BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pentinganya pemerintah Indonesia untuk lebih memperhatikan potensipotensi yang ada dalam Usaha Mikro, Kecil dan Menengah karena mempunyai peranan yang cukup penting untuk membangun perekonomian Indonesia. Perhatian pemerintah bisa saja dimulai dengan melakukan pembekalan dan pelatihan khusus kepada para pelaku ekonomi khususnya para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah. Salah satu UMKM yang berada di Kabupaten Lebak, Kota Rangkasbitung yaitu Sate Bandeng Bagas yang bergerak dibidang makanan. Makanan tersebut adalah Sate Bandeng yang diolah dari Ikan Bandeng segar dengan cara dipisahkan dari dagingnya dan dimasak dengan cara dibakar. Sate Bandeng Bagas ini telah mengalami perkembangan sejak usaha ini didirikan, hal tersebut terjadi karena seiringnya berjalan waktu UMKM ini telah banyak menerima permintaan pesanan dari konsumen. Dimana tingkat konsumen dalam bidang makanan tidak berhenti, karena selain makanan yang merupakan sebuah kebutuhan pokok manusia, Sate Bandeng juga merupakan makanan khas yang terdapat di Provinsi Banten, sehingga banyak wisatawan yang datang ke daerah Rangkasbitung, selalu mencari makanan oleh-oleh dari tempat kunjungan wisata tersebut. Beruntungnya Provinsi Banten mempunyai makanan khas ini, sehingga siapapun yang datang ke daerah Rangkasbitung dapat dengan mudah mencari Makanan Khas ini. Dengan melihat hal-hal potensial ini, sekaligus ditambah dengan kemudahannya untuk mencari tempat lokasi UMKM Sate Bandeng Bagas yang dapat dengan mudah dicari melalui Google Maps, memiliki prospek yang sangat bagus kedepannya. Akan tetapi, hal ini kurang dapat dimaksimalkan secara baik oleh UMKM Sate Bandeng Bagas dikarenakan kurangnya pengetahuan secara ilmu dalam bidang ekonomi. Hal ini tentunya
1
2
harus menjadi perhatian khusus pemilik usaha untuk dapat mengembangkan usahanya yang telah berjalan. Salah satu hal yang harus dilakukan adalah untuk melakukan perencanaan anggaran yang baik agar dapat menghasilkan keuntungan yang setidaknya sudah diinginkan oleh pemilik usaha, dan juga membuat usaha dapat berjalan secara efektif dan efisien untuk dapat mengontrol kegiatan usaha selama satu periode. Akan tetapi, pemilik usaha belum dapat mempraktikan hal tersebut sehingga membuat pengendalian internal perusahaan menjadi kurang baik. Untuk mencapai hasil produksi yang maksimal, industri kecil pun seolah dituntut
untuk
terus
dapat
meningkatkan
efektifitas
dan
efisiensi
operasionalnya, hasil dari produksi ini kemudian akan menjadi langkah selanjutnya bagi suatu perusahaan untuk dapat menentukan laba. Selain itu juga, hasil produksi dapat memenuhi kebutuhan bagi konsumen, khususnya untuk masyarakat yang gemar dengan makanan khas dari daerah tertentu atau bahkan masyarakat yang gemar memakan olahan jenis ikan tertentu. Kegiatan bisnis tidak lah jauh dan mengarah pada tingkat penerimaan keuntungan atau laba yang dapat digunakan sebagai sumber dana dari kegiatan bisnis atau kelangsungan hidup untuk memenuhi kebutuhan usaha tersebut. Tentu akan adanya pencapaian target yang diinginkan, ketika laba yang didapatkan juga sesuai dan mencapai target awal. Sebaliknya, jika pencapaian target laba tidak sesuai dengan keinginan, maka usaha tersebut akan mengalami kerugian. Salah satu analisa yang dipakai untuk perencanaan anggaran dan peningkatan laba yang diharapkan, serta dapat menetapkan harga jual suatu produk yaitu analisis break event point (BEP). Dengan melakukan analisa ini maka akan diketahui posisi dimana perusahaan mengalami titik impas sehingga akan menjadi indikator bagi pelaku usaha untuk membuat perencanaan anggaran dan menentukan laba yang diharapkan sehinga dapat meningkatkan kinerja keuangan usahanya, dalam analisa break event point yang menjadi perhatian utama adalah biayabiaya yang dikeluarkan untuk kegiatan bisnisnya. Sehingga analisa titik impas
3
ini dapat digunakan untuk membuat perencanaan anggaran dan penentuan laba yang diharapkan. Break Event Point juga dapat menganalisa pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usahanya, pendapatan ini cukup atau tidak untuk membiayai pengeluaran dalam suatu periode. Dengan membuat perencanaan sekaligus menentukan tingkat laba yang diharapkan perusahaan akan memiliki tujuan selanjutnya untuk dicapai, hal tersebut juga akan memicu pemilik usaha sekaligus karyawannya untuk bekerja lebih, agar tujuan yang ingin dicapai tersebut dapat terlaksana dengan baik. Berdasarkan uraian di atas dan bersamaan dengan kegiatan program mitra pendampingan tempat usaha maka dalam penulisan laporannya berjudul “Pendampingan Analisis Break Event Point Sebagai Alat Untuk Perencanaan Laba Pada Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) Sate Bandeng Bagas”
1.2 Materi KKU-KAM 1.2.1 Pengertian Break Event Point Menurut Drs. Jumingan (2014:183) mengatakan bahwa Break Even Point (BEP) diperlukan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi, dan biaya lainnya baik yang bersifat tetap maupun variable, juga mengenai keuntungan dan kerugian yang didapatkan, analisis BEP ini hanya diperlukan bagi perusahaan yang dalam menyelenggarakan operasinya harus menanggung beban tetap, yaitu berupa biaya tetap di samping adanya biaya variable yang harus ditutup dari hasil penjualan Sedangkan Muhammad Yusuf, Nengah Sudjana, dan Devi Farah (2016:32) menjelaskan bahwa Break Event Point merupakan suatu kondisi yang menunjukan di mana perusahaan tidak mengalami laba maupun juga tidak menderita kerugian. Titik impas digunakan untuk menentukan tingkat penjualan dan bauran produk yang diperlukan hanya untuk menutup semua biaya yang terjadi selama periode tersebut.
4
Besarnya biaya dan pendapatan adalah sama dengan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi itu dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Sedangkan menurut Mulyadi (2006:260) dalam Rinda Chrstina dan Rini Aprilia (2013:2) mengatakan bahwa asumsi-asumsi Break Even Point (BEP) meliputi variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang diramalkan, harga jual produk dianggap tidak berubahubah pada berbagai tingkat kegiatan, kapasitas produksi pabrik dianggap secara relatif konstan, harga faktor-faktor produksi dianggap tidak berubah, efisiensi produksi dianggap tidak berubah, perubahan jumlah persediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan, komposisi produk yang dijual dianggap tidak berubah, volume merupakan faktor satusatunya yang mempengaruhi biaya.
1.2.2 Manfaat Analisis Break Event Point Menurut Muhammad Yusuf Adrianto, et. al (2016:33), bahwa analisa Break Event Point sangat bermanfaat untuk merencanakan laba perusahaan. Mengetahui besarnya BEP maka dapat menentukan berapa jumlah minimal produk yang harus di jual (budget sales) dan harga jualnya (sales price) untuk menginginkan laba tertentu. Mengetahui budget sales maka dapat mengetahui besarnya margin of safety yang harus dipertahankan oleh perusahaan. Margin of safety (MoS) merupakan presentase batas penurunan penjualan sampai dengan keadaan BEP dan juga sebagai kontrol aktivitas perusahaan dengan melakukan perencanaan agar aktivitas perusahaan memiliki landasan fokus
sehingga
perilaku
menyimpang
oleh
perusahaan
dapat
diminimalkan. Margin of safety ini juga merupakan batas resiko penurunan penjualan hingga perusahaan tidak memperoleh keuntungan dan tidak tidak menderita kerugian. Sedangkan menurut Muhammad Yusuf et. al (2016:32) bahwa manfaat analisa BEP sangat berguna dalam aktivitas perusahaan untuk
5
menjalankan
produktivitas
dalam
pengambilan
kebijakan
yang
berdampak langsung bagi keseimbangan perusahaan.
1.2.3 Metode Perhitungan Break Event Point Dalam Wahyudi (2010:35) Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam analisis break even perusahaan untuk suatu periode. Pendekatan-pendekatan tersebut adalah sebagai berikut, 1. Pendekatan Grafik Menggambarkan suatu titik impas dalam grafik dan perlu adanya gambar mengenai garis penjualan. Penjualan ini merupakan hasil perkalian antara volume produksi/penjualan yang dihitung dalam unit dengan harga jual per unit. 2. Pendekatan Trial and Error Menurut (Riyanto, 2001) dalam Wahyudi (2010:36) Perhitungan dalam analisa Break Even Point juga dapat dilakukan dengan percobaan dengan cara menghitung keuntungan operasi dari suatu volume produksi/penjualan tertentu. Apabila perhitungan tersebut menghasilkan keuntungan, maka diambil volume penjualan/produksi yang lebih rendah dan apabila dengan mengambil suatu volume penjualan tertentu, perusahaan menderita kerugian maka mengambil volume penjualan/produksi yang lebih rendah. 3. Pendekatan Matematik Menurut Riyanto (2001) dalam Wahyudi (2010:36-37) rumus dasar perhitungan BEP adalah: PQ
= FC + V.Q
P.Q.V.Q = FC Q (P-V) = FC Q
= FC / P - V pada break even Q
Perhitungan BEP dapat mnggunakan rumus matematik yang dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
6
a. Atas dasar Unit Perhitungan break even point atas dasar unit dalam Wahyudi (2010:36-37) dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: BEP (Q)
= FC / P – VC, dimana
BEP (Q)
: Jumlah unit/kuantitas produk yang dihasilkan dan
dijual FC
: Biaya tetap
P
: Harga jual produk yang dihasilkan per unit
VC
: Biaya variabel per unit
P – VC
: Margin Kontribusi unit
b. Atas Dasar Penjualan Produk dalam Rupiah Perhitungan BEP atas dasar penjualan dapat dirumuskan sebagai berikut: BEP (Qi)
= FC / (1 – VC/S), dimana:
BEP (Qi)
: Nilai penjualan produk pengolahan tebu dalam
Rupiah VC
: Biaya variabel
FC
: Biaya tetap
S
: Penerimaan total
1- VC/S
: Margin Kontribusi Rasio
Apabila produk perusahaan lebih dari 1 atau multiproduk dan biayanya
terpisah,
maka
analisisnya
merupakan
analisis
multiproduk. Sehingga margin kontribusi yang digunakan adalah contribution margin rata-rata. BEP (Q) = FC / CM rata-rata per unit Atau BEP (Qi) = FC / CM ratio rata-rata, dimana FC
: Biaya tetap
CM
: Contribution margin.
