Bahan Ajar D3 Kbn Pkn Stan-tkdd Pinjaman Daerah . Edited.final.update.pdf

  • Uploaded by: Yoga Pandega
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bahan Ajar D3 Kbn Pkn Stan-tkdd Pinjaman Daerah . Edited.final.update.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 15,059
  • Pages: 89
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA (TKDD) Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E.

KULIAH KE 12 : PINJAMAN DAERAH DAN HIBAH DAERAH • • • • • • • • • • •

• • •

Urgensi dan Dasar Hukum Pinjaman Daerah Pengertian dan Pinsip-Prinsip Dasar Pinjaman Daerah Tujuan dan Sasaran Pinjaman Daerah Batasan dan Persyaratan Pinjaman Daerah Sumber dan Jenis Pinjaman Daerah Penggunaan dan Persyaratan Pinjaman Daerah Prosedur Pinjaman Daerah Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri kepada Pemerintah Daerah Pinjaman Daerah yang Bersumber dari Pemerintah Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah Daerah Lain, Lembaga Keuangan Bank dan LKBB Perkembangan Pinjaman Daerah, Penatausahaan, Pemantauan, Evalusai, Pelaporan dan Publikasi Pinjaman Daerah Obligasi Daerah: Pengertian dan Karakteristik Obligasi Daerah, Para Pihak terkait dengan Obligasi Daerah Proses Penerbitan Obligasi Daerah Arah Kebijakan Ke Depan

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBENDAHARAAN NEGARA Kampus PKN STAN 2018 Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

1

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

URGENSI PINJAMAN DAERAH : (1) • Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara: “selain mengalokasikan Dana Perimbangan kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah”.

• Pinjaman Daerah merupakan: ➢ Bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; ➢ Salah satu sumber penerimaan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang dicatat dan dikelola dalam APBD; ➢ Aternatif sumber pembiayaan APBD untuk mendanai kegiatan yang merupakan inisiatif dan kewenangan Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. • Dana pinjaman dapat ditujukan untuk: ➢ Mendanai kegiatan investasi berupa pengadaan prasarana dan/atau sarana Daerah: ▪ Memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat. ▪ Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian Daerah pada umumnya dan/atau penerimaan Daerah pada khususnya. ➢ Mengatasi masalah arus kas daerah jangka pendek. • Mengingat pinjaman memiliki berbagai risiko, seperti risiko kesinambungan fiskal, risiko tingkat bunga, risiko pembayaran kembali, risiko kurs, dan risiko operasional, maka: ➢ Pembiayaan yang bersumber dari pinjaman harus dikelola secara benar dan hati-hati agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi keuangan daerah itu sendiri, serta stabilitas ekonomi dan moneter secara nasional.; ➢ Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal nasional menetapkan batas-batas dan rambu-rambu pinjaman daerah. • 2

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

URGENSI PINJAMAN DAERAH: (2) MEMERCEPAT PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DAERAH Kebutuhan pendanaan infrastruktur sangat besar (Rp4.790 T untuk jangka waktu 5 tahun), sementara kemampuan APBN dan APBD terbatas (41,3%).

Adanya kesenjangan pembiayaan antardaerah, terutama dalam penyediaan infrastruktur bagi wilayah Indonesia Timur.

Daerah lebih mengutamakan Transfer ke Daerah sebagai sumber pendanaan pembangunan infrastruktur daerah.

Perlu alternatif sumber pembiayaan dalam rangka mendorong percepatan pembangunan infrastruktur daerah.

Kondisi Infrastruktur di daerah masih belum merata, sehingga masih diperlukan intervensi pendanaan dan pembiayaan dalam mengatasi ketidakmerataan infrastruktur antardaerah

100% Kota Banjarmasin Prov. Kalimantan Selatan

10% Kab. Mamasa Prov. Sulawesi Barat

4% Kab. Memberamo Prov. Papua

3.418,72 Kab. Aceh Barat

14% Kab. Asmat Prov. Papua

899,49 Kota Tangerang Selatan

15 per 100.000 Kota Banda Aceh Prov. Aceh

56,04 Kab. Teluk Bintuni

36% Kab. Gorontalo Utara Prov. Gorontalo’

1.4 per 100.000 Kab.Kupang Prov. NTT Partisipasi Sekolah hingga SMA

Gini Ratio

Akses Sanitasi 97% Kota Pangkal Pinang Prov. Bangka Belitung

Akses Tenaga Kesehatan

Panjang Jalan (Km)

Akses Air Bersih

87% Kota Padang Sidempuan Prov. Sumatera Utara

57,25

70,39

Papua

Sulawesi Utara

78,99 DKI Jakarta

SMA 36% Kab. Tulang Bawang 7% Prov. Lampung Kab. Pegunungan Bintang Prov. Papua

3

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

URGENSI PINJAMAN DAERAH (3): BELANJA DAERAH UNTUK PEMBANGUNAN INFRASRUKTUR BELUM OPTIMAL Porsi Belanja Infrastruktur di daerah masih belum cukup optimal untuk mendukung pembangunan infrastruktur, sehingga diperlukan sumber-sumber pembiayaan lainnya seperti melalui Pinjaman Daerah maupun Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU)

Kalimantan Air Minum Layak Sanitasi Layak

70,07% 50,61%

Jalan Kondisi Mantap

58,34%

Belanja Infrastruktur

Rp14,91 T (12,2%)

Sulawesi Air Minum Layak Sanitasi Layak

67,11% 60,72%

Jalan Kondisi Mantap

53,60%

Belanja Infrastruktur

Rp23,39 T (21,5%)

Maluku & Papua Air Minum Layak Sanitasi Layak Jalan Kondisi Mantap

Belanja Infrastruktur

61,29% 52,51% 45,87% Rp23,00 T (23,0%)

Maluku

Sumatera Air Minum Layak Sanitasi Layak

64,96% 57,52%

Jalan Kondisi Mantap

64,96%

Belanja Infrastruktur

Rp59,51 T (21,9%)

Nusa Tenggara Bali

Jawa Air Minum Layak Sanitasi Layak

76,59% 72,12%

Jalan Kondisi Mantap

75,25%

Belanja Infrastruktur

Rp65,76 T (15,5%)

Bali & Nusa Tenggara Air Minum Layak 75,23% Sanitasi Layak 57,69% Jalan Kondisi Mantap 54,17% Belanja Infrastruktur

Rp11,76 T (17,8%)

4

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

SKEMA PENDANAAN UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAERAH Sumber Dana Dalam Negeri Sumber Dana Luar Negeri

Melalui: 1. APBN/APBD 2. BUMN 3. Swasta

Pembiayaan Infrastruktur

APBN/APBD

Secara umum pembiayaan infrastruktur di Indonesia berasal dari APBN/APBD, BUMN, Kerjasama Pemerintah-Swasta, dan Swasta

Belanja Modal/Kapitalisasi (Perolehan Aset, Pembangunan Fisik)

Penyertaan Modal Negara/Daerah

Belanja Operasional (Barang, Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial, Lain-lain)

Pinjaman kepada BUMN/Pemda/BUMD

Transfer ke Daerah (DAU, DBH, DAK, DID, Dana Otsus dan Dana Tambahan Infrastruktur)

Dukungan/Jaminan Pemerintah (VGF, Jaminan)

Pembangunan Infrastruktur Proyek Pemerintah

Proyek BUMN/Pemda

Proyek KPS

5

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

DASAR HUKUM PINJAMAN DAERAH UNDANG-UNDANG

PERATURAN PEMERINTAH ❑ PP No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. ❑ PP No. 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah.

PERATURAN MENTERI KEUANGAN ❑ PMK No. 111/PMK.07/2012 tentang Tata Cara Penerbitan dan Pertanggungjawaban Obligasi Daerah sebagaimana telah direvisi dengan PMK No. 180/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Penerbitan dan Pertanggungjawaban Obligasi Daerah. ❑ PMK No. 117/PMK.07/2017 Tentang Batas Maksimal Defisit Kumulatif Defisit APBD, Batas Maksimal Defisit APBD, dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2018. ❑ PMK No. 121/PMK.07/2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Tunggakan Pinjaman Pemerintah Melalui Pemotongan DAU dan/atau DBH.

6

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PENGERTIAN DAN PRINSIP DASAR PINJAMAN DAERAH PENGERTIAN PINJAMAN DAERAH:

Pinjaman Daerah, didefinisikan sebagai semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali (Pasal 1 angka 24 UU Nomor 33 Tahun 2004, dan Pasal 1 angka 1 PP Nomor 30 Tahun 2011).

PRINSIP DASAR PINJAMAN DAERAH a.

Pemerintah Daerah dapat melakukan Pinjaman Daerah.

b.

Pinjaman Daerah harus merupakan inisiatif Pemerintah Daerah dalam rangka melaksanakan kewenangan Pemerintah Daerah.

c.

Pinjaman daerah merupakan alternatif sumber pendanaan APBD yang digunakan untuk: (i) menutup defisit APBD; (ii) pengeluaran pembiayaan; dan/atau (iii) kekurangan kas.

d.

Pemerintah Daerah dilarang melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri.

e.

Pemerintah Daerah tidak dapat memberikan jaminan terhadap pinjaman pihak lain.

f.

Pinjaman Daerah dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara pemberi pinjaman dan Pemerintah Daerah sebagai penerima pinjaman yang dituangkan dalam perjanjian pinjaman.

g.

Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan jaminan pinjaman daerah.

h.

Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.

i.

Seluruh penerimaan dan pengeluaran dalam rangka Pinjaman Daerah dicantumkan dalam APBD.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

7

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

TUJUAN/SASARAN PINJAMAN DAERAH • Pinjaman Daerah bertujuan untuk memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Pemerintah Daerah (Pasal 3 ayat (3) UU Nomor 33 Tahun 2004).

BATASAN PINJAMAN DAERAH Untuk menjaga agar pembiayaan dari Pinjaman Daerah tidak menimbulkan risiko moneter secara nasional, diatur batasan Pinjaman Daerah sebagai berikut: a. Pemerintah menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan keadaan dan prakiraan perkembangan perekonomian nasional. b. Batas maksimal kumulatif pinjaman tidak melebihi 60% (enam puluh persen) dari Produk Domestik Bruto tahun bersangkutan. c. Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah Daerah secara keseluruhan selambat-lambatnya bulan Agustus untuk tahun anggaran berikutnya. d. Pengendalian batas maksimal kumulatif Pinjaman Daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. e. Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri. f. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud, dikenakan sanksi administratif berupa penundaan dan/atau pemotongan atas penyaluran Dana Perimbangan oleh Menteri Keuangan. Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

8

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

SUMBER-SUMBER PINJAMAN DAERAH : •

Pinjaman Daerah bersumber dari: i. ii. iii. iv. v.

Pemerintah Pusat (Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Penerusan Pinjaman Dalam Negeri, dan sumber lainnya). Pemerintah Daerah Lain; Lembaga Keuangan Bank (LKB); Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB); Masyarakat, dalam bentuk Obligasi Daerah.



Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah diberikan melalui Menteri Keuangan dan berasal dari APBN, termasuk dana investasi Pemerintah, penerusan Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penerusan Pinjaman Luar Negeri.



Pinjaman Daerah yang bersumber dari Lembaga Keuangan Bank berasal dari lembaga keuangan bank yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;



Pinjaman Daerah yang bersumber dari Lembaga Keuangan Bukan Bank berasal dari lembaga pembiayaan yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;



Pinjaman Daerah yang bersumber dari masyarakat, baik orang pribadi atau badan yang melakukan investasi berupa Obligasi Daerah yang diterbitkan melalui pasar modal;

(Pasal 51 UU Nomor 33 Tahun 2004 dan Pasal 10 PP Nomor 30 Tahun 2011) Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

9

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN PENGGUNAAN PINJAMAN DAERAH :

JENIS-JENIS PINJAMAN DAERAH Jenis Pinjaman Daerah pelaksanaan pinjaman:

berdasarkan

jangka

waktu

Penggunaan Pinjaman Daerah sesuai dengan jangka waktu penyelesaian pinjaman, diatur sebagai berikut:

Pinjaman Daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman (pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain) seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

a. Pinjaman Jangka Pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas.

a. Pinjaman Jangka Pendek:

b. Pinjaman Jangka Menengah: Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman (pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain) harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah yang bersangkutan. c. Pinjaman Jangka Panjang: Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman (pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain) harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan. (Pasal 52 UU Nomor 33 Tahun 2004 dan Pasal 11 PP Nomor 30 Tahun) Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

b. Pinjaman Jangka Menengah dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan penerimaan. c. Pinjaman Jangka Panjang dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan. Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD. (Pasal 53 UU Nomor 33 Tahun 2004 dan Pasal 12-14 PP Nomor 30 Tahun 2011) 10

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

JENIS DAN PENGGUNAAN PINJAMAN DAERAH Jangka Pendek (1 tahun anggaran) ❑











Pinjaman Daerah dalam jangka waktu paling lama 1 tahun anggaran; Seluruh kewajiban pembayaran kembali pinjaman, baik pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lainnya harus dilunasi pada tahun anggaran yang bersangkutan. Bersumber dari Pemda lain, Bank, atau Lembaga Keuangan Bukan Bank PENGGUNAAN: Untuk menutup kekurangan arus kas (cash management). Tidak memerlukan persetujuan DPRD. Misalnya: Pemda meminjam pada BPD untuk membayar gaji pegawai yang akan dibayarkan pada awal bulan, namun Transfer ke Daerah belum diterima pada RKUD.

Jangka Panjang (> 1 tahun anggaran)

Jangka Menengah (> 1 tahun anggaran) ❑









Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari 1 tahun anggaran; Seluruh kewajiban pembayaran kembali pinjaman, baik pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lainnya harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan gubernur, bupati, atau walikota yang bersangkutan. Sumber: Pemerintah, Pemda lain, Bank, dan Lembaga Keuangan Bukan Bank; PENGGUNAAN: untuk membiayai pelayanan publik yang tidak menghasilkan penerimaan. Misalnya: pembangunan kantor pemerintahan.



Pinjaman Daerah dalam janggaran; angka waktu lebih dari 1 tahun



Seluruh kewajiban pembayaran kembali pinjaman, baik pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lain, harus dilunasi pada tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan.



Pinjaman yang bersumber dari Pemerintah, Pemda lain, Bank, dan Lembaga Keuangan Bukan Bank digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana pelayanan publik, yang (i) menghasilkan penerimaan langsung (pendapatan bagi APBD); (ii) menghasilkan penerimaan tidak langsung (penghematan belanja APBD); (iii) dan/atau memberi manfaat ekonomi dan sosial.



