih terdapat beberapa

Checking. Informasi debitur yang dihasilkan mencakup

kendala, termasuk kendala legal. Untuk itu, akan dilakukan

informasi positif (yaitu informasi kredit yang tidak

harmonisasi ketentuan yang terkait dengan pemberian

mengalami kegagalan dalam penyelesaiannya) dan

data dari perusahaan utilitas publik ke dalam SID.

informasi negatif (yaitu informasi kredit yang mengalami

Sementara itu, untuk meningkatkan jumlah penggunaan

kegagalan dalam penyelesaiannya) untuk seluruh

informasi debitur oleh BPR telah dilakukan sosialisasi serta

penyediaan dana mulai dari Rp1 ke atas, serta mencakup

pelatihan SID kepada pejabat dan petugas BPR.

pula informasi tentang historis pembayaran yang dilakukan oleh debitur dalam kurun waktu 24 bulan terakhir. Dengan

3.2.4. Penyempurnaan Ketentuan

demikian, informasi debitur yang dihasilkan dapat

Untuk menjamin kelancaran operasional BIK, pada

memberikan gambaran mengenai exposure kredit, serta

tahun 2007-2008 telah dilakukan penyempurnaan

performance dan kualitas kredit dari debitur yang

Peraturan Bank Indonesia tentang SID beserta Surat

bersangkutan.

Edaran Bank Indonesia sebagai aturan pelaksanaannya.

Produk lain yang telah dikembangkan adalah

Secara garis besar, ketentuan SID tersebut mengatur

penyediaan consumer report atau informasi debitur yang

mengenai pihak yang dapat menjadi pelapor; kewajiban

dapat diminta oleh debitur atas nama dirinya sendiri di

pelapor; cakupan dan prosedur penyampaian laporan

Gerai Info - Bank Indonesia atau di lembaga keuangan

debitur; pihak yang dapat meminta informasi debitur

pelapor SID yang memberikan penyediaan dana kepada

beserta batasan penggunaannya; pengawasan Bank

debitur tersebut. Penyediaan consumer report ini

Indonesia kepada pelapor; serta pengenaan sanksi atas

merupakan salah satu bentuk pelaksanaan transparansi

pelanggaran yang dilakukan. Dengan adanya ketentuan

pelapor kepada debitur, serta sebagai sarana cross check

ini, seluruh hak dan kewajiban dari pelapor dan debitur

debitur atas pelaporan yang telah dilakukan. Lokasi layanan

dapat lebih diperjelas.

penyediaan consumer report juga diperluas pada Kantor

Proses penyusunan ketentuan tersebut telah

Bank Indonesia di daerah dan counter informasi kredit yang

mengakomodir kebutuhan industri perkreditan melalui

disediakan pada beberapa event khusus seperti Bazar

keterlibatan perwakilan pelapor SID, yang terdiri dari

UMKM dan Festival Ekonomi Syariah.

perwakilan Bank Pemerintah, Bank Asing, BPR dan LKNB

Pada credit bureau berstandar internasional, produk

yang tergabung dalam Working Group SID. Kontribusi aktif

yang dihasilkan tidak hanya berupa basic report tetapi

dari Working Group tersebut telah memperkaya materi

mencakup pula value added services yang merupakan

pengaturan SID serta sebagai masukan untuk penyusunan

olahan dan pengembangan data yang dihimpun dan

rencana penyempurnaan aplikasi serta pengembangan BIK.

teknologi yang dimiliki oleh credit bureau tersebut. Value

added services ini dapat berupa credit scoring, fraud alert/

3.2.5. Pengembangan Produk dan Layanan

62

detection, pengelolaan risiko kredit, jasa konsultasi, dan

Pengembangan produk dan layanan BIK terus

sebagainya. Dari sisi sumber data, data yang dihimpun

diarahkan untuk dapat memenuhi standar credit

oleh credit bureau internasional mencakup pula data dari

bureauinternasional. Produk BIK saat ini adalah informasi

perusahaan utilitas publik, koperasi dan keputusan

debitur atau dikalangan perbankan dikenal dengan namaBI

pengadilan. Sebagai bagian dari upaya menjadikan BIK

Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

berstandar internasional, maka penyediaan value added

mengalami tekanan. Secara lebih rinci, manfaat yang dapat

services, khususnya credit scoring dan perluasan sumber

diperoleh dari JPSK adalah:

data dari perusahaan utilitas publik, merupakan target

terdapat landasan hukum yang kuat dalam melakukan

pengembangan produk BIK berikutnya.

tindakan pencegahan dan penanganan krisis; adanya transparansi dan akuntabilitas dalam

3.2.6. Edukasi Kepada Masyarakat Pencapaian sistem perkreditan yang sehat dan

mekanisme pengambilan keputusan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis;

efisien, tidak hanya tergantung pada kesadaran dari para

terdapat mekanisme koordinasi diantara lembaga

penyedia dana dalam melakukan pelaporan, namun juga

terkait dalam menghadapi gangguan yang berpotensi

memerlukan kesadaran dari masyarakat akan pentingnya

mengancam stabilitas sistem keuangan nasional,

menjaga reputasi kreditnya. Dengan mengetahui bahwa

tanpa mengurangi independensi masing-masing

riwayat kreditnya terdata di BIK dan dapat diakses oleh

otoritas;

seluruh lembaga penyedia dana yang menjadi pelapor SID,

penanganan permasalahan lembaga keuangan yang

diharapkan awareness debitur untuk menjaga nama

berdampak sistemik dapat dilakukan secara tuntas;

baiknya akan meningkat.

terdapat sumber pendanaan yang jelas untuk

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan

tindakan pencegahan dan penanganan krisis dengan

kesadaran masyarakat akan keberadaan BIK, antara lain

memperhatikan tatacara dan mekanisme hak budget

melalui sosialisasi berupa seminar di beberapa daerah, serta

Dewan Perwakilan Rakyat.

edukasi masyarakat melalui advertorial di media massa

Sementara itu, di Indonesia, pada semester II 2008

nasional. Dampaknya adalah semakin meningkatnya

terdapat beberapa bulan yang penuh tekanan di sektor

jumlah permintaan consumer report melalui Gerai Info

keuangan, antara lain ditandai dengan keringnya likuiditas

Bank Indonesia oleh masyarakat. Hal tersebut sesuatu yang

rupiah dan valas yang dibarengi dengan penurunan nilai

positif bagi pengembangan BIK ke depan, karena dengan

tukar rupiah yang cukup signifikan. Untuk itu, pada

semakin seringnya output SID diakses oleh masyarakat,

pertengahan Oktober 2008, Pemerintah telah menerbitkan

semakin tinggi pula tuntutan untuk meningkatkan kualitas

beberapa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

data dan informasi debitur.

undang (PERPPU) yang salah satunya adalah mengenai JPSK (PERPPU No.4 Tahun 2008 tanggal 15 Oktober 2008).

3.3. JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN

Berdasarkan PERPPU tersebut, JPSK merupakan suatu

Infrastruktur keuangan lainnya yang dinilai sangat

mekanisme pengamanan sistem keuangan dari ancaman

penting bagi stabilitas sistem keuangan suatu negara

krisis yang mencakup pencegahan dan penanganan krisis.

adalah Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Secara

Adapun tindakan pencegahan dan penanganan krisis

konseptual, adanya JPSK akan sangat membantu dalam

meliputi: (i) penanganan kesulitan likuiditas dan/atau

memitigasi risiko sistemik. Lazimnya dalam JPSK diatur

masalah solvabilitas bank yang berdampak sistemik, dan

protokol manajemen krisis (crisis management protocol)

(ii) penanganan kesulitan likuiditas dan/atau masalah

sebagai bagian dari mekanisme koordinasi diantara

solvabilitas lembaga keuangan bukan bank (LKBB) yang

lembaga-lembaga pada saat sektor keuangan sedang

berdampak sistemik. Untuk mencapai tujuan dari JPSK,

63

Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

dibentuk Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang

mengatasi permasalahan: (i) Bank yang mengalami

beranggotakan Menteri Keuangan (sebagai Ketua) dan

permasalahan likuiditas yang berdampak Sistemik; (ii) Bank

Gubernur Bank Indonesia. KSSK berwenang menetapkan

yang mengalami permasalahan solvabilitas atau kegagalan

kebijakan dan langkah-langkah dalam rangka pencegahan

pelunasan Fasilitas Pinjaman Darurat (FPD) yang berdampak

dan penanganan krisis di sektor keuangan dan melakukan

sistemik; dan (iii) LKBB yang mengalami permasalahan

koordinasi

likuiditas dan/atau permasalahan solvabilitas yang

dengan

berbagai

otoritas

dalam

berdampak sistemik. Sementara itu, penanganan krisis

pelaksanaannya. Dalam perjalanannya PERPPU No.4 Tahun 2008

meliputi tindakan mengatasi permasalahan (i) beberapa

tentang JPSK tidak mendapat persetujuan DPR sehingga

bank yang mengalami permasalahan likuiditas dan/atau

harus disusun ulang dan diajukan kembali ke DPR. Pada

solvabilitas yang secara individu berdampak sistemik; (ii)

saat ini Rancangan Undang-undang (RUU) JPSK sudah

Bank yang secara individu dalam keadaan normal tidak

berhasil disusun dan telah mulai dibahas di DPR.

berdampak sistemik tetapi dalam kondisi krisis berdampak

Adapun ruang lingkup yang diatur dalam RUU JPSK

sistemik dan berpotensi krisis; dan (iii) Beberapa LKBB yang

adalah pencegahan dan penanganan krisis yang meliputi

mengalami permasalahan likuiditas dan/atau solvabilitas

tindakan mengatasi permasalahan likuiditas dan

yang berdampak sistemik. Sementara itu, kerangka kerja

permasalahan solvabilitas pada bank dan LKBB yang

yang diusulkan adalah sebagaimana yang tercantum pada

berdampak sistemik. Pencegahan krisis meliputi tindakan

Tabel 3.2

Tabel 3.2 Kerangka Kerja Jaring Pengaman Sistem Keuangan Tujuan/ Ruang Lingkup

Pengambilan Keputusan

Keputusan

Tool Kits/ Mekanisme

Sumber Pendanaan

Pencegahan Krisis 1. Likuiditas Bank 2. Solvabilitas Bank/ Bank Gagal

KSSK melakukan: a. Evaluasi masalah b. Penetapan masalah c. Penetapan langkah penanganan masalah

3. Likuiditas dan/atau solvabilitas

1. Pemberian bantuan likuiditas 2.a. Penyertaan Modal Sementara (PMS) untuk Bank Sistemik. 2. b. Penyelesaian Bank Non-sistemik 3. Pemberian pinjaman atau penyertaan modal untuk LKBB

FPD oleh BI, dijamin Pemerintah 2.a. PMS oleh LPS 2.b. Penutupan Bank dan Pembayaran jaminan oleh LPS

1.a. Pemberian bantuan likuiditas 1.b. Penyertaan Modal Sementara 2. Pemberian bantuan likuiditas/Penyertaan Modal Sementara

1.a. FPD oleh BI 1.b. PMS oleh LPS atau Pemerintah atau Badan Khusus 2. Pinjaman/PMS oleh Pemerintah atau Badan Khusus

3. Pinjaman atau penyertaan modal oleh Pemerintah

Penanganan Krisis 1. Likuiditas dan/atau solvabilitas Bank

2. Likuiditas dan/atau solvabilitas LKBB

64

KSSK melakukan: a. Evaluasi masalah b. Penetapan masalah c. Penetapan langkah penanganan masalah

Sumber pendanaan Pemerintah untuk pencegahan dan penanganan Krisis berasal dari APBN melalui penerbitan SBN (Surat Berharga Negara) atau tunai. BI dapat membeli SBN dimaksud di pasar primer. Penggunaan dana APBN untuk pencegahan dan penanganan krisis harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari DPR

Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

Boks 3.1

Stabilitas Sistem Keuangan dan PERPPU tentang Perubahan Undang Undang Bank Indonesia

Salah satu kebijakan penting yang diambil

berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang

Pemerintah pada pertengahan Oktober 2008 adalah

kompeten dan sewaktu-waktu dengan mudah dapat

penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

dijual ke pasar untuk dijadikan uang tunai.