7
1.3 Tujuan dan Manfaat KKU-KAM 1.3.1 Tujuan KKU-KAM Beberapa tujuan umum dari penulisan dan kegiatan KKU-KAM Pendampingan usaha yaitu sebagai berikut: 1. Menjadikan kegiatan ini sebagai sarana untuk mengabdikan diri kepada masyarakat sesuai dengan tri dharma perguruan tinggi 2. Memenuhi tugas yang disyaratkan dalam mendapat gelar sarjana 3. Mengimplementasikan
ilmu
yang
didapatkan
selama
berjalannya perkuliahan 4. Membantu UMKM agar lebih berkembang Adapun tujuan khusus penulis dalam melakukan kegiatan ini yaitu sebagai beikut: 1. Membantu mitra dalam melakukan analisa yang baik dalam melakukan perhitungan Break Event Point 2. Membantu mitra untuk melakukan analisa terkait perencanaan anggaran untuk menentukan laba atau keuntungan usaha yang diharapkan dari kegiatan usaha.
1.3.2 Manfaat KKU-KAM Adapun manfaat yang didapatkan dalam melakukan kegiatan ini adalah sebagai berikut 1.
Penulis mendapatkan pembelajaran dan pengalaman yang berharga yang dihasilkan dari kegiatan praktik ini
2.
Penulis mendapatkan wawasan tambahan mengenai analisa keuangan
3.
Penulis dapat mengidentifikasi masalah yang ada dan dapat memberikan solusi atas permasalahan tersebut. Adapun manfaat lain yang bisa didapatkan oleh mitra
pendampingan adalah sebagai berikut:
8
1.
Mitra pendampingan mendapatkan pendampingan dalam melakukan analisa keuangan dengan lebih baik khususnya dalam melakukan perhitungan BEP.
2.
Mitra pendampingan mampu membuat perencanaan dan menghitung laba maksimal yang diharapkan dari kegiatan usaha yang dilakukan.
3.
Mitra Pendampingan mengetahui berapa titik impas yang didapatkan juga penurunan penjualan minimal agar mitra usaha tidak mengalami kerugian.
1.4 Rencana Kegiatan dan Pelaksanaan KKU-KAM
Tabel 1.1 Rencana Kegiataan KKU-KAM No Tanggal 1. 12 Agustus 2018 2. 27 Agustus – 2 September 2018 3. 9 – 16 September 2018 7. 22 September – 7 Oktober 2018 8. 14 – 21 Okt. 2018
Rencana Kegiatan Meminta izin untuk melakukan pendampingan Meminta data-data terkait bahan baku yang dipakai, sekaligus memberikan pemahaman tentang klasifikasi biaya Membantu mitra pendampingan untuk melakukan perhitungan BEP
9.
Mengakhiri proses pendampingan dengan Dokum mengucapkan terimakasih dan meminta entasi maaf atas kekurangan – kekurangan
NovemberDesember 2018
Bukti Dokum entasi Dokum entasi Dokum entasi
Membantu mitra pendampingan untuk Dokum menghitung margin of safety entasi Menghitung laba maksimal yang di dapatkan oleh mitra pendampingan.
Dokum entasi
9
Tabel 1.2 Waktu pelaksanaan KKU-KAM Keteraangan Rencana Kegiatan Proses Kegiatan Proses Penyusunan Ujian KKU – KAM
Juli ‘18
Agust Sept ‘18 ‘18
OktDes ‘18
JanFeb ‘19
Maret ‘19
BAB II GAMBARAN UMUM MITRA PENDAMPINGAN
2.1 Deskripsi Mitra Pendampingan 2.1.1 Biodata Mitra Pendampingan Profil Usaha Pemilik
: Madsuni
Alamat
: Kp. Kebon Cau, Jl. Jenderal Sudirman Km. 2 RT.02/RW.11, Cijoro Pasir, Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten 43216
Nama Perusahaan
: Saten Bandeng Bagas
Bentuk Usaha
: Home Industri
Bidang Usaha
: Produk Makanan (Sate Bandeng)
2.1.2 Sejarah Mitra Pendampingan UMKM Sate Bandeng Bagas yang berdiri pada tahun 2011 ini berfokus pada adalah pembuatan sate bandeng yang merupakan merupakan makanan khas Banten yang terbuat dari bandeng segar. UMKM ini berlokasi di Kp. Kebon Cau, Jl. Jenderal Sudirman Km. 2 RT/02/RW.11, Cijoro Pasir, Rangkasbitung, Kabupaten Lebak. Alasan mengapa pemilik usaha untuk membangun usaha ini diantara lain adalah persaingan dengan produk yang sama khususnya di Lebak belum banyak, maka pemilik memutuskan membangun usaha sate bandeng ini dengan
modal
Rp.
15.000.000,-
yang
merupakan
hasil
dari
pesangon/jamsostek pemilik dari perusahaan sebelumya selama beliau bekerja. Selama mendirikan usaha sate bandeng ini sejak 2011, pemilik usaha merintis dari nol dari memproduksi bahan baku dengan manual tanpa teknologi mesin. Sampai pada tahun 2013 usaha ini berkembang dengan signifikan ketika UMKM bergabung dengan Dinas Perindustrian
10
11
dan Perdagangan, dan Dinas Perikanan. Banyak masyarakat yang kemudian berminat untuk mengkonsumsi sate bandeng ini, khususnya masyarakat luar Banten yang ingin membawa buah tangan setelah berkunjung ke Rangkasbitung. Tingkat produksi bahan baku (bandeng segar) yang digunakan Sate Bandeng Bagas dapat mencapai 300 – 375 kg bandeng segar perminggu. Sehingga akhirnya diberikannya modal berupa mesin/peralatan, dan pelatihan-pelatihan dari pelatihan laporan keuangan, pelatihan kemasan, pelatihan keterampilan, ilmu dagang online, perkenalan bank, ilmu akuntansi SAK EMKM, IT dan Bimtek, dll oleh pemerintah. Sehingga pengalaman, ilmu, dan wawasan yang didapatkan dari bimbingan/pelatihan tersebut pemilik mempunyai inovasi dan lebih kreatif dalam memperjualkan produknya. Oleh karena itu selama proses pada tahun 2013 sampai dengan sekarang usaha ini memiliki pemasok dan pelanggan tetap.
2.1.3 Aset Usaha Aset yang merupakan kekayaan yang dimiliki dan dikuasai serta digunakan oleh suatu entitas ekonomi untuk menjalankan kegiatan usahanya, berikut rincian asset yang terdapat pada UMKM Sate Bandeng yang dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Aset UMKM Sate Bandeng BAGAS Peralatan
Unit
@
HP
Frezer
2
Rp 10.500.000
Rp 21.000.000
Kipas angin
1
Rp
230.000
Rp
230.000
Parut kelapa
1
Rp
4.000.000
Rp
4.000.000
Gilingan daging
2
Rp
3.000.000
Rp
6.000.000
12
Lemari pendingin
1
Rp
1.700.000
Rp
1.700.000
Genset
1
Rp
4.000.000
Rp
4.000.000
Vacum
1
Rp 30.000.000
Rp 30.000.000
Mesin adonan
1
Rp
7.000.000
Rp
7.000.000
Toples
3
Rp
15.000
Rp
45.000
Saringan santen
2
Rp
10.000
Rp
20.000
Kipas angin
1
Rp
230.000
Rp
230.000
Kompor
2
Rp
500.000
Rp
1.000.000
Pisau dapur
5
Rp
10.000
Rp
50.000
Kuali
3
Rp
50.000
Rp
150.000
Panci
4
Rp
250.000
Rp
1.000.000
Sinduk
2
Rp
10.000
Rp
20.000
Kelaci
2
Rp
15.000
Rp
30.000
Solet
5
Rp
5.000
Rp
25.000
Rak sate bandeng
2
Rp
50.000
Rp
100.000
Golok
2
Rp
35.000
Rp
70.000
Sealer
1
Rp
700.000
Rp
700.000
Baskom besar
7
Rp
30.000
Rp
210.000
Baskom kecil
5
Rp
20.000
Rp
100.000
Showcase
1
Rp
2.800.000
Rp
2.800.000
Blender
1
Rp
500.000
Rp
500.000
Cutter
4
Rp
15.000
Rp
60.000
Steples
2
Rp
15.000
Rp
30.000
Total
Rp 81.070.000
2.2 Struktur Organisasi Usaha Pemilik
: Pak Soni
Pemilik 2
: Ibu Puput
Karyawan
: Ibu Yat
BAB III PROSES PENDAMPINGAN
3.1 Identifikasi Masalah Dalam kegiatan KKU-KAM Program mitra pendampingan usaha di UMKM Sate Bandeng, penulis bermaksud untuuk memberikan solusi untuk masalah yang dihadapi dari UMKM tersebu, adapun masalah-masalah berikut yang teridentifikasi, 1. Pemilik UMKM Sate Bandeng Bagas tidak dapat menganalisa kondisi titik impas, kondisi dimana perusahaan tidak untung maupun rugi sehingga perusahaan tidak merencanakan kegiatan operasi secara terstruktur. 2. Pemilik UMKM Sate Bandeng Bagas tidak mengetahui berapa besar batas penurunan penjualan sehingga berada di keadaan titik impas. 3. Pemilik UMKM Sate Bandeng Bagas tidak melakukan perencanaan laba dari kegiatan usaha yang dilakukan sehingga tidak dapat menghitung keuntungan yang di dapat secara maksimal.
3.2 Cara Penyelesaian Masalah Berdasarkan permasalahan yang dialami oleh mitra pendampingan UMKM sate bandeng Bagas, maka penulis mencoba untuk memberikan bantuan untuk menyelesaikan masalah, sehingga pemilik usaha dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada. Berikut solusi alternatif yang dapat menjadi pertimbangan untuk mitra pendampingan untuk dapat dilakukan dan dipraktikan dalam kegiatan usahanya atau tidak, penulis memberikan beberapa solusi tersebut untuk UMKM sate bandeng Bagas sebagai berikut. 1. Melakukan pendampingan untuk memberikan pengetahuan mengenai materi terkait akuntansi manajemen yaitu dengan cara membantu menganalisa perhitungan titik impas atau BEP.