Obligasi Daerah digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang menghasilkan penerimaan bagi APBD.



Misalnya: pembangunan jalan, pasar, rumah sakit, irigasi, dll. 11

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PERSYARATAN PINJAMAN DAERAH Dalam melakukan Pinjaman Daerah, Pemerintah Daerah wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: i.

ii.

Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah; dan

iii. Persyaratan lain yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman. iv.

v.

Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah Pusat, apabila Pinjaman Daerah yang akan diajukan bersumber dari Pemerintah Pusat. Mendapat persetujuan DPRD untuk Pinjaman jangka Menengah dan Panjang.

KEWAJIBAN PENCANTUMAN PINJAMAN DAERAH DALAM APBD • Seluruh penerimaan dan pengeluaran dalam rangka Pinjaman Daerah dicantumkan dalam APBD;

• Pengeluaran dalam rangka Pinjaman Daerah meliputi antara lain pembayaran angsuran pokok pinjaman, bunga dan biaya lain. • Keterangan yang memuat rincian penerimaan dan pengeluaran dalam rangka Pinjaman Daerah dituangkan dalam lampiran dokumen APBD. • Setiap penerimaan Pinjaman Daerah: a. disetor ke Rekening Daerah; atau b. dibukukan dalam Umum Daerah.

Kas

Umum

Rekening

Kas

12

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

DEBT SERVICE COVERAGE RATIO (DSCR) Nilai rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman ditetapkan oleh Menteri Keuangan; Penetapan Nilai rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman paling sedikit 2,5 (dua koma lima) dengan memerhatikan perkembangan perekonomian nasional dan kapasitas fiskal daerah;

DSCR

:

Debt Service Coverage Ratio (rasio kemampuan daerah dalam membayar kembali pinjaman)

PAD

:

Pendapatan Asli Daerah

DAU

:

Dana Alokasi Umum

DBH

:

Dana Bagi Hasil

DBHDR

:

Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi

BW

:

Belanja Wajib, yaitu Belanja Pegawai & Belanja DPRD tahun bersangkutan

BL

:

Biaya Lain (Biaya Adm, Komitmen, Provisi, Asuransi, dan denda yang terkait dengan pinjaman daerah

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PELAMPAUAN BATAS MAKSIMAL DEFISIT APBD YANG DIBIAYAI PINJAMAN DAERAH Pelampauan Batas Maksimal Defisit APBD Tahun Anggaran 2018

Persetujuan Pelampauan Batas Maksimal Defisit APBD TA 2018

❑ Pelampauan Batas Maksimal Defisit APBD terjadi dalam hal rencana Defisit APBD lebih besar dari Batas Maksimal Defisit APBD yang ditetapkan dalam PMK.

Persetujuan diberikan berdasarkan penilaian sebagai berikut:

❑ Pelampauan Batas Maksimal Defisit APBD harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. ❑ Persetujuan atau penolakan diberikan paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah surat permohonan dari kepala daerah diterima secara lengkap. ❑ Persetujuan atau penolakan terhadap pelampauan Batas Maksimal Defisit APBD menjadi pertimbangan dalam proses evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD TA 2018.

a. Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD yang dibiayai dari pinjaman sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari proyeksi PDB tidak terlampaui; b. Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari proyeksi PDB tidak terlampaui; c. Pinjaman telah disetujui, untuk pinjaman yang bersumber dari Pemerintah Pusat; dan d. Rencana pinjaman telah mendapat pertimbangan Mendagri, untuk pinjaman yang bersumber dari pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat. 14

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

BATAS MAKSIMAL DEFISIT KUMULATIF DEFISIT APBD DAN SECURITY MECHANISM Kebijakan Batas maksimal Kumulatif Defisit APBD ditujukan untuk mengendalikan defisit APBN dan APBD agar tidak melebihi 3% dari PDB, sedangkan Security Mechanism ditujukan untuk menjamin pemenuhan kewajiban Pemda dalam pembayaran kembali pinjaman daerah Batas Maksimal Kumulatif Defisit dan Batas Maksimal APBD 2018 per Daerah

SECURITY MECHANISM PINJAMAN DAERAH: Pengenaan Sanksi Pemotongan DAU dan/DBH terhadap Tunggakan Pinjaman Pemda



➢ Pengenaan Sanksi Pemotongan DAU dan/atau DBH dikenakan terhadap:



Batas maksimal kumulatif Defisit APBN dan APBD ditetapkan 3% dari PDB; Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD yang dibiayai dari Pinjaman Daerah ditetapkan 0,3% dari proyeksi PDB.

❑ Batas Maksimal Defisit APBD TA 2018 masing-masing Daerah ditetapkan berdasarkan kategori Kapasitas Fiskal: a. Kafis Sangat Tinggi : 5% dari perkiraan Pendapatan Daerah TA 2018;

• Pinjaman Pemda yang bersumber dari Pemerintah. • Pinjaman Pemda yang bersumber dari lembaga yang mendapat penugasan dari Menteri Keuangan untuk memberikan pinjaman daerah. ➢ Sanksi pemotongan DAU dan/atau DBH hanya dapat dikenakan terhadap Pinjaman Pemda yang naskah perjanjian pinjaman atau perubahannya mencantumkan ketentuan mengenai sanksi pemotongan DAU dan/atau DBH. ➢ Besaran pemotongan DAU dan/atau DBH dihitung sebesar jumlah Tunggakan (pokok, bunga, denda, dan biaya lainnya).

b.

Kafis Tingi : 4,5% dari perkiraan Pendapatan Daerah TA 2018;

➢ Batas maksimal pemotongan DAU dan/ atau DBH ditetapkan paling tinggi sebesar 15% dari jumlah alokasi DAU dan/atau DBH per tahun.

c.

Kafis Sedang : 4% dari perkiraan Pendapatan Daerah TA 2018;

d.

Kafis Rendah : 3,5% dari perkiraan Pendapatan Daerah TA 2018; dan

e.

Kafis Sangat Rendah : 3% dari perkiraan Pendapatan Daerah TA 2018.

➢ Pemotongan DAU dan/atau DBH: • Dilakukan secara sekaligus atau bertahap sampai dengan diselesaikan/dilunasi seluruh Tunggakan. • Penyelesaian Tunggakan dapat melebihi satu tahun anggaran sampai dengan seluruh Tunggakan diselesaikan/dilunasi. • Pemotongan DAU dan/atau DBH untuk tahun selanjutnya dihitung berdasarkan Kapasitas Fiskal dan jumlah DAU dan/atau DBH yang akan disalurkan untuk Daerah bersangkutan pada tahun anggaran berkenaan.

❑ Pelampauan Batas Maksimal Defisit APBD harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.

15

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PINJAMAN DAERAH: PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI (PDN) KEPADA PEMERINTAH DAERAH

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBENDAHARAAN NEGARA Kampus PKN STAN 2018 16

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

URGENSI PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI (PDN) KEPADA PEMERINTAH DAERAH ❑ Utang atau pinjaman pemerintah, dapat bersumber dari dalam negeri dan luar negeri, yang dapat digunakan, baik untuk membiayai keperluan pemerintah pusat, dan/atau diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah/BUMN. ❑ Pengadaan Pinjaman Dalam Negeri oleh Pemerintah dapat diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah, atau Perusahaan Daerah. ❑ Penerusan pinjaman kepada Perusahaan Daerah hanya dapat dilakukan melalui penerusan pinjaman dalam negeri kepada Pemerintah Daerah.

❑ Kegiatan pinjam meminjam antara Pemerintah Pusat (sebagai peminjam) dan Pemerintah Daerah (sebagai pemberi pinjaman) merupakan tindakan yang diikuti dengan perjanjian komersial, sehingga di antara kedua belah pihak dalam hubungan pinjam meminjam memiliki hak dan kewajiban yang sejajar dan tidak ada paksaan.

❑ Pengadaan Pinjaman Dalam Negeri dilakukan dengan prinsip: transparan, akuntabel, efisien dan efektif, serta kehati-hatian dengan memperhatikan tingkat risiko yang terkendali, dan dilaksanakan secara selaras dengan siklus APBN mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. ❑ Pemberi Pinjaman Dalam Negeri dan Penerima Penerusan Pinjaman Dalam Negeri harus memenuhi persyaratan tertentu. ❑ Pemerintah melakukan perundingan dengan calon pemberi pinjaman dan calon penerima penerusan pinjaman mengenai ketentuan dan persyaratan Pinjaman Dalam Negeri. ❑ Hasil perundingannya dituangkan dalam Naskah Perjanjian Pinjaman Dalam Negeri atau Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman Dalam Negeri. ❑ Terhadap pelaksanaan Pinjaman Dalam Negeri dilakukan pelaporan, pemantauan, evaluasi, pengawasan, dan publikasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. 17

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN PENGERTIAN PENGADAAN PINJAMAN DALAM NEGERI

• Pengadaan Pinjaman Dalam Negeri (PPDN) adalah pengadaan pinjaman dalam mata uang rupiah yang dilakukan oleh Pemerintah, yang bersumber dari Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Perusahaan Daerah, yang digunakan untuk membiayai “kegiatan” tertentu. • Kegiatan tersebut adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau lebih unit kerja pada satuan kerja sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program, dan terdiri atas sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya, berupa sumber daya manusia, barang modal, termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau semua jenis sumber daya tersebut, sebagai masukan untuk menghasilkan keluaran dalam bentuk barang/jasa. • Pinjaman Dalam Negeri (PDN) adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari Pemberi Pinjaman Dalam Negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya.

PRINSIP-PRINSIP DALAM PENGADAAN PINJAMAN DALAM NEGERI Pengadaan PDN dilakukan berdasarkan prinsip: • TRANSPARANSI, artinya proses Pengadaan PDN dilakukan secara terbuka kepada pihak yang berkepentingan; • AKUNTABILITAS, artinya proses Pengadaan PDN dilakukan sesuai dengan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan; • EFISIEN DAN EFEKTIF, artinya Pengadaan PDN dilakukan sesuai dengan tujuannya dan biaya yang timbul dapat ditekan seminimal mungkin. • KEHATI-HATIAN, dimaksudkan agar proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mengutamakan kehati-hatian, dengan menghindari keputusan yang bersifat spekulatif. Pengadaan PDN dilakukan dengan memperhatikan TINGKAT RISIKO YANG TERKENDALI. Tingkat risiko dapat dikatakan terkendali apabila beban pengelolaan utang yang terdiri dari pembayaran pokok, bunga, biaya lainnya dan jangka waktu pembayaran kembali masih dalam batas-batas kemampuan APBN dalam membayar kewajiban yang berkenaan pada tingkat yang wajar.

18

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

SUMBER DAN BENTUK PINJAMAN DALAM NEGERI SUMBER PINJAMAN DALAM NEGERI (PDN) • PDN bersumber dari Pemerintah Daerah, BUMN, dan Perusahaan Daerah, yang diadakan dengan menggunakan mata uang rupiah. • PDN menurut bentuknya merupakan pinjaman kegiatan, yaitu pinjaman yang digunakan untuk membiayai Kegiatan tertentu yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga atau Pemerintah Daerah dan BUMN, sedangkan skema pinjaman Kegiatan dapat dilakukan secara bilateral, sindikasi, dan club deal. PENGGUNAAN PINJAMAN DALAM NEGERI PDN • Pinjaman Dalam Negeri digunakan untuk membiayai: a. Kegiatan tertentu Kementerian Negara/Lembaga; b. Kegiatan tertentu Pemerintah Daerah melalui penerusan pinjaman; c. Kegiatan tertentu BUMN melalui penerusan pinjaman; dan d. Kegiatan tertentu Perusahaan Daerah melalui penerusan pinjaman kepada Pemerintah Daerah. Perusahaan Daerah yang memerlukan Penerusan PDN dari Pemerintah Pusat hanya dapat dilakukan melalui Pemerintah Daerah.

• PDN untuk membiayai Kegiatan tertentu dilakukan melalui mekanisme APBN, artinya proses perencanaan kegiatan, pembiayaan, dan penganggaran, serta penarikan pinjaman sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Peraturan Perundang-undangan. • Kegiatan tertentu Pemerintah Daerah melalui penerusan pinjaman merupakan kegiatan dalam rangka: a. Pembangunan infrastruktur untuk pelayanan umum; dan b. Kegiatan investasi yang menghasilkan penerimaan, yaitu kegiatan pembangunan sarana dan prasarana yang menghasilkan pendapatan secara langsung. •

Kegiatan tertentu Perusahaan Daerah melalui penerusan pinjaman kepada Pemerintah Daerah terdiri atas: a. Pembangunan infrastruktur untuk pelayanan umum; dan

b. Kegiatan investasi penerimaan.

yang

menghasilkan 19

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN PERENCANAAN, PERSYARATAN, DAN PERJANJIAN PINJAMAN DALAM NEGERI • PDN merupakan bagian dari Nilai Bersih Pinjaman yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat. • “Nilai Bersih Pinjaman” adalah selisih lebih atau selisih kurang pinjaman dalam pos pembiayaan APBN tahun berjalan. • “Selisih Lebih Nilai Bersih Pinjaman” terjadi jika pinjaman yang diterbitkan atau ditarik lebih besar dibandingkan dengan pinjaman yang dilunasi; • “Selisih Kurang Nilai Bersih Pinjaman” terjadi jika pinjaman yang diterbitkan atau ditarik lebih kecil dibandingkan dengan pinjaman yang dilunasi.

merupakan bagian dari persetujuan APBN atau APBN Perubahan. • Persetujuan DPR atas APBN meliputi jumlah penerimaan, pagu belanja, perkiraan defisit, dan sumber-sumber pembiayaan yang akan digunakan untuk menutup defisit, dengan memperhatikan kewajiban dari sisi pembiayaan. • Pembiayaan yang berasal dari Pinjaman Dalam Negeri merupakan bagian dari total kebutuhan pembiayaan yang berasal dari utang.

• Pinjaman merupakan bagian dari utang pemerintah.