Undang (PERPPU) Republik Indonesia No. 2 Tahun 2008

Perubahan yang diatur PERPPU menyebutkan

tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang

bahwa yang dimaksud dengan agunan berkualitas

Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. PERPPU

tinggi dan mudah dicarikan, tidak saja meliputi surat

ini penting artinya bagi stabilitas sistem keuangan

berharga dan/atau tagihan yang diterbitkan oleh

karena memberikan dasar hukum bagi Bank Indonesia

Pemerintah atau badan hukum lain yang mempunyai

dalam memberikan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek

peringkat tinggi berdasarkan hasil penilaian lembaga

(FPJP) secara lebih luas bagi bank yang memerlukan.

pemeringkat yang kompeten dan sewaktu-waktu

Perluasan akses bagi bank tersebut didasarkan atas

dengan mudah dapat dijual ke pasar untuk dijadikan

perubahan terhadap Pasal 11 Undang-Undang Bank

uang tunai, namun juga termasuk aset kredit

Indonesia.

kolektibilitas lancar. Dengan demikian, obyek yang

Sebelum dilakukan perubahan, Pasal 11 pada

dapat dijadikan sebagai agunan oleh bank untuk

intinya mengatur bahwa Bank Indonesia dapat

mendapatkan FPJP menjadi lebih banyak jenisnya,

memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan

sehingga memperluas akses bagi bank untuk

prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 hari

menggunakan FPJP.

kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan

Dalam pencegahan maupun penanganan krisis,

jangka pendek bank. Pelaksanaan pemberian kredit

diperlukan dasar hukum yang kuat serta mekanisme

atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tersebut

kerja yang jelas untuk mendukung pengambilan

wajib dijamin oleh bank penerima dengan agunan yang

keputusan-keputusan yang penting untuk mencegah

berkualitas tinggi yang nilainya minimal sebesar jumlah

terjadinya krisis ataupun menyelamatkan perekonomian

kredit atau pembiyaan yang diterimanya. Sedangkan

dari krisis. Perubahan Undang-Undang Bank Indonesia

yang dimaksud dengan agunan yang berkualitas tinggi

yang dilakukan melalui PERPPU tersebut di atas

dan mudah dicairkan meliputi surat berharga dan/atau

merupakan contoh langkah antisipatif Pemerintah dari

tagihan yang diterbitkan oleh Pemerintah atau badan

sisi dasar hukum guna menjaga stabilitas sistem

hukum lain yang mempunyai peringkat tinggi

keuangan dalam menghadapi krisis global.

65

Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

Boks 3.2

66

Best Practices Analisis Dampak Sistemik terhadap Sistem Keuangan

Secara konseptual, dampak sistemik terhadap

dampak sistemik sulit untuk ditetapkan diawal. Suatu

sistem keuangan terjadi apabila permasalahan dari

lembaga keuangan dapat dinyatakan berdampak

suatu lembaga keuangan, baik secara individu maupun

sistemik pada situasi tertentu, namun tidak berdampak

bersama-sama yang karena ukuran (size) dari lembaga

sistemik pada situasi yang lain. Dengan demikian,

keuangan tersebut dan potensi penyebaran masalah

penetapan dampak sistemik memerlukan professional

(contagion effect) yang ditimbulkannya, menyebabkan

judgement.

kegagalan pada sistem keuangan secara keseluruhan.

Salah satu sumber referensi dalam penilaian

Berdasarkan best practices atau praktek yang

dampak sistemik adalah dokumen Memorandum of

berlaku umum di dunia internasional, maka kriteria

Understanding on Cooperation between the Financial

dampak sistemik tidak ditetapkan secara eksplisit

Supervisory Authorities, Central Banks and Finance

dimuka (ex ante) dalam suatu ketentuan perundang-

Ministries of the European Union on Cross Border

undangan, dengan dua alasan pokok sebagai berikut.

Financial Stability (Annex 2 Template for Systemic

Pertama, penetapan secara ex ante berpotensi

Assessment Framework). Dokumen ini antara lain

menimbulkan moral hazard. Adanya kriteria yang

merekomendasikan bahwa penilaian dampak sistemik

eksplisit, akan mendorong lembaga keuangan untuk

perlu memperhatikan dampak kegagalan atau

melakukan pengambilan risiko yang tidak terkendali

permasalahan yang dihadapi lembaga keuangan

( excessive risk taking ) karena yakin akan tetap

terhadap: (i) institusi keuangan lainnya secara

diselamatkan oleh Pemerintah.

keseluruhan, (ii) pasar keuangan, (iii) sistem

Kedua, penetapan dampak sistemik cenderung

pembayaran, dan (iv) psikologi pasar. Selain itu,

bersifat situasional. Hal itu karena pemicu krisis sistemik

penilaian juga harus mencakup perkiraan

dapat berbeda-beda tergantung situasi, baik yang

kemungkinan akan terganggunya sektor riil dengan

bersifat internal lembaga keuangan, maupun yang

memperhatikan peranan atau kontribusi lembaga

bersifat eksternal seperti krisis keuangan global,

keuangan yang bersangkutan terhadap sektor

serangan teroris, dan bencana alam. Oleh karena itu,

tersebut.

Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia

Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia

67

Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia

Halaman ini sengaja dikosongkan

68

Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia

Bab 4

Prospek Sistem Keuangan Indonesia

Secara umum, prospek sistem keuangan Indonesia diperkirakan masih akan tetap positif, meskipun tekanan karena belum pulihnya kondisi perekonomian global dan domestik tampaknya masih akan terus menjadi tantangan. Di perbankan, prospek positif tersebut antara lain didukung oleh permodalan yang masih cukup tinggi. Sementara itu, koordinasi antara otoritas perbankan dengan otoritas pasar modal dan lembaga keuangan non-bank diperkirakan akan semakin erat dan menjadi bagian penting dari jaring pengaman sistem keuangan yang mendukung ketahanan sektor keuangan.

4.1. PROSPEK EKONOMI DAN PERSEPSI RISIKO

Tabel 4.1 Proyeksi Beberapa Indikator Ekonomi

Perekonomian Indonesia diperkirakan akan mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sekitar 4-

2008

2009*

5% di tahun 2009 seiring dengan perlambatan ekonomi

Q1 Q2 Q3 Q4

Q1 Q2 Q3 Q4

dunia. Perlambatan pertumbuhan ekonomi akan

PDB (% yoy)

6,3 6,4 6,4

mengurangi tekanan dari sisi permintaan sehingga inflasi

Inflasi (% yoy)

7,6 11,0 12,0 11,1 10,2 8,0 5,8 5,8

Neraca Perdagangan (US$ miliar)

7,5 5,3 5,8

relatif terkendali. Hal-hal lainnya yang diperkirakan akan

5,2 4,5 4,3 4,4 4,7

8* 6,7 7,1 6,8 7,7

* Prediksi dari Asia Pacific Concensus Forecast

turut berkontribusi terhadap penurunan inflasi adalah penurunan harga komoditas di pasar global yang

Sementara itu, krisis keuangan global yang berimbas

mendorong penurunan harga komoditas domestik,

pada sektor keuangan domestik telah semakin

penurunan harga BBM pada awal tahun 2009,

meningkatkan persepsi risiko tentang Indonesia. Hal itu

swasembada dan surplus beras yang diperkirakan akan

tercermin pada yield spread yang cenderung meningkat.

terus berlanjut pada tahun 2009. Oleh karena itu, pada

Tingginya persepsi risiko tersebut berpotensi menghambat

kuartal II 2009 diperkirakan inflasi berada di bawah satu

aliran investasi masuk, apalagi di negara asalnya para

digit, yaitu 8%, turun dari 11.1% pada akhir 2008. Namun,

investor umumnya sedang kesulitan likuiditas karena krisis

perlambatan ekonomi dunia dan penurunan harga

global. Bagi perbankan, tingginya persepsi risiko akan

komoditas di pasar global menyebabkan nilai ekspor

membuat penyaluran kredit menjadi semakin selektif.

menurun sehingga kinerja Neraca Perdagangan 2009 diperkirakan akan mengalami penurunan.

Aliran investasi masuk yang rendah cenderung menekan pertumbuhan ekonomi sehingga sektor riil, baik

69

Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia

korporasi maupun rumah tangga (household), dapat

16,2%. Berdasarkan hasil stress test, permodalan tersebut

terganggu kinerjanya. Pada gilirannya hal ini dapat

masih mampu menyerap berbagai jenis risiko, seperti risiko

mendorong peningkatan risiko kredit di perbankan.

pasar (mencakup risiko suku bunga, risiko nilai tukar, dan

Disamping itu, rendahnya aliran investasi yang masuk juga

risiko penurunan harga SUN), risiko likuiditas dan risiko

berpotensi menimbulkan tekanan pada nilai tukar.

kredit, termasuk pula risiko yang berasal dari kerugian

Akibatnya, bank-bank yang mengalami posisi short dalam

karena structured products.

valas berpotensi mengalami kerugian karena risiko nilai

Risiko pasar berada pada level moderat meskipun

tukar. Hal-hal ini perlu diwaspadai agar stabilitas sistem

pada paruh kedua tahun 2008 sempat mengalami

perbankan dan sistem keuangan tetap terjaga.

peningkatan yang signifikan terutama karena penurunan harga SUN dan nilai tukar rupiah yang terus terdepresiasi,

Tabel 4.2 Persepsi Risiko Indonesia

disamping karena trend kenaikan suku bunga pada waktu itu. Namun menjelang akhir 2008, risiko penurunan harga

Yield Spread (bp) Obligasi

Rating

Ytm (%)

September 2008

Desember 2008

Indo 49

Ba3 (Moody's)

11,70

997,47

1015,41

Indo 48

Ba3 (Moody's)

11,86

932,46

965,17

Indo 45

Ba3 (Moody's)

11,95

918,30

925,92

SUN berkurang dengan terbitnya Surat Edaran Bank Indonesia yang membolehkan bank untuk menangguhkan kewajiban marking to market. Sementara, risiko nilai tukar cukup terkendali mengingat Posisi Devisa Netto (PDN) yang dipegang industri perbankan tergolong rendah (sekitar 6,2%) dan kebanyakan bank memiliki posisi long dalam

4.2. PROFIL RISIKO PERBANKAN: TINGKAT DAN

valas. Selanjutnya, risiko suku bunga juga berkurang

ARAH

sejalan dengan penurunan BI rate yang dilakukan

Tantangan terhadap stabilitas sistem keuangan yang dialami pada semester I 2008 terus berlanjut pada semester

menjadi sebesar 8,25% pada bulan Februari 2009.

II 2008 dan bahkan semakin besar. Seperti telah diuraikan

Namun demikian, ke depan perbankan tampaknya

dalam bab-bab sebelumnya, gejolak pasar keuangan global

masih tetap memiliki potensi risiko pasar yang cukup besar

dan perlambatan ekonomi dunia yang berimbas pada

mengingat gejolak krisis keuangan global masih belum

kondisi pasar keuangan dan perekonomian domestik telah

sepenuhnya mereda. Di samping itu, sejalan dengan

menimbulkan tekanan pada sektor keuangan Indonesia.

pelemahan nilai tukar rupiah, beberapa bank diketahui

Hal tersebut antara lain ditandai dengan merosotnya Indeks

memiliki potensi kerugian yang terkait dengan structured

Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia dan

products. Meskipun berdasarkan hasil stress test potensi

menurunnya harga Surat Utang Negara (SUN). Namun

kerugian tersebut masih dapat diserap oleh permodalan

demikian, secara keseluruhan kondisi sektor keuangan

bank. Ke depan perbankan tampaknya perlu lebih

tetap terkendali.

meningkatkan kehati-hatian terhadap produk serupa dan

Sementara itu, perbankan yang merupakan industri yang paling dominan dalam sektor keuangan domestik,

70

berulang-ulang sejak bulan Desember 2008 hingga

transaksi derivatif pada umumnya, termasuk offshore

products.

secara umum masih memiliki ketahanan yang relatif baik

Risiko likuiditas pada awal semester II 2008, terutama

yang tercermin dari CAR yang masih cukup tinggi di level

pada bulan Agustus, cenderung meningkat sejalan dengan

Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia

Grafik 4.1 Profil Risiko Perbankan dan Arah ke Depan

Risiko Likuiditas

Moderate

Sem II-2008 Outlook

Risiko Kredit

Sem II-2008 Outlook

Sem II-2008 Outlook

Harga SUN

Nilai Tukar

Suku Bunga Low

Inherent Risk

High

Risiko Pasar

Weak

Acceptable

Strong

Weak

Strong

Acceptable

Weak

Acceptable

Strong

Risk Control System (RCS)

berkurangnya ekses likuiditas perbankan akibat

ke depan juga tercermin pada hasil estimasi Probability of

pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang masih tetap

Default (PD) menggunakan data keuangan dari

lambat sementara kredit yang disalurkan cenderung sangat

perusahaan non-financial go public yang listed di Bursa

ekspansif. Pada saat itu, terimbas krisis keuangan global,

Efek Indonesia. Selain itu, potensi kenaikan risiko kredit

kondisi pasar uang antar bank (PUAB) cenderung ketat

juga dapat berasal dari debitur yang mengalami kerugian

dan terjadi segmentasi yang membatasi akses bank-bank

karena pelemahan nilai tukar rupiah yang kemudian

khususnya dari kelompok menengah dan kecil untuk

mempengaruhi kemampuan mereka dalam menyelesaikan

masuk ke PUAB. Namun, dengan pelonggaran ketentuan

semua jenis kewajiban kepada perbankan.