13
14
2. Melakukan pendampingan analisa terhadap batas penurunan penjualan sehingga mencapai di keadaan titik impas dengan cara menghitung margin of safety 3. Melakukan pendampingan analisa untuk perencanaan laba sehingga mendapatkan laba maksimal dari kegiatan usahanya.
3.2.1 Analisa Break Event Point Carter dan Usry (2006:272) dalam Chrstine (2013:1252) menyatakan bahwa: Analisis titik impas digunakan untuk menentukan tingkat penjualan dan bauran produk yang diperlukan hanya untuk menutup semua biaya yang terjadi selama periode tertentu. Analisa ini juga dapat digunakan untuk perusahaan sebagai alat untuk menentukan titik dimana penjualan dapat menutup biaya-biaya yang dikeluarkan sebagaia acuan untuk perusahaan tidak menderita kerugian dan dasar pengambilan keputusan jumlah penjualan minimal yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Analisa ini juga dapat digunakan untuk menentukan volume penjualan dan bauran produk untuk mencapai tingkat laba yang ditargetkan. Menurut Martono dan Harjito (2004:270) dalam Jalaludin, et. al (2014:4) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan break even point, yaitu: 1. Adanya perubahan harga jual 2. Adanya perubahan biaya tetap dan biaya variabel 3. Adanya perubahan komposisi penjualan (sales mix) Charisa Candraningtyas, et. al (2018:57) mengatakan bahwa dalam analisa BEP terdapat dua macam klasifikasi biaya, diantaranya: a. Biaya Tetap, yang merupakan biaya yang secara total tidak dapat berubah secara aktivitas meningkat dan menurun. b. Biaya Variable, yang merupakan klasifikasi biaya yang secara total dapat meningkat dan menurun secara proposional atas kegiatan usaha.
15
Menurut
Halim
dan
Supomo
(2005:58)
dalam
Christine
(2013:1252-1253) bahwa jika dapat dilihat lebih dalam lagi mengenai pengertian, perhitungan, dan konsep biaya yang mendasari analisis ini, asumsi-asumsi yang dapat ditampilkan adalah 1. Harga jual per unit tidak berubah-ubah dalam berbagai volume penjualan. 2. Perusahaan berproduksi pada jarak kapasitas yang relatif konstan. 3. Biaya dapat dipisahkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel, dimana biaya tetap tidak berubah dalam jarak kapasitas tertentu sedangkan biaya variabel berubah secara proporsional dengan perubahan volume kegiatan perusahaan. 4. Jumlah perubahan persediaan awal maupun persediaan akhir tidak berarti. 5. Jika perusahaan menjual lebih dari 1 macam produk, komposisi produk yang dijual dianggap tidak berubah. Dalam hal ini, untuk menghitung BEP atau titik impas penulis mencoba untuk menghitung dengan pendekatan matematis menurut Riyanto (2001) dalam Wahyudi (2010:36-37) dengan rumus sebagai berikut, a. Atas dasar Unit Perhitungan break even point atas dasar unit dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: BEP (Q) =
FC P−VC
, dimana
BEP (Q) : Jumlah unit/kuantitas produk yang dihasilkan dan dijual FC
: Biaya tetap
P
: Harga jual produk yang dihasilkan per unit
VC
: Biaya variabel per unit
P – VC : Margin Kontribusi unit b. Atas Dasar Penjualan Produk dalam Rupiah
16
Perhitungan BEP atas dasar penjualan produk dalam Rupiah menurut Wahyudi (2010:36-37) dalam bentuk matematis juga dapat dirumuskan sebagai berikut: BEP (Qi)
=
FC 1-
VC , dimana: S
BEP (Qi) : Nilai penjualan produk pengolahan tebu dalam Rupiah VC
: Biaya variabel
FC
: Biaya tetap
S
: Penerimaan total
1-
VC S
: Margin Kontribusi Rasio
3.2.2 Analisa Margin Of Safety (MoS) Margin Of Safety yang merupakan persentase batas penurunan penjualan sampai dengan keadaan titik impas, ini juga dapat dikatakan sebagai kontrol aktivitas perusahaan dengan melakukan perencanaan agar kegiatan usaha memiliki tujuan yang fokus dan tidak menyimpang dari tujuan utama kegiatan usaha. (Muhammad Yusuf, et. al, 2016:33) Perhitungan ini juga dapat memberikan manajemen indikasi resiko atas penentuan seberapa dekat tingkat bahaya perubahan yang beroperasi. Menurut Muhammad Yusuf, et. al, (2016:32) “Semakin rendah MoS, semakin manajemen harus berhati-hati mangamati penjualan dan mengontrol biaya sehingga tidak akan menghasilkan kerugian bersih. Margin of safety yang rendah, manajer kurang menyukai dalam mengambil keuntungan dari kesempatan tersebut, bila dianalisis atau diramalkan secara salah dapat membawa perusahaan ke dalam posisi kerugian” Menurut Christine (2013:1259-1260) bahwa Margin of safety menunjukkan berapa banyak penjualan yang boleh turun dari jumlah penjualan tertentu dimana perusahaan belum menderita rugi atau dalam
17
keadaan break even. Dengan demikian margin of safety juga menggambarkan batas jarak, dimana kalau berkurangnya penjualan melampaui batas jarak tersebut perusahaan akan menderita kerugian. Margin of Safety (MOS) menurut Santi Pertiwi (2016:165) total Margin Of Safety dapat dihitung sebagai berikut: anggaran penjualan-BEP anggaran penjualan
MoS
=
MoS Rp
= MoS x anggaran penjualan
x 100%
3.2.3 Analisa Perencanaan Laba Christine
(2013:1253)
mengatakan
bahwa
perencanaan
laba
mempunyai manfaat bagi perusahaan yaitu sebagai berikut: a. Memberikan
pendekatan
yang
terarah
dalam
pemecahan
permasalahan b. Memaksa pihak manajemen untuk secara dini mengadakan penelaahan terhadap masalah yang dihadapi dan menanamkan kebiasaan pada organisasi untuk mengadakan telaah yang seksama sebelum mengambil suatu keputusan. c. Merangsang peran serta dan mengkoordinasi rencana operasi berbagai segmen dari keseluruhan organisasi manajemen sehingga keputusan akhir dan rencana saling berkaitan. Menurut Joy Toar (2016:378) Perencanaan laba berisikan langkahlangkah yang akan ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai besarnya target laba yang diinginkan. Laba merupakan tujuan utama dari perusahaan karena laba memiliki selisih antara pendapatan yang diterima (dari hasil penjualan) dengan biaya yang dikeluarkan, maka perencanaan laba dipengaruhi oleh perencanaan penjualan. Menurut Munawir (2010: 184) dalam Joy Toar (2016:378-379) bahwa Biaya menentukan harga jual untuk mencapai tingkat laba yang dikehendaki, harga jual mempengaruhi volume penjualan, sedangkan volume penjualan mempengaruhi volume produksi.
18
Margin Kontribusi Per Unit Menurut Marry Beatrix (2013:815) Margin Kontibusi per unit merupakan selisih antara harga jual dan biaya variabel. Margin kontibusi dapat digunakan untuk menutup biaya tetap, dan bila masih tersisa maka sisanya merupakan laba.
Rasio Margin Kontribusi Menurut Marry Beatrix (2013:816) Contirbution margin atau Margin kontribusi adalah penghasilan penjualan dikurangi dengan biaya variabel. Jika jumlah contribution margin tersebut lebih besar dari jumlah biaya tetap maka perusahaan akan memperoleh laba dan sebaliknya perusahaan akan mengalami kerugian jika contribution margin yang diperoleh lebih kecil dari biaya tetap atau perusahaan akan mengalami break even jika contribution margin sama dengan biaya tetap. Untuk mengetahui Contributin Margin Ratio yaitu: Contributin Margin Ratio = 1 Sedangkan
menurut
Biaya Variabel Penjualan
Simora
(1999:163)
dalam
Christine
(2016:1256) untuk rumus Margin kontribusi adalah sebagai berikut, Margin Kontribusi = Penjualan – Biaya Variabel
Dan untuk mengetahui Margin Kontribusi sebagai perubahan setiap rupiah penjualan, Rasio CM =
Margin Kontribusi Penjualan
19
Perhitungan Perencanaan Laba Dalam Joy Toar (2016:380) bahwa untuk menghitung perencanaan laba dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut, Penjualan =
biaya tetap + keuntungan 1-
biaya varaibel penjualan
BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KEBERLANJUTAN
4.1 Hasil Yang Dicapai Selama Pendampingan Setelah melakukan pendampingan dan observasi di mitra pendampingan tersebut, penulis dapat melihat beberapa permasalahan yang terkait dengan kontrol akan penggunaan pembiayaan, hal ini dikarenakan pemilik usaha dalam menjalankan usahanya hanya menggunakan perkiraan berdasarkan perasaan dan tidak secara teori akuntansi. Hal ini membuat setiap penggunaan dana dalam satu produksi tidak dilakukan taksiran dengan baik, sehingga penggunaan dana berlebih kemungkinan akan terjadi pada periode tertentu. Termasuk dalam hal nya menghitung keadaan titik impas yang ternyata belum diketahui oleh pemilik usaha sebelumnya. Maka dari itu, dalam pendampingan ini hal pertama yang penulis lakukan adalah membantu pemilik usaha untuk memahami terlebih dahulu mengenai materi titik impas atau break event point yang dapat pemilik usaha gunakan untuk perencanaan biaya ke depan. Karena dalam BEP akan membahas bagaimana kondisi di dalam usaha mencapai titik impas yaitu persahaan tidak mengalami keuntungan maupun rugi. Hal ini juga dapat dilakukan pemilik usaha untuk melakukan prencanaan laba dan anggaran biaya dengan lebih terstruktur. Ini juga dapat membantu pemilik usaha untuk membuat perencanaan kegiatan usaha selanjutnya yang sesuai dengan kondisi dan keadaan keuangan perusahaan. Selanjutnya sesuai dengan judul KKUKAM, penulis fokus untuk mencoba membantu pemilik usaha menghitung titik impas dan batas penurunan penjualan dari kegiatan usaha sehingga UMKM berada pada titik impas atau dikatakan tidak untung maupun tidak rugi, sehingga dengan diketahui titik impas, pemilik usaha dapat mengetahui seberapa besar laba maksimal yang di dapatkan dari setiap penjualannya. Setelah hal pertama dilakukan, kemudian penulis mencoba membantu mitra pendampingan untuk mengetahui proses penghitungan BEP, Margin Of
20
21
Safety hingga maksimalisasi perencanaan laba yang akan mitra pendampingan dapatkan. Berikut merupakan tahapan atau upaya pendampingan yang dapat penulis lakukan untuk membantu mitra pendampingan 1. Pertama penulis mencoba menjelaskan untuk memberi pemahaman klasifikasi biaya seperti apa saja yang digunakan untuk menghitung titik impas, biaya-biaya ini meliputi biaya produksi yang digunakan untuk kegiatan usaha, seperti biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, BOP variable dan BOP tetap. 2. Setelah itu penulis mencoba untuk membantu pemilik usaha untuk menghitung titik impas dengan metode matematis dengan perhitungan berdasarkan unit dan rupiah. 3. Kemudian, tahap selanjutnya adalah penulis mencoba membantu mitra pendampingan untuk menghitung batas penurunan penjualan sehingga berada di posisi titik impas, perhitungan ini bertujuan agar pemilik usaha mengetahui seberapa besar unit yang harus diproduksi setiap bulannya agar mitra tidak mengalami kerugian dalam kegiatan usahanya. Perhitungan ini menggunakan perhitungan margin of safety dalam unit dan rupiah. 4. Setelah tahap diketahuinya titik impas dan batas penurunan penjualan produk, penulis mendampingi mitra usaha untuk menghitung laba maksimal yang didapatkan dari setiap produksi yang dijualnya dan membantu menghitung perencanaan laba maksimal yang akan didapatkan.
