TEMPO.CO, Pandeglang - Ratusan wisatawan Tanjung Lesung, Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Banten, diduga hilang diterjang gelombang tsunami Selat Sunda yang terjadi pada Sabtu malam, 22 Desember 2018. "Kami melihat ratusan orang yang tengah mengadakan kegiatan hiburan menghilang diterjang gelombang pasang," kata Nono, seorang wisatawan asal Bekasi saat ditemui di Kecamatan Panimbang, Ahad, 23 Desember 2018. Baca: Tak Ada Peringatan Dini Tsunami Selat Sunda, Begini Kata BMKG Ratusan wisatawan itu, diantaranya dari karyawan PLN dan Kementerian Pemuda dan Olah Raga yang tengah menyelenggarakan gathering dan hiburan dangdut. Ads by AdAsia
Klik untuk info lebih lanjut! You can close Ad in {5} s
Nono mengatakan saat gelombang datang, ia ikut menyaksikan hiburan tersebut dan tergulung gelombang. Ia selamat setelah melarikan ke lokasi perbukitan. "Kami hanya luka-luka bagian kaki dan tangan juga sudah dijahit oleh petugas Puskesmas Panimbang," kata dia. Baca: Tanjung Lesung Terdampak Parah Tsunami Selat Sunda Sariman, seorang warga Tanjung Lesung mengaku dirinya bersama anaknya tergulung ombak setinggi tujuh meter hingga mengakibat luka parah di sekujur tubuh.
Saat ini, dirinya ditangani medis Puskesmas Panimbang. "Kami beruntung setelah terjebak gelombang pasang itu berada di dalam rumah," kata dia. Sementara itu, petugas Polsek Panimbang Arip mengatakan untuk sementara korban tsunami yang terdata olehnya sebanyak 13 orang dan kebanyakan wisatawan. "Kami terus melakukan pendataan dan belum maksimal dilakuka evakuasi karena gelombang cukup tinggi dan membahayakan," kata dia. Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat sampai Ahad pagi ada sebanyak 43 orang meninggal yang tersebar di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang dan Lampung Selatan. Sejumlah orang juga dilaporkan hilang, termasuk di kawasan Tanjung Lesung. Ratusan bangunan juga rusak sehingga banyak warga yang tinggal di pesisir pantai mengungsi. Tsunami Selat Sunda ini terjadi pada Sabtu malam sekitar pukul 21.25 WIB. TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa daerah yang terdampak parah oleh tsunami di Selat Sunda adalah permukiman dan area wisata di Pantai Tanjung Lesung Pandeglang, Pantai Sumur, Pantai Teluk Lada, Pantai Panimbang, dan Pantai Carita. Baca: Gubernur Banten Minta Jokowi Cabut Izin KEK Tanjung Lesung Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, mengatakan dampak dari tsunami yang menerjang pantai di sekitar Selat Sunda, khususnya di Kabupaten Pandenglang, Lampung Selatan dan Serang terus bertambah. Tsunami terjadi pada 22 Desember 2018 sekitar pukul 21.27 WIB. Faktor penyebab tsunami masih dilakukan penyelidikan oleh BMKG untuk mengetahui secara pasti. Kemungkinan disebabkan longsor bawah laut akibat erupsi Gunung Anak Krakatau dan gelombang pasang akibat bulan purnama. Dua kombinasi tersebut menyebabkan tsunami yang terjadi tiba-tiba yang menerjang pantai. BMKG masih berkoordinasi dengan Badan Geologi untuk memastikan faktor penyebabnya.