GWM yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan

Risiko lain yang juga cukup penting diperhatikan

peningkatan jumlah simpanan yang dijamin LPS, kondisi

adalah risiko operasional. Secara umum masih banyak

likuiditas industri perbankan terus membaik. Bahkan sejak

tantangan yang harus dihadapi perbankan terkait dengan

November 2008 sejalan dengan peningkatan DPK dan

risiko operasional ini, terutama yang berkaitan dengan

berkurangnya penyaluran kredit, penanaman bank dalam

kapasitas dan integritas sumber daya manusia untuk

alat likuid seperti SBI kembali mengalami peningkatan yang

meminimalisir human error maupun kemungkinan fraud,

signifikan. Ke depan, walaupun risiko likuiditas

serta infrastruktur pendukung seperti teknologi informasi

diperkirakan akan relatif stabil, tetap perlu diwaspadai

yang memadai dan good governance. Sementara itu,

potensi tekanan yang berasal dari belum pulihnya kondisi

tekanan yang berasal dari krisis global juga perlu

likuiditas global serta masih adanya segmentasi di PUAB.

diperhitungkan dampaknya terhadap kemampuan

Sementara itu, risiko kredit perbankan relatif stabil

perbankan dalam melakukan penilaian terhadap risiko

pada tingkat moderat dengan rasio kredit bermasalah (NPL)

operasional. Untuk meningkatkan kesiapan perbankan di

yang terus menurun. Namun, ke depan perlu diwaspadai

tengah krisis global tersebut, rencana implementasi Basel

potensi kenaikan risiko kredit karena proyeksi akan

II yang ditandai dengan kewajiban membentuk capital

memburuknya kondisi ekonomi. Sebagaimana

charges untuk risiko operasional yang rencananya dimulai

dikemukakan pada Bab 1, potensi peningkatan risiko kredit

pada tahun 2009 ditunda sampai dengan 2010.

71

Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia

Penundaan tersebut diharapkan tetap membuat

Saat itu, pengawasan bank masih berorientasi pada

perbankan memperhatikan aspek-aspek yang terkait

compliance-based, tidak risk-based seperti yang sekarang

dengan risiko operasional, termasuk memperkuat

ini dijalankan. Para pengawas bank dewasa ini diharuskan

pelaksanaan fungsi pengendalian intern pada masing-

mengikuti program sertifikasi dan diberi kesempatan yang

masing bank.

lebih luas untuk mengikuti training dalam rangka capacity

building . Ke depan, untuk meningkatkan kualitas

4.3. PROSPEK SISTEM KEUANGAN INDONESIA Prospek sistem keuangan Indonesia ke depan

akan dibahas dengan panel ahli (expert panel).

diperkirakan masih tetap positif di tengah-tengah

Prospek positif stabilitas keuangan juga diperkuat

perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan domestik.

oleh telah semakin dipercayanya Lembaga Penjamin

Beberapa hal yang mendasari perkiraan ini sebagai berikut.

Simpanan (LPS) oleh masyarakat luas. Keberadaan LPS juga

Pertama, gejolak keuangan yang terjadi akhir-akhir ini

sudah semakin teruji dengan penutupan sejumlah Bank

terjadi lebih banyak karena faktor eksternal, sementara

Perkreditan Rakyat (BPR) bermasalah serta pengambilalihan

perbankan domestik relatif tidak memiliki masalah seberat

1 bank umum yang dinilai berdampak sistemik pada bulan

perbankan di luar negeri. Hal ini sangat berbeda

November 2008. Dalam kenyataannya penutupan BPR

dibandingkan dengan situasi krisis 1997/1998 yang lebih

maupun pengambilalihan bank umum tersebut sama sekali

banyak dipicu oleh berbagai kelemahan pada perbankan

tidak menimbulkan gejolak di perbankan. Ke depan, upaya

dalam negeri seperti tingginya NPL serta pelanggaran Batas

memperkuat infrastruktur keuangan tersebut akan

Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan Posisi Devisa

semakin mantap apabila rancangan Undang-undang

Netto (PDN). Dengan demikian, diperkirakan dampak dari

tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) dapat

krisis global terhadap sektor keuangan dalam negeri akan

disetujui DPR.

sangat terbatas.

Secara keseluruhan, prospek positif stabilitas

Kedua, dewasa ini perbankan lebih siap menghadapi

keuangan tercermin pada Indeks Stabilitas Keuangan

krisis dibandingkan kondisi tahun 1997/1998. Kesiapan

(Financial Stability Index - FSI) yang setelah meningkat tajam

itu antara lain tercermin pada membaiknya pelaksanaan

selama semester II 2008, kemudian mulai menunjukkan

manajemen risiko dan good governance di perbankan.

penurunan sejak beberapa bulan terakhir. Sebagaimana

Dibandingkan satu dawarsa yang lalu, sekarang ini tidak

dikemukakan pada Bab 2, ke depan pada akhir Juni 2009,

mudah untuk menjadi pengurus dan pemegang saham

FSI diperkirakan mencapai sekitar 1,77-2,13, dengan

pengendali bank karena harus lulus Fit and Proper Test.

skenario moderat sebesar 1,95 atau relatif lebih rendah

Dengan governance perbankan yang semakin baik,

dibandingkan posisi akhir Desember 2008 sebesar 2,10.

perbankan semakin tahan terhadap gejolak keuangan.

Perkiraan FSI yang relatif akan lebih rendah tersebut

Ketiga, otoritas pengawasan bank juga semakin siap menghadapi krisis dibandingkan kondisi tahun 1997/1998.

72

pengawasan, hasil pengawasan dan pemeriksaan juga

memberikan harapan bahwa ketahanan sektor keuangan ke depan masih akan tetap terjaga.

Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

Artikel

73

Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

Halaman ini sengaja dikosongkan

74

Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

Artikel I

Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia Wimboh Santoso1, Bagus Santoso2, Ita Rulina3, Elis Deriantino4

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat contagion risk pada pasar modal Indonesia. Pendekatan yang dipakai adalah Multivariate GARCH/ Dynamic Conditional Correlations (DCC) dan Markov Regime

Switching. Adapun data yang digunakan dalam studi ini adalah data harian indeks saham dari 15 negara yaitu Indonesia, Australia, Amerika Serikat (Dow Jones dan Nasdaq), Inggris, Jerman, Jepang, Korea, Hong Kong, Cina, Taiwan, India, Filipina, Thailand, Singapura, dan Malaysia, data T-Bill 3 bulan, nilai tukar Rp/USD, suku bunga PUAB dan harga minyak dunia, dengan periode 2 Januari 1995 sampai 13 November 2008. Dengan menggunakan Indonesia sebagai titik referensi, data harian ini dibagi menjadi 4 periode. Hasil estimasi menunjukkan bahwa terdapat contagion antara Indonesia dengan negara-negara lainnya dalam penelitian ini dan Indonesia lebih merupakan shock absorber dan bukan merupakan shock transmitter, terutama untuk negaranegara maju (Jepang, Australia, Jerman, Inggris, dan AS). Key words: Financial Aspect of Economic Integration, International Financial Market, Time Series Model JEL classification: F36, G15, C22

LATAR BELAKANG

di suatu negara akan berdampak pada negara lainnya.

Globalisasi keuangan yang menyebabkan

Sebagai contoh, krisis 1997 yang berawal di Thailand akibat

terintegrasinya sektor keuangan suatu negara terhadap

devaluasi baht yang diikuti kebijakan pengambangan nilai

pasar keuangan global, membuat negara-negara tersebut

tukar baht, dengan cepat menyebar ke Indonesia, Malaysia,

mengalami eksposur risiko contagion, yaitu krisis yang

Korea, Filipina, menyebabkan rata-rata nilai tukar negara-

terjadi di suatu negara dapat menyebar ke negara lain.

negara tersebut terdepresiasi sekitar 75%. Pada 1998,

Devaluasi nilai tukar, default terhadap sovereign obligation

bangkrutnya pasar obligasi domestik Rusia dan jatuhnya LTCM berimbas pada Hongkong, Brazil dan Mexico dan

1 Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Bank Indonesia; alamat email: [email protected] 2 Peneliti, Universitas Gadjah Mada, email: [email protected] 3 Peneliti Senior Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Bank Indonesia, email: [email protected] 4 Peneliti Yunior Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Bank Indonesia, email: [email protected]

emerging market lainnya. Yang terakhir adalah krisis subprime mortgage 2007 di AS yang berdampak terutama pada pasar saham di negara-negara Eropa dan mulai menyebar ke negara-negara lain di dunia.

75

Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

Kondisi Indonesia saat ini ditandai dengan semakin

Dimana

derasnya aliran hot money. Kondisi ekonomi AS yang

rt = (r1,t, r2,t,..., rn,t), ai = (a1,i, a2,i,..., an,i), et = (e1,t, e2,t,...,

berada diambang resesi sehingga memaksa The Fed

en,t), dan et l Σt-1 ~ N(0, Ht)

menurunkan suku bunganya membuat spread suku bunga

rt adalah return index saham masing-masing negara

antar kedua negara semakin lebar, aset-aset Indonesia

dengan n=16 (Indonesia, Singapura, Thailand,

menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan

Malaysia, Filipina, India, Hongkong, Taiwan, Korea,

AS, sehingga semakin mendorong kuatnya aliran hot

Jepang, Cina, UK, Jerman, Australia, Dow Jones, dan

money.

Nasdaq).

Sentimen global negatif berpotensi mendorong

Tbill3m adalah Treasury bill √ 3 bulan Amerika Serikat.

terjadinya sudden reversal dalam jumlah yang signifikan

Multivariate conditional variance dirumuskan sebagai

yang akan memberikan tekanan ke bawah pada harga

berikut.

aset-aset Indonesia sehingga menurunkan return aset

H t = Dt Rt D t

tersebut. Hal ini akan menimbulkan kepanikan bagi

Dt merupakan matriks diagonal nxn yang elemennya

investor dalam negeri sehingga ikut melepas saham yang

merupakan time varying standard deviation dari

dimilikinya mengikuti investor asing. Akibatnya kejatuhan

model univariat dengan diagonal ke-i dan Rt matriks

harga aset yang terjadi semakin dalam. Hal ini juga akan

time varying correlation nxn.

membawa implikasi lain seperti pelemahan nilai tukar

Dalam model DCC, matriks time varying covariance

rupiah. Oleh karena itu deteksi contagion perlu dilakukan

dituliskan sebagai berikut.

termasuk identifikasi asal contagion tersebut. Adapun

Qt = (1-a-β)Q = aut-1u»t-1 + βQt-1

tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah

Qt=(q ij,t) matriks time varying covariance dari u t

terdapat contagion risk pada pasar modal Indonesia

berukuran nxn, Q = E[ut ut»] matriks unconditional

sebagaimana digambarkan pada analytical framework

variance ut berukuran nxn, dan a, β skalar nonnegatif.

berikut:

Matriks korelasi kemudian dapat dirumuskan dengan:

Rt = (diag(Qt ))1/2 Qt (diag(Qt ))1/2

METODOLOGI PENELITIAN

dimana (diag(Qt ))1/2 = diag(1/ q1,t,...1/ qn,t).

Untuk menguji apakah terdapat contagion pada

Model DCC tersebut kemudian diestimasi dengan

pasar modal Indonesia, penelitian ini menggunakan

menggunakan fungsi log likelihood sebagai berikut: lt (Σ,f ) = - 1 Σ» (nlog(2p) + log l Dt l2 + e»tDt2et) + 2 t-1 -1 1 - Σ» (log l Rt l + u»tRt ut - u»tut) 2 t-1

beberapa metode yaitu: 1.

Multivariate GARCH/ Dynamic Conditional Correlations (DCC) Model GARCH multivariate yang dikemukakan oleh

76

2.

Markov Regime Switching

Engle (2002) dapat digunakan untuk mengestimasi

Namun, metode Multivariate GARCH tersebut

dynamic conditional correlation (DCC). Penelitian ini

memiliki kelemahan dalam mendeteksi contagion.

menggunakan model multivariate GARCH (1,1)

Salah satunya dikemukakan oleh Bekaert et al. (2005)

dengan persamaan mean konstanta AR(1) dan tbill3m

yang menyatakan bahwa model GARCH tidak dapat

sebagai world common factor:

menangkap adanya volatilitas yang tidak simetris dan

rt = a0 + ai rt-1 + a2 tbill3m + et

hal ini dapat mempengaruhi korelasi yang diestimasi

Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

selama periode krisis. Oleh karena itu digunakan

Dalam keadaan S t tidak dapat diamati secara

metode regime-switching untuk melakukan deteksi

langsung, diperlukan informasi mengenai sifat

contagion.

stokastik St. Estimasi parameter dilakukan dengan

Markov-switching merupakan metode untuk

menggunakan metode maximum likelihood.

menangkap adanya perubahan sifat stokhastik data time series dengan memodelkan data dalam beberapa

DATA

persamaan. Keunggulan metode switching regime

Data yang digunakan dalam studi ini adalah data

dibandingkan dengan model GARCH dalam

harian (berdasarkan 5 hari kerja) indeks saham dari 15

melakukan estimasi adalah kemampuannya dalam

negara: Indonesia, Australia, Amerika Serikat (Dow Jones

mengestimasi data yang memiliki nilai ekstrim yang

dan Nasdaq), Inggris, Jerman, Jepang, Korea, Hong Kong,

merupakan indikasi adanya peristiwa yang ekstrim.

Cina, Taiwan, India, Filipina, Thailand, Singapura, dan

Metode ini mampu memberikan periode krisis yang

Malaysia, data T-Bill 3 bulan, nilai tukar Rp/USD, suku

secara endogen didefinisikan dalam sistem

bunga PUAB dan harga minyak dunia,

persamaan. Oleh karena itu, metode switching regime

Data harian dimulai dari 2 Januari 1995 sampai 13

ini dianggap mampu menyelesaikan masalah generasi

November 2008. Dengan menggunakan Indonesia

pertama pengujian contagion yang mensyaratkan

sebagai titik referensi, data harian ini dibagi menjadi 4

bahwa periode krisis dan tranquil didefinisikan

periode. Adapun periode-periode tersebut adalah sebagai

terlebih dahulu sebelum pengujian dilakukan.

berikut:

Misalkan return saham dalam suatu pasar memiliki

1.