4.1.1 Perhitungan Break Event Point Dengan
diketahuinya
permasalahan
yang
ada
di
mitra
pendampingan, pada tahpan pertama penulis mencoba untuk membantu analisa BEP dengan perhitungan menggunakan metode matematis, berdasarkan laporan laba rugi pada periode bulan Agustus, maka penulis akan melakukan analisa BEP dengan satuan Rupiah (Rp) dan satuan unit (Q). Namun sebelumnya, penulis mencoba untuk mengarahkan mitra pendampingan untuk dapat mengklasifikasikan
22
biaya agar perhitungan BEP dapat dilakukan dengan mudah. Adapun biaya-biaya yang dikeluarkan oleh mitra pendampingan dapat terlihat pada gambar di bawah ini.
Karena masih terlihat tidak sesuai dengan klasifikasi biaya maka, penulis mencoba untuk membantu mitra pendampingan untuk memisahkan pembiayaan tersebut ke dalam klasifikasi biaya yang telah ditentukan untuk mempermudah perhitungan titik impas.
23
Tabel 4.1. Klasifikasi Biaya Biaya Produksi Biaya bahan baku
64.087.500
Biaya tenaga kerja
1.500.000
BOP variabel : Biaya air
100.000
Biaya listrik
400.000
Gas
750.000
Biaya Pemasaran
775.000
Total BOP tetap variable
2.025.000
BOP tetap : Penyusutan peralatan
1.095.595
Total BOP tetap
1.095.595
Total Biaya Produksi
68.708.095
Kemudian setelah diketahui klasifikasi biaya tersebut, sekaligus mencoba membuat pemilik mitra memahami pengklasifikasian biaya, dari mulai perbedaan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, sampai dengan biaya overhead, tahap selanjutnya adalah penulis mendampingi
24
mitra usaha untuk langsung menghitung titik impas dengan metode matematis dengan dua dasar perhitungan, yaitu per unit dan rupiah. Sebelum itu kita perlu membuat laporan laba rugi terlebih dahulu setelah megetahui klasifikasi biaya di atas. Tabel 4.2 Laporan Laba Rugi Sate Bandeng Bagas Per Agustus 2018 (dalam Rp) Penjualan
13.000,- @ 8.060 unit
104,780,000.00
Biaya Produksi Biaya bahan baku
64,087,500.00
Biaya tenaga kerja
1,500,000.00
BOP variabel : Biaya air
100,000.00
Biaya listrik
400,000.00
Gas
750,000.00
Biaya Pemasaran
775,000.00
Total BOP tetap variable BOP tetap : Penyusutan peralatan
2,025,000.00
1,095,595.00
Total BOP tetap
1,095,595.00
Total Biaya Produksi
68,708,095.00
Laba Bersih
36,071,905.00
Dilihat dari laporan laba rugi, bahwa mitra pendampingan menjual sate bandeng dengan volume penjualan per bulan sebanyak 8.060 unit dengan harga satuan sebesar Rp 13.000,- maka, besar volume penjualan bulan agustus dalam rupiah sebesar Rp 104.780.000,Maka, akan kita bandingkan nilai analisa BEP dari kedua metode ini dengan perhitungan BEP metode matematis, sebagai berikut. Perhitungan Atas dasar Unit Perhitungan break even point atas dasar unit dapat dilakukandengan menggunakan rumus sebagai berikut:
25
BEP (Q) =
FC P-VC
dimana,
BEP (Q)
: Jumlah unit/kuantitas produk yang dihasilkan dan dijual
FC
: Biaya tetap
P
: Harga jual produk yang dihasilkan per unit
VC
: Biaya variabel per unit
P – VC
: Margin Kontribusi unit Tabel 4.3
Perhitungan BEP (Q) dengan harga jual Rp 13.000,Nama Barang
Sate Bandeng
AGUSTUS FC
P
VC
BEP
1095595
13000
251.241
85,937382
12748,75931
86 unit
Dengan perhitungan yang telah dilakukan bahwa diketahui BEP (Q) jika harga jual yang dipatok perusahaan sebesar Rp 13.000,- dan biaya tetap yang digunakan sebesar Rp 1.095.595,- dengan biaya variable per unit nya adalah Rp 251,241,- dari 8.060 unit, maka posisi titik impas nya berada pada kondisi 86 unit mitra pendampingan harus memproduksi
sate
bandeng,
ini
artinya
setiap
bulan
mitra
26
pendampingan mengalami keadaan tidak untung maupun tidak rugi jika memproduksi sebanyak 86 tusuk sate bandeng. Perhitungan Atas Dasar Penjualan Produk dalam Rupiah Perhitungan BEP atas dasar penjualan dapat dirumuskan sebagai berikut:
FC
BEP (Qi)
=
BEP (Qi)
: Nilai penjualan produk pengolahan tebu dalam
1-
VC , dimana: S
Rupiah VC : Biaya variabel FC
: Biaya tetap
S
: Penerimaan total
1-
VC S
: Margin Kontribusi Rasio Tabel 4.4 Perhitungan BEP (Rp) dengan harga jual Rp 13.000,-
Bulan
Agust.
Rumus FC
1
VC
S
1.095.595
1
2.025.000
104.780.000
0,98
0,019326207
BEP Rp1.117.186
27
Dilihat dari perhitungan di atas jika harga jual sebesar adalah Rp 13.000,- maka untuk mencapai titik impas, mitra pendampingan harus menjual sekitar Rp 1.117.186,- ini dapat dihitung jika biaya tetap yang telah diketahui dibagi dengan biaya variabel per bulan dalam rupiah sebesar Rp 2.025.000,- yang telah dibagi dengan biaya penjualan per bulan. Di posisi ini lah mitra pendampingan berada pada kondisi tidak untung maupun tidak rugi.
4.1.2 Perhitungan Margin Of Safety Setelah
tahap
mengethaui
titik
impas,
penulis
kemudian
melanjutkan member pemahaman mengenai margin of safety yang dapat dikatakan bahwa perhitungan ini memberikan manajemen indikasi resiko atas penentuan seberapa dekat tingkat bahaya perubahan yang beroperasi. Margin of safety juga menggambarkan batas jarak, dimana jika berkurangnya penjualan melampaui batas jarak tersebut perusahaan akan menderita kerugian. Untuk menghitung penulis mencoba menerangkan kepada mitra pendampingan dengan menggunakan rumus Margin of Safety (MOS) menurut Santi Pertiwi (2016:165) yang dapat dihitung sebagai berikut: anggaran penjualan-BEP anggaran penjualan
MoS
=
MoS Rp
= MoS x anggaran penjualan
x 100%
28
Tabel 4.5 Perhitungan MoS (%) dengan harga jual Rp 13.000,Bulan
rumus Sales
Agustus
BEP
Margin Of Safety %
Rp104.780.000 Rp1.117.186
0.989337793
103662814
99%
Berdasarkan hasil perhitungan margin of safety ini memberikan informasi berapa maksimum volume penjualan yang direncanakan tersebut boleh turun, agar perusahaan tidak menderita rugi. Untuk produk yang dijual sate bandeng dengan harga jual dengan Rp 13.000,maksimum penurunan terjadi sebesar 99% dari penjualan. Yang artinya adalah penurunan penjualan dapat ditoleransi sebesar 99% agar perusahaan tidak mengalami kerugian, apabila penurunan penjualan lebih dari 99% maka mitra pendampingan dapat dikatakan berada dalam kondiri yang rugi. Sedangkan MoS rupiah untuk unit dengan harga jual Rp 13.000,dapat dihitung dengan, MoS Rp
= 99% x Rp104.780.000 = Rp 103.732.200,-
Dari perhitungan di atas sudah diketahui bahwa margin of safety memberikan informasi maksimum penurunan yang terjadi dari harga jual yang telah ditentukan oleh mitra pendampingan. Pada harga jual sebesar Rp 13.000,- per tusuk maka untuk batas penurunan volume penjualan dalam rupiah per bulan dapat terhitung sebesar Rp 103.732.200,- yang artinya jika melebihi dari batas ini mitra pendampingan akan berada dalam kondisi yang rugi.
4.1.3 Perencanaan Laba Kemudian tahap selanjutnya adalah penulis mencoba mendampingi pemilik usaha untuk menganalisa laba maksimal yang akan di dapatkan
29
oleh mitra pendampingan dari penjualan yang telah dilaksanakan. Sebelumnya, penulis mencoba member pemahaman mengenai Margin Kontribusi dan Rasio margin kontribusi untuk mengetahui laba yang diperoleh dari selisih antara volume penjualan dan biaya variabel, jika margin kontribusi dapat menutup biaya tetap maka sisanya adalah laba, sedangkan jika nilai rasio margin kontribusi lebih besar dari biaya tetap maka laba akan diperoleh.