• Utang Pemerintah terdiri dari utang dalam bentuk sekuritas dan utang dalam bentuk non sekuritas, termasuk pinjaman dalam negeri. • Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat 20

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PERENCANAAN PENGADAAN PINJAMAN DALAM NEGERI • Menteri Keuangan menyusun rencana batas maksimum PDN selama 1 (satu) tahun anggaran. Rencana batas maksimum PDN disusun dengan mempertimbangkan: i. Kebutuhan riil pembiayaan; ii. Kemampuan membayar kembali; iii. Batas maksimum kumulatif pinjaman; iv. Kemampuan penyerapan pinjaman; dan v. Risiko utang dari pinjaman. • Periode perencanaan batas maksimum PDN dilakukan sesuai dengan siklus APBN. • Pengadaan pembiayaan dilaksanakan berdasarkan atas pertimbangan pilihan instrumen pembiayaan yang tersedia sesuai dengan prinsip pengelolaan utang. • Pemerintah Daerah menyusun rencana “kegiatan” yang dapat dibiayai dari PDN dengan berpedoman pada prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan jenis “kegiatan” yang dapat dibiayai dari PDN. Rencana “kegiatan” tersebut disampaikan kepada Menteri Perencanaan, untuk dilakukan penilaian terhadap rencana “kegiatan”, dengan memperhatikan rencana batas maksimum PDN, dan kegiatan tertentu yang dapat dibiayai dengan PDN.

• Hasil penilaian digunakan sebagai dasar untuk penetapan daftar “kegiatan prioritas” yang dapat dibiayai dari PDN. Menteri Perencanaan, menyampaikan daftar kegiatan prioritas kepada Menteri Keuangan sebagai bahan pertimbangan dalam pengadaan pembiayaan. • Rencana batas maksimum PDN merupakan bagian dari rencana penarikan pinjaman yang menjadi salah satu komponen dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP). • Pemerintah Daerah mengajukan usulan menjadi Penerima Penerusan PDN yang telah tercantum dalam daftar kegiatan prioritas kepada Menteri Keuangan. • Menteri Keuangan dapat memberikan persetujuan atas usulan menjadi Penerima Penerusan PDN dengan memperhatikan kriteria Penerima Penerusan PDN dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2008. • Berdasarkan persetujuan atas usulan Penerusan PDN, Menteri Keuangan menyusun Rencana Kerja dan Anggaran yang akan diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah. • Menteri Keuangan mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran kegiatan yang akan dibiayai 21 dari PDN dan penerusan PDN.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN PERSYARATAN CALON PEMBERI PINJAMAN DALAM NEGERI: (2)

PERSYARATAN CALON PEMBERI PINJAMAN DALAM NEGERI: (1) •

Pemberi Pinjaman Dalam Negeri (Pemberi PDN) adalah BUMN, Pemerintah Daerah, dan Perusahaan Daerah yang memberi pinjaman kepada Pemerintah.



Menteri Keuangan melakukan seleksi calon Pemberi PDN.



Pemerintah Daerah sebagai calon Pemberi PDN harus memenuhi syarat paling sedikit: i. Telah melakukan pemenuhan urusan wajib sesuai ketentuan Peraturan Perundangundangan; ii. Tidak mempunyai tunggakan pembayaran bunga, cicilan pokok, dan kewajiban lainnya terkait dengan pinjaman pada pihak lain; iii. Mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan iv. Mendapat pertimbangan Menteri Dalam Negeri.



Perusahaan Daerah sebagai calon Pemberi PDN harus memenuhi syarat paling sedikit: a. Memiliki laba bersih selama 3 (tiga) tahun terakhir berturut-turut;

a.

Memenuhi ketentuan Anggaran Rumah Tangga Perusahaan Daerah yang bersangkutan; dan b. Memiliki Modal Ditempatkan dan Disetor Penuh paling sedikit Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah). c. Modal Ditempatkan dan Disetor Penuh ini merupakan bagian dari Modal Dasar yang telah ditentukan kepemilikannya yang telah disetorkan seluruhnya oleh para pemegang PENERUSAN saham. PINJAMAN DALAM NEGERI •

Penerusan Pinjaman Dalam Negeri (PPDN) adalah Pinjaman Dalam Negeri yang diteruspinjamkan kepada Penerima Penerusan Pinjaman Dalam Negeri, yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu;



Penerima Penerusan Pinjaman Dalam Negeri (Penerima PPDN) adalah Pemerintah Daerah atau BUMN;



Ketentuan mengenai syarat Perusahaan Daerah sebagai calon Penerima Penerusan PDN diatur dengan Peraturan Daerah. 22

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN PERSYARATAN CALON PENERIMA PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI • Pemerintah Daerah sebagai calon Penerima Penerusan PDN harus memenuhi syarat paling sedikit: i. Memiliki jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. Penerimaan umum APBD tahun sebelumnya adalah seluruh penerimaan APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dana pinjaman lama dan penerimaan lain yang kegunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu. ii. Memiliki proyeksi rasio kemampuan membayar kembali pinjaman paling sedikit 2,5 (dua koma lima). • Rasio Kemampuan Membayar Kembali Pinjaman atau Debt Service Coverage Ratio (DSCR) dihitung berdasarkan perbandingan antara proyeksi tahunan jumlah Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil tidak termasuk Dana Bagi Hasil, Dana Reboisasi, dan Dana Alokasi Umum setelah dikurangi belanja wajib dibagi dengan proyeksi penjumlahan angsuran pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain yang jatuh

tempo setiap tahunnya selama jangka waktu pinjaman yang akan ditarik. • DSCR=

{𝑃𝐴𝐷 + (𝐷𝐵𝐻 – 𝐷𝐵𝐻𝐷𝑅) + 𝐷𝐴𝑈} – 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑊𝑎𝑗𝑖𝑏

𝐴𝑛𝑔𝑠𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑜𝑘𝑜𝑘 𝑝𝑖𝑛𝑗𝑎𝑚𝑎𝑛 + 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 + 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐿𝑎𝑖𝑛

≥2

,5

a. DSCR = Debt Service Coverage Ratio atau Rasio Kemampuan Membayar Kembali Pinjaman; b. PAD

= Pendapatan Asli Daerah;

c. DAU

= Dana Alokasi Umum;

d. DBH

= Dana Bagi Hasil; dan

e. DBHDR = Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi. i.

Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari Pemerintah;

ii.

Mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

iii.

Memiliki laporan keuangan yang telah diaudit dan dinyatakan wajar tanpa pengecualian selama 2 (dua) tahun terakhir; dan

iv.

Mendapat pertimbangan Menteri Dalam Negeri. 23

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PERJANJIAN PINJAMAN DALAM NEGERI DAN PERJANJIAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI (1) • Calon Penerima PDN harus menyampaikan dokumen kesiapan perundingan kepada Menteri Keuangan yang memuat paling sedikit: a. Indikator kinerja monitoring dan evaluasi telah disiapkan; b. Dana pendamping pelaksanaan “kegiatan” pada tahun pertama telah dialokasikan apabila diperlukan. Dana pendamping diperlukan apabila pemberi pinjaman tidak membiayai keseluruhan dari biaya “kegiatan”; c. Rencana pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali telah tersedia, termasuk dana yang diperlukan dalam hal kegiatan yang akan dibiayai memerlukan pengadaan tanah. d. Manajemen Kegiatan dan pelaksana Kegiatan telah dibentuk; e. Konsep akhir, petunjuk dan administrasi pengelolaan Kegiatan, serta memorandum telah siap; dan f. Pernyataan komitmen untuk berpartisipasi dalam penyediaan dana pendamping dari Pemerintah Daerah atau BUMN apabila diperlukan.

• Menteri Keuangan melakukan penilaian atas kelengkapan dokumen. • Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa, melakukan perundingan mengenai ketentuan dan persyaratan PDN dengan calon Pemberi PDN (setelah dokumen kesiapan perundingan dipenuhi). • Hasil perundingan dituangkan dalam Naskah Perjanjian PDN yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa dan Pemberi PDN.

• Naskah Perjanjian PDN adalah naskah perjanjian atau naskah lain yang dipersamakan yang memuat kesepakatan mengenai pinjaman dalam negeri antara Pemerintah dengan Pemberi PDN Naskah Perjanjian PDN memuat paling sedikit: a. Jumlah pinjaman; b. Peruntukan pinjaman; dan c. Ketentuan dan persyaratan PDN. 24

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PERJANJIAN PINJAMAN DALAM NEGERI DAN PERJANJIAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI (2) • Salinan Naskah Perjanjian PDN disampaikan oleh Kementerian Keuangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan instansi terkait lainnya, antara lain: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Bank Indonesia, dan Kementerian BUMN dalam hal penerusan pinjaman kepada BUMN.

Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman Dalam Negeri (Naskah Perjanjian Penerusan PDN) adalah naskah perjanjian untuk penerusan pinjaman dalam negeri antara Pemerintah dengan Penerima Penerusan PDN. Naskah Perjanjian Penerusan PDN ditandatangani oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa dan Penerima Penerusan PDN.

• Dalam keadaan tertentu Penerima PDN dapat mengajukan usulan perubahan Naskah Perjanjian PDN kepada Menteri Keuangan.

Naskah Perjanjian Penerusan PDN memuat paling sedikit: a. Jumlah pinjaman; b. Peruntukan pinjaman; dan c. Ketentuan dan persyaratan pinjaman.

Keadaan tertentu dimaksud meliputi penundaan pelaksanaan Kegiatan, perubahan dalam jadwal dan jangka waktu penyelesaian Kegiatan, perubahan skema penggunaan dana dan struktur Kegiatan, dan/atau kebijakan pemerintah lainnya. Menteri Keuangan mengajukan usulan perubahan Naskah Perjanjian PDN kepada Pemberi PDN. • Penerusan PDN dituangkan dalam Naskah Perjanjian Penerusan PDN.

• Naskah Perjanjian Penerusan PDN memuat sanksi kepada Penerima Penerusan PDN yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran cicilan pokok, bunga, dan kewajiban lainnya. Sanksi untuk Pemerintah Daerah dapat berupa: a. Denda keterlambatan; b. Penundaan dan/atau pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU); atau c. Penundaan dan/atau pemotongan DBH.

25

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PENATAUSAHAAN, PENARIKAN, DAN PEMBAYARAN KEWAJIBAN • Menteri Keuangan melaksanakan penatausahaan PDN, yang mencakup: a. Administrasi pengelolaan PDN; dan b. Akuntansi pengelolaan PDN.

• Penarikan PDN dari Pemberi PDN dapat dilakukan melalui: a. Pembayaran langsung kepada pihak ketiga; b. Rekening khusus; c. Letter of credit (L/C); atau d. Pembiayaan pendahuluan. • Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan PDN, meliputi antara lain: hak dan kewajiban, tingkat bunga, jangka waktu penarikan, ketentuan/persyaratan penarikan, pengefektifan pinjaman, masa pembayaran (repayment), dan jatuh tempo (maturity date) serta pernyataan tunduk kepada hukum yang berlaku di Indonesia dan jurisdiksi peradilan Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. • Menteri Keuangan wajib membayar cicilan pokok, bunga, dan kewajiban lainnya sampai berakhirnya masa pinjaman, yang dananya disediakan dalam APBN setiap tahun sampai dengan berakhirnya kewajiban tersebut. • Dalam hal dana untuk membayar cicilan pokok, bunga, dan kewajiban lainnya melebihi perkiraan dana yang disediakan dalam APBN, Menteri Keuangan wajib melakukan pembayaran dan menyampaikan realisasi pembayaran tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam pembahasan Perubahan APBN atau dalam pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. 26

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PELAPORAN, PEMANTAUAN, EVALUASI, PENGAWASAN, DAN PUBLIKASI • Kementerian Negara/Lembaga harus menyampaikan laporan mengenai realisasi penyerapan PDN dan kemajuan fisik Kegiatan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan setiap triwulan. • Penerima Penerusan PDN harus menyampaikan laporan mengenai realisasi penyerapan PDN dan kemajuan fisik Kegiatan secara berkala sesuai dengan Naskah Perjanjian Penerusan PDN kepada Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan. • Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan melakukan pemantauan dan evaluasi setiap triwulan atas realisasi penyerapan PDN dan Penerusan PDN.

• Menteri Keuangan dapat mengambil langkah penyelesaian terhadap PDN atau Penerusan PDN, yaitu antara lain pengurangan pinjaman, realokasi dana pinjaman, termasuk melakukan pembatalan pinjaman, apabila: i. Penyerapan pinjaman rendah, yaitu realisasi penyerapan pinjaman lebih kecil dari rencana penarikan pinjaman; dan/atau ii. Penggunaan pinjaman tidak sesuai dengan ketentuan dalam Naskah Perjanjian PDN atau Naskah Perjanjian Penerusan PDN. • Menteri Keuangan mengajukan usulan perubahan dan/atau pembatalan Naskah Perjanjian PDN dalam rangka penyelesaian terhadap PDN kepada Pemberi PDN, yang dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak. • Tata cara pengawasan terhadap pengadaan PDN dan pelaksanaan Kegiatan yang dibiayai dari PDN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. • Menteri Keuangan menyelenggarakan publikasi mengenai informasi PDN, yang dilakukan melalui media elektronik, antara lain meliputi: i. Posisi PDN termasuk struktur jatuh tempo dan komposisi suku bunga; ii. Sumber PDN; iii. Realisasi penyerapan PDN; dan iv. Perkembangan pelaksanaan PDN. 27

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PINJAMAN DAERAH YANG BERSUMBER DARI PEMERINTAH

28

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PROSEDUR PENGAJUAN PINJAMAN DAERAH ❑ Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) dapat memberikan pinjaman kepada Pemerintah Daerah berdasarkan usulan Pinjaman Daerah yang diajukan Pemerintah Daerah. ❑ Prosedur Pengajuan Usulan Pinjaman Daerah: 1. Usulan Pinjaman Daerah diajukan oleh gubernur, bupati, atau walikota kepada Menteri Keuangan; 2. Usulan yang berupa Penerusan Pinjaman Dalam Negeri merupakan usulan yang sudah tercantum dalam daftar kegiatan prioritas yang dapat dibiayai dari Pinjaman Dalam Negeri; 3. Usulan yang berupa Penerusan Pinjaman Luar Negeri merupakan usulan yang sudah tercantum dalam Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah; 4. Usulan harus melampirkan paling sedikit dokumen: a. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah selama 3 (tiga) tahun terakhir; b. APBD tahun berkenaan; c. Perhitungan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman; d. Rencana penarikan pinjaman; dan e. Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 5. Dalam hal usulan berasal dari penerusan Pinjaman Luar Negeri, selain melampirkan dokumen, Pemerintah Daerah juga harus melampirkan pertimbangan Menteri Dalam Negeri; 6. Kegiatan yang akan dibiayai dari Pinjaman Daerah harus sesuai dengan dokumen perencanaan daerah; 7. Pemerintah Daerah bertanggung jawab sepenuhnya atas kegiatan yang diusulkan kepada Menteri.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN PENILAIAN USULAN PINJAMAN DAERAH

1. Menteri Keuangan melakukan penilaian atas usulan Pinjaman Daerah dengan memperhatikan: a. kapasitas fiskal daerah yang ditetapkan secara berkala oleh Menteri; b. kebutuhan riil pinjaman Pemerintah Daerah; c. kemampuan membayar kembali; dan d. batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah Daerah. 2. Dalam melakukan penilaian, Menteri Keuangan berkoordinasi dengan instansi terkait. 3. Menteri Keuangan dapat menyetujui atau menolak usulan Pinjaman Daerah berdasarkan penilaian. 4. Dalam hal Menteri Keuangan menyetujui usulan Pinjaman Daerah, Menteri Keuangan menyampaikan ketentuan dan persyaratan perjanjian pinjaman kepada gubernur, bupati, atau walikota.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PERJANJIAN PINJAMAN DAERAH ; (1) •

Perjanjian pinjaman ditandatangani oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kewenangan oleh Menteri Keuangan dan gubernur, bupati, atau walikota.