Sementara itu dampak tsunami menyebabkan korban jiwa dan kerusakan. Data sementara hingga 23 Desember 2018 pukul 04.30 WIB tercatat 20 orang meninggal dunia, 165 orang luka-luka, 2 orang hilang dan puluhan bangunan rusak. Data korban kemungkinan masih akan terus bertambah mengingat belum semua daerah terdampak di data. Dari 20 orang meninggal dunia, 165 orang luka dan 2 orang hilang terdapat di 3 wilayah yaitu di Kabupaten Padenglang, Lampung Selatan dan Serang. Di Kabupaten Pandeglang daerah yang terdampak terdapat di Kecamatan Carita, Panimbang dan Sumur. Data sementara tercatat 14 orang meninggal dunia, 150 orang luka-luka, 43 rumah rusak berat, 9 unit hotel rusak berat dan puluhan kendaraan rusak. Di Kabupaten Lampung Selatan terdapat 3 orang meninggal dunia dan 11 orang luka-luka. Sedangkan di Kabupaten Serang terdapat 3 orang meninggal dunia, 4 orang luka dan 2 orang hilang. Daerah yang terdampak di Kecamatan Cinangka. ADVERTISEMENT
Penanganan darurat masih terus dilakukan oleh BPBD bersama TNI, Polri, Basarnas, SKPD, Tagana, PMI, relawan dan masyarakat. Bantuan logistik disalurkan. Sementara itu Jalan Raya penghubung SerangPandeglang putus akibat tsunami. Masyarakat dihimbau untuk tetap tenang dan tidak terpancing isu-isu yang menyesatkan. Update penanganan darurat akan terus disampaikan. Simak artikel mengenai tsunami di Tanjung Lesung hanya di kanal Tekno Tempo.co. Tonton video erupsi Gunung Anak Krakatau diduga penyebab tsunami Pantai Anyer disini.
Menurut Wahidin, sampai saat ini belum ada laporan perkembangan apa saja yang sudah dikerjakan di KEK Tanjung
Lesung. “Dari 7 KEK, baru satu yang sudah jalan yaitu KEK Mandalika tapi selebihnya belum jadi," kata dia. Wahidin meminta agar Banten jangan hanya dijadikan sebagai tempat untuk investasi yang tidak jelas. "Dan saya minta mulai hari ini melaporkan perkembangannya apa yang menjadi target -target dari pembangunan KEK tersebut," kata Wahidin. Bupati Pandeglang Irna Narulita meminta kepada pengelola Tanjung Lesung yakni Banten West Java untuk memiliki komitmen yang jelas mengingat progres pembangunan pengembangan sektor wisata di kawasan Tanjung Lesung terkesan lamban dan belum begitu signifikan. "Pengelola Tanjung Lesung harus punya komitmen jangan sampai disebut-sebut KEK tapi tidak ada progresnya. Gubernur juga menyesali kenapa lambat," kata Irna. Menurut Irna, Pemkab Pandeglang akan terus mendorong pengelola Tanjung Lesung, agar di tahun ini ada progres pembangunan yang lebih cepat sehingga betul- betul bisa terintegrasi dengan baik. "Karena itu mari kita saling melengkapi mana yang kewajiban pemerintah daerah dan pengelola Tanjung Lesung. Dalam hal ini saling berbagi tugas dalam membangun, dengan harapan Tanjung Lesung ke depan dapat membawa perubahan ekonomi bagi masyarakat Pandeglang," katanya. Sementara itu, Direktur Utama PT. Banten West Java (BWJ) Poernomo Siswoprasetijo selaku pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung mengaku telah menjalankan sesuai target yang telah dibuat. Baca juga: Tanjung Lesung Disulap Jadi Destinasi Wisata Internasional Poernomo menegaskan pihaknya selama ini terus berkomitmen membangun kawasan Tanjung Lesung. "Seperti yang disarankan Pak
Gubernur dan bupati terkait pembangunan pengembangan sarana dan prasarana Tanjung Lesung, tentunya akan kami lakukan," ujarnya. Poernomo menjelaskan, selama ini BWJ telah berupaya menjalankan program dan target yang telah direncanakan sebelumnya. “Untuk saat ini saja kami telah membangun jalan di kawasan Tanjung Lesung sepanjang 1 kilometer dan pembangunan kamar hotel kami telah bangun secara bertahap," katanya.