Menurut Simora (1999:163) dalam Christine (2013:1256) untuk rumus Margin kontribusi adalah sebagai berikut, Margin Kontribusi = Penjualan – Biaya Variabel Untuk menghitung margin kontribusi pada bulan Agustus dengan harga jual per unit nya adalah Rp 13.000,- adalah sebagai berikut Margin Kontribusi = Rp 104.780.000 – Rp 2.025.000 = Rp 102.755.000,Dengan ini dapat diketahui bahwa sebesar Rp 102.755.00,- dapat menutupi biaya tetap sehingga sisanya dapat dikatakan bahwa mitra pendampingan mendapatkan laba. Dan dalam Christine (2013:1258) untuk rumus Rasio Margin Kontribusi adalah sebagai berikut,
30
Rasio CM =
Margin Kontribusi Penjualan
Rasio CM untuk unit dengan harga jual Rp 13.000,- adalah sebagai berikut Rasio CM = =
104.780.000-2.025.000 104.780.000 102.755.000 104.780.000
x 100%
= 0,98 atau 98% Dari perhitungan di atas dai volume penjualan dengan harga jual per unit nya adalah Rp 13.000,- untuk produk sate bandeng dari mitra pendampingan memiliki rasio yang sebesar 98%. Kemudian pada tahap selanjutnya setelah memberi sekilas pengetahuan mengenai margin kontribusi dan rasio margin kontribusi, penulis langsung memberikan pendampingan untuk perhitungan perencanaan laba. Dalam Joy Toar (2016:384) rumus yang dipakai untuk mengetahui laba maskimal yang diperoleh adalah sebagai berikut, Laba Maksimal Biaya Tetap + Keuntungan(Penjualan-BEP (Rp)) Biaya Variabel 1Penjualan
31
Untuk unit sate bandeng yang dipatok harga dengan perhitungan dari mitra pendampingan sebesar Rp 13.000,- laba maksimal yang bisa didapatkan sebesar, Laba Maks. =
1095595 +(104780000-1117186)
= =
2025000
1- 104780000 1095595+103662814 1-0,02
Rp 106.896.336,-
Jadi, laba yang diperoleh secara maksimal untuk produk sate bandeng pada bulan Agustus pada perhitungan di atas dimana, jika harga jual per unit Rp 13.000,- yaitu sebesar Rp 106.896.336,Selama bulan Agustus berlangsung kegiatan usaha dari mitra pendampingan sebenarnya sudah memiliki penjualan di atas titik impas, yang artinya sudah memperoleh keuntungan yang cukup besar. Namun akan lebih baik, jika keuntungan yang sudah besar ini dimanfaatkan dengan baik demi perbaikan dan perkembangan usahanya. Diketahui bahwa Mitra pendampingan telah merencanakan perolehan laba dengan cukup baik selama bulan Agustus dalam kegiatan penjualannya. Namun, jika keinginan mitra pendampingan untuk meningkatkan laba maksimal yang diperoleh pada periode berikutnya, mitra pendampingan kali ini mempunyai tolak ukur perhitungan yang dapat digunakan untuk perencanaan laba pada periode berikutnya. Sedangkan untuk menghitung target laba pada periode selanjutnya pemilik usaha juga dapat menghitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut. Menurut Fridayanti Silvana, et. al (2014:5) perusahaan harus menetapkan besarnya target laba atau tingkat keuntungan yang diinginkan terlebih dahulu. Target Laba Penjualan=
Biaya Tetap + Keuntungan yang diinginkan cm ratio
32
Jika pemilik usaha menginginkan keuntungan sebesar 50% pada berikutnya maka dapat dihitung, sebagai berikut. Penjualan= Px
Biaya Tetap + Keuntungan yang diinginkan cm ratio Rp 1.095.595 + 0,5Px = 0,98
0,98 Px
= Rp 1.095.595 + 0,5 Px
(0,98 – 0,5) Px
= Rp 1.095.595
Px
=
Px
= Rp 2. 282.489,6,-
Rp 1.095.595 0,48
Sehingga, jika pemilik mitra pendampingan ingin memaksimalkan laba sebesar 50% pada periode berikutnya, mitra pendampingan harus dapat menjual produk sebesar Rp 2. 282.489,6,- yang dapat dilihat sebenarnya mitra pendampingan sudah mampu untuk menjual produk sebesar nominal di atas.
4.2 Potensi Keberlanjutan Setelah melakukan proses pendampingan pada mitra pendampingan UMKM Sate Bandeng Bagas, maka penulis merasa adanya potensi keberlanjutan dari pendapingan yang telah dilakukan, untuk mendukung hal tersebut maka penulis melakukan beberapa langkah untuk mendukung hal ini, 1. Melakukan kunjungan pada UMKM Sate Bandeng untuk melakukan setidaknya kontroling atas kegiatan operasi usaha setelah pendampingan, paling tidak satu bulan satu kali. 2. Melakukan komunikasi lanjutan untuk saling berbagi ilmu khususnya ilmu akuntansi baik secara langsung maupun melalui media komunikasi online. 3. Memberikan mitra pendampingan kesempatan yang terbuka untuk dapat berkonsultasi terhadap permasalahan yang mungkin terjadi pada kegiatan usahanya, terutama mengenai akuntansi.
33
4.3 Manfaat Pendampingan Dari kegiatan pendampingan yang telah dilaksanakan, ada beberapa manfaat yang didapatkan oleh penulis dan mitra pendampingan, dan berikut ini adalah beberapa manfaat yang didapatkan oleh penulis kegiatan KKUKAM pendampingan ini. 1. Penulis dapat secara langsung melihat keadaan nyata usaha mikro kecil dan menengah dari kegiatan operasi usaha yang tengah dilaksanakan 2. Penulis mendapatkan pengalaman yang baru mengenai ilmu terkait menjalankan usaha dari mitra pendampingan khususnya pada bidang manufaktur 3. Penulis mendapatkan ilmu baru secara tidak langsung terkait ilmu akuntansi sekaligus dapat mengimplementasikan ilmu yang telah didapatkan dari hasil proses pembelajaran selama perkuliahan yang diharapkan berguna bagi masyarakat. Adapun manfaat kegiatan KKU-KAM pendampingan ini bagi mitra pendampingan yaitu sebagai berikut. 1. Pemilik usaha dapat lebih mengetahui pentingnya ilmu akuntansi dan dapat mengimplementasikan dalam kegiatan usahanya 2. Pemilik usaha setidaknya mendapatkan ilmu baru mengenai ilmu akuntansi yang lain, dalam hal ini adalah materi mengenai BEP. 3. Pemilik usaha dapat mempertimbangkan perencanaan anggaran baik itu batas penurunan volume penjualan, perencanaan laba maupun penggunaan biaya yang terkait kegiatan usaha.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Setelah dilakukannya kegiatan KKU-KAM pendampingan pada mitra usaha ini, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. UMKM Sate Bandeng Bagas telah mengetahui hasil analisa titik impas atau break event point, pada penetapan harga jual sebesar Rp 13.000,maka posisi titik impas nya berada pada kondisi 86 unit, perusahaan harus memproduksi sate bandeng tersebut. Yang artinya adalah pada kondisi tersebut mitra pendampingan berada pada kondisi tidak untung dan tidak rugi. 2. Dari hasil analisa margin of safety pun, produk yang dijual UMKM sate bandeng BAGAS dengan harga jual Rp 13.000,- maksimum penurunan terjadi sebesar 99% dari penjualan, hal ini dimaksudkan agar mitra pendampingan tidak mengalami kerugian selama proses kegiatan usahanya. Atau dalam MoS rupiah untuk unit dengan harga jual Rp 13.000,- dapat terhitung sebesar Rp 103.732.200,- dari total penjualan selama bulan Agustus. Jika penurunan volume penjualan di atas persentase tersebut maka dapat dinyatakan bahwa mitra pendampingan akan mengalami kerugian. 3. Selama bulan Agustus UMKM Sate Bandeng Bagas sebenarnya sudah memproduksi produknya di atas titik impas dengan kata lain UMKM ini mampu memperoleh keuntungan dan mampu merencanaka laba. Perhitungan Margin kontribusi pun dapat dikatakan cukup baik karena Rp sebesar 102.755.000,- telah dapat menutupi biaya tetap per bulan, dan persentase Rasio Kontribusi margin sebesar 98%. Dengan perhitungan laba yang diperoleh secara maksimal untuk produk sate bandeng pada bulan Agustus dengan harga yang telah ditentukan sendiri oleh pemilik usaha pada harga jual Rp 13.000,- sebesar Rp 106.896.336,- per bulan. Dan apabila mitra pendampingan memberi target 50% untuk mendapatkan
34
35
laba pada priode berikutnya. Maka, mitra pendampingan harus mampu menjual produk sate sebesar Rp 2. 282.489,6,- yang dapat dilihat bahwa mitra pendampingan sudah mampu untuk mendapatkan keuntungan yang diinginkan
5.2 Saran Setelah dilaksanakannya kegaitan KKU-KAM pendampingan mitra usaha ini ada beberapa saran yang setidaknya dapat dipertimbangkan untuk dilaksanakan, diantaranya adalah saran untuk mitra pendampingan, 1. Hendaknya mitra pendampingan melakukan pengklasifikasian biaya berdasarkan perilaku biaya karena hal ini akan diperlukan dalam melakukan perencanaan laba dengan menggunakan analisis break even point. 2. Melihat kesimpulan yang ada terhadap perhitungan margin of safety, mitra pendampingan harus lebih memperhatikan biaya-biaya yang dikeluarkan agar tetap dapat mempertahankan angka margin of safety yang tinggi pada tahun produksi berikutnya. 3. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan produk cukup tinggi. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan volume produksi sesuai dengan kapasitas perusahaan. Seperti menambah varian sate bandeng untuk kemudian dipasarkan. Selain itu ada pun saran untuk penulis selanjutnya dalam kegiata KKUKAM jika mengusung tema dan judul yang sama adalah sebagai berikut. 1. Penulis selanjutnya seharusnya sudah mengerti dan memahami materi yang akan diberikan kepada mitra pendampingan agar lebih mudah dalam proses pendampingan. 2. Penulis selanjutnya harus membuat rencana kegiatan yang lebih detail mengenai terutama kaitannya dengan materi kegiatan KKU-KAM, sehingga
memudahkan
penyusunan laporan.
dalam
proses
kegiatan
KKU-KAM
dan
36
37
dan Perdagangan, dan Dinas Perikanan. Banyak masyarakat yang kemudian berminat untuk mengkonsumsi sate bandeng ini, khususnya masyarakat luar Banten yang ingin membawa buah tangan setelah berkunjung ke Rangkasbitung. Tingkat produksi bahan baku (bandeng segar) yang digunakan Sate Bandeng Bagas dapat mencapai 300 – 375 kg bandeng segar perminggu. Sehingga akhirnya diberikannya modal berupa mesin/peralatan, dan pelatihan-pelatihan dari pelatihan laporan keuangan, pelatihan kemasan, pelatihan keterampilan, ilmu dagang online, perkenalan bank, ilmu akuntansi SAK EMKM, IT dan Bimtek, dll oleh pemerintah. Sehingga pengalaman, ilmu, dan wawasan yang didapatkan dari bimbingan/pelatihan tersebut pemilik mempunyai inovasi dan lebih kreatif dalam memperjualkan produknya. Oleh karena itu selama proses pada tahun 2013 sampai dengan sekarang usaha ini memiliki pemasok dan pelanggan tetap.