Perjanjian pinjaman paling sedikit memuat: a. jumlah pinjaman; b. peruntukan; c. hak dan kewajiban; serta d. ketentuan dan persyaratan;



Perjanjian pinjaman yang dananya berasal dari peneruspinjaman Pinjaman Dalam Negeri dituangkan dalam Perjanjian Penerusan Pinjaman Dalam Negeri;



Perjanjian pinjaman yang dananya berasal dari peneruspinjaman Pinjaman Luar Negeri dituangkan dalam Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri;



Perjanjian pinjaman yang dananya bersumber dari Pemerintah selain yang berasal dari peneruspinjaman Pinjaman Dalam Negeri dan/atau peneruspinjaman Pinjaman Luar Negeri dituangkan dalam Perjanjian Pinjaman Daerah;



Penandatanganan perjanjian pinjaman dilakukan setelah usulan Pinjaman Daerah disetujui Menteri Keuangan. i. Dalam hal pinjaman berasal dari peneruspinjaman Pinjaman Dalam Negeri, Perjanjian Penerusan Pinjaman Dalam Negeri ditandatangani setelah ada Perjanjian Pinjaman Dalam Negeri. ii. Dalam hal pinjaman berasal dari peneruspinjaman Pinjaman Luar Negeri, Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri ditandatangani setelah ada Perjanjian Pinjaman Luar Negeri.



Ketentuan dan persyaratan pinjaman dalam Perjanjian Pinjaman Dalam Negeri atau Perjanjian Pinjaman Luar Negeri menjadi acuan dalam menetapkan ketentuan dan persyaratan Perjanjian Penerusan Pinjaman Dalam Negeri atau Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri.



Mata uang yang dicantumkan dalam Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri dapat berupa mata uang rupiah atau mata uang asing.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PERJANJIAN PINJAMAN DAERAH : (2) • Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kewenangan oleh Menteri Keuangan dan/atau gubernur, bupati, atau walikota dapat mengajukan usulan perubahan Perjanjian Penerusan Pinjaman Dalam Negeri, Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri, atau Perjanjian Pinjaman Daerah. • Perubahan Perjanjian Penerusan Pinjaman Dalam Negeri, Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri, atau Perjanjian Pinjaman dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kewenangan oleh Menteri Keuangan dan gubernur, bupati, atau walikota. • Dalam hal perubahan Perjanjian Penerusan Pinjaman Dalam Negeri memerlukan perubahan Perjanjian Pinjaman Dalam Negeri, Menteri Keuangan terlebih dahulu mengajukan usulan perubahan Perjanjian Pinjaman Dalam Negeri kepada pemberi Pinjaman Dalam Negeri.

• Dalam hal perubahan Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri memerlukan perubahan Perjanjian Pinjaman Luar Negeri, Menteri Keuangan terlebih dahulu mengajukan usulan perubahan Perjanjian Pinjaman Luar Negeri kepada pemberi Pinjaman Luar Negeri. • Kementerian Keuangan dan Pemerintah Daerah menyampaikan salinan Perjanjian Penerusan Pinjaman Dalam Negeri, Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri, dan Perjanjian Pinjaman Daerah kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PENGANGGARAN PINJAMAN DAERAH DALAM APBN • Menteri Keuangan menyusun rencana alokasi pengeluaran pembiayaan dan estimasi penerimaan pembiayaan Bendahara Umum Negara dalam rangka pemberian pinjaman Pemerintah kepada Pemerintah Daerah untuk dialokasikan dalam APBN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; • Rencana alokasi pengeluaran pembiayaan Bendahara Umum Negara disusun berdasarkan rencana tahunan pencairan dan/atau penyaluran pinjaman; • Rencana estimasi penerimaan pembiayaan Bendahara Umum Negara mencakup anggaran penerimaan pembayaran kembali Pinjaman Daerah dari Pemerintah Daerah dalam APBN sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; • Anggaran penerimaan pembayaran kembali Pinjaman Daerah dari Pemerintah Daerah disusun berdasarkan tahapan dan/atau jadwal rencana pembayaran kembali pinjaman.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PENARIKAN DAN/ATAU PENYALURAN PINJAMAN DAERAH ❑ Menteri Keuangan melakukan penyaluran pinjaman Pemerintah kepada Pemerintah Daerah setelah penandatanganan Perjanjian Pinjaman Daerah dan penetapan alokasi anggaran dalam APBN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; ❑ Menteri Keuangan melakukan penarikan dan penyaluran pinjaman Pemerintah kepada Pemerintah Daerah yang dananya berasal dari Pinjaman Dalam Negeri setelah penandatanganan Perjanjian Penerusan Pinjaman Dalam Negeri dan penetapan alokasi anggaran dalam APBN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; ❑ Menteri Keuangan melakukan penarikan dan penyaluran pinjaman Pemerintah kepada Pemerintah Daerah yang dananya berasal dari Pinjaman Luar Negeri setelah penandatanganan Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri dan penetapan alokasi anggaran dalam APBN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; ❑ Penarikan dan/atau penyaluran pinjaman Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dilakukan secara bertahap sesuai dengan pencapaian kinerja;

❑ Penarikan dan/atau penyaluran pinjaman Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dilakukan melalui: a. Pembayaran langsung; b. Rekening khusus; c. Pemindahbukuan ke Rekening Kas Umum Daerah; d. Letter of Credit (L/C); atau e. Pembiayaan pendahuluan. ❑ Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penganggaran dalam APBN, penarikan, dan penyaluran Pinjaman Daerah diatur dengan Peraturan Menteri.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PROSEDUR PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI KEPADA PEMDA

35

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PINJAMAN DAERAH YANG BERSUMBER DARI PEMERINTAH DAERAH LAIN, LEMBAGA KEUANGAN BANK (LKB), DAN LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK (LKBB)

36

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PROSEDUR PINJAMAN DAERAH : (1) Prosedur Pinjaman Daerah Jangka Pendek Pengajuan dan penilaian usulan pinjaman jangka pendek diatur sebagai berikut:

• Pemerintah Daerah mengajukan usulan Pinjaman Jangka Pendek kepada calon pemberi pinjaman. • Calon pemberi pinjaman melakukan penilaian atas usulan Pinjaman Jangka Pendek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta ketentuan dan persyaratan pemberi pinjaman. • Pemerintah Daerah memilih ketentuan dan persyaratan pemberi pinjaman yang paling menguntungkan Pemerintah Daerah. • Pinjaman Jangka Pendek dituangkan dalam perjanjian pinjaman yang ditandatangani oleh gubernur, bupati, walikota, atau pejabat yang diberi kewenangan oleh gubernur, bupati, atau walikota dan pemberi pinjaman. Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

Prosedur Pinjaman Daerah Jangka Menengah dan Jangka Panjang • Pengajuan dan penilaian pinjaman jangka menengah dan jangka panjang diatur sebagai berikut: ▪ Sebelum mengajukan usulan Pinjaman Jangka Menengah atau Pinjaman Jangka Panjang kepada calon pemberi pinjaman, gubernur harus menyampaikan rencana Pinjaman Jangka Menengah atau Pinjaman Jangka Panjang kepada Menteri Dalam Negeri untuk mendapat pertimbangan. ▪ Sebelum mengajukan usulan Pinjaman Jangka Menengah atau Pinjaman Jangka Panjang kepada calon pemberi pinjaman, bupati atau walikota harus menyampaikan rencana Pinjaman Jangka Menengah atau Pinjaman Jangka Panjang kepada Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pertimbangan dan tembusannya disampaikan kepada gubernur. 37

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PROSEDUR PINJAMAN DAERAH : (2) •

Penyampaian dimaksud melampirkan:

paling

❖ Rancangan APBD tahun berkenaan;

sedikit

❖ Perbandingan sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya; dan

❖ Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; ❖ Salinan berita acara pelantikan gubernur, bupati, atau walikota; ❖ Pernyataan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari Pemerintah;

❖ Rencana penggunaan pinjaman. •

Menteri Dalam Negeri memberikan pertimbangan kepada gubernur, bupati, atau walikota setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan.



Pengaturan prosedur penilaian dan perjanjian untuk Pinjaman Daerah Jangka Menengah dan Jangka Panjang diatur dalam Pasal 36 PP Nomor 30 Tahun 2011 sebagai berikut:

❖ Kerangka acuan kegiatan; ❖ Perhitungan tentang rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman; ❖ Laporan Keuangan Pemerintah Daerah selama 3 (tiga) tahun terakhir;

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

38

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PROSEDUR PINJAMAN DAERAH : (3) ❑ Pemerintah Daerah mengajukan usulan Pinjaman Jangka Menengah atau Pinjaman Jangka Panjang kepada calon pemberi pinjaman setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri. ❑ Calon pemberi pinjaman melakukan penilaian atas usulan Pinjaman Jangka Menengah atau Pinjaman Jangka Panjang sesuai ketentuan peraturan perundangundangan serta ketentuan dan persyaratan pemberi pinjaman.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018



Pinjaman Jangka Menengah atau Pinjaman Jangka Panjang dituangkan dalam perjanjian pinjaman yang ditandatangani oleh gubernur, bupati, atau walikota dan pemberi pinjaman.



Salinan perjanjian Pinjaman Jangka Menengah atau Pinjaman Jangka Panjang yang telah ditandatangani disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri.

39

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PROSEDUR PINJAMAN DAERAH MELALUI LKB DAN LKBB : (4) Secara umum prosedur pengajuan Pinjaman Daerah yang berasal dari Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

1

2

3

Pemda merencanakan kegiatan yang akan dibiayai dari pinjaman perbankan dan menyiapkan dokumen persyaratan pinjaman

6

Pemda meminta persetujuan prinsip dari DPRD.

Pemda menyampaikan rencana pinjaman kepada Mendagri untuk mendapatkan pertimbangan.

5

4

Pemda menyampaikan permohonan ijin pelampauan defisit kepada Menkeu dalam hal pinjaman melebihi batas maksimum defisit

7

Menkeu dan Mendagri berkoordinasi dalam memberikan pertimbangan

Mendagri memberikan pertimbangan berkoordinasi dengan Menkeu

Surat Penawaran

8

9

Perbankan melakukan penilaian atas usulan pinjaman sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

Persetujuan Pinjaman dan Penandatanganan Perjanjian Pinjaman

40

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

REGIONAL INFRASTRUCTURE DEVELOPMENT FUND (RIDF) #1 TUJUAN

Rencana ke Depan

Existing

SUMBER DANA

KEGIATAN

PENERIMA MANFAAT

PT SMI Penyertaan Pemerintah

Pinjaman Daerah

PEMDA

Sesuai PMK 174/PMK.08/2016 tentang Pemberian Jaminan Kepada Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Multi Infrastruktur Dalam Rangka Penugasan Penyediaan Pembiayaan Infrastruktur Daerah

Penyertaan Pemerintah

Pinjaman Multilateral Pasar Modal Grant/ Hibah

Pinjaman Daerah

1. Meningkatkan akses pembiayaan infrastruktur di daerah, dengan menyediakan pinjaman mulai dari jumlah kecil hingga besar;

PEMDA

PDF & Jasa Konsultasi / Advisory

Pinjaman Daerah baik dengan konsep saat ini maupun ke depan ditujukan untuk mendorong Pemerintah Daerah agar dapat mengoptimalkan sumberdaya menuju pencapaian Sustainable Development Goals (SDG)

2. Mengatasi ketergantungan fiskal yang tinggi terhadap Pemerintah Pusat;

3. Meningkatkan kapasitas Pemda dalam mengelola pinjaman yaitu dengan pembentukan debt management unit dan pelatihan personil terkait; 4. Mengatasi keterbatasan Pemda dalam penyiapan proyek yang baik, melalui penyediaan fasilitas Project Development Fund (“PDF”); dan 5. Meningkatkan kapasitas Pemda dalam melaksanakan pembangunan proyek infrastruktur yang berkelanjutan (sustainable development) melalui kepatuhan/compliance terhadap environment and social safeguard.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

REGIONAL INFRASTRUCTURE DEVELOPMENT FUND (RIDF) #2 KONSEP EVOLUSI RIDF Sebelum Pengalihan Aset PIP Pusat Investasi Pemerintah (PIP)

• Pengelolaan Pinjaman Pemda

• Fokus pada infrastruktur sosial seperti Jalan, Jembatan, Rumah Sakit, dan Pasar

Tahap 1: Pinjaman Pemda di PT SMI

Tahap 2: Regional Infrastructure Development Fund (RIDF)

PT SMI (Persero)

PT SMI (Persero)

• Penyesuaian peraturan perundangan terkait pengelolaan keuangan daerah dan pinjaman daerah

• Kesiapan Pemda dalam menerapkan environment & social safeguards (ESS) • Implementasi secara bertahap, memperhatikan: • Maturity level Pemda dan proyek • Loan supervision • Peningkatan kapasitas SDM (Debt Management Office) di Pemda • Pemberlakuan Risk-Based Pricing • Pemanfaatan dana dari Pasar Modal (Persiapan Municipal Bonds)

• Penambahan fokus sektor pinjaman Pemda ke sektor Air Minum dan Sanitasi

• Peningkatan Kapasitas SDM • Pricing berlaku seragam (belum mengadopsi Risk-based Pricing)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

• PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berdiri pada tahun 2009 dengan misi khusus menjadi katalis dalam percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia. • Berdasarkan PMK Nomor 232/PMK.06/2015, investasi Pemerintah Pusat dalam Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dialihkan menjadi PMN pada PT SMI. • Berdasarkan PMK Nomor 174/PMK.08/2016, Pemerintah memberikan jaminan kepada PT SMI dalam rangka penugasan penyediaan pembiayaan infrastruktur daerah.