Periode Pertama disebut dengan periode sebelum Pra-

dua keadaan atau state, yaitu tranquil state (St=1)

Krisis Krisis. Periode ini dimulai dari 2 Januari 1995 sampai

dan volatile state (St=2), untuk menggambarkan

15 Juli 1997.

perpindahan dari St=1 ke St=2 digunakan prinsip

2.

dimulai dari 16 Juli 1997 sampai 29 Desember 2000.

rantai Markov yaitu : Pr (St = j l St-1 = i, St-2 = k,..., yt-1, yt-2,...) = Pr (St = j l

Periode Kedua disebut periode Krisis II. Periode ini

3.

Periode Ketiga adalah periode Setelah Krisis Krisis. Periode

St-1 = i ) = pij

ini dimulai dari 1 Januari 2001 sampai 14 Agustus

Dengan first order Markov-switching, probabilitas

2007.

transisi (transition probabilities) dapat diformulasikan sebagai berikut.

4.

Periode Keempat adalah periode Krisis IIII. Periode ini dimulai dari 15 Agustus 2007 sampai 13 November 2008.

P=

P11 P12 P21 P22

Salah satu permasalahan dalam studi ini adalah menentukan break pada data harian dan bulanan. Dalam

dimana p11+p12=p21+p22=1 dan

menentukan break, Indonesia merupakan titik referensi

P11 - Pr [St - 1lSt -1- 1]

atau pusat hubungan dengan negara-negara amatan

P12 - Pr [St - 2lSt -1- 1]

dalam studi ini, kecuali penentuan break pada estimasi

P21 - Pr [St - 1lSt -1- 2]

Markov-Switching. Metode estimasi yang digunakan

P22 - Pr [St - 2lSt -1- 2]

dalam menentukan adanya break pada data harian adalah sebagai berikut:

77

Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

Penentuan Periode Kedua sebagai periode Krisis I

Grafik A1.2 menunjukkan korelasi antara Indonesia

(16 Juli 1997-29 Desember 2000) dipilih berdasarkan krisis

dengan negara-negara di Asia (kecuali negara-negara di

di Indonesia. Break pada periode tersebut dipilih karena

kawasan Asia Tenggara). Terlihat bahwa Indonesia memiliki

return saham Indonesia menunjukkan volatilitas yang

korelasi yang relatif rendah untuk negara-negara dalam

tinggi.

grafik sampai dengan sebelum Periode Krisis II, kecuali

Penentuan break pada Krisis II (15 Agustus 2007-13

Hong Kong. Indonesia mengalami peningkatan korelasi

November 2008) berdasarkan krisis global. Pada periode

pada periode Krisis I dengan Hong Kong, yang

itu menunjukkan bahwa indeks harga saham Dow Jones

mengindikasikan adanya contagion antara Indonesia

dan Nasdaq mengalami penurunan yang signifikan.

dengan Hong Kong. Periode Krisis II menunjukkan peningkatan korelasi yang cukup signifikan antara

HASIL ESTIMASI DETEKSI CONTAGION

Indonesia dengan semua negara dalam grafik, kecuali

1.

Multivariate GARCH/ Dynamic Conditional

Cina, dengan korelasi yang cukup tinggi antara Indonesia

Correlations (DCC)

dengan Hong Kong.

Grafik A1.1 menunjukkan korelasi antara Indonesia dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Terlihat bahwa korelasi antara Indonesia dengan Thailand lebih rendah dibandingkan dengan korelasi dengan negara lain di kawasan ini pada pertengahan 1997. Namun korelasi

Grafik A1.2 Dynamic Conditional Correlations (DCC) Indonesia dengan Negara-Negara di Asia (kecuali Asia Tenggara) 0,8 0,7

R_IND_HK

R_IND_CHN

R_IND_JPN

R_IND_TWN

R_IND_INA

R_IND_KOR

0,6

ini kemudian meningkat secara signifikan dan mencapai puncaknya pada saat krisis Asia 1998. Hal ini menunjukkan bahwa pada krisis Asia, terdapat contagion antara Indonesia dengan Thailand. Sedangkan pada periode 2007-2008, terdapat peningkatan korelasi yang cukup

0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 -0,1 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

signifikan antara Indonesia dengan Singapura dan Indonesia dengan Malaysia. Hal ini mengindikasikan bahwa

Grafik A1.3 menggambarkan korelasi antara

terdapat contagion antara Indonesia dengan kedua negara

Indonesia dengan negara-negara maju. Terlihat bahwa

ini pada Periode Krisis II.

Indonesia tidak memiliki korelasi yang tinggi dengan negara-negara dalam grafik. Bahkan pada periode Krisis

Grafik A1.1 Dynamic Conditional Correlations (DCC) Indonesia dengan Negara-Negara di Asia Tenggara

Serikat (baik untuk Dow Jones Index maupun Nasdaq). Namun pada periode Krisis II, korelasi antara Indonesia

0,8 0,7

I, Indonesia memiliki korelasi yang negatif dengan Amerika

Idn-sin

Idn-mly

Idn-thai

Idn-phl

dan Australia meningkat secara signifikan. Hal ini

0,6 0,5

mengindikasikan adanya contagion antara Indonesia

0,4

dengan Australia.

0,3

Untuk melihat apakah kenaikan korelasi yang

0,2 0,1 0 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

78

diperoleh signifikan, DCC yang diperoleh dari Model 4 dipecah menjadi empat periode, yaitu Periode Sebelum

Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

Grafik A1.3 Dynamic Conditional Correlations (DCC) Indonesia dengan Negara-Negara Maju

hipotesis alternatif dalam uji ini adalah korelasi pada periode volatilitas tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan korelasi pada periode volatilitas rendah (∑i < ∑h).

0,7 0,6

R_IND_UK

R_IND_DOW

R_IND_GER

R_IND_NASDAQ

R_IND_AUS

Hasil yang diperoleh berdasarkan Uji Fisher pada tabel

0,5

A1.1 menunjukkan tidak adanya peningkatan korelasi yang

0,4 0,3

signifikan pada Periode 2 antara return saham Indonesia

0,2

dengan return saham negara lain. Hal ini berarti pada

0,1 0

periode Krisis Asia, tidak ada contagion antara Indonesia

-0,1

dengan negara-negara dalam penelitian ini.

-0,2 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Untuk Periode 3, hasil estimasi dengan DCC Krisis, Krisis I, Setelah Krisis, dan Krisis II. Dari seri korelasi

menunjukkan adanya peningkatan korelasi yang signifikan

yang diperoleh tersebut kemudian diperoleh nilai rata-rata

antara Indonesia dengan Jepang dan India pada tingkat

korelasi untuk keempat periode. Nilai korelasi yang

signifikansi 5 persen, serta antara Indonesia dengan Korea

diperoleh ini kemudian diuji dengan menggunakan Uji

dan Taiwan pada tingkat signifikansi 1 persen. Hal ini

Fisher. Adanya peningkatan korelasi pada pengujian ini

berarti terdapat contagion di Indonesia yang berasal dari

mengindikasikan adanya contagion antara Indonesia

negara-negara tersebut. Sedangkan untuk Periode 4,

dengan negara lain. Null hypothesis dalam uji ini adalah

peningkatan korelasi yang signifikan terjadi di hampir di

tidak ada perbedaan korelasi antara periode volatilitas

semua negara, kecuali korelasi antara Indonesia dengan

rendah dengan periode volatilitas tinggi (∑i = ∑h). Sedangkan

Filipina, Jerman, Dow Jones, dan Nasdaq.

Tabel A1.1 Deteksi Contagion dengan Dynamic Conditional Correlation (DCC)-Return Saham harian P1 IDN - CHN IDN - HK IDN - JPN IDN - KOR IDN - TWN IDN - PHIL IDN - SIN IDN - MLY IDN - THAI IDN - AUS IDN - UK IDN - GER IDN - INA IDN - DOW IDN - NASDAQ Keterangan:

P1: P2: P3: P4: ***: **: *:

0,02885 0,38930 0,20369 0,14951 0,13661 0,35927 0,42429 0,33618 0,32858 0,28818 0,17723 0,18563 0,17594 0,07272 0,05999

P2 0,01949 0,36340 0,21825 0,16979 0,16031 0,32417 0,40541 0,26867 0,33702 0,27669 0,15270 0,18358 0,13356 0,03421 0,00406

P3 0,06040 0,35565 0,27484 0,29427 0,26543 0,25437 0,37972 0,27986 0,30109 0,30222 0,16984 0,15692 0,27282 0,05611 0,04681

P4

Z-Stat P2

0,21785 0,62349 0,44552 0,47997 0,44685 0,37696 0,54769 0,52233 0,44945 0,55227 0,31572 0,26901 0,47507 0,12253 0,11701

0,18315 0,59024 -0,29805 -0,40707 -0,47405 0,77732 0,44598 1,45414 -0,18549 0,24430 0,49313 0,04146 0,84920 0,75542 1,09522

Z-Stat P3 -0,69170 0,85513 -1,65232 ** -3,33905 *** -2,94255 *** 2,53743 1,16358 1,36211 0,66773 -0,33648 0,16669 0,64712 -2,23446 ** 0,36499 0,28916

Z-Stat P4 -2,77582 -4,60957 -3,92898 -5,36774 -4,94937 -0,29511 -2,33810 -3,31258 -2,05835 -4,68655 -2,13033 -1,26861 -4,88472 -0,72521 -0,82877

*** *** *** *** *** *** *** ** *** ** ***

Korelasi Periode 1 (Januari 1995 - Juli 1997) Korelasi Periode 2 (Agustus 1997 - Desember 2000) Korelasi Periode 3 (1 Januari 2001 - 14 Agustus 2007) Korelasi Periode 4 (15 Agustus - 13 November 2008) Signifikan untuk a=1% Signifikan untuk a=5% Signifikan untuk a=10%

79

Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

2.

Persamaan

Markov√Switching Regime Estimation Method

Markov-switching

di

atas,

Pada penelitian ini, metode switching regime

mengasumsikan bahwa arah contagion terjadi dari negara-

diestimasi dengan menggunakan persamaan GARCH (1,1)

negara yang diestimasi ke Indonesia. Variabel independen

dengan persamaan mean dan variansi sebagai berikut:

dalam persamaan mean di atas diperoleh berdasarkan hasil

ridn,t = ac,St + a1,St ridn,t-1 + a2,St idn_exe_dlog + a3,St idn_int +

estimasi dengan menggunakan metode Autoregressive

Distributed Lag (ADL) untuk melihat variabel-variabel

a4,St tbill3m + a5,St oil_dlog + a6,St rm,t + eSt,t eSt,t ~ N(0, s

2

keuangan dan ekonomi apakah yang berpengaruh

)

St,t

s2St,t = VASt + VBSt e2St,t-1 + VCSt s2St,t-1

terhadap return saham Indonesia. Dalam penelitian ini dilakukan estimasi dengan

Keterangan:

membagi state menjadi dua regime, yaitu Regime Krisis

ridn,t: return saham Indonesia

dan Non-Krisis berdasarkan persistensi dan unconditional

rm,t: return saham negara lain

variance yang diperoleh dari conditional variance .

idn_exe_dlog: rate of depreciation nilai tukar Indonesia

Persistensi yang lebih rendah antara kedua state

idn_int: interest rate Indonesia (PUAB)

dikategorikan sebagai Regime 1 (non krisis), sedangkan

tbill3m: T-Bill 3 bulan

persistensi yang lebih tinggi dikategorikan sebagai Regime

oil_dlog: perubahan harga minyak

2 (krisis). Contagion dikatakan terjadi antara Indonesia

e : error

dengan negara lain apabila terjadi peningkatan signifikan

s2 : variansi

koefisien return negara lain (a6) dari Regime 1 ke Regime

St: regime 1 (non krisis) dan regime 2 (krisis)

2. Tabel A1.2 memperlihatkan bahwa nilai koefisien a6

Tabel A1.2 Markov Switching Mean Equation a0 IDN - CHN IDN - HK IDN - JPN IDN - KOR IDN - TWN IDN - PHIL IDN - SIN IDN - MLY IDN - THAI IDN - AUS IDN - UK

80

regime 1 regime 2 regime 1 regime 2 regime 1 regime 2 regime 1 regime 2 regime 1 regime 2 regime 1 regime 2 regime 1 regime 2 regime 1 regime 2 regime 1 regime 2 regime 1 regime 2 regime 1 regime 2

0,004 *** -0,006 *** 0,003 *** -0,001 0,003 *** -0,002 0,003 *** -0,004 ** 0,003 *** -0,004 ** 0,004 *** -0,005 *** 0,003 *** -0,001 0,003 *** -0,002 * 0,003 *** -0,004 ** 0,003 *** -0,004 ** 0,003 *** -0,002

a1 0,010 0,714 *** 0,053 ** 0,159 *** 0,002 0,658 *** -0,004 0,484 *** 0,006 0,538 *** -0,010 0,442 *** -0,002 0,243 *** -0,015 0,297 *** 0,009 0,357 *** 0,009 0,357 *** 0,014 0,522 ***

a2 -0,142 -0,696 -0,068 -0,518 -0,132 -0,622 -0,120 -0,614 -0,128 -0,640 -0,116 -0,562 -0,040 -0,415 -0,104 -0,500 -0,127 -0,474 -0,127 -0,474 -0,135 -0,608

a3 *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** ** *** *** *** *** *** *** *** *** ***