2.1.3 Aset Usaha Aset yang merupakan kekayaan yang dimiliki dan dikuasai serta digunakan oleh suatu entitas ekonomi untuk menjalankan kegiatan usahanya, berikut rincian asset yang terdapat pada UMKM Sate Bandeng yang dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Aset UMKM Sate Bandeng BAGAS Peralatan
Unit
@
HP
Frezer
2
Rp 10.500.000
Rp 21.000.000
Kipas angin
1
Rp
230.000
Rp
230.000
Parut kelapa
1
Rp
4.000.000
Rp
4.000.000
Gilingan daging
2
Rp
3.000.000
Rp
6.000.000
Lemari pendingin
1
Rp
1.700.000
Rp
1.700.000
38
Genset
1
Rp
Vacum
1
Rp 30.000.000
Rp 30.000.000
Mesin adonan
1
Rp
7.000.000
Rp
7.000.000
Toples
3
Rp
15.000
Rp
45.000
Saringan santen
2
Rp
10.000
Rp
20.000
Kipas angin
1
Rp
230.000
Rp
230.000
Kompor
2
Rp
500.000
Rp
1.000.000
Pisau dapur
5
Rp
10.000
Rp
50.000
Kuali
3
Rp
50.000
Rp
150.000
Panci
4
Rp
250.000
Rp
1.000.000
Sinduk
2
Rp
10.000
Rp
20.000
Kelaci
2
Rp
15.000
Rp
30.000
Solet
5
Rp
5.000
Rp
25.000
Rak sate bandeng
2
Rp
50.000
Rp
100.000
Golok
2
Rp
35.000
Rp
70.000
Sealer
1
Rp
700.000
Rp
700.000
Baskom besar
7
Rp
30.000
Rp
210.000
Baskom kecil
5
Rp
20.000
Rp
100.000
Showcase
1
Rp
2.800.000
Rp
2.800.000
Blender
1
Rp
500.000
Rp
500.000
Cutter
4
Rp
15.000
Rp
60.000
Steples
2
Rp
15.000
Rp
30.000
Total
4.000.000
Rp
4.000.000
Rp 81.070.000
2.2 Struktur Organisasi Usaha Pemilik
: Pak Soni
Pemilik 2
: Ibu Puput
Karyawan
: Ibu Yati
39
BAB III PROSES PENDAMPINGAN
3.1 Identifikasi Masalah Dalam kegiatan KKU-KAM Program mitra pendampingan usaha di UMKM Sate Bandeng, penulis bermaksud untuuk memberikan solusi untuk masalah yang dihadapi dari UMKM tersebu, adapun masalah-masalah berikut yang teridentifikasi, 4. Pemilik UMKM Sate Bandeng BAGAS tidak dapat menganalisa kondisi titik impas, kondisi dimana perusahaan tidak untung maupun rugi sehingga perusahaan tidak merencanakan kegiatan operasi secara terstruktur. 5. Pemilik UMKM Sate Bandeng BAGAS tidak mengetahui berapa besar batas penurunan penjualan sehingga berada di keadaan titik impas. 6. Pemilik UMKM Sate Bandeng BAGAS tidak melakukan perencanaan laba dari kegiatan usaha yang dilakukan sehingga tidak dapat menghitung keuntungan yang di dapat secara maksimal.
3.2 Cara Penyelesaian Masalah Berdasarkan permasalahan yang dialami oleh mitra pendampingan UMKM sate bandeng Bagas, maka penulis mencoba untuk memberikan bantuan untuk menyelesaikan masalah, sehingga pemilik usaha dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada. Berikut solusi alternatif yang dapat menjadi pertimbangan untuk mitra pendampingan untuk dapat dilakukan dan dipraktikan dalam kegiatan usahanya atau tidak, penulis memberikan beberapa solusi tersebut untuk UMKM sate bandeng Bagas sebagai berikut. 4. Melakukan pendampingan untuk memberikan pengetahuan mengenai materi terkait akuntansi manajemen yaitu dengan cara membantu menganalisa perhitungan titik impas atau BEP.
40
5. Melakukan pendampingan analisa terhadap batas penurunan penjualan sehingga mencapai di keadaan titik impas dengan cara menghitung margin of safety 6. Melakukan pendampingan analisa untuk perencanaan laba sehingga mendapatkan laba maksimal dari kegiatan usahanya.
3.2.1 Analisa Break Event Point Carter dan Usry (2006:272) dalam Chrstine (2013:1252) menyatakan bahwa: Analisis titik impas digunakan untuk menentukan tingkat penjualan dan bauran produk yang diperlukan hanya untuk menutup semua biaya yang terjadi selama periode tertentu. Analisa ini juga dapat digunakan untuk perusahaan sebagai alat untuk menentukan titik dimana penjualan dapat menutup biaya-biaya yang dikeluarkan sebagaia acuan untuk perusahaan tidak menderita kerugian dan dasar pengambilan keputusan jumlah penjualan minimal yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Analisa ini juga dapat digunakan untuk menentukan volume penjualan dan bauran produk untuk mencapai tingkat laba yang ditargetkan. Menurut Martono dan Harjito (2004:270) dalam Jalaludin, et. al (2014:4) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan break even point, yaitu: 4. Adanya perubahan harga jual 5. Adanya perubahan biaya tetap dan biaya variabel 6. Adanya perubahan komposisi penjualan (sales mix) Charisa Candraningtyas, et. al (2018:57) mengatakan bahwa dalam analisa BEP terdapat dua macam klasifikasi biaya, diantaranya: c. Biaya Tetap, yang merupakan biaya yang secara total tidak dapat berubah secara aktivitas meningkat dan menurun. d. Biaya Variable, yang merupakan klasifikasi biaya yang secara total dapat meningkat dan menurun secara proposional atas kegiatan usaha.
41
Menurut
Halim
dan
Supomo
(2005:58)
dalam
Christine
(2013:1252-1253) bahwa jika dapat dilihat lebih dalam lagi mengenai pengertian, perhitungan, dan konsep biaya yang mendasari analisis ini, asumsi-asumsi yang dapat ditampilkan adalah 6. Harga jual per unit tidak berubah-ubah dalam berbagai volume penjualan. 7. Perusahaan berproduksi pada jarak kapasitas yang relatif konstan. 8. Biaya dapat dipisahkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel, dimana biaya tetap tidak berubah dalam jarak kapasitas tertentu sedangkan biaya variabel berubah secara proporsional dengan perubahan volume kegiatan perusahaan. 9. Jumlah perubahan persediaan awal maupun persediaan akhir tidak berarti. 10. Jika perusahaan menjual lebih dari 1 macam produk, komposisi produk yang dijual dianggap tidak berubah. Dalam hal ini, untuk menghitung BEP atau titik impas penulis mencoba untuk menghitung dengan pendekatan matematis menurut Riyanto (2001) dalam Wahyudi (2010:36-37) dengan rumus sebagai berikut, c. Atas dasar Unit Perhitungan break even point atas dasar unit dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: BEP (Q) =
FC P−VC
, dimana
BEP (Q) : Jumlah unit/kuantitas produk yang dihasilkan dan dijual FC
: Biaya tetap
P
: Harga jual produk yang dihasilkan per unit
VC
: Biaya variabel per unit
P – VC : Margin Kontribusi unit d. Atas Dasar Penjualan Produk dalam Rupiah
42
Perhitungan BEP atas dasar penjualan produk dalam Rupiah menurut Wahyudi (2010:36-37) dalam bentuk matematis juga dapat dirumuskan sebagai berikut: BEP (Qi)
=
FC 1−
VC , dimana: S
BEP (Qi) : Nilai penjualan produk pengolahan tebu dalam Rupiah VC
: Biaya variabel
FC
: Biaya tetap
S
: Penerimaan total
1-
𝑉𝐶 𝑆
: Margin Kontribusi Rasio
3.2.2 Analisa Margin Of Safety (MoS) Margin Of Safety yang merupakan persentase batas penurunan penjualan sampai dengan keadaan titik impas, ini juga dapat dikatakan sebagai kontrol aktivitas perusahaan dengan melakukan perencanaan agar kegiatan usaha memiliki tujuan yang fokus dan tidak menyimpang dari tujuan utama kegiatan usaha. (Muhammad Yusuf, et. al, 2016:33) Perhitungan ini juga dapat memberikan manajemen indikasi resiko atas penentuan seberapa dekat tingkat bahaya perubahan yang beroperasi. Menurut Muhammad Yusuf, et. al, (2016:32) “Semakin rendah MoS, semakin manajemen harus berhati-hati mangamati penjualan dan mengontrol biaya sehingga tidak akan menghasilkan kerugian bersih. Margin of safety yang rendah, manajer kurang menyukai dalam mengambil keuntungan dari kesempatan tersebut, bila dianalisis atau diramalkan secara salah dapat membawa perusahaan ke dalam posisi kerugian” Menurut Christine (2013:1259-1260) bahwa Margin of safety menunjukkan berapa banyak penjualan yang boleh turun dari jumlah penjualan tertentu dimana perusahaan belum menderita rugi atau dalam
43
keadaan break even. Dengan demikian margin of safety juga menggambarkan batas jarak, dimana kalau berkurangnya penjualan melampaui batas jarak tersebut perusahaan akan menderita kerugian. Margin of Safety (MOS) menurut Santi Pertiwi (2016:165) total Margin Of Safety dapat dihitung sebagai berikut: anggaran penjualan−BEP anggaran penjualan
MoS
=
MoS Rp
= MoS x anggaran penjualan
x 100%
3.2.3 Analisa Perencanaan Laba Christine
(2013:1253)
mengatakan
bahwa
perencanaan
laba
mempunyai manfaat bagi perusahaan yaitu sebagai berikut: d. Memberikan
pendekatan
yang
terarah
dalam
pemecahan
permasalahan e. Memaksa pihak manajemen untuk secara dini mengadakan penelaahan terhadap masalah yang dihadapi dan menanamkan kebiasaan pada organisasi untuk mengadakan telaah yang seksama sebelum mengambil suatu keputusan. f. Merangsang peran serta dan mengkoordinasi rencana operasi berbagai segmen dari keseluruhan organisasi manajemen sehingga keputusan akhir dan rencana saling berkaitan. Menurut Joy Toar (2016:378) Perencanaan laba berisikan langkahlangkah yang akan ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai besarnya target laba yang diinginkan. Laba merupakan tujuan utama dari perusahaan karena laba memiliki selisih antara pendapatan yang diterima (dari hasil penjualan) dengan biaya yang dikeluarkan, maka perencanaan laba dipengaruhi oleh perencanaan penjualan. Menurut Munawir (2010: 184) dalam Joy Toar (2016:378-379) bahwa Biaya menentukan harga jual untuk mencapai tingkat laba yang dikehendaki, harga jual mempengaruhi volume penjualan, sedangkan volume penjualan mempengaruhi volume produksi.