Jenis Infrastruktur yang dibiayai oleh PT SMI 1. Jalan Tol dan Jembatan 2. Tranportasi 3. Minyak dan Gas 4. Telekomunikasi 5. Pengolahan Limbah 6. Kelistrikan 7. Irigasi 8. Air Minum 9. Infrastruktur Sosial 10.Efisiensi Energi 11.Rolling stock kereta api

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

ALUR PINJAMAN KEPADA PT SMI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PERKEMBANGAN PINJAMAN DAERAH : (1) Resume Komitmen Pinjaman Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2014 s.d. 19 April 2018 A. Berdasarkan Tahun Anggaran dan Sumber Pinjaman Daerah



Jumlah Pemerintah Daerah yang mengajukan ijin pelampauan defisit APBD pada Tahun Anggaran 2014 adalah sebanyak 4 (empat) daerah, dengan nilai komitmen sebesar Rp436,93 Miliar;



Pada Tahun Anggaran 2015 terdapat 7 (tujuh) daerah yang mengajukan ijin pelampauan defisit APBD, dengan total nilai komitmen sebesar Rp478, 42 Miliar.



Di Tahun 2015 terdapat kenaikan jumlah daerah yang mengajukan pinjaman sebesar 75%, dengan kenaikan nilai komitmen pinjaman Rp41.498,235 juta atau sebesar 9% dibandingkan Tahun Anggaran 2014.



Di Tahun 2016, jumlah Pemerintah Daerah yang mengajukan ijin pelampauan defisit APBD hanya sebanyak 3 daerah, dengan nilai komitmen sebesar Rp.373,115 miliar, atau terjadi

5000,00

4000,00 3000,00

LKB

2000,00

PT. SMI

1000,00

PIP

0,00 2014

2015

2016

2017

2018

Total komitmen pinjaman daerah dalam kurun waktu tahun 2014-2018 adalah sebesar Rp8.390,98 miliar, yang bersumber dari lembaga keuangan, perbankan, dan pemerintah. Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

45

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PERKEMBANGAN PINJAMAN DAERAH : (2) penurunan sebesar 22% dibandingkan pinjaman daerah tahun sebelumnya. •

Pada tahun 2017, jumlah pemerintah daerah yang mengajukan ijin pelampauan defisit APBD sebanyak 23, dengan nilai komitmen sebesar Rp2.098,136 miliar;



Pada tahun 2018, jumlah pemda yang mengajukan ijin pelampauan defisit APBD sampai dengan bulan April 2018 sebanyak 48 daerah, dengan nilai komitmen sebesar Rp5.004.372 miliar, atau terjadi kenaikan sebesar 153% dibandingkan tahun 2017 dan kenaikan sebesar 997% dibandingkan tahun 2014.



Sumber pinjaman terbesar dari total nilai komitmen pinjaman dalam kurun waktu tahun 2014-2018 sebesar Rp8.390,985 miliar berasal dari PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI), yaitu sebesar Rp5.933,450 miliar, sedangkan dari sektor perbankan dan PIP hanya sebesar Rp1.542,175miliar dan Rp915,359 miliar.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

Sumber pembiayaan yang berasal dari PIP merupakan pelaksanaan pinjaman yang dilaksanakan pada tahun 2014 s.d 2015 sebelum berdirinya PT SMI. B. Berdasarkan Peruntukan/Tujuan Pembiayaan

46

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PERKEMBANGAN PINJAMAN DAERAH : (3) •

Dalam kurun waktu tahun anggaran 2014 s.d. 2018 terdapat 5 (lima) bidang peruntukan/tujuan penggunaan pembiayaan daerah antara lain : 1. Pembangunan RSUD; 2. Pembangunan Pasar; 3. Pembangunan Jalan; 4. Pembangunan Infrastuktur Pemerintah; dan 5. Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018



Peruntukan/tujuan penggunaan pembiayaan daerah terbesar terdapat pada sektor jalan, dengan nilai komitmen pembiayaan sebesar Rp6.014,159 miliar, yang terbagi dalam 30 daerah;



Peruntukan/tujuan penggunaan pembiayaan terkecil berasal dari sektor pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) sebesar Rp50 miliar.

47

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PINJAMAN DAERAH TA 2017 Sumber Pinjaman Daerah NO

DAERAH

PROYEK

1.

Kab. Grobogan

Jalan

200,00

2.

Kab. Konawe

RSUD

195,97

3.

Kota Bandar Lampung

Jalan dan Jembatan

237,95

4.

Kab. Penajam Paser Utara

Jalan

348,17

5.

Kab. Mamuju Tengah

Jalan dan Jembatan

75,00

6.

Kab. Kutai Kartanegara

Jalan dan Jembatan

380,00

7.

Kab. Gianyar

RSUD

124,42

TOTAL

Rp 954,06 M…

PINJAMAN

Rp 1.561,50 M PT. SMI…

1.561,50

Miliar Rupiah NO

DAERAH

SUMBER

PINJAMAN

1.

Kab. Purbalingga

Bank

63,00

2.

Kab. Konawe

PT SMI

195,97

3.

Kab. Sragen

Bank

35,00

4.

Kab. Tabanan

Bank

201,00

5.

Kab. Gianyar

PT SMI

124,42

TOTAL

No

2.

DAERAH

Kota Cimahi

619,38

SUMBER

Bank TOTAL

PINJAMAN

Rp 619,38 M RSUD 26%

Rp 92,00 M Pasar 4%

PROYEK

1. 2. 3.

Kota Cimahi Kab. Purbalingga Kab. Sragen

4.

Kab. Toraja Utara Kab. Lampung Utara Jalan Kab. Malinau Jalan Kab. Tabanan RSUD TOTAL

5. 6. 7.

Penggunaan Pinjaman Daerah No

DAERAH

No

Pasar RSUD RSUD Jalan dan Jembatan

DAERAH

SUMBER

1. Kab. Grobogan

PINJAMA N 92,00 63,00 35,00 200,00 200,00 163,06 201,00 954,06 PINJAMA N

PT SMI

200,00

2. Kota Bandar Lampung PT SMI

237,95

3. Kab. Toraja Utara

Bank

200,00

Kab. Lampung Utara Kab. Penajam Paser Utara

Bank

200,00

PT SMI

348,17

Kab. Malinau

Bank

163,06

PT SMI

75,00

Rp 1.641,12 4. M Jalan dan 5. Jembatan 70% 6.

92,00 92,00

7. Kab. Mamuju Tengah

8. Kab. Kutai Kartanegara PT SMI

TOTAL

380,00

1.804,18

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PINJAMAN DAERAH TA 2018 Sumber Pinjaman Daerah NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

DAERAH

PROYEK

Kab. Musi Banyuasin Jalan dan Jembatan Kab. Way Kanan Jalan dan Jembatan Kab. Kutai Barat Jalan dan Jembatan Kab. Konawe Selatan Jalan dan Jembatan Kab. Kepulauan Sangihe Jalan dan Jembatan Provinsi Lampung Jalan Kab. Lampung Tengah Jalan Kab. Lombok Tengah Pasar TOTAL

PINJAMA N 450,00 100,00 350,00 200,00 170,00 600,00 300,00 79,96 2.249,96

Rp 198,00 M Bank NO 1.

Miliar Rupiah DAERAH

PROYEK

Kab. Halmahera Barat Jalan dan Jembatan TOTAL

PINJAMA N 198,00 198,00

Rp 2.249,96 M

Penggunaan Pinjaman Daerah NO

DAERAH

PROYEK

PINJAMA N

1.

Kab. Musi Banyuasin

Jalan dan Jembatan

450,00

2.

Kab. Halmahera Barat

Jalan dan Jembatan

198,00

3.

Kab. Way Kanan

Jalan dan Jembatan

100,00

4.

Kab. Kutai Barat

Jalan dan Jembatan

350,00

5.

Kab. Konawe Selatan

Jalan dan Jembatan

200,00

6.

Kab. Kepulauan Sangihe

Jalan dan Jembatan

170,00

7.

Provinsi Lampung

Jalan

600,00

8.

Kab. Lampung Tengah

Jalan

TOTAL

Rp 79,96 M Pasar 3% NO 1.

DAERAH PROYEK Kab. Lombok Tengah Pasar TOTAL

300,00 2.368,00

Rp 2.368,00 M Jalan dan

*berdasarkan data s.d. 18 Januari 2018

PINJAMAN 79,96 79,96

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PIPELINE PINJAMAN DAERAH DARI PT SMI B. Dalam Proses Inisiasi

A. Dalam Proses Penilaian Kelayakan No

Daerah

Proyek

Pinjaman

1 Pemkot Lubuk Linggau

Jalan & Pasar

200,00

2 Pemkot Payakumbuh

RSUD

100,00

3 Pemkab Pidie

Pasar

130,00

4 Pemkot Baubau

Jalan

92,00

5 Pemkab Katingan

RSUD

250,00

6 Pemprov Sulawesi Tenggara

Jalan

100,00

7 Pemkab Donggala

RSUD

190,00

8 Pemprov Sulawesi Tengah

RSUD

200,00

9 Pemkab Polewali Mandar

RSUD

140,00

TOTAL A

1.402,00

NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Daerah Pemkab Minahasa Pemkab Gorontalo Utara Pemkab Pangkajene dan Kepulauan Pemkab Bolaang Mongondow Timur Pemkab Wajo Pemkot Ambon Pemkab Tapanuli Utara Pemkab Bombana Pemkab Merangin Pemkab Dharmasraya Pemkab Musi Rawas Pemkab Jayapura Pemkab Tabanan Pemkab Bone Bolango Pemkot Palu Pemkot Pekanbaru Kab. Sidoarjo Kab. Penajam Paser Utara Pemkab Sumedang Kab. Lombok Utara Kota Ternate Kab. Pasaman Kab. Halmahera Selatan Kab. Berau Provinsi Kalimantan Utara Kota Gunung Sitoli Kab. Sukabumi TOTAL B

Proyek Jalan & Jembatan Jalan & Jembatan Jalan & Jembatan Jalan & Jembatan Jalan & Jembatan Pasar Pasar RSUD RSUD RSUD RSUD Jalan RSUD RSUD Penerangan Jalan Umum Penerangan Jalan Umum Jalan Jalan RSUD Jalan Pasar RSUD Pasar RSUD RSUD Pasar Pasar

Pinjaman 130,00 100,00 100,00 95,00 50,00 128,25 304,77 60,00 60,00 200,00 275,00 100,00 300,00 150,00 90,00 90,00 600,00 300,00 40,00 100,00 50,00 100,00 70,00 200,00 400,00 150,00 250,00 4.493,02

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

KEWAJIBAN DALAM PELAKSANAAN PINJAMAN DAERAH (PMK No. 121/PMK.07/2017) • Pemotongan DAU dan/atau DBH dilakukan sekaligus atau bertahap sampai dengan diselesaikan/dilunasi seluruh Tunggakan; • Dalam hal pemotongan DAU dan/atau DBH dilakukan bertahap, penyelesaian Tunggakan dapat melebihi satu tahun anggaran sampai dengan seluruh Tunggakan diselesaikan/dilunasi; • Pemotongan DAU dan/atau DBH sekaligus atau bertahap untuk masing-masing Daerah dilakukan dengan mempertimbangkan besarnya permintaan pemotongan, besarnya penyaluran, sanksi pemotongan dan/ atau penundaan lainnya, dan Kapasitas Fiskal; • Batas maksimal pemotongan DAU dan/ atau DBH ditetapkan paling tinggi sebesar 15% belas per seratus) dari jumlah alokasi DAU dan/atau DBH per tahun.

(lima

• Dalam hal pemotongan DAU dan/ atau DBH dilakukan secara bertahap, pemotongan DAU dan/atau DBH untuk tahun selanjutnya dihitung berdasarkan Kapasitas Fiskal dan jumlah DAU dan/atau DBH yang akan disalurkan untuk Daerah bersangkutan pada tahun anggaran berkenaan.

51

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENATAUSAHAAN, PEMANTAUAN, EVALUASI, PELAPORAN, DAN PUBLIKASI

52

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PENATAUSAHAAN, PEMANTAUAN, EVALUASI, PELAPORAN, DAN PUBLIKASI (1) I. PENATAUSAHAAN PINJAMAN DAERAH : ❑ Menteri Keuangan melakukan penatausahaan Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah atas: a. Penarikan dan/atau penyaluran Pinjaman Daerah; dan b. Penerimaan kewajiban pembayaran kembali Pinjaman Daerah. ❑ Gubernur, bupati, atau walikota melakukan penatausahaan Pinjaman Daerah atas: a. Penerimaan dan penggunaan Pinjaman Daerah; dan b. Kewajiban pembayaran kembali Pinjaman Daerah. II. PEMANTAUAN DAN EVALUASI PINJAMAN DAERAH: ❑ Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas penarikan, penyaluran, dan penerimaan kewajiban pembayaran kembali Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah; ❑ Menteri Keuangan dapat mengambil langkah-langkah penyelesaian atas permasalahan pemberian pinjaman Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, termasuk pembatalan pinjaman, apabila: a. Penyerapan pinjaman mengalami keterlambatan yang sangat jauh menyimpang dari rencana penarikan; dan/atau b. Penggunaan pinjaman tidak sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian pinjaman.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PENATAUSAHAAN, PEMANTAUAN, EVALUASI, PELAPORAN, DAN PUBLIKASI (2) III. PELAPORAN PINJAMAN DAERAH: ❑ Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan Pinjaman Daerah: ▪ Menteri Keuangan menyusun dan menyajikan laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. ▪ Pemerintah Daerah menyusun dan menyajikan laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. ▪ Pemerintah Daerah wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri setiap semester dalam tahun anggaran berjalan. IV. PUBLIKASI PINJAMAN DAERAH: ❑ Gubernur, bupati, atau walikota menyelenggarakan publikasi informasi mengenai Pinjaman Daerah secara berkala, yang meliputi: a. Kebijakan tentang Pinjaman Daerah; b. Posisi kumulatif Pinjaman Daerah; c. Jangka waktu Pinjaman Daerah; d. Tingkat bunga Pinjaman Daerah; e. Sumber Pinjaman Daerah; f. Penggunaan Pinjaman Daerah; g. Realisasi penyerapan Pinjaman Daerah; dan h. Pemenuhan kewajiban Pinjaman Daerah. ❑ Setiap perjanjian pinjaman yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah merupakan dokumen publik dan diumumkan dalam Berita Daerah.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

SANKSI ADMINISTRATIF DAN KETENTUAN PERALIHAN SANKSI ADMINISTRATIF: ❑ Dalam hal Pemerintah Daerah melanggar ketentuan Pasal 4 PP Nomor 30 Tahun 2011, Menteri Keuangan mengenakan sanksi administratif berupa penundaan dan/atau pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil yang menjadi hak Daerah tersebut; ❑ Dalam hal Pemerintah Daerah tidak memenuhi kewajiban pembayaran kembali pinjaman kepada Pemerintah, pembayaran kewajiban diperhitungkan dengan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil yang menjadi hak Daerah tersebut; ❑ Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran kewajiban pinjaman kepada Pemerintah melalui perhitungan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; ❑ Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menyampaikan laporan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan dapat menunda penyaluran Dana Perimbangan.