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Rachmat Triyono menjelaskan alasan tak ada peringatan dini terkait tsunami Selat Sundayang melanda pesisir pantai Banten dan Lampung pada Sabtu malam, 22 Desember 2018. Menurut Rachmat, alat yang dimiliki oleh BMKG saat ini hanya untuk melaporkan peringatan dini alias early warning system untuk tsunami yang diakibatkan gempa tektonik saja. "Tsunami ini (Banten-Lampung) diakibatkan oleh gempa vulkanik, saat ini belum ada alatnya," kata Rahmat di kantornya pada Ahad dini hari, 23 Desember 2018. Baca: 20 Orang Dilaporkan Meninggal Akibat Tsunami di Selat Sunda Aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau ditengarai sebagai penyebab dari tsunami yang melanda pesisir pantai Banten, dan Lampung. Kekuatan tsunami bertambah saat bergabung dengan gelombang pasang air laut yang tinggi akibat dari fenomena bulan purnama. Menurut Rachmat, BMKG sebelumnya pada Sabtu pagi pukul 07.00 WIB telah mengeluarkan peringatan dini adanya gelombang pasang setinggi dua meter di perairan Selat Sunda. Peringatan tersebut berlaku hingga tanggal 25 Desember 2018 mendatang. "Kalau soal gelombang tinggi
sekitar 2 meter, BMKG sudah memberikan peringatan dini," kata dia. Dengan adanya peristiwa ini, Rachmat berharap BMKG dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) kedepannya dapat meningkatkan sinergitas dalam memberikan peringatan dini terkait kasus serupa. "Pusat Geologi memberikan warning terkait aktivitas Anak Gunung Krakatau, BMKG memberikan warning daerah-daerah yang akan terdampak," ujarnya. Rencananya, pagi ini PVMBG dan BMKG akan mengirim tim ke area Gunung Anak Krakatau untuk memverifikasi dugaan tersebut. Mereka ingin memastikan apakah tsunami Selat Sunda disebabkan oleh longsornya lereng gunung itu akibat erupsi atau faktor lain. Tonton video erupsi Gunung Anak Krakatau diduga penyebab tsunami Pantai Anyer disini. Gempa vulkanik Pengertian Gempa Bumi Vulkanik adalah jenis gempa yg terjadi karena adanya aktivitas magma pada gunung berapi, gempa tersebut biasanya terjadi sebelum meletusnya gunung berapi. Apabila keaktifan gunung tersebut semakin besar, ledakan atau meletusnya gunung berapi tersebut juga akan dapat menghasilkan efek gempa bumi. Terjadinya gempa bumi vulkanik juga bisa menjadi penanda akan meletusnya gunung berapi, meskipun tidak semua jenis gempa bumi vulkanik itu diikuti dengan terjadinya letusan dari gunung berapi. Hal tersebut tergantung pada kekuatan gempa yang dihasilkan itu sendiri serta keaktifan dari gunung api tersebut. Tingkat pergeseran bebatuan didalam gunung juga dapat meningkatkan tekanan magma yang dapat memicu terjadinya gempa vulkanik. Jenis aktivitas seismik yang lainnya terkait dengan gunung berapi serta letusannya ialah gelombang siesmik jangka panjang. Dimana hal tersebut dikarenakan oleh pergerakan magna yang sporadis dengan tiba – tiba. Kemudian pergerakan tersebut terhambat dari pergerakannya dikarenakan terjadinya penyumbatan. Hal tersebut juga dapat memicu terjadinya gempa bumi vulkanik serta akan terjadinya gunung meletus. Salah satu contoh gempa bumi vulkanik yg terbesar di Indonesia ialah letusan gunung tambora yang terjadi pada tahun 1815, dengan jumlah korban jiwa mencapai 92 ribu jiwa.
Demikianlah pembahasan mengenai Pengertian Gempa Tektonik dan Pengertian Gempa Vulkanik, semoga dengan adanya ulasan ini bisa berguna dan bermanfaat bagi kalian Para Pembaca Online. Hal ini dikarenakan, sebagai Penulis Mistamajahp sangat meyakini bahwa diluar sana masih banyak Masyarakat Indonesia yg belum cukup memahami tentang Pengertian Gempa Tektonik dan Gempa Vulkanik secara lebih detail.