44
Margin Kontribusi Per Unit Menurut Marry Beatrix (2013:815) Margin Kontibusi per unit merupakan selisih antara harga jual dan biaya variabel. Margin kontibusi dapat digunakan untuk menutup biaya tetap, dan bila masih tersisa maka sisanya merupakan laba.
Rasio Margin Kontribusi Menurut Marry Beatrix (2013:816) Contirbution margin atau Margin kontribusi adalah penghasilan penjualan dikurangi dengan biaya variabel. Jika jumlah contribution margin tersebut lebih besar dari jumlah biaya tetap maka perusahaan akan memperoleh laba dan sebaliknya perusahaan akan mengalami kerugian jika contribution margin yang diperoleh lebih kecil dari biaya tetap atau perusahaan akan mengalami break even jika contribution margin sama dengan biaya tetap. Untuk mengetahui Contributin Margin Ratio yaitu: Contributin Margin Ratio = 1 Sedangkan
menurut
Biaya Variabel Penjualan
Simora
(1999:163)
dalam
Christine
(2016:1256) untuk rumus Margin kontribusi adalah sebagai berikut, Margin Kontribusi = Penjualan – Biaya Variabel Dan untuk mengetahui Margin Kontribusi sebagai perubahan setiap rupiah penjualan, Rasio CM =
Margin Kontribusi Penjualan
Perhitungan Perencanaan Laba Dalam Joy Toar (2016:380) bahwa untuk menghitung perencanaan laba dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut, Penjualan =
biaya tetap + keuntungan 1−
biaya varaibel penjualan
BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KEBERLANJUTAN
4.1 Hasil Yang Dicapai Selama Pendampingan Setelah melakukan pendampingan dan observasi di mitra pendampingan tersebut, penulis dapat melihat beberapa permasalahan yang terkait dengan kontrol akan penggunaan pembiayaan, hal ini dikarenakan pemilik usaha dalam menjalankan usahanya hanya menggunakan perkiraan berdasarkan perasaan dan tidak secara teori akuntansi. Hal ini membuat setiap penggunaan dana dalam satu produksi tidak dilakukan taksiran dengan baik, sehingga penggunaan dana berlebih kemungkinan akan terjadi pada periode tertentu. Termasuk dalam hal nya menghitung keadaan titik impas yang ternyata belum diketahui oleh pemilik usaha sebelumnya. Maka dari itu, dalam pendampingan ini hal pertama yang penulis lakukan adalah membantu pemilik usaha untuk memahami terlebih dahulu mengenai materi titik impas atau break event point yang dapat pemilik usaha gunakan untuk perencanaan biaya ke depan. Karena dalam BEP akan membahas bagaimana kondisi di dalam usaha mencapai titik impas yaitu persahaan tidak mengalami keuntungan maupun rugi. Hal ini juga dapat dilakukan pemilik usaha untuk melakukan prencanaan laba dan anggaran biaya dengan lebih terstruktur. Ini juga dapat membantu pemilik usaha untuk membuat perencanaan kegiatan usaha selanjutnya yang sesuai dengan kondisi dan keadaan keuangan perusahaan. Selanjutnya sesuai dengan judul KKUKAM, penulis fokus untuk mencoba membantu pemilik usaha menghitung titik impas dan batas penurunan penjualan dari kegiatan usaha sehingga UMKM berada pada titik impas atau dikatakan tidak untung maupun tidak rugi, sehingga dengan diketahui titik impas, pemilik usaha dapat mengetahui seberapa besar laba maksimal yang di dapatkan dari setiap penjualannya. Setelah hal pertama dilakukan, kemudian penulis mencoba membantu mitra pendampingan untuk mengetahui proses penghitungan BEP, Margin Of
45
46
Safety hingga maksimalisasi perencanaan laba yang akan mitra pendampingan dapatkan. Berikut merupakan tahapan atau upaya pendampingan yang dapat penulis lakukan untuk membantu mitra pendampingan 5. Pertama penulis mencoba menjelaskan untuk memberi pemahaman klasifikasi biaya seperti apa saja yang digunakan untuk menghitung titik impas, biaya-biaya ini meliputi biaya produksi yang digunakan untuk kegiatan usaha, seperti biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, bop variable dan bop tetap. 6. Setelah itu penulis mencoba untuk membantu pemilik usaha untuk menghitung titik impas dengan metode matematis dengan perhitungan berdasarkan unit dan rupiah. 7. Kemudian, tahap selanjutnya adalah penulis mencoba membantu mitra pendampingan untuk menghitung batas penurunan penjualan sehingga berada di posisi titik impas, perhitungan ini bertujuan agar pemilik usaha mengetahui seberapa besar unit yang harus diproduksi setiap bulannya agar mitra tidak mengalami kerugian dalam kegiatan usahanya. Perhitungan ini menggunakan perhitungan margin of safety dalam unit dan rupiah. 8. Setelah tahap diketahuinya titik impas dan batas penurunan penjualan produk, penulis mendampingi mitra usaha untuk menghitung laba maksimal yang didapatkan dari setiap produksi yang dijualnya dan membantu menghitung perencanaan laba maksimal yang akan didapatkan.
4.1.1 Perhitungan Break Event Point Dengan
diketahuinya
permasalahan
yang
ada
di
mitra
pendampingan, pada tahpan pertama penulis mencoba untuk membantu analisa BEP dengan perhitungan menggunakan metode matematis, berdasarkan laporan laba rugi pada periode bulan Agustus, maka penulis akan melakukan analisa BEP dengan satuan Rupiah (Rp) dan satuan unit (Q). Namun sebelumnya, penulis mencoba untuk mengarahkan mitra pendampingan untuk dapat mengklasifikasikan
47
biaya agar perhitungan BEP dapat dilakukan dengan mudah. Adapun biaya-biaya yang dikeluarkan oleh mitra pendampingan dapat terlihat pada gambar di bawah ini.
Karena masih terlihat tidak sesuai dengan klasifikasi biaya maka, penulis mencoba untuk membantu mitra pendampingan untuk memisahkan pembiayaan tersebut ke dalam klasifikasi biaya yang telah ditentukan untuk mempermudah perhitungan titik impas.
48
Tabel 4.1. Klasifikasi Biaya Biaya Produksi Biaya bahan baku
64.087.500
Biaya tenaga kerja
1.500.000
BOP variabel : Biaya air
100.000
Biaya listrik
400.000
Gas
750.000
Biaya Pemasaran
775.000
Total BOP tetap variable
2.025.000
BOP tetap : Penyusutan peralatan
1.095.595
Total BOP tetap
1.095.595
Total Biaya Produksi
68.708.095
Kemudian setelah diketahui klasifikasi biaya tersebut, sekaligus mencoba membuat pemilik mitra memahami pengklasifikasian biaya, dari mulai perbedaan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, sampai dengan biaya overhead, tahap selanjutnya adalah penulis mendampingi
49
mitra usaha untuk langsung menghitung titik impas dengan metode matematis dengan dua dasar perhitungan, yaitu per unit dan rupiah. Sebelum itu kita perlu membuat laporan laba rugi terlebih dahulu setelah megetahui klasifikasi biaya di atas. Tabel 4.2 Laporan Laba Rugi Sate Bandeng Bagas Per Agustus 2018 Rp 13.000,- @ 8.060 unit
Penjualan
Rp 104,780,000.00
Biaya Produksi Biaya bahan baku
Rp 64,087,500.00
Biaya tenaga kerja
Rp 1,500,000.00
BOP variabel : Biaya air
Rp
100,000.00
Biaya listrik
Rp
400,000.00
Gas
Rp
750,000.00
Biaya Pemasaran
Rp
775,000.00
Total BOP tetap variable
Rp 2,025,000.00
BOP tetap : Penyusutan peralatan
Rp
1,095,595.00
Total BOP tetap
Rp 1,095,595.00
Total Biaya Produksi
Rp
68,708,095.00
Laba Bersih
Rp
36,071,905.00
Dilihat dari laporan laba rugi, bahwa mitra pendampingan menjual sate bandeng dengan volume penjualan per bulan sebanyak 8.060 unit dengan harga satuan sebesar Rp 13.000,- maka, besar volume penjualan bulan agustus dalam rupiah sebesar Rp 104.780.000,Maka, akan kita bandingkan nilai analisa BEP dari kedua metode ini dengan perhitungan BEP metode matematis, sebagai berikut. Perhitungan Atas dasar Unit Perhitungan break even point atas dasar unit dapat dilakukandengan menggunakan rumus sebagai berikut: BEP (Q) =
FC P−VC
dimana,
50
BEP (Q)
: Jumlah unit/kuantitas produk yang dihasilkan dan dijual
FC
: Biaya tetap
P
: Harga jual produk yang dihasilkan per unit
VC
: Biaya variabel per unit
P – VC
: Margin Kontribusi unit Tabel 4.3
Perhitungan BEP (Q) dengan harga jual Rp 13.000,Nama Barang
Sate Bandeng
AGUSTUS FC
P
VC
BEP
1095595
13000
251.241
85,937382
12748,75931
86 unit
Dengan perhitungan yang telah dilakukan bahwa diketahui BEP (Q) jika harga jual yang dipatok perusahaan sebesar Rp 13.000,- dan biaya tetap yang digunakan sebesar Rp 1.095.595,- dengan biaya variable per unit nya adalah Rp 251,241,- dari 8.060 unit, maka posisi titik impas nya berada pada kondisi 86 unit mitra pendampingan harus memproduksi
sate
bandeng,
ini
artinya
setiap
bulan
mitra
pendampingan mengalami keadaan tidak untung maupun tidak rugi jika memproduksi sebanyak 86 tusuk sate bandeng.