KETENTUAN PERALIHAN: ❑ Pada saat Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 ini mulai berlaku: i. Perjanjian pinjaman yang telah dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya pelunasan pembayaran pinjaman; dan ii. Peraturan perundang-undangan yang telah ada dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011. ❑ Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pemberian pinjaman Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah lain diatur dengan Peraturan Daerah.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PELAPORAN PINJAMAN DAERAH • Pemerintah Daerah wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dan Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah setiap semester dalam tahun anggaran berjalan.

• Laporan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman disampaikan paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah semester berkenaan berakhir. • Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menyampaikan laporan pinjaman kumulatif dan kewajiban pinjaman, Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat menunda penyaluran Dana Perimbangan. • Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyalurkan kembali Dana Perimbangan dalam hal Pemerintah Daerah telah menyampaikan laporan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman.

56

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

KEWAJIBAN DALAM PELAKSANAAN PINJAMAN DAERAH (PMK No. 121/PMK.07/2017) ➢ Seluruh kewajiban Pinjaman Daerah yang jatuh tempo wajib dianggarkan dalam APBD tahun yang bersangkutan. ➢ Dalam hal Daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjamannya kepada Pemerintah, kewajiban membayar pinjaman tersebut diperhitungkan dengan DAU dan/atau DBH dari penerimaan negara yang menjadi hak Daerah tersebut.

➢ Ruang Lingkup Pengenaan Sanksi Pemotongan sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (1) PMK 121/PMK.07/2017: • Pinjaman Pemda yang bersumber dari Pemerintah yang dikelola oleh Ditjen Perbendaharaan yang naskah perjanjian pinjamannya ditandatangani setelah diberlakukannya UU No. 25 Tahun 1999 dan UU No. 33 Tahun 2004.

• Pinjaman Pemda yang bersumber dari lembaga yang mendapat penugasan dari Pemerintah untuk memberikan pinjaman daerah. ➢ Sanksi pemotongan pemotongan DAU dan/atau DBH hanya dapat dikenakan terhadap Pinjaman Pemda yang naskah perjanjian pinjaman atau perubahannya mencantumkan ketentuan mengenai sanksi pemotongan DAU dan/atau DBH.

➢ Besaran pemotongan DAU dan/atau DBH dihitung sebesar jumlah Tunggakan (pokok, bunga, denda, dan biaya lainnya). 57

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN DAERAH KE DEPAN Kebijakan pembiayaan daerah ke depan membuka ruang pemberian insentif berupa pemberian Hibah kepada Pemerintah Daerah yang berinovasi dan berkinerja baik dalam mengembangkan sumber-sumber pembiayaan alternatif, serta pengaturan mengenai Sukuk Daerah.

58

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN DAERAH KE DEPAN

59

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

OBLIGASI DAERAH

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

60

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK OBLIGASI DAERAH 1. PENGERTIAN OBLIGASI DAERAH

KARAKTERISTIK OBLIGASI DAERAH



Obligasi Daerah pada dasarnya merupakan salah satu instrumen pembiayaan yang sangat potensial dilakukan daerah untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan dalam rangka mengatasi defisit APBD maupun keterbatasan kemampuan keuangan daerah.



Melalui penerbitan obligasi, pemerintah daerah dapat melakukan akselerasi penyediaan infrastruktur layanan publik daerah yang pada gilirannya dapat meningkatkan laju perekonomian daerah, yang dampaknya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, baik dalam skala lokal maupun regional.



Obligasi Daerah adalah Pinjaman Daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal.



Obligasi Daerah merupakan jenis pembiayaan daerah jangka panjang yang bersumber dari masyarakat, dengan melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses pembangunan infrastruktur di daerah, dengan membeli obligasi daerah tersebut.

❑ Sampai saat ini, kebijakan terkait obligasi daerah masih didasarkan pada ketentuan UU Nomor 33 Tahun 2004, PP Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah, serta beberapa regulasi teknis yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai dengan kewenangannya. ❑ Secara umum obligasi daerah di Indonesia memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Merupakan Surat Utang yang diterbitkan oleh pemerintah daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal dengan menggunakan mata uang rupiah. b. Umumnya mempunyai jangka waktu 5 tahun atau lebih. c. Membiayai kegiatan investasi pelayanan publik yang dapat menghasilkan penerimaan APBD. d. Tidak dijamin oleh pemerintah pusat. e. Risiko ditanggung pemerintah daerah. f. Membayar biaya bunga secara berkala. g. Melunasi pokok pinjaman pada saat jatuh tempo.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

61

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

OBLIGASI DAERAH : (2) h. Nilai saat jatuh tempo sama dengan nilai nominal pada saat diterbitkan.

b. Fasilitas Transportasi Darat, Laut dan Udara;



d. Fasilitas Perdagangan / Pasar;



Kegiatan yang dapat dibiayai oleh Obligasi Daerah adalah kegiatan yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang menjadi urusan Pemerintah Daerah. Obligasi Daerah yang diterbitkan Pemerintah Daerah hanya jenis Obligasi Pendapatan (Revenue Bond).

Walaupun demikian proyek tersebut tidak harus menghasilkan penggantian seluruh biaya yang dikeluarkan untuk membiayai proyek tersebut (non-full cost recovery). •

Jenis proyek/kegiatan yang bisa dibiayai oleh obligasi daerah yaitu antara lain:

a. Fasilitas Pengolahan Air Minum;

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

c.

Fasilitas Kesehatan / Rumah sakit;

e.

Fasilitas Perumahan / rumah susun;

f.

Fasilitas Energi /Powerplant;

g. Fasilitas PengelolaanLimbah / Sampah.

2. Persyaratan Penerbitan Obligasi Daerah

Sesuai dengan ketentuan Pasal 37 PP Nomor 30 Tahun 2011, daerah dapat menerbitkan obligasi daerah sepanjang memenuhi persyaratan pinjaman daerah. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Daerah dalam menerbitkan Obligasi Daerah yaitu sebagai berikut: a. Jumlah sisa pinjaman daerah + jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.

62

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

OBLIGASI DAERAH : (3) Penerimaan umum APBD adalah seluruh penerimaan APBD, tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang kegunanannya dibatasi untuk mendanai pengeluaran tertentu. b. Memenuhi rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (DSCR) yang ditetapkan oleh Pemerintah. c. Mendapat persetujuan prinsip dari DPRD. Persetujuan prinsip dari DPRD meliputi persetujuan atas nilai bersih maksimal Obligasi Daerah yang akan diterbitkan pada saat penetapan APBD, kesediaan pembayaran pokok dan bunga sebagai akibat penerbitan Obligasi Daerah, dan kesediaan pembayaran segala biaya yang timbul dari penerbitan Obligasi Daerah.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

d. Mendapat pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri. e. Audit terakhir Laporan Keuangan Pemerintah Daerah mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). 3. Pihak-Pihak Yang Terkait Dengan Obligasi Daerah • •

Penerbitan obligasi daerah melibatkan beberapa pihak terkait selain Pemerintah juga otoritas terkait pasar modal. Pihak-pihak yang terkait penerbitan obligasi daerah adalah sebagai berikut:

3.1 Regulator Regulator adalah lembaga/instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengawasi pelaksanaan penawaran umum obligasi daerah di pasar modal. 63

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PARA PIHAK YANG TERKAIT DENGAN OBLIGASI DAERAH : (1) a. Kementerian Keuangan (DJPK) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan bertindak atas nama Menteri Keuangan untuk: i. Mengevaluasi dan memberikan persetujuan atas rencana penerbitan obligasi daerah yang diajukan oleh pemerintah daerah; serta ii. Mengawasi pengelolaan obligasi daerah, sesuai dengan kerangka kerja pinjaman daerah seperti diatur dalam PP 30/2011. b. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) OJK merupakan lembaga yang bertugas untuk melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan Pasar Modal dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan Pasar Modal yang teratur, wajar, dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

3.2 Self Regulatory Organizations (SRO) •

Merupakan lembaga/organisasi yang berwenang untuk mengeluarkan peraturan bagi kegiatan usahanya.



Di pasar modal, SRO terdiri dari bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, serta lembaga penyimpanan dan penyelesaian.

a. Bursa Efek Adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka. b. Lembaga Kliring dan Penjaminan,

Adalah pihak yang menyelenggarakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa. •

Di Indonesia, lembaga kliring dan penjaminan yang telah mendapat izin dari OJK adalah PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia (PT. KPEI).

64

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PARA PIHAK YANG TERKAIT DENGAN OBLIGASI DAERAH : (2) 3.3 Emiten • Emiten merupakan pihak yang menerbitkan/melakukan penawaran umum obligasi. • Dalam kaitannya dengan obligasi daerah, maka pihak yang menjadi emiten adalah pemerintah daerah.

3.4 Pemegang Efek Adalah investor atau pihak yang menanamkan modalnya dalam bentuk pemberian pinjaman kepada pemerintah daerah dalam bentuk obligasi daerah. 3.5 Perusahaan Efek Adalah perusahaan yang mempunyai aktivitas sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, manajer investasi, atau gabungan dari ketiga kegiatan tersebut. a. Penjamin Emisi Efek

dengan emiten untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual. b. Perantara Pedagang Efek Adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli efek untuk kepentingan sendiri atau pihak lain. c. Manajer Investasi Adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.

adalah pihak yang membuat kontrak Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

65

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PARA PIHAK YANG TERKAIT DENGAN OBLIGASI DAERAH : (3) 3.6 Lembaga Penunjang

c.

Merupakan pihak-pihak penunjang terlaksananya pelaksanaan penawaran umum, yang terdiri dari biro administrasi efek, kustodian dan wali amanat. a. Biro Administrasi Efek

Adalah pihak yang berdasarkan kontrak dengan emiten melaksanakan pencatatan pemilikan efek dan pembagian hak yang berkaitan dengan efek. b. Kustodian

Adalah pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima deviden, bunga, dan hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya. Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

Wali Amanat • Adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek bersifat utang (termasuk obligasidaerah). • Penunjukan Wali Amanat dilakukan melalui perjanjian bersama seluruh pihak pada saat penerbitan obligasi daerah. • Wali amanat bertugas untuk mengendalikan seluruh aspek-aspek administratif penerbitan obligasi daerah, termasuk memastikan bahwa penerbitan obligasi daerah telah sesuai dengan ketentuan dan persyaratan pada perjanjian obligasi daerah.

3.7 Profesi Penunjang • • •

Merupakan pihak-pihak yang karena profesinya, turun menunjang terlaksananya penawaran umum di pasar modal. Untuk melakukan kegiatan di bidang pasar modal, profesi penunjang pasar modal wajib terlebih dahulu terdaftar di OJK. Profesi penunjang terdiri dari akuntan publik, notaris, konsultan hukum dan perusahaan penilai. 66

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

OBLIGASI DAERAH : (7) 3.8 Pihak Lain Yang Terlibat •

Merupakan pihak-pihak lain yang juga terlibat dalam pelaksanaan penawaran umum obligasi daerah di pasar modal, namun tidak terlibat secara langsung dalam proses transaksi perdagangan efek, yang terdiri dari penyedia penguatan kredit, lembaga pemeringkat efek serta penasihat investasi.

b. Penyedia Penguatan Kredit Adalah pihak yang memberikan penguatan kredit melalui pernyataan kesediaan menjamin obligasi daerah, dimana penguatan kredit ini akan memberikan kenyamanan bagi investor dan dapat mempengaruhi tingkat bunga.

c. Penasihat Investasi

a. Lembaga Pemeringkat Efek •

Merupakan lembaga yang memberikan peringkat kredit bagi penerbit obligasi daerah.



Lembaga pemeringkat mengukur kelayakan kredit, kemampuan membayar pinjaman yang akan mempengaruhi tingkat bunga pinjaman.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

Merupakan pihak yang memberikan nasihat kepada pihak lain berkaitan dengan penjualan atau pembelian efek dengan memperoleh imbalan jasa.

67

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PROSES PENERBITAN OBLIGASI DAERAH : (1) Sebelum obligasi daerah diterbitkan di pasar modal, terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah terlebih dahulu. Tahap-tahap tersebut meliputi persiapan di daerah, persetujuan Menteri Keuangan, tahap praregistrasi dan registrasi, hingga tahap penawaran umum sebagaimana gambar berikut ini:

Gambar Tahapan Proses Penerbitan Obligasi Daerah

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

68

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PROSES PENERBITAN OBLIGASI DAERAH : (2) 1. Persiapan Di Daerah Proses persiapan penerbitan obligasi daerah oleh pemerintah daerah meliputi: a. Menentukan Kegiatan • Dalam mempersiapkan penerbitan obligasi daerah pemerintah daerah terlebih dahulu menentukan kegiatan yang akan dibiayai. • Dalam melakukan penentuan kegiatan yang akan dibiayai obligasi daerah, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yang diantaranya adalah: i. Kegiatan yang akan didanai merupakan proyek/kegiatan yang menghasilkan penerimaan dan secara kewenangan merupakan kewenangan daerah; ii. Kegiatan yang akan didanai harus sudah tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD); dan Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

iii.