-0,014 0,035 -0,009 0,005 -0,010 -0,002 0,014 0,026 -0,014 0,029 -0,013 0,021 -0,012 0,008 -0,014 0,015 -0,011 0,008 -0,011 0,008 -0,016 0,045

a4 *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** ** *** *** *** ***

-0,019 0,017 -0,027 ** 0,035 0,015 0,036 -0,015 0,016 -0,013 -0,001 -0,020 0,033 -0,015 0,007 -0,018 0,020 -0,019 0,065 * -0,019 0,065 * -0,004 -0,080 **

a5 0,005 0,054 * 0,001 0,055 ** 0,003 0,046 -0,001 0,050 * 0,006 0,046 0,003 0,021 -0,006 0,045 *** -0,008 0,051 ** -0,002 0,047 * -0,002 0,047 * 0,015 -0,018

a6 0,011 0,152 *** 0,174 *** 0,616 *** 0,137 *** 0,393 *** 0,090 *** 0,334 *** 0,059 *** 0,451 *** 0,119 *** 0,549 *** 0,194 *** 0,686 *** 0,112 *** 0,672 *** 0,085 *** 0,603 *** 0,085 *** 0,603 *** 0,050 *** 0,754 ***

Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

Tabel A1.2 Markov Switching Mean Equation (lanjutan) a0 IDN - GER

regime 1 regime 2 regime 1 regime 2 regime 1 regime 2 regime 1 regime 2

IDN - INA IDN - DOW IDN - NASDAQ

a1

0,003 *** -0,002 0,003 *** -0,004 ** 0,003 *** -0,004 ** 0,003 *** -0,004 **

0,014 0,522 *** 0,004 0,387 *** 0,000 0,796 *** 0,000 0,800 ***

a2 -0,135 -0,608 -0,122 -0,582 -0,142 -0,650 -0,141 -0,651

a3 *** *** *** *** *** *** *** ***

-0,016 0,045 -0,015 0,029 -0,012 0,007 -0,012 0,007

a4 *** *** *** *** *** ***

-0,004 -0,080 ** -0,015 0,008 -0,020 * 0,042 -0,020 0,043

a5 0,015 -0,018 0,001 0,053 ** 0,006 0,042 0,006 0,043

a6 0,050 *** 0,754 *** 0,056 *** 0,437 *** 0,042 ** 0,051 0,034 *** 0,020

signifikan dan mengalami peningkatan pada Regime 2

Conditional Correlation-Multivariate GARCH) dan Markov-

untuk semua negara, kecuali Amerika Serikat (baik untuk

Switching. Kedua uji ini merupakan pengujian contagion

Dow Jones maupun Nasdaq).

tanpa memperhitungkan negara yang menjadi awal krisis.

Berdasarkan analisis dengan metode Markov-

Markov-Switching melakukan pengujian adanya contagion

Switching diperoleh kesimpulan bahwa contagion terjadi

tanpa memberikan terlebih dahulu periodisasi krisis.

antara Indonesia dengan hampir semua negara yang

Metode ini merupakan salah satu upaya untuk mengatasi

diteliti, kecuali dengan Amerika Serikat (Dow Jones dan

permasalahan dalam pengujian contagion yang

Nasdaq).

mensyaratkan adanya titik krisis dan non-krisis yang ditetapkan secara arbitrary.

KESIMPULAN

Tabel tersebut menunjukkan bahwa terdapat

Tabel A1.3 merupakan rangkuman hasil estimasi

contagion antara Indonesia dengan negara-negara lainnya

dengan menggunakan metode DCC-MG (Dynamic

dalam penelitian ini. Contagion terutama terjadi antara Indonesia dengan negara-negara Asia Timur, seperti

Tabel A1.3 Kesimpulan Hasil Pengujian Deteksi Contagion (1)

Jepang, Taiwan, dan Korea. Terdapat pula contagion antara Indonesia dengan India. Selain itu, perilaku pasar saham

DCC/Multivariate GARCH P2 IDN-MLY IDN-SIN IDN-THA IDN-PHI IDN-JPN IDN-TWN IDN-HK IDN-CHN IDN-KOR IDN-INA IDN-AUS IDN-GER IDN-UK IDN-US(DJ) IDN-US(NQ) Keterangan:

P3

P4 √*** √*** √***

√*** √***

√*** √***

√*** √*** √*** √*** √*** √*** √*** √***

Markov-Regime Switching √*** √*** √*** √*** √*** √*** √*** √*** √*** √*** √*** √*** √***

di Indonesia pun tidak jauh berbeda dengan pasar saham India. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh banyaknya investor asing yang berinvestasi baik di India dan Indonesia. Indonesia dan India memiliki kondisi fundamental dan kondisi sosial yang mirip, sehingga investor menggunakan India sebagai sinyal bagi kondisi pasar di Indonesia, dan sebaliknya menggunakan Indonesia sebagai sinyal bagi kondisi pasar di India. Hal ini menunjukkan adanya wake-

up call hypothesis. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa tidak ada

contagion antara Indonesia dan Amerika Serikat, baik ***: Signifikan untuk α=1% (critical value: -2,32) **: Signifikan untuk α=5% (critical value: -1,64) *: Signifikan untuk α=10% (critical value: -1,28) Tanda √ menunjukkan bahwa terdapat contagion antara kedua negara.

untuk estimasi dengan menggunakan indeks Dow Jones maupun dengan indeks Nasdaq. Oleh karena itu, apabila

81

Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

Indonesia terpengaruh krisis global yang terjadi saat ini,

Asia, seperti Jepang, Taiwan, Korea, Hongkong, dan

yang berawal dari krisis sub-prime mortgage di Amerika

India. Hubungan contagion ini merupakan hubungan

Serikat, pengaruh ini bukan merupakan pengaruh

dua arah, dalam artian Indonesia mempengaruhi negara

langsung dari pasar Amerika Serikat, melainkan

lain dan negara lain pun memiliki pengaruh terhadap

merupakan pengaruh terusan dari pasar-pasar modal di

Indonesia. Namun berdasarkan uji deteksi error, dapat

Asia yang memiliki hubungan langsung dengan pasar

dilihat bahwa Indonesia lebih merupakan shock absorber

modal Amerika Serikat.

dan bukan merupakan shock transmitter terutama untuk

Tabel A1.4 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki hubungan contagion dengan negara-negara di kawasan

negara-negara maju (Jepang, Australia, Jerman, Inggris, dan AS).

Tabel A1.4 Kesimpulan Hasil Pengujian Deteksi Contagion (2)

Negara IDN-MLY IDN-SIN IDN-THA IDN-PHI IDN-JPN IDN-TWN IDN-HK IDN-CHN IDN-KOR IDN-INA IDN-AUS IDN-GER IDN-UK IDN-US(DJ) IDN-US-(NQ) Keterangan:

82

Data Harian √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

^^^ ^^^ ^^^ ^^^ ^^^ ^^^ ^^^ ^ ^^^ ^^^ ^ ^ ^ ^ ^

Data Harian

Data Bulanan √ √ √ √ √ √ √

P2

P3

^ ^ ^ ^ ^ ^ ^^^ √



^

√ √ √

^ ^ ^

Data Bulanan

^

P2

P4 √

^



^



^

√ √

^^^ ^^^

√ √

^ ^^^



√ √ √ √

^^^ ^^^ ^^^ ^

√ √ √

^^^ ^^^ ^^^

√ √

P2 : Periode 2 (data harian: 16 Juli 1997 - 29 Desember 2000; data bulanan Agustus 1997-Desember 2000) P3 : Periode 3 (data harian: 1 Januari 2001 - 14 Agustus 2007; data bulanan Januari 2000-September 2008) P4 : Periode 4 (15 Agustus - 13 November 2008) ^^^ : Hubungan contagion dua arah ^^ : Hubungan contagion dengan Indonesia sebagai asal shock ^ : Hubungan contagion dengan negara lain sebagai asal shock Tanda √ menunjukkan bahwa terdapat contagion antara kedua negara Tingkat signifikansi yang digunakan adalah 5% dan 1%

P3*



^

^^^

√ √

^^^ ^^^

^^^ ^^^

√ √ √

^^^ ^^^ ^^^



^^

Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

Daftar Pustaka

Agenor, Aizenman, dan Hoffmaister. 2008. ≈External

Collins dan Gavron, 2004. ≈Channels of Financial Market

Shocks, Bank Lending Spreads, External Shocks,Bank

Contagion∆, Applied Economics, 36:21, 2461- 2469.

Lending Spreads, and Output Fluctuations∆, Review

Collins dan Gavron. 2005. ≈Measuring Equity Market

of International Economics,16:1, 1-20. Arestis, et al. 2005. ≈Testing for Financial Contagion

Contagion in Multiple Financial Events∆, Applied

Financial Economics, 15:8, 531-538.

between Developed and Emerging Markets during

Dornbusch, Park, dan Claessens. 2000. ≈Contagion: How

the 1997 East Asian Crisis∆, International Journal of

It Spreads and How It Can be Stopped∆, Forthcoming

Finance and Economics, 10, 359-367.

World Bank Research Observer.

Caporale, Cipollini, dan Spagnolo. 2005. ≈Testing for Contagion: a Conditional Correlation Analysis∆,

Journal of Empirical Finance, 12, 476-489. Caramazza, Ricci, dan Salgado. 2004. ≈International Financial Contagion in Currency Crisis∆, Journal of

International Money and Finance, 23, 51-70.

Duggar dan Mitra. 2007. ≈External Linkages and Contagion Risk in Irish Bank∆, IMF Working Paper. Engle, G. 2000. ≈Dynamic Conditional Correlation √ A Simple Class of Multivariate GARCH Models∆, UCSD

Economics Discussion Paper, 2000-9. Essaadi, Jouini, dan Khallouli. 2007. ≈The Asian Crisis

Cartapanis, Dropsy, dan Mametz. 2002. ≈The Asian

Contagion: A Dynamic Correlation Approach

Currency Crises: Vulnerability, Contagion, or

Analysis∆, Documents De Travail-Working Papers, 07-

Unsustainability∆, Review∆of International Economics,

25.

10(1), 79-91. Castiglionesi. 2007. ≈Financial Contagion and the Role of the Central Bank∆, Journal of Banking and Finance, 31, 81-101.

Forbes dan Rigobon. 2000. ≈Contagion in Latin America: Definition, Measurement and Policy Implication∆,

NBER Working Paper Series, 7885. Hatemi-J dan Hacker. 2005. ternative Method to Test for

Chiang, Bang Nam Jeon, dan Huimin Li. 2007. ≈Dynamic

Contagion with an Application to the Asian Financial

Correlation Analysis Of Financial Contagion: Evidence

Crisis∆, Applied Financial Economics Letters, 1:6, 343-

From Asian Markets∆, Journal of International Money

347.

and Finance, 26, 1206-1228. Chu-Sheng Tai. 2004. ≈Contagion: Evidence from International Banking Industry∆, Journal of

Multinational Financial Management, 14, 353-368.

Horta, Mendes, dan Vieira. 2008. Contagion Effects of the U.S Subprime Crisis on Developed Countries∆,

CEFAGE-UE Working Paper, 08. Luo dan Tang. 2007. ≈Capital Openness and Financial

Cifuentes, Ferrucci, dan Shin. 2005. ≈Liquidity Risk and

Crises: A Financial Contagion Model with Multiple

Contagion∆, Journal of the European Economic

Equilibria∆, Journal of Economic Policy Reform, 10:4,

Association, 3(2-3), 556-566.

283-296.

83

Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

Marais dan Bates. 2006. ≈An Empirical Study to Identify

Suliman. 2005. ≈Interest Rate Volatility, Exchange Rates,

Shift Contagion during the Asian Crisis∆, International

and External Contagion∆, Applied Financial

Financial Markets Institutions and Money, 16, 468-

Economics, 15:12, 883-894.

479. Marongiu. 2005. ≈Towards a New Set of Leading Indicators of Currency Crisis for Developing Countries: an Application to Argentina∆.

Market Contagion in the Asian Crisis: A RegressionBased Approach∆. Walti. 2003. ≈Contagion and Interdependence among

Rodriguez. 2007. ≈Measuring Financial Contagion: A

Central European Economies: the Impact

Copula Approach∆, Journal of Empirical Finance,14,

of≈Common External Shocks∆, HEI Working Paper,

401-423.

02.

Sojli. 2007. ≈Contagion in Emerging Markets: the Russian

Yang dan Lim. 2004. ≈Crisis, Contagion, and East Asian

Crisis∆, Applied Financial Economics, 17:3, 197-213.

Stock Markets∆, Review of Pacific Basin Financial

Sriananthakumar dan Silvapulle. 2008. ≈Multivariate

84

Van Horen, Jager, dan Klaassen. 2006. ≈Foreign Exchange

Markets and Policies, 7:1, 119-151.