yang menerjang kawasan Cicaheum pada Selasa (20/3/2018) sore membuat geger warga Bandung. Luapan air dari Sungai Cicabe dan Cipamokolan yang bercampur lumpur tumpah ke jalan hingga mengakibatkan jalur arteri sempat terputus. Sebanyak 17 mobil dan sejumlah kendaraan roda dua dilaporkan rusak parah akibat terseret arus banjir. Menurut warga, banjir kali ini merupakan yang terparah. Pakar Hidrologi dan Lingkungan Universitas Padjadjaran Chay Asdak menilai, banjir bandang Cicaheum merupakan fenomena kerusakan alam yang melahirkan bencana hidrologi yang fatal. Sebab utamanya, alih fungsi lahan di kawasan Bandung Utara (KBU) yang masif dengan aktivitas pembangunan perumahan. "Kehawatiran yang selama ini kita sampaikan, perubahan landscape yang terjadi di kawasan Bandung Utara yang memanjang dari Kabupaten Bandung Barat hingga Sumedang akan memberikan bencana hidrologi yang datang tiba-tiba. Istilahnya flash flood, banjir singkat tapi dampaknya besar," kata Chay lewat sambungan telepon seluler, Rabu (21/3/2018). Dari kajian hidrologi, lanjut dia, alih fungsi lahan membuat air hujan tak sempat tertangkap tanah. Dengan kondisi topografi Bandung yang seperti mangkok, debit air pun meluncur deras ke kawasan bawah. Sementara itu, material lumpur yang terbawa merupakan akumulasi longsoran kecil di kawasan hulu sungai. "Kami lihat lumpur yang terjadi kemungkinan hasil longsoran yang terdeposisi dari banyak tempat. Jadi saat hujan datang, sebetulnya intensitas hujan tidak terlalu besar, tapi karena tidak ada yang menahan tadi jadi seperti kemarin," ungkap Chay. Dalam kajian hidrologi, lanjut dia, KBU memang sangat sensitif dengan banjir bandang. Sebab, rentang wilayah pegunungan dan permukiman warga di bawah cenderung pendek atau curam. Itu artinya, tak menutup kemungkinan insiden serupa akan terulang. "Intinya puncak pegunungan di KBU di atas 750 mdpl ke daerah permukiman itu sangat pendek. Sehingga ditambah dengan kerusakan landscape pada rentang jarak yang tidak panjang tadi, maka tidak memungkinkan air bisa parkir dan masuk ke dalam tanah. Ini yang tidak disadari oleh masyarakat," tuturnya. Menurut Chay, banjir bandang yang terjadi seharusnya tak mengejutkan, khususnya bagi pihak yang pernah terlibat dalam moratorium KBU pada 10 tahun lalu. Sebab, sejumlah pakar lingkungan sudah mewanti-wanti agar pemerintah memperketat aturan dan pengawasan pembangunan di KBU. "Saya kira apa yang kami kemukakan 10-15 tahun lalu jadi kenyataan karena dulu kita all out mencegah KBU 750 mdpl itu untuk dibuat moratorium tapi ternyata jalan terus. Lihat di Dago atas," tuturnya. (Baca juga: Banjir Bandang Cicaheum Bandung, Gerusan Air hingga Eksploitasi KBU) Melihat kondisi saat ini, Chay menilai pemerintah provinsi dan daerah di Bandung Raya mesti mengkaji ulang soal aturan KBU. "Pertama, kendalikan perizinan. Jika yang sudah ada, beri pendekatan agar memakai praktik yang ramah lingkungan, buat sumur resapan, kalau lahan luas RTH dijadikan kolam retensi. Kenapa penting karena kan banyak pengembangan perumahan-perumahan. Perluasan perumahan itu bagus dalam konteks lingkungan hidup karena kita bisa menekan pengembangnya untuk membuat RTH dan kolam retensi," ungkap Chay. "Ini kembali urusan komitmen, pemerintah harus menargetkan pengembang perumahan tadi. Sementara di luar perumahan bisa melalui mekanisme kelurahan dan RT/RW dengan membersihkan parit dan lainnya," tambahnya kemudian.
Hujan lebat yang mengguyur Kota Bandung pada Selasa (20/3/2018) sekitar pukul 16.20 WIB menyebabkan Sungai Cipamokolan meluap. Tingginya volume air yang membawa material lumpur sempat menutup akses jalan AH Nasution, Kelurahan Jatihandap, Kecamatan Mandalajati, Kota Bandung. Berdasarkan laporan sementara yang diterima anggota Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Kota Bandung, saat tiba di lokasi, ada warga yang terbawa arus di salah satu parit. Beruntung korban yang berprofesi sebagai guru itu berhasil diselamatkan.