Pemerintah Daerah harus memantau batas kumulatif pinjaman pada tahun akan diterbitkannya obligasi daerah, serta posisi kumulatif pinjaman daerahnya. Untuk mengetahui posisi kumulatif pinjaman daerahnya, Pemerintah Daerah perlu memperoleh informasi resmi dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.

b. Membuat Kerangka Acuan Kegiatan • Suatu rencana investasi yang baik terlihat dari Kerangka Acuan Kegiatan yang jelas, sistematis serta memuat keterangan tentang kegiatan secara spesifik. • Pada prinsipnya, bentuk Kerangka Acuan Kegiatan sangat bervariasi dan sangat bergantung dari tipe kegiatan yang akan dilakukan. • Semakin besar skala kegiatan yang akan dilakukan, semakin kompleks pula skema Kerangka Acuan Kegiatan yang diharapkan dibuat oleh pemerintah daerah.

69

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PROSES PENERBITAN OBLIGASI DAERAH : (3) •

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 180/PMK.07/2015 tentang Perubahan atas PMK Nomor 111/PMK.07/2012 tentang Tata Cara Penerbitan dan Pertanggungjawaban Obligasi Daerah, ditentukan bahwa batang tubuh Kerangka Acuan Kegiatan sekurangkurangnya terdiri dari:

1) Pendahuluan

c. Membuat Perhitungan Batas Kumulatif Pinjaman Jumlah kumulatif pinjaman Pemda tidak melebihi dari 75% penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. d. Membuat Perhitungan Debt Service Coverage Ratio (DSCR)

2) Lingkup Kegiatan

3) Rencana Alokasi Anggaran 4) Proyeksi APBD 5) Manajemen dan Organisasi Pelaksana Kegiatan

• Pemerintah daerah harus membuat perhitungan DSCR dengan formulasi perhitungan sebagai berikut:

6) Metode dan Prosedur Pelaksana Kegiatan

7) Pengadaan Barang dan Jasa 8) Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

70

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PROSES PENERBITAN OBLIGASI DAERAH : (4) DSCR = {PAD + (DBH – DBHDR) + DAU} – Belanja Wajib > 2,5 Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain •

DSCR = Rasio Kemampuan Membayar Kembali Pinjaman Daerah yang bersangkutan;

untuk obligasi dibayar pada saat jatuh tempo), perhitungan DSCR harus dibuat untuk setiap tahun hingga tahun obligasi daerah jatuh tempo.



PAD = Pendapatan Asli Daerah;



DAU = Dana Alokasi Umum;



DBH = Dana Bagi Hasil;



DBHDR = Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi;

Hal ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran bahwa rasio kemampuan membayar kembali pinjaman tetap berada pada posisi yang diperbolehkan selama obligasi daerah belum jatuh tempo.



BW

e.



Pokok Pinjaman Pinjaman;

Mengajukan Permohonan Persetujuan Prinsip DPRD



Sebelum diajukan kepada Menteri Keuangan, rencana penerbitan obligasi daerah harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan prinsip dari komisi di DPRD yang menangani bidang keuangan.



Persetujuan prinsip DPRD yang dimaksud di sini sekurang-kurangnya memuat persetujuan atas:

= Belanja Wajib; =

Angsuran



Bunga = Beban Bunga Pinjaman;



BL

Pokok

= Biaya Lain.

Dengan asumsi bahwa pemerintah daerah harus membayar pinjaman setiap tahun (meskipun Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

71

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PROSES PENERBITAN OBLIGASI DAERAH : (5) (1) Nilai bersih maksimal Obigasi Daerah yang akan diterbitkan pada saat penetapan APBD; (2) Kesediaan pembayaran Pokok dan Bunga sebagai akibat penerbitan Obligasi Daerah; dan (3) Kesediaan pembayaran segala biaya yang timbul dari penerbitan Obligasi Daerah.

f.

Menyiapkan Struktur Organisasi, Perangkat Kerja, dan SDM Unit Pengelola Obligasi Daerah - Struktur organisasi terdiri dari fungsi front office (FO), middle office (MO) dan back office (BO) yang terpisah.

- SDM yang menduduki jabatan sampai dengan Kasubbag/Kasi minimal S1 sesuai bidangnya.

- SDM untuk FO yang bertugas dalam penerbitan obligasi, penjualan dan pembelian kembali obligasi yang jatuh tempo minimal berpendidikan S1 di bidang ekonomi/keuangan. - MO minimal SDM berpendidikan S1 bidang ekonomi/keuangan/statistik dan bidang hukum sesuai tugasnya menetapkan strategi dan kebijakan pengelolaan obligasi termasuk pengendalian resiko serta perencanaan dan penetapan struktur portofolio pinjaman daerah.

- BO yang bertugas dalam pelunasan pada saat jatuh tempo obligasi minimal berijazah S1 Akuntansi dan bidang Keuangan.

- Perangkat kerja berupa SOP dan uraian jabatan. Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

72

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PROSES PENERBITAN OBLIGASI DAERAH : (6) g. Menyusun Peraturan Daerah Mengenai Penerbitan Obligasi Daerah dan Pembentukan Dana Cadangan • Penyusunan Perda mengenai Penerbitan Obligasi Daerah dan Perda mengenai Pembentukan Dana Cadangan. • Setiap tahun Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan Dana Cadangan dalam APBD sesuai kemampuan keuangan daerah untuk pembayaran pokok Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo, dan Dana Cadangan tersebut tidak dapat digunakan untuk keperluan lainnya. • Peraturan Daerah mengenai penerbitan Obligasi Daerah paling kurang memuat ketentuan sebagai berikut: a. Jumlah nominal Obligasi Daerah;

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

b. Penggunaan dana Obligasi Daerah; dan c. Tanggung jawab atas pembayaran pokok, bunga, dan biaya lainnya yang timbul sebagai akibat penerbitan Obligasi Daerah. 2. Persetujuan Prinsip Menkeu A. Pengajuan rencana Penerbitan Obligasi Daerah • Pengajuan usul rencana penerbitan obligasi daerah dilakukan setelah mendapatkan pertimbangan dari Kementerian Dalam Negeri dengan mengajukan surat usulan penerbitan obligasi daerah kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. • Surat usulan penerbitan obligasi daerah ini melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut: 1. Kerangka Acuan Kegiatan (KAK); 2. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) selama 3 tahun terakhir;

73

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PROSES PENERBITAN OBLIGASI DAERAH : (7) 3. Perda mengenai berkenaan;

APBD

tahun

yang

4. Perhitungan jumlah komulatif pinjaman Pemda dan defisit APBD; 5. Perhitungan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman atau Debt Service Coverage Ratio (DSCR); 6. Surat Persetujuan prinsip DPRD; dan 7. Struktur organisasi, perangkat kerja, dan sumber daya manusia unit pengelola Obligasi Daerah. B. Mekanisme Penilaian 1. Tahap penilaian administrasi, meliputi penilaian atas: a. kelengkapan dokumen rencana penerbitan Obligasi Daerah b. kesesuaian dokumen dengan format; Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

c.

kesesuaian informasi antar dokumen; dan d. kesiapan unit pengelola Obligasi Daerah. Dalam penilaian unit pengelola Obligasi Daerah, DJPK memperhatikan pertimbangan DJPPR. 2. Tahap penilaian keuangan, yang meliputi penilaian atas: a. Kemampuan keuangan pemerintah daerah; b. Jumlah kumulatif pinjaman pemerintah daerah; dan c. Jumlah defisit APBD dengan memperhatikan batas kumulatif defisit APBN dan APBD; d. Batas maksimal defisit APBD masingmasing daerah dan batas maksimal kumulatif pinjaman daerah yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan setiap tahun. 74

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PROSES PENERBITAN OBLIGASI DAERAH : (8) C. Persetujuan Menteri Keuangan •

Setelah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penilaian administrasi dan keuangan Menteri Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas rencana penerbitan obligasi daerah.



Persetujuan diberikan setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri.

pembayaran utang dari pemerintah daerah atas penerbitan obligasi daerah tersebut. •

Jika hasil evaluasi positif maka Pemerintah Daerah mengadakan perjanjian secara formal dengan Penjamin emisi efek untuk memobilisasi keuangan obligasi daerah dengan ketentuan dan persyaratan yang akan disepakati.

b. PENUNJUKKAN PROFESI LEMBAGA PENUNJANG •

Sebelum mengajukan pernyataan pendaftaran, Pemerintah Daerah menunjuk profesi dan lembaga penunjang untuk mendukung persiapan dan pelaksanaan penawaran umum di pasar modal.



Profesi dan lembaga penunjang tersebut dalam tahap praregistrasi dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugasnya sebagai berikut:

3. Pre-Registrasi dan Regristasi di OJK Tahapan Pre- Registrasi terdiri dari : a. PEMBERIAN PENJAMINAN EMISI •

MANDAT

Pemerintah Daerah sebelumnya menunjuk penjamin emisi efek untuk mengevaluasi kelayakan obligasi daerah dan perkiraan kemampuan

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

DAN

75

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PROSES PENERBITAN OBLIGASI DAERAH : (9) i.

Akuntan Publik

iii.

Notaris bertugas untuk membuat akta atau perjanjian terkait dengan proses penerbitan Obligasi Daerah, yang diantaranya adalah pembuatan perjanjian penjaminan emisi efek, perjanjian perwaliamanatan serta akta pengakuan utang.

Akuntan Publik bertugas melakukan financial due diligence, yang didalamnya mencakup audit APBD selama tiga tahun terakhir, menyiapkan analisa dan pembahasan manajemen dan menyiapkan ringkasan laporan keuangan. Setelah financial due diligence, maka Akuntan Publik mengeluarkan Auditor’s Comfort Letter sebagai pernyataan bahwa laporan keuangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah telah diperiksa. ii.

Notaris

iv.

Wali Amanat •

Konsultan hukum bertugas melakukan legal due diligence, yang di dalamnya mencakup pemeriksaan status hukum emiten serta legal audit.

Wali amanat bertugas untuk mengatur urusan administratif dari penerbitan Obligasi Daerah, termasuk memastikan bahwa pihak yang menerbitkan Obligasi Daerah tunduk pada ketentuan dan persyaratan dalam perjanjian obligasi daerah.



Setelah melakukan legal due diligence, konsultan hukum memberikan pendapat dari segi hukum.

Secara khusus, wali amanat akan mengamankan jaminan selama jangka waktu Obligasi Daerah berlangsung.



Wali amanat bertindak sebagai wakil dari pemegang Obligasi Daerah (investor).

Konsultan Hukum •



Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

76

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PROSES PENERBITAN OBLIGASI DAERAH : (10) v.

Lembaga Pemeringkat Efek Lembaga pemeringkat efek bertugas untuk memberikan penilaian terhadap kemampuan keuangan perusahaan dalam kaitannya dengan penerbitan Obligasi Daerah.

c. UJI TUNTAS (DUE DILIGENCE) • Sebelum Obligasi Daerah diterbitkan, harus dilakukan due diligence oleh penjamin emisi efek. • Due diligence ini mencakup evaluasi terhadap kelayakan proyek (feasibility study) yang pernah dibuat untuk mengetahui prospek dari penerbitan Obligasi Daerah tersebut. • Due diligence juga mencakup legal due diligence dan financial due diligence yang dilakukan oleh Konsultan Hukum dan Akuntan Publik yang ditunjuk bersama antara penjamin emisi efek dengan kepala daerah atau pihak yang mewakilinya. Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

d. PEMERINGKATAN EFEK • Lembaga pemeringkat akan memberikan peringkat atas obligasi daerah berdasarkan : i. Track record keuangan dan proyeksi kemampuan pembayaran utang ii. Kelayakan proyek untuk dibiayai oleh Obligasi Daerah iii. Usulan rencana penjaminan iv. Proses pengadaan kontraktor dan pemasok • Peringkat efek ini harus selalu diperbaharui setiap tahunnya hingga jangka waktu obligasi daerah berakhir. e. PENETAPAN STRUKTUR OBLIGASI DAERAH Setelah dilakukan due diligence dan pemeringkatan kredit, Pemerintah Daerah bersama-sama dengan penjamin emisi efek dapat menetapkan struktur Obligasi Daerah yang mencakup penetapan jumlah dan seri obligasi daerah. 77

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PROSES PENERBITAN OBLIGASI DAERAH : (11) •

Dalam menetapkan struktur Obligasi Daerah terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya sebagai berikut:

i.

Cadangan Likuiditas

ii.

Dana Cadangan

iii. Jaminan Parsial/Penguatan Kredit f. DOKUMEN-DOKUMEN HUKUM YANG DIPERLUKAN 1) Perjanjian Penjaminan Emisi 2) Perjanjian Penguatan Kredit (Guarantee Commitment Agreement) 3) Comfort Letter untuk menjaga debt service coverage ratio (DSCR) 4) Surat Pemeringkatan Kredit 5) Prospektus 6) Perjanjian Perwaliamanatan 7) Perjanjian Pendahuluan dengan BES dan KSEI 8) Akta Pengakuan Utang Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

g. BIAYA TRANSAKSI Indikasi biaya terkait dengan penerbitan obligasi daerah dan biaya atas penguatan kredit diperkirakan sebesar: 1) Biaya penjamin emisi efek 1,5% 2) Biaya penerbitan obligasi daerah 1,7% 3) Biaya pemeringkatan kredit US$ 60,000,00 – US$ 300,000,00 4) Biaya penguatan kredit (jika ada) i. Biaya penggunaan 0,7 – 1,0 % ii. Biaya muka 1,5 % h.

PERSIAPAN PERJANJIAN PENDAHULUAN DENGAN BEI DAN KSEI SERTA PENGAJUAN PERNYATAAN PENDAFTARAN KEPADA OJK • Sebelum obligasi diterbitkan, pemerintah daerah terlebih dahulu membuat perjanjian pendahuluan dengan BEI dan KSEI serta mengajukan pernyataan pendaftaran kepada OJK. • Dalam melakukan pernyataan pendaftaran kepada OJK, setiap dokumen yang dipersyaratkan harus telah dilengkapi. 78

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PROSES PENERBITAN OBLIGASI DAERAH : (11) 4.

TAHAPAN REGISTRASI • Setelah pernyataan pendaftaran diajukan kepada OJK, proses penerbitan obligasi daerah memasuki tahap registrasi. • Selama proses registrasi terdapat beberapa proses yang dilakukan, diantaranya adalah i. Penelaahan disclosure oleh OJK; ii. Pengkajian persyaratan pencatatan oleh bursa efek, pemasaran Obligasi Daerah; iii. Penentuan tingkat bunga final; dan iv. Pembentukan sindikasi.

ii.

Pencetakan Prospektus FPPO & DPPO

iii. Penerbitan Prospektus Ringkas di Media iv. Penyampaian Prospektus ke OJK

v.

Pendistribusian Prospektus FPPO & DPPO kepada Calon Investor

vi. Penjatahan dan Konfirmasi kepada calon investor vii. Pembelian Obligasi Daerah

5.

PENAWARAN UMUM • Setelah pernyataan pendaftaran dinyatakan efektif oleh OJK, tahap selanjutnya adalah tahap penawaran umum dan pencatatan. • Secara umum, tahap-tahap dalam proses penawaran umum dan pencatatan adalah sebagai berikut: i. Pernyataan Efektif oleh OJK

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

viii. Pembayaran kepada Emiten ix. Pencatatan di Bursa Efek

79

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

KEBIJAKAN KE DEPAN •

Kebijakan penerbitan obligasi daerah pada dasarnya telah dikeluarkan sejak Tahun 2007, namun sampai saat ini belum ada satupun daerah yang telah menerbitkan obligasi daerah.



Beberapa permasalahan yang menghambat upaya penerbitan obligasi daerah, diantaranya adalah: a.

Pemahaman Kepala Daerah/Pemda dan DPRD terhadap regulasi penerbitan Obligasi Daerah masih belum memadai.

b.

Pengakuan atas LKPD yang telah diaudit BPK sehingga tidak perlu lagi dilakukan audit LKPD oleh Kantor Akuntan Publik yang terdaftar di OJK.

c.

Standar biaya APBD yang tidak dapat menjangkau biaya penyediaan lembaga/profesi penunjang di pasar modal.

d.

Timeframe yang terpadu antar stakeholder yang terkait dalam penerbitan Obligasi

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

Daerah sehingga dokumen persyaratan yang sudah lengkap tidak menjadi kadaluwarsa (Misalnya: LKPD audited masa kadaluwarsa selama 12 bulan sejak 31 Desember tahun berkenaan atau sampai dengan 31 Desember tahun berikutnya). e.

Pergantian Kepala Daerah yang dapat mengakibatkan perubahan kebijakan penerbitan Obligasi Daerah, khususnya bagi Daerah yang akan menyelenggarakan pemilihan Kepala Daerah.

Dalam rangka lebih mendorong pemanfaatan obligasi daerah sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan infrastruktur daerah, pada awal Tahun 2018 Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan telah melakukan relaksasi terhadap beberapa regulasi terkait obligasi daerah.

Continue Page 80

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

KEBIJAKAN KE DEPAN •

Perubahan mendasar yang telah dilakukan melalui relaksasi tersebut diantaranya adalah pengakuan atas LKPD yang diaudit oleh BPK serta perpanjangan masa kadaluwarsa laporan keuangan menjadi 12 bulan. • Ke depan, perlu dilakukan berbagai upaya dan kebijakan dalam mendorong perkembangan pasar obligasi daerah di Indonesia, yaitu dalam bentuk: a. Peningkatan pemahaman terhadap regulasi dan mekanisme penerbitan obligasi daerah kepada para pemangku kepentingan di daerah secara lebih komprehensif; b. Pendampingan terhadap daerah-daerah yang dianggap layak dan berminat untuk memanfaatkan instrumen obligasi daerah sebagai salah satu alternative sumber pembiayaan infrastruktur daerah; c. Membuka peluang dimungkinkannya skema obligasi daerah syariah (hal ini sudah Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

diakomodir dalam RUU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah); d.

Fleksibilitas jenis kegiatan/proyek yang dapat didanai dengan obligasi daerah. Dalam hal ini, proyek yang dapat didanai dengan obligasi daerah tidak harus bersifat menghasilkan penerimaan; dan

e.

Perlunya kebijakan reward/insentif bagi Pemerintah Daerah yang berhasil menerbitkan obligasi daerah.

81

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

POTENSI DAERAH DALAM MELAKUKAN PINJAMAN Sebagian besar daerah memiliki potensi untuk melakukan pinjaman. Penilaian kelayakan berdasarkan: ❖ opini BPK minimal WDP, ❖ tidak mempunyai tunggakan, serta ❖ kemampuan daerah dalam membayar kembali pinjaman daerah (tergantung dari jumlah dan tenor pinjaman).

82

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

Instrumen Pembiayaan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (5) : OBLIGASI DAERAH Dokumen Penerbitan Obligasi Daerah

Syarat Penerbitan Obligasi Daerah

1. Kerangka Acuan Kegiatan; 1. Mendapat DPRD:

persetujuan

prinsip

dari

• persetujuan atas nilai bersih maksimal Obligasi Daerah yang akan diterbitkan pada saat penetapan APBD; • kesediaan pembayaran pokok dan bunga sebagai akibat penerbitan Obligasi Daerah; • kesediaan pembayaran segala biaya yang timbul dari penerbitan Obligasi Daerah.

2. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah selama 3 tahun terakhir;

DAFTAR DAERAH YANG MINAT OBLIGASI DAERAH Daerah Prov. Jawa Barat

3. Peraturan Daerah mengenai APBD tahun berkenaan; 4. Perhitungan jumlah kumulatif pinjaman pemerintah daerah dan defisit APBD; 5. Perhitungan DSCR; 6. Surat persetujuan prinsip DPRD; dan 7. Struktur organisasi, perangkat kerja, dan SDM unit pengelola Obligasi Daerah.

Prov. Kaltim

Keuangan mendapat

4. Jumlah sisa pinjaman daerah + jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.

• • • •



Prov. DKI Jakarta •

Prov. Sulsel

2. Mendapat pertimbangan dari Mendagri. 3. Audit terakhir Laporan Pemerintah Daerah setidaknya opini WDP.

Progress



KEGIATAN DIBIAYAI OBLIGASI DAERAH • Fasilitas Pengolahan Air Minum;

Kota Surabaya



Kota Semarang

• Fasilitas Transportasi Darat, Laut dan Udara;

5. Memenuhi rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (DSCR) minimal 2,5.

• Fasilitas Kesehatan / Rumah sakit;

6. Batas Maksimal Defisit APBD yang dibiayai Pinjaman Daerah sesuai PMK terkait setiap tahunnya.

• Fasilitas Perumahan / rumah susun;







Kota Balikpapan



• Fasilitas Perdagangan / Pasar;

• Fasilitas Energi /Powerplant; • Fasilitas PengelolaanLimbah / Sampah



Kota Yogyakarta



Penerbitan Obligasi Daerah untuk pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat di Kertajati, Majalengka. Terkendala belum adanya surat persetujuan DPRD. Penerbitan Obligasi Daerah untuk pembangunan jalan tol dan pelabuhan. World Bank telah memberikan fasilitasi berupa shadow rating yang dilakukan PT. Pefindo dengan nilai “A+”. DJPK dan perwakilan Pemprov DKI Jakarta telah melakukan diskusi dengan kesepakatan bahwa persiapan penerbitan Obligasi Daerah akan dilakukan setelah pelantikan Gubernur/Wakil Gubernur terpilih. Perwakilan Kemenkeu dan OJK, serta Gubernur Sulsel telah membahas kemungkinan penerbitan Obligasi Daerah. Penerbitan Obligasi Daerah untuk pembangunan MRT. Pefindo telah melakukan shadow rating dengan nilai “AA-“. Penerbitan Obligasi Daerah untuk pembangunan Outer Ring Road. World Bank telah memfasilitasi untuk melakukan rating yang dilakukan oleh Pefindo dengan nilai “A”. Penerbitan Obligasi Daerah untuk pembangunan Outer Ring Road. World Bank telah memfasilitasi untuk melakukan rating yang dilakukan oleh Pefindo dengan nilai “A”. Penerbitan Obligasi Daerah untuk pembangunan Bandar Udara di Kulon Progo. World Bank telah memfasilitasi untuk melakukan rating yang dilakukan oleh Pefindo dengan nilai “A”.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

KERANGKA PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR DAERAH • Pemerintah daerah perlu mengembangkan opsi-opsi pendanaan yang tersedia untuk pembangunan infrastruktur daerah dengan mengadopsi pendekatan portofolio Mulai

Legenda: Pertimbangan Opsi Pembiayaan

Apakah proyek infrastruktur tersebut layak?

Apakah pemda mampu untuk melakukan pengadaan KPBU? Apakah proyek tersebut sesuai untuk KPBU? Tidak

Apakah pemda memiliki kapasitas untuk melakukan pinjaman?

Tidak

Ya Apakah pemda dapat menerbitkan obligasi? Tidak Tidak

Y a Pilihan pembiayaan mana yang memiliki penawaran (biaya, jangka waktu, ketersediaan) terbaik?

APBD Sumber: Prospera

Ya

Apakah pemda dapat meminjam dari BPD (untuk pinjaman daerah) atau dari PT SMI?

Pinjaman PT SMI

Pinjaman dari BPD atau bank lainnya

Ya

Obligasi Daerah

KPBU (PPP)

84

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

JENIS DAN KARAKTERISTIK INSTRUMEN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR DAERAH Kriteria kesesuaian Tenor

APBN/APBD

PT SMI

Obligasi Daerah

Pinjaman Daerah melalui BPD Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU)

Tidak berlaku

Tingkat Suku Risiko nilai tukar Bunga

Profil risiko

Kompleksitas dan biaya transaksi

Implementasi

Ketersediaan

Tidak berlaku

Tidak berlaku

Tidak berlaku

Hingga 25 tahun

<10%

Utang dalam Rupiah

Dijamin pemerintah; pemotongan transfer ke pemda debitur bila terjadi gagal bayar

10-15 tahun*

10% (rating AA+)

Utang dalam Rupiah

Tidak ada jaminan pemerintah

<10 tahun*

>12%*

Utang dalam Rupiah

Tidak ada jaminan pemerintah;

Rp1.204 Milyar Update per Agustus 2018*

Pagu pinjaman relatif kecil

Pembiayaan dapat Tergantung alokasi berasal dari mata risiko uang lain

Baru ada 2 kontrak KPBU yang ditandatangani pemda

Terbatas oleh ketersediaan proyek yang layak dan sesuai.

10-30 tahun

Undesirable

16-18%*

Somewhat undesirable

Neutral

Terbatas Outstanding 1,21 SMI memiliki dana Trilyun yang cukup untuk Komitment 2,78 jangka menengah Trilyun Terbatas Piloting Prov. tergantung Jateng penerbitan permintaan 2019-2021 investor*

Desirable

Very Desirable

Sumber: Prospera *data merupakan jumlah pinjaman yang diusulkan Pemda ke BPD dan telah mendapatkan persetujuan Menteri Dalam Negeri di tahun 2018

85

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN PROYEK INFRASTRUKTUR YANG BAIK SEHARUSNYA MEMENUHI KELAYAKAN STRATEGIS, EKONOMI, DAN TEKNIS ❑

Sebelum menentukan sumber pembiayaan perlu adanya project selection.



Bappeda perlu mengevaluasi proyek yang layak dibiayai berdasarkan kriteria kelayakan proyek. Proyek langsung dianggap tidak layak bila tidak memenuhi salah satu saja kriteria kelayakan.

Kriteria Kelayakan Proyek 01

Strategis: Terdapat kebutuhan yang kuat terhadap proyek dan proyek sesuai dengan strategi dan prioritas baik nasional, regional, maupun daerah.

02

Kelayakan ekonomi: Proyek diperhitungkan akan menciptakan manfaat ekonomi yang lebih besar daripada biaya ekonomi, dan biaya ekonomi dari proyek paling minimum dari semua alternatif yang ada untuk mencapai manfaat ekonomi tersebut.

03

Kelayakan sosial dan lingkungan: Proyek setidaknya menaati semua standar perencanaan dan lingkungan nasional Proyek diperkirakan tidak akan menimbulkan dampak negatif yang sangat signifikan bagi lingkungan maupun penduduk sekitar. Kelayakan hukum: Setiap aspek dari proyek tidak melanggar undang-undang dan peraturan yang berlaku, serta mungkin untuk dituangkan dalam kontrak.

04 05

Kelayakan teknis: Proyek dapat diimplementasikan secara teknis dengan teknologi yang sudah ada dan telah teruji.

Sumber: Prospera

86

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

KRITERIA DAN INDIKATOR PENERBITAN OBLIGASI DAERAH

Transparansi dan Kualitas Laporan Keuangan • Audit BPK dua tahun terakhir • Ketepatan waktu mempublikasikan laporan keuangan • Kemudahan publik dalam mengakses laporan keuangan (APBD, RKA dan SKPD) Sumber: Prospera

Kinerja Anggaran • Realisasi total belanja *) • Realisasi belanja modal*) • Proporsi belanja modal terhadap total belanja *) • Realisasi PAD • Proporsi PAD terhadap pendapatan • Proporsi SILPA terhadap total belanja • Rasio hutang terhadap pendapatan/asset

Proses Bisnis dan Pengelolaan Penganggaran • Indikasi penggunaan kerangka pembiayaan jangka menengah (KPJM) • Proporsi kontrak tahun jamak terhadap total belanja • Ketepatan penyusunan Perda APBD • Penggunaan egovernment untuk pengelolaan keuangan daerah

Perencanaan Pembangunan Infrastuktur • Pemilihan proyek infrastruktur yang akan didanai • Ketersediaan Studi Kelayakan atau feasibility studies • Analisis Kelayakan Ekonomi terhadap pembangunan proyek • Investment project costing • Monitoring pelaksanaan proyek 87

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN PEMETAAN AWAL : DAERAH YANG BERPOTENSI UNTUK MENERBITKAN OBLIGASI DAERAH INITIAL ASSESSMENT RESULT Public Access to Fiscal Information

Indikator Penilaian (Assessment ):

Budget Performance

Budget Process & Governance

• Transparansi dan kualitas laporan keuangan;

60,0% 50,0% 40,0%

27,0% 27,0%

24,0%

27,0%

• Kinerja anggaran;

16,8%

• Proses anggaran pemerintahan;

dan

• Perencanaan infrastruktur manajemen proyek

dan

30,0% 20,0%

19,0%

14,0% 16,8%

12,8%

14,9%

10,0%

10,0%

7,9%

10,0%

10,0% 0,0%

8,0%

8,0% 7,0%

8,0%

• Analisis dilakukan dengan menggunakan sampel dari 5 provinsi dan 1 kota yang mewakili Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. • Penilaian dilakukan dengan menggunakan beberapa indikator untuk menilai daerah yang berpotensi menerbitkan obligasi daerah dan hasilnya berupa skala 1 – 3, (1 = terendah, 3 = terbaik) dengan indikator mengacu pada PEFA Sumber: Prospera

88

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2018

89

Related Documents


More Documents from "Kristina Dyah Lestari"