Conditional Heteroscedasticity Models with Dynamic

Yoon. 2005. ≈Correlation Coefficients, Heteroskedasticity

Correlations for Testing Contagion∆, Applied Financial

and Contagion of Financial Crises∆, The Manchester

Economics, 18:4, 267-273.

School, 73:1, 92-100.

Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

Artikel II

Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt Wimboh Santoso1, Viverita2, Ardiansyah3, Reska Prasetya4, Heny Sulistyaningsih5

Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi hutang perusahaan Indonesia yang pada gilirannya akan mempengaruhi keputusan pembiayaan dan investasi perusahaan tersebut. Model yang digunakan merupakan pengembangan dari model Gibbard dan Stevens (2006) yang dikombinasikan dengan pendekatan tradisional struktur modal trade-off theory dan pecking order theory. Penelitian ini akan memodelkan corporate leverage dengan mengkombinasikan hutang, equity issuance serta model investasi dan mengaplikasikan Generalized Moment of Method (GMM) dengan panel data dari 218 perusahaan yag sudah go public. Hasil estimasi menunjukkan bahwa penentuan level hutang korporasi di Indonesia dipengaruhi oleh default probability effect, sehingga membutuhkan penilaian yang hati-hati dalam penentuan sumber pendanaan. Diketahui pula bahwa aktivitas Investasi, akuisisi serta ketersediaan kas akan mempengaruhi tingkat hutang korporasi. Selanjutnya, hasil estimasi juga menggambarkan bahwa teori pecking order berkontribusi signifikan terhadap model neraca korporasi. Keywords : Corporate debt; balance sheet; capital structure; speed of adjustment JEL Classification: C51;C33;N65

1. PENDAHULUAN

pertumbuhan ekonomi nasional. Kondisi ini secara tidak

Meningkatnya volatilitas di pasar komoditas dan

langsung berpotensi menurunkan kinerja keuangan sektor

pasar uang internasional serta melambatnya pertumbuhan

korporasi. Melemahnya daya beli konsumen menyebabkan

ekonomi dunia berimbas kepada perlambatan

tingkat penjualan korporasi menurun sehingga pendapatan korporasi juga menurun. Penurunan pendapatan yang

1 Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Bank Indonesia; alamat email: [email protected] 2 Peneliti Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, e-mail address: [email protected] 3 Peneliti Eksekutif, Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan; alamat email: [email protected] 4 Peneliti Yunior, Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan; alamat email: [email protected] 5 Peneliti Yunior, Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan; alamat email: [email protected]

tidak diiringi dengan penurunan biaya operasional maupun biaya produksi menyebabkan korporasi membutuhkan pinjaman dari pihak ketiga, baik berupa hutang kepada perbankan atau pembiayaan non bank lainnya. Semakin

85

Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

besar hutang korporasi semakin besar eksposur korporasi

mempengaruhi optimal level of debt dari suatu perusahaan

terhadap sistem keuangan. Peningkatan jumlah hutang

dengan menggunakan teori pecking order dan teori trade-

yang diiringi penurunan pendapatan lebih lanjut berpotensi

off.

menurunkan kemampuan membayar korporasi. Disisi lain, penurunan pendapatan berpotensi menurunkan

86

2. TINJAUAN PUSTAKA

kemampuan membayar korporasi terhadap kewajibannya

Menurut Modigliani dan Miller (1963), korporasi

kepada pihak ketiga sehingga dapat menjadi sumber

cenderung akan menjaga kapasitas cadangan hutang

instabilitas sistem keuangan.

dalam kondisi pasar yang sempurna. Oleh karena itu,

Terdapat beberapa alasan suatu perusahaan

fasilitas pinjaman yang akan diterima perusahaan akan

menerbitkan hutang sebagai sumber pembiayaan usahanya.

berkurang seiring dengan meningkatnya pinjaman yang

Menurut Jensen (1986), hutang merupakan cara yang efisien

telah diterima oleh perusahaan tersebut. Sementara itu,

untuk mengurangi biaya-biaya yang terkait dengan

Farrar dan Selwyn (1967) yang berpendapat sama dengan

penerbitan saham sedangkan Klaus dan Litzenberger

Stiglitz (1972) menyatakan bahwa perbedaan dari pajak

berpendapat bahwa hutang dapat mengoptimalkan struktur

personal income yang dikenakan pada penambahan modal

permodalan korporasi melalui keuntungan pajak. Ross

dan pendapatan tetap mengurangi keyakinan pada teori

(2008) dan Leldan & Pyle (1977) berpendapat bahwa hutang

yang menyatakan bahwa keuntungan pajak dari fasilitas

merupakan poin yang penting dari nilai suatu perusahaan.

pinjaman akan berdampak pada penolakan penggunaan

Raviv (1991) menemukan bahwa peningkatan leverage

fasilitas pinjaman sebagai modal. Di sisi lain, literatur

sejalan dengan peningkatan hutang, non-debt tax shield,

mengenai credit rationing menjelaskan sudut pandang

kesempatan investasi. Sebaliknya, penurunan leverage

kreditur dan perbankan tentang alasan korporasi

sejalan dengan peningkatan volatilitas, advertising

membatasi jumlah pinjamannya. Jaffe (1971)

expenditure, default probability dan keunikan dari suatu

menggambarkan bahwa ketidakinginan seorang manajer

produk. Oleh karena itu, optimal debt ratio ditentukan

untuk mendapatkan pinjaman disebabkan mereka ingin

dengan mempertimbangkan keuntungan dan biaya yang

menjaga posisi dan kesejahteraan mereka. Faktor lain yang

dikeluarkan untuk menerbitkan hutang (Frydenberg, 2004).

dianggap mempengaruhi penggunaan pinjaman adalah

Sampai dengan Juni 2008, perbankan berkontribusi

besarnya biaya yang dicadangkan apabila terjadi

memberikan pembiayaan ke perusahaan berupa kredit

kebangkrutan atau apabila kondisi keuangan sedang buruk

modal kerja dan kredit investasi sebesar 71% dari total

(Warner, 1976 dan Robichek dan Myers, 1966).

kredit perbankan. Hal ini mengindikasikan bahwa eksposur

Menurut teori, sebuah perusahaan akan melakukan

terbesar dari perbankan dan institusi keuangan lainnya

investasi apabila mempunyai cash. Oleh karena itu,

adalah korporasi Indonesia. Oleh karena itu, sangatlah

keputusan untuk menggunakan sumber pembiayaan dari

penting untuk membuat suatu model yang dapat

internal maupun eksternal tidak hanya bergantung pada

menentukan neraca korporasi Indonesia dengan meneliti

waktu berinvestasi, namun juga pada ketersediaan

peran dari optimal debt dalam mengambil keputusan

kesempatan investasi. Keputusan untuk tidak menerbitkan

pembiayaan dan investasi. Penelitian ini bertujuan untuk

saham dan tidak menggunakan kesempatan berinvestasi

membangun model neraca korporasi dengan meneliti

akan berakibat pada ketidaktepatan pengalokasian dana

struktur hutang dan juga faktor-faktor yang

yang nantinya akan menurunkan nilai perusahaan tersebut

Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

atau dikenal dengan financing trap (Myers dan Majluf,

perusahaan dalam memilih sumber internal sebagai

1984). Berdasarkan perkembangan ini, perusahaan

sumber pembiayaan daripada menggunakan hutang.

cenderung akan menggunakan hutang sebagai sumber

Namun, apabila sumber eksternal sangat dibutuhkan,

eksternal saat pemegang saham yang ada tergolong

hutang lebih baik dibandingkan dengan equity (Myers dan

sebagai passive investors. Dampaknya, perusahaan yang

Majluf, 1984). Teori ini lebih fokus pada bagaimana cara

mempunyai kelonggaran pembiayaan yang cukup besar

mengatur perusahaan agar mencapai keseimbangan

cenderung akan mengambil kesempatan investasi yang

antara ekonomi dengan stabilitas keuangan. Teori ini dapat

ada. Jensen (1986) berpendapat bahwa sebuah

dijelaskan sebagai berikut (1) pembiayaan dari internal

perusahaan yang lebih memilih untuk menerbitkan dan

(modal yang ditahan) digunakan karena dinilai lebih aman

mempergunakan hutang sebagai sumber pembiayaan

dibandingkan dengan hutang yang memiliki default risk,

akan menguntungkan tidak hanya bagi manajer dalam

(2) menerbitkan surat hutang sebagai sumber pembiayaan

kaitannya dengan hak untuk menunda pemberian future

paling aman apabila pembiayaan dari eksternal tidak dapat

dividends, namun juga memberikan hak bagi pemilik

dihindari lagi. Dalam teori ini pula, menerbitkan saham

perusahaan untuk mengambil legal action saat terjadi

sebagai sumber pembiayaan merupakan pilihan

default. Adanya kenaikan penggunaan hutang akan

pembiayaan yang kurang tepat mengingat nantinya tetap

meningkatkan leverage dari suatu perusahaan maupun

akan dibutukan pembiayaan dari sumber lain. Oleh karena

agency dan bankruptcy cost.

itu, kondisi tersebut dapat menciptakan gap antara

Terdapat 2 (dua) teori yang umum digunakan untuk

corporate expenses dan free cash flow yang membutuhkan

menjelaskan struktur hutang korporasi yaitu teori trade

pembiayaan dari hutang (financing gap). Berdasarkan teori

off dan teori pecking order. Teori trade off mengenai

ini, perubahan dari hutang harus sama dengan financing

struktur permodalan menjelaskan bahwa tingkat hutang

gap. Studi lain yang dilakukan oleh Shyam-sunder dan

korporasi bisa dijelaskan dengan keseimbangan antara

Myers (1999) mempergunakan debt ratio sebagai proxy

biaya dan keuntungan dari penggunaan hutang sebagai

untuk optimal level of debt dengan asumsi target level of

sumber pembiayaan, dengan biaya kebangkrutan sebagai

debt konstan.

biaya hutang dan pengurangan pajak sebagai keuntungan

Gibbard dan Stevens (2006) meneliti faktor-faktor

dari penggunaan hutang. Hal ini menjelaskan adanya trade

penentu hutang korporasi di UK, US, Perancis, dan Jerman.

off antara keuntungan pajak dan biaya karena adanya

Studi ini menjelaskan peran hutang korporasi dengan

tekanan keuangan. Teori ini fokus pada keseimbangan

menghitung investasi dan penerbitan equity. Dengan

antara keuntungan dari hutang dan tingginya biaya

menggunakan persamaan, ditemukan bahwa variabel

penggunaannya serta kesempatan dari tekanan keuangan.

pecking order terutama cash flow dan akuisisi mempunyai

Selain itu, teori ini juga menjelaskan keterkaitan antara

pengaruh yang signifikan terhadap corporate debt level.

hutang dan risiko gagal bayar maupun hutang dan

Studi ini juga menemukan bahwa hutang memiliki korelasi

kesempatan pertumbuhan.

yang positif dengan kebutuhan pembiayaan perusahaan,

The pecking order theory menyatakan mengenai

sementara level optimal hutang korporasi berkorelasi

strategi pembiayaan jangka panjang dari perusahaan dan

negatif dengan market to book ratio. Selanjutnya,

penggunaan sumber internal sebagai suatu pilihan

procyclicality hutang merupakan efek dari procyclicality

pembiayaan. Secara umum, teori ini menjelaskan prioritas

gap pembiayaan. Temuan lain menggambarkan bahwa

87

Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

pertumbuhan hutang korporasi pada saat ekonomi

Wanzenried (2002) meneliti pengaruh dari faktor-faktor

membaik tidak dapat dijelaskan oleh kenaikan hutang

tertentu di perusahaan dan faktor makroekonomi

optimal namun dijelaskan oleh gap pembiayaan.

terhadap speed of adjustment untuk target leverage 90

Sementara itu, Welch (2002) menyarankan bahwa struktur

perusahaan di Swiss. Penelitian ini menemukan bahwa

modal korporasi ditentukan dari return saham (misalnya,

makin tinggi tingkat pertumbuhan suatu perusahaan dan

nilai equity, perkiraan nilai equity saat ini dan debt equity

makin jauh dari tingkat optimal debt akan makin cepat

ratio). Oleh sebab itu, faktor penentu utama dari struktur

mencapai target leverage. Selain itu, ditemukan juga

permodalan adalah pengaruh eksternal daripada struktur

bahwa tangibility dan besar kecilnya perusahaan tidak

internal. Di satu sisi, Welch (2004) menemukan bahwa

mempunyai hubungan yang positif dengan leverage.