51
Perhitungan Atas Dasar Penjualan Produk dalam Rupiah Perhitungan BEP atas dasar penjualan dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝐹𝐶
BEP (Qi)
=
BEP (Qi)
: Nilai penjualan produk pengolahan tebu dalam
1−
𝑉𝐶 , dimana: 𝑆
Rupiah VC : Biaya variabel FC
: Biaya tetap
S
: Penerimaan total
1-
𝑉𝐶 𝑆
: Margin Kontribusi Rasio Tabel 4.4
Perhitungan BEP (Rp) dengan harga jual Rp 13.000,Bulan
Agustus
Rumus FC
1
VC
S
Rp1.095.595
1
Rp2.025.000 Rp104.780.000
0,980673793
0,019326207
BEP Rp1.117.186
Dilihat dari perhitungan di atas jika harga jual sebesar adalah Rp 13.000,- maka untuk mencapai titik impas, mitra pendampingan harus
52
menjual sekitar Rp 1.117.186,- ini dapat dihitung jika biaya tetap yang telah diketahui dibagi dengan biaya variabel per bulan dalam rupiah sebesar Rp 2.025.000,- yang telah dibagi dengan biaya penjualan per bulan. Di posisi ini lah mitra pendampingan berada pada kondisi tidak untung maupun tidak rugi.
4.1.2 Perhitungan Margin Of Safety Setelah
tahap
mengethaui
titik
impas,
penulis
kemudian
melanjutkan member pemahaman mengenai margin of safety yang dapat dikatakan bahwa perhitungan ini memberikan manajemen indikasi resiko atas penentuan seberapa dekat tingkat bahaya perubahan yang beroperasi. Margin of safety juga menggambarkan batas jarak, dimana jika berkurangnya penjualan melampaui batas jarak tersebut perusahaan akan menderita kerugian. Untuk menghitung penulis mencoba menerangkan kepada mitra pendampingan dengan menggunakan rumus Margin of Safety (MOS) menurut Santi Pertiwi (2016:165) yang dapat dihitung sebagai berikut: 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛−𝐵𝐸𝑃 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
MoS
=
MoS Rp
= MoS x anggaran penjualan
x 100%
53
Tabel 4.5 Perhitungan MoS (%) dengan harga jual Rp 13.000,Bulan
rumus Sales
Agustus
BEP
Margin Of Safety %
Rp104.780.000 Rp1.117.186
0.989337793
103662814
99%
Berdasarkan hasil perhitungan margin of safety ini memberikan informasi berapa maksimum volume penjualan yang direncanakan tersebut boleh turun, agar perusahaan tidak menderita rugi. Untuk produk yang dijual sate bandeng dengan harga jual dengan Rp 13.000,maksimum penurunan terjadi sebesar 99% dari penjualan. Yang artinya adalah penurunan penjualan dapat ditoleransi sebesar 99% agar perusahaan tidak mengalami kerugian, apabila penurunan penjualan lebih dari 99% maka mitra pendampingan dapat dikatakan berada dalam kondiri yang rugi. Sedangkan MoS rupiah untuk unit dengan harga jual Rp 13.000,dapat dihitung dengan, MoS Rp
= 99% x Rp104.780.000 = Rp 103.732.200,-
Dari perhitungan di atas sudah diketahui bahwa margin of safety memberikan informasi maksimum penurunan yang terjadi dari harga jual yang telah ditentukan oleh mitra pendampingan. Pada harga jual sebesar Rp 13.000,- per tusuk maka untuk batas penurunan volume penjualan dalam rupiah per bulan dapat terhitung sebesar Rp 103.732.200,- yang artinya jika melebihi dari batas ini mitra pendampingan akan berada dalam kondisi yang rugi.
4.1.3 Perencanaan Laba Kemudian tahap selanjutnya adalah penulis mencoba mendampingi pemilik usaha untuk menganalisa laba maksimal yang akan di dapatkan
54
oleh mitra pendampingan dari penjualan yang telah dilaksanakan. Sebelumnya, penulis mencoba member pemahaman mengenai Margin Kontribusi dan Rasio margin kontribusi untuk mengetahui laba yang diperoleh dari selisih antara volume penjualan dan biaya variabel, jika margin kontribusi dapat menutup biaya tetap maka sisanya adalah laba, sedangkan jika nilai rasio margin kontribusi lebih besar dari biaya tetap maka laba akan diperoleh.
Menurut Simora (1999:163) dalam Christine (2013:1256) untuk rumus Margin kontribusi adalah sebagai berikut, Margin Kontribusi = Penjualan – Biaya Variabel Untuk menghitung margin kontribusi pada bulan Agustus dengan harga jual per unit nya adalah Rp 13.000,- adalah sebagai berikut Margin Kontribusi = Rp 104.780.000 – Rp 2.025.000 = Rp 102.755.000,Dengan ini dapat diketahui bahwa sebesar Rp 102.755.00,- dapat menutupi biaya tetap sehingga sisanya dapat dikatakan bahwa mitra pendampingan mendapatkan laba. Dan dalam Christine (2013:1258) untuk rumus Rasio Margin Kontribusi adalah sebagai berikut,
55
Rasio CM =
Margin Kontribusi Penjualan
Rasio CM untuk unit dengan harga jual Rp 13.000,- adalah sebagai berikut Rasio CM = =
104.780.000−2.025.000 104.780.000 102.755.000 104.780.000
x 100%
= 0,98 atau 98% Dari perhitungan di atas dai volume penjualan dengan harga jual per unit nya adalah Rp 13.000,- untuk produk sate bandeng dari mitra pendampingan memiliki rasio yang sebesar 98%. Kemudian pada tahap selanjutnya setelah memberi sekilas pengetahuan mengenai margin kontribusi dan rasio margin kontribusi, penulis langsung memberikan pendampingan untuk perhitungan perencanaan laba. Dalam Joy Toar (2016:384) rumus yang dipakai untuk mengetahui laba maskimal yang diperoleh adalah sebagai berikut, Laba Maksimal Biaya Tetap + Keuntungan(Penjualan − BEP (Rp)) Biaya Variabel 1− Penjualan
56
Untuk unit sate bandeng yang dipatok harga dengan perhitungan dari mitra pendampingan sebesar Rp 13.000,- laba maksimal yang bisa didapatkan sebesar, Laba Maks. =
1095595 +(104780000−1117186)
= =
2025000
1− 104780000 1095595+103662814 1−0,02
Rp 106.896.336,-
Jadi, laba yang diperoleh secara maksimal untuk produk sate bandeng pada bulan Agustus pada perhitungan di atas dimana, jika harga jual per unit Rp 13.000,- yaitu sebesar Rp 106.896.336,Selama bulan Agustus berlangsung kegiatan usaha dari mitra pendampingan sebenarnya sudah memiliki penjualan di atas titik impas, yang artinya sudah memperoleh keuntungan yang cukup besar. Namun akan lebih baik, jika keuntungan yang sudah besar ini dimanfaatkan dengan baik demi perbaikan dan perkembangan usahanya. Diketahui bahwa Mitra pendampingan telah merencanakan perolehan laba dengan cukup baik selama bulan Agustus dalam kegiatan penjualannya. Namun, jika keinginan mitra pendampingan untuk meningkatkan laba maksimal yang diperoleh pada periode berikutnya, mitra pendampingan kali ini mempunyai tolak ukur perhitungan yang dapat digunakan untuk perencanaan laba pada periode berikutnya. Sedangkan untuk menghitung target laba pada periode selanjutnya pemilik usaha juga dapat menghitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut. Menurut Fridayanti Silvana, et. al (2014:5) perusahaan harus menetapkan besarnya target laba atau tingkat keuntungan yang diinginkan terlebih dahulu. Target Laba Penjualan =
Biaya Tetap + Keuntungan yang diinginkan cm ratio
57
Jika pemilik usaha menginginkan keuntungan sebesar 50% pada berikutnya maka dapat dihitung, sebagai berikut. Penjualan = Px
Biaya Tetap + Keuntungan yang diinginkan cm ratio Rp 1.095.595 + 0,5Px = 0,98
0,98 Px
= Rp 1.095.595 + 0,5 Px
(0,98 – 0,5) Px
= Rp 1.095.595
Px
=
Px
= Rp 2. 282.489,6,-
Rp 1.095.595 0,48
Sehingga, jika pemilik mitra pendampingan ingin memaksimalkan laba sebesar 50% pada periode berikutnya, mitra pendampingan harus dapat menjual produk sebesar Rp 2. 282.489,6,- yang dapat dilihat sebenarnya mitra pendampingan sudah mampu untuk menjual produk sebesar nominal di atas.
4.2 Potensi Keberlanjutan Setelah melakukan proses pendampingan pada mitra pendampingan UMKM Sate Bandeng Bagas, maka penulis merasa adanya potensi keberlanjutan dari pendapingan yang telah dilakukan, untuk mendukung hal tersebut maka penulis melakukan beberapa langkah untuk mendukung hal ini, 4. Melakukan kunjungan pada UMKM Sate Bandeng untuk melakukan setidaknya kontroling atas kegiatan operasi usaha setelah pendampingan, paling tidak satu bulan satu kali. 5. Melakukan komunikasi lanjutan untuk saling berbagi ilmu khususnya ilmu akuntansi baik secara langsung maupun melalui media komunikasi online. 6. Memberikan mitra pendampingan kesempatan yang terbuka untuk dapat berkonsultasi terhadap permasalahan yang mungkin terjadi pada kegiatan usahanya, terutama mengenai akuntansi.
58
4.3 Manfaat Pendampingan Dari kegiatan pendampingan yang telah dilaksanakan, ada beberapa manfaat yang didapatkan oleh penulis dan mitra pendampingan, dan berikut ini adalah beberapa manfaat yang didapatkan oleh penulis kegiatan KKUKAM pendampingan ini. 4. Penulis dapat secara langsung melihat keadaan nyata usaha mikro kecil dan menengah dari kegiatan operasi usaha yang tengah dilaksanakan