40% perubahan di struktur hutang korporasi

Sebaliknya, profitability mempunyai hubungan yang

kemungkinan besar karena pendapatan dari saham.

negatif terhadap leverage. Tingginya pertumbuhan

Sementara itu, penerbitan hutang jangka panjang

perusahaan (market to book ratio) mempunyai leverage

mempengaruhi 30% dari perubahan debt level.

yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang

Fama dan French (2002) memperkenalkan two-step

memiliki market to book ratio yang rendah. Historis dari

regression untuk menentukan level optimal dari hutang

market to book value digunakan oleh Hovakimian (2003)

dengan menggabungkan Teori Trade off dan Teori pecking

untuk meneliti pengaruh dari faktor ini terhadap

order dan menemukan 4 (empat) faktor penentu yaitu (1)

keputusan investasi dan pembiayaan. Hasilnya ditemukan

profitability, (2) investment opportunity, (3) ukuran

bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap

perusahaan (dilihat dari total aset) dan (4) target dividend

keputusan investasi dan pembiayaan. Hal ini menunjukkan

payout . Hasil penelitian ini menunjukkan adanya

bahwa current market to book value terhadap hutang

perbedaan dan hasil yang bertolak belakang dari aplikasi

gagal menggambarkan kesempatan pertumbuhan suatu

ke-2 teori tersebut. Contohnya, saat mengaplikasikan teori

perusahaan.

trade off, ditemukan bahwa perusahaan dengan investasi yang besar memiliki hutang yang kecil. Sebaliknya, teori

88

3. METODOLOGI PENELITIAN

pecking order menunjukkan bahwa terdapat hubungan

Penelitian ini menggabungkan teori trade off dan

yang negatif antara expected investment dan book

teori pecking order untuk membangun neraca korporasi

leverage. Selain itu, terdapat hubungan yang positif antara

di Indonesia. Teori pecking order menyatakan bahwa

leverage dan besarnya perusahaan maupun antara dividen

penggunaan sumber internal merupakan sumber

payout dengan besarnya perusahaan. Hal ini

pembiayaan yang lebih utama dibandingkan dengan

mengindikasikan bahwa perusahaan dengan pendapatan

penerbitan saham. Teori ini berpendapat bahwa penerbitan

yang cukup besar memiliki pengaruh yang signifikan

saham akan dianggap sebagai sentimen negatif oleh

terhadap struktur permodalan.

investor. Sementara itu, teori trade off mengajukan konsep

Tsiplakov (2007) menggunakan model dinamis dari

proxy tingkat optimal hutang dengan membandingkan

optimal capital structure dan menemukan adanya

keuntungan marginal dengan biaya marginal dari

hubungan yang kuat antara pendapatan dari saham

penggunaan hutang. Berdasarkan tujuan penelitian ini,

perusahaan dan perubahan debt level. Penemuan ini

selanjutnya akan disusun neraca korporasi Indonesia

mendukung Welch (2004). Sementara itu, Drobetz dan

dengan menggunakan model penelitian empiris mengenai

Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

struktur permodalan, seperti yang pernah dilakukan oleh

(2) rata-rata rasio hutang selama periode penelitian (Sunder

Gibbard dan Stevens (2006).

dan Myers 1999); dan (3) penentuan tingkat optimum debt

Terdapat perbedaan sudut pandang dalam melihat

dengan meregressi variabel yang mungkin mempengaruhi

perubahan posisi hutang apabila didasarkan pada 2 (dua)

target debt ratio perusahaan (Fama dan French, 1999).

teori tersebut. Teori pecking order berpendapat bahwa

Nilai yang sesuai dari hasil regresi akan menggambarkan

perubahan posisi hutang bergantung pada financing gap

optimal debt dari korporasi.

yaitu gap antara pengeluaran korporasi (investasi & akuisisi)

Beberapa penelitian empiris telah dilakukan untuk

dengan sumber pembiayaan yang berupa cash. Untuk

memodelkan struktur permodalan korporasi dengan

mengatasi keterbatasan cash , perusahaan akan

menggunakan beberapa model seperti debt model, equity

menggunakan hutang sebagai sumber utama dari

issuance model, dan investment model seperti yang

pembiayaan eksternal. Di satu sisi, teori trade off

dijelaskan dibawah ini:

berpendapat bahwa perubahan posisi hutang adalah perbedaan antara tingkat optimal hutang dengan hutang aktual. Gambar A2.1 menunjukkan kerangka konsep model hutang dari neraca korporasi Indonesia.

3.1. Debt Model Model ini menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat hutang korporasi. Menurut teori

pecking order, variabel investasi (I) dan akuisisi (A) memiliki Gambar A2.1 Kerangka Konsep dari Model Neraca Korporasi

hubungan yang positif dengan tingkat hutang korporasi, sementara cash (C) mempunyai hubungan yang negatif dengan tingkat hutang. Selain itu, tingkat optimal dari

DEBT EQUITY CASH

Use to finance

INVESTMENT ACQUISITION

hutang (M) diharapkan memiliki hubungan negatif dengan tingkat aktual hutang korporasi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Welch (2002) memberikan kesimpulan yang

Penelitian yang dilakukan Gibbard dan Stevens

berbeda, dimana market to book value of debt mempunyai

(2006) menggabungkan 2 (dua) teori mengenai struktur

hubungan yang negatif dengan tingkat hutang korporasi.

permodalan. Penelitian ini memberikan kemungkinan

Namun, secara statistik hubungan ini tidak signifikan. Hasil

untuk melihat siklus pergerakan dari hutang korporasi dan

yang ambigu ini dapat dijelaskan melalui dua pendekatan

menghitung seberapa jauh pergerakan hutang memicu

yaitu efek pertumbuhan kesempatan (Myers, 1977) dan

kebutuhan pembiayaan dan kecepatan penyesuaian dari

efek kemungkinan untuk default (Welch, 2002) seperti

tingkat hutang, seperti yang digambarkan dalam

dalam persamaan dibawah ini:

persamaan dibawah ini:

Dit = α + α1Di,t-1 + α2Iit + α3Ii,t-1 + α4Ait + α5Ai,t-1 + α6Cit +

*

Dit = αGit + βDit + (1-β) Di,t-1

(1)

α7Ci,t-1 + α8Mit + α9Mi,t-1 + η1 + εit

(2)

Dimana, Dit adalah hutang korporasi pada suatu waktu t;

η 1 di persamaan (2) menggambarkan efek khusus

Git = financing gap; dimana variabel utama yang digunakan

perusahaan, yang disebabkan oleh ketidakkonsistenan

adalah arus kas, pengeluaran investasi dan akuisisi. Dit*

dalam koefisien regresi, namun bisa diselesaikan

adalah optimal debt (dinyatakan oleh teori trade off) dan

menggunakan teknik differencing. Namun, dengan

bisa ditentukan dari salah satu model berikut ini: (1) market

mendifferensialkan variabel endogen dapat menyebabkan

to book value (Gibbard dan Stevens 2006, Welch 2002);

korelasi antara differenced of error term dan differenced

89

Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

lag of endogenous term. Masalah ini bisa diatasi dengan

3.4. Spesifikasi Model

menggunakan lebih dari satu lag untuk tingkat variabel.

Berdasarkan model-model sebelumnya, model yang

Misalnya, Arellano dan Bond (1991) menggunakan

disusun untuk penelitian ini terutama menggunakan model

Generalized Methods of Moment (GMM) yang akan

dari Gibbard dan Stevens (2006). Penelitian Welch (2002)

menghasilkan estimasi yang efisien.

memasukkan pendapatan saham (R) sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi tingkat hutang perusahaan

3.2. Equity Issuance Model

Indonesia. Penggunaan pendapatan saham bertujuan

Persamaan (3) menggambarkan model dari

untuk menguji inertia dari penggunaan hutang di dalam

penerbitan equity yang dipengaruhi oleh financing gap

struktur permodalan. Pendekatan perilaku ini secara tidak

maupun tingkat optimal hutang korporasi, berdasarkan

langsung akan menjelaskan bahwa pendapatan saham

model empiris yang dibangun oleh Benito dan Young

yang negatif akan memberikan sinyal yang negatif

(2002). Model ini mendukung debt model dalam

sehingga akan meningkatkan tingkat hutang korporasi.

persamaan (2) dan digunakan untuk menentukan tingkat

Model dapat digambarkan sebagai berikut :

hutang korporasi Indonesia. Model ini mengharapkan

Dit = α + α1Di,t-1 + α2Iit + α3Ii,t-1 + α4Ait + α5Ai,t-1 + α6Cit +

pengeluaran modal (A & I) memiliki hubungan yang positif

α7Ci,t-1 + α8Mit + α9Mi,t-1 + α10Ri,t,t-1 + η1 + εit

(5)

dengan kenaikan jumlah saham yang diterbitkan,

dimana, Di,t-1 adalah hutang pada waktu t-1; I adalah

sementara cash (C) diharapkan memiliki hubungan yang

investasi pada waktu t; Ait menunjukkan akuisisi pada waktu

negatif. Tingkat hutang optimal memiliki hubungan yang

t; Cit adalah arus kas korporasi pada waktu t; Mit adalah

ambigu dengan kenaikan jumlah saham yang diterbitkan

target debt ratio pada waktu t; dan Ri,t,t-1 menggambarkan

dimana tingkat hutang optimal memiliki hubungan yang

pendapatan saham perusahaan pada waktu t.

positif atau negatif dengan jumlah saham yang diterbitkan.

Equity Issuance Model dapat ditunjukkan dalam persamaan

3.4.1. Menentukan Tingkat Optimal Hutang

(3) berikut:

Perusahaan

Eit = α + α1Di,t-1 + α2Iit + α3Ait + α4Cit + α5Mit + η1 + εit (3)

Menurut Fama dan French (2002), rasio target

leverage dari perusahaan ditentukan oleh nilai tetap dari

3.3. Investment Model

persamaan (6). Rasio target leverage perusahaan (M)

Persamaan (4) memodelkan tingkat investasi dari perusahaan. Model ini mengharapkan bahwa cash (C)

Mt = b0 + b1MVt-1 + b2EBITt-1 + b3DPt-1 + b4RDt-1 +

memiliki hubungan yang positif dengan nilai investasi

b5 ln(At-1) + b6FAt-1 + b7MIt + b8Mt-1 + et+1

perusahaan. Pertama, variabel Q (variabel yang digunakan

Hal ini diasumsikan bahwa perusahaan memiliki laba

berdasarkan bukti-bukti empiris dari Blundell, at.al.,1992)

sebelum pajak (EBIT) tinggi atau tingkat leverage yang

dimasukkan di dalam persamaan. Variabel ini diharapkan

rendah. Rendahnya leverage bisa terjadi di perusahaan

menjadi pengaruh yang positif terhadap investasi

yang mempunyai laba ditahan cukup besar atau saat

korporasi. Model ini dapat dituliskan dalam persamaan

perusahaan membatasi leverage untuk melindungi

dibawah ini:

franchise dalam menghasilkan laba yang besar. Tingginya

Iit = α + α1Di,t-1 + α3Ii,t-1 + α4Ait + α6Cit + α7Ci,t-1 + α8Qit +

leverage menggambarkan kemampuan perusahaan untuk

α9Qi,t-1 + η1 + εit

90

nantinya menjadi model neraca perusahaan Indonesia.

(4)

(6)

memenuhi pembayaran hutang diluar relatif tingginya arus

Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

kas. Selanjutnya, tingginya market to book ratio (MV)

Tabel A2.1 Deskripsi Statistik Korporasi Indonesia (2004 √ 2007)

secara umum menggambarkan pertumbuhan yang lebih baik di masa depan. Dalam hal ini, tingginya pertumbuhan

All Variabel

perusahaan cenderung dapat dilindungi dengan membatasi jumlah leverage. Depresiasi (DP) merupakan proporsi total aset. Perusahaan dengan tingkat depresiasi yang tinggi akan memperoleh pengurangan interest terkait dengan besarnya penggunaan leverage sebagai sumber pembiayaan. Perusahaan dengan nilai aset yang tinggi ln(At) cenderung akan menggunakan lebih banyak hutang dibandingkan perusahaan yang memiliki aset yang kecil. Hal ini bisa terjadi karena perusahaan cenderung lebih transparan atau memiliki akses yang lebih mudah ke pasar surat hutang. Perusahaan yang memiliki tangible asset (FA) tinggi cenderung memiliki kapasitas hutang besar,

Total Asset (Trilliun IDR) Current Asset (Trilliun IDR) Fixed Asset (Trilliun IDR) Tangible assets (Trilliun IDR) Intangible Asset (Trilliun IDR) Total Debt (Trilliun IDR) Net Sales (Trilliun IDR) Net income (Trilliun IDR) Depretiation (Trilliun IDR) Amortization (Trilliun IDR) Capital expenditure (Trilliun IDR) EBIT Cash per total asset Depreciation Expense per tangible asset R & D Expense per total asset Size (Log of Total Asset) Fixed asset per total asset Debt per total asset Investment (Capex per total asset) acquisition (Acquisition per total asset)

Mean 6.133,65 872,02 1.118,58 6.024,73 90,11 25.471,62 1.935,43 246,87 644,08 46,55 167,08 327,52 0,33 0,27 0,05 27,14 0,38 0,78 0,04 0,03

Standard Deviation 55.821,59 1.891,74 4.157,16 55.745,80 558,83 437.384,39 5.641,06 1.812,31 3.079,11 473,89 992,40 1.658,52 0,34 0,24 1,11 1,85 0,24 1,04 0,10 0,08

sementara perusahaan yang memiliki intangible asset tinggi dalam bentuk R&D lebih memilih equity sebagai

Bover (1995). Metode ini digunakan untuk mengurangi

sumber pembiayaan. Selanjutnya, firm»s lagged industry

firm specific effect dari sample perusahaan mengingat

media debt ratio (MI) digunakan untuk mengontrol

perusahaan-perusahaan tersebut berasal dari beragam

karakteristik industri yang tidak bisa digambarkan oleh

sektor industri.

variabel independen lainnya.

Mengikuti Fama & French (2002) serta Hovakimian et al (2003), study ini menemukan bahwa level optimal

4. ANALISIS

hutang korporasi Indonesia secara negatif dan signifikan

Penelitian ini menggunakan unbalanced panel data

dipengaruhi level keuntungan. Hal ini sejalan dengan

dari 218 perusahaan go public yang terbagi dalam delapan

ekspektasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara umum

sektor yaitu konsumsi, infrastruktur, mining, property, basic

korporasi Indonesia lebih menyukai menggunakan

industry, agriculture, trading dan miscellaneous industry

keuntungan (internal sources) daripada menggunakan

dari tahun 2004 sampai dengan 2007. Data bersumber

hutang sebagai sumber pembiayaan. Di lain pihak,

dari Bloomberg dan Bursa Efek Indonesia.

ditemukan juga bahwa besarnya perusahaan berhubungan

Tabel A2.1 menggambarkan bahwa nilai rata-rata hutang perusahaan Indonesia adalah lebih dari 400 kali

secara negatif dan signifikan dengan penggunaan external source sebagai sumber pembiayaan.

total aset perusahaan tersebut. Namun, standar deviasi

Tabel A2.2 menunjukkan estimasi persamaan hutang

dari masing-masing variabel juga lebih tinggi dari rata-

dari perusahaan Indonesia. Tabel tersebut menunjukkan

ratanya. Untuk menguji faktor-faktor yang menentukan

bahwa teori pecking order secara signifikan mampu

level hutang korporasi Indonesia, digunakan estimator

menjelaskan hutang korporasi. Hal ini digambarkan pula

generalised methods of moments mengikuti Arrelano dan

oleh tanda dan koefisien yang signifikan dari 2 faktor

91

Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

financing gap yaitu investasi dan cash flow. Komponen

ACTA : Hasil regresi menunjukkan hubungan negatif

lain, akuisisi memiliki unexpected sign (negative sign) dan

dengan penggunaan hutang korporasi walaupun

tidak signifikan.

hasilnya tidak signifikan. Studi empiris menunjukkan hasil koefisien yang berbeda.

Tabel A2.2 Determinants of Corporate Debt

Hubungan

negatif

antara

akuisisi

mengindikasikan prioritas sumber pembiayaan DEBT EQUATION (GMM Sys) Dependent Variable :DEBT Variable

lain untuk membiayai aktivitas akuisisi.

Coefficient

t-Statistic

Prob.

DEBT(-1) 0.5740 ACTA -0.1456 ACTA(-1) 0.0692 CASH 0.0574 CASH(-1) 0.0359 INVTA 0.1816 INVTA(-1) 0.1186 OD 0.0054 OD(-1) -0.5757 RETURN -0.0341 RETURN(-1) -0.0158 Cross-section fixed (first differences) R-squared 0.983631 P-value (Chi square) 0.00000 SSE 0.07645 N (Firms) 201

13.0137 -1.2976 0.4581 0.6196 0.6204 2.0067 1.3022 0.5342 -41.0524 -3.0392 -4.1306

0.0000 0.1971 0.6478 0.5368 0.5362 0.0472 0.1956 0.5943 0.0000 0.0030 0.0001

Keterangan DEBT : Total debt per total asset ACTA : Total Acquisition per total asset CASH : Total cash per total asset INVTA : Total Investment per total asset Return : Tingkat pengembalian Saham per year

Hasil estimasi seperti tercantum pada Tabel A2.2 menunjukkan bahwa Fitted Values of Debt (OD-1) sebagai suatu proxy level optimal dari hutang korporasi menunjukkan hubungan negatif dan signifikan dengan level hutang aktual. Koefisien negatif ini mendukung efek

default probability (Myers, 1977 dan Jensen, 1986). Hal ini mengindikasikan bahwa keputusan mengambil hutang sebagai sumber pembiayaan merupakan hal penting dan perlu dilakukan perusahaan secara hati-hati. Selanjutnya, variabel stock return perusahaan sebagai proxy ekspektasi pasar menunjukkan bahwa stock return berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap level optimal hutang. Kondisi ini menggambarkan bahwa pasar memiliki ekspektasi tinggi dan positif terhadap kinerja perusahaan di masa depan, karenanya korporasi perlu lebih sedikit

Analisis masing-masing variabel adalah sebagai

hutang sebagai sumber pembiayaan. Sejalan dengan

berikut:

Welch (2204), stock return perusahaan mempengaruhi

INVTA : Koefisien dari investasi terhadap rasio penggunaan

variabilitas level hutang yang optimal.

hutang korporasi adalah positif (+) dan signifikan pada level 5%. Hal ini mengindikasikan semakin banyak jumlah investasi perusahaan maka

Penelitian ini bertujuan untuk memodelkan neraca

penggunaan hutang semakin meningkat. Ini

korporasi Indonesia dan menguji faktor-faktor yang

sejalan dengan dengan teori pecking-order.

mempengaruhi level optimal hutang korporasi dengan

CASH : Koefisien dari investasi terhadap rasio

mengkombinasikan teori trade-off dan pecking order.

penggunaan hutang korporasi adalah positif (+).

Dengan menggunakan estimator Generalised Methods of

Kedua variabel ini sesuai dengan pecking-order

Moment, hasil penelitian ini menangkap dinamika level

theory, dimana semakin untung perusahaan

hutang korporasi yang menyesuaikan dengan level

maka penggunaan hutang semakin meningkat

optimalnya.

(kelebihan kas digunakan untuk keperluan lain seperti pembayaran deviden).

92

5. KESIMPULAN

Hasil estimasi menunjukkan bahwa level hutang korporasi Indonesia ditentukan secara signifikan oleh level

Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

investasi dan arus kas. Temuan juga mengindikasikan

memperhatikan penyesuaian biaya karena level hutang

bahwa teori pecking order berkontribusi signifikan

ditentukan oleh efek default probability.

terhadap model neraca korporasi Indonesia. Selanjutnya,

Temuan study ini menunjukkan faktor-faktor yang

level hutang optimal mendukung efek default probability

menjadi penentu hutang perusahaan sehingga perusahaan

seperti yang dijelaskan Myers (1977) dan Jensen (1986).

menyesuaikan level hutangnya sedemikan rupa sampai

Karena hasil temuan menunjukkan bahwa neraca korporasi

mencapai level optimal hutangnya. Lebih lanjut, temuan

Indonesia secara umum dipengaruhi oleh teori pecking

tersebut dapat digunakan untuk memonitor hutang

order, hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas investasi

perusahaan yang digunakan untuk aktivitas investasi dan

dan akuisisi akan mempengaruhi level hutang korporasi.

akuisisi sehingga pada akhirnya dapat digunakan untuk

Berdasarkan estimasi GMM-SYS, ditemukan bahwa

mnghitung potensi risiko default. Untuk itu, kreditur dan

hutang korporasi Indonesia menyesuaikan sedikit lebih

regulator perlu melakukan penilaian komprehensif untuk

rendah dari level optimalnya, yaitu dengan implied

mengurangi dampak negatif penggunaan hutang yang

adjustment rate sebesar 0,43. Artinya bahwa perusahaan

berlebihan. Pada akhirnya, manajemen level hutang yang

perlu mempertimbangkan seluruh faktor yang

baik yang mengarah pada level optimal hutang akan

mempengaruhi level hutangnya dan secara hati-hati perlu

mendorong naiknya nilai perusahaan.

93

Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

Daftar Pustaka

Arellano Manuel dan Stephen Bond (1991), ≈Some Tests

dan France:a comparative analysis for west German

of Specification of Panel Data: Monte Carlo Evidence

dan French incorporated enterprises with special

dan Application to Employment Equations∆. The

reference to institutional factors∆.

Review of Economic Studies, Vol. 58, No. 2 (Apr., 1991), pp. 277-297

review∆. Sor-Trondelag University College,

Antoniou, A., Guney, Y dan Paudyal, K (2003),

Department of Business Administration, Jonsvannsun,

≈Determinants of corporate debt ownership structure:

82,7004 Trondheim, Norway. http://www.ssrn.com/

evidence from market-based dan bank-based

abstract=556631.

economies∆, mimeo, University of Durham Business School. Blundell, Richard dan Stephen Bond (1998), ≈Initial Conditions dan Moment Restrictions in Dynamic Panel Data Models∆. Journal of Econometrics 87, pp. 115143. Davis, E. P. (1995): Banking, corporate finance dan monetary policy: an empirical perspective, Oxford

Review of Economic Policy, 10, pp. 49-67 Deminguc-Kunt A. dan Maksimovic V. (1996): ≈Financial

Gibbard, P dan Stevens, I (2006), ≈Corporate debt dan financial balance sheet adjustment: a comparison of the United States, the United Kingdom, France dan Germany∆, WP No. 317, Bank of Engldan. Hovakimian, Harmen (2003), ≈Are Observed Capital Structures Determined by Equity Market Timing?∆. Baruch College, the City University of New York, One Bernard Baruch Way, Box B 10-225, NY 10010. Jaffe, D. M., 1971, Credit Rationing dan the Commercial Loan Market, (Wiley, New York).

constraints, uses of funds dan firm growth. An

Jensen, M (1986). ≈Agency costs of free cash flow,

international comparison∆, World Bank, Policy

corporate finance dan takeovers∆, American

Research Working Paper 1671.

Economic Review, Vol. 76, pages 323-29.

Drobetz, Wolfgang dan Gabrielle Wanzenried (2002),

Modigliani, F. dan M. H. Miller (1963). ≈The Cost of Capital,

≈What determines the speed of adjustment to the

Corporation Finance dan the Theory of Investment:

target capital structure?∆.

Corrections,∆ American Economic Review 53, 433-

Fama, E dan French, K (2002), ≈Testing trade-off dan

443

pecking order prediction about dividends dan debt∆,

Myers, Stewart C (1977). ≈The determinants of corporate

The Review of financial studies, vol. 15 (1), pp. 1-33.

borrowing∆. Journal of Financial Economics, Vol. 5,

Farrar, Donald dan Lee Selwyn (1967),∆Taxe, corporate policy, dan return to investors.∆. National Tax Journal 20,pp. 444-54. Friderichs, Hans, Bernard Paranque dan Annie Sauve» (1999), ≈Structures of corporate finance in Germany

94

Frydenberg,Stein (2004), ≈Theory of capital structure √ a

No. 2. pp. 147-175. Myers dan Majluf, N (1984). ≈Corporate Financing dan Investment Decision when Firms have information that investors do not have∆. Journal of Financial

Economics, Vol.13, pp. 187-221.

Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

Robichek, A. A. dan S. C. Myers, ≈Problems in the Theory

Titman, Sheridan dan Sergei Tsiplakov (2007),∆A dynamic

of Optimal Capital Structure ≈Journal of Financial dan

model of optimal capital structure∆. McCombs

Quantitative Analysis 1,(12).pp. 1-35.

Research Paper Series No. FIN-03-06. SSRN: http://

Ross, Westerfield dan Jaffe (2008), ≈Corporate Fianance∆. McGraw Hill InternationalEdition. Von Thadden, E. L. (1992): The commitment of finance, duplicated monitoring dan the investment horizon, Working Paper, Centre for Economic Policy Research, London Stiglitz, J. E., 1972, ≈On Some Aspects of the Pure Theory of Corporate Finance, Bankruptcies dan Takeovers,∆

Bell Journal of Economics 3,458-82. Shyam-Sunder, Laksmi dan Stewart C. Myers (1999),

ssrn.com/abstract=332042 . Warner, J. B., 1976, ≈Bankruptcy Costs, Absolute Priority dan the Pricing of Risky Debt Claims, Journal of

Financial Economics, 4. Welch, Ivo (2002): Columbus» Egg: The real determinant of capital structure, Working Paper,8782, National Bureau of Economics Research. Welch, Ivo (2004): Capital structure dan stock returns.

Journal of Political Economy, Vol.112, No. 1. The University of Chicago.

≈Testing static trade-off against pecking order models of capital structure. Journal of Financial Economics 51, pp. 219-244.

95

Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

Halaman ini sengaja dikosongkan

96

Kajian Stabilitas Keuangan No. 12, Maret 2009 PENGARAH Halim Alamsyah

Wimboh Santoso

Suhaedi

KOORDINATOR & EDITOR Agusman

TIM PENYUSUN Ardiansyah, Linda Maulidina, Ratih A. Sekaryuni, Anto Prabowo, Tirta Segara, Wini Purwanti, Endang Kurnia Saputra, Ita Rulina, Boyke Wibowo Suadi, Ida Rumondang, Azka Subhan, Pipih Dewi Purusitawati, Noviati, Rosita Dewi, Erma Kusumawati, Darmawan Tohap B, Sagita Rachmanira, Reska Prasetya, Elis Deriantino, Hero Wonida, Mestika Widantri, Heny Sulistyaningsih, Primitiva Febriarti, Adidoyo Prakoso

KOMPILATOR, LAYOUT & PRODUKSI Boyke Wibowo Suadi

Primitiva Febriarti

KONTRIBUTOR Direktorat Pengawasan Bank 1 Direktorat Pengawasan Bank 2 Direktorat Pengawasan Bank 3 Direktorat Perbankan Syariah Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Diserktorat Pengelolaan Moneter Direktorat Pengelolaan Devisa

PENGOLAHAN DATA Suharso

I Made Yogi

Related Documents


More Documents from "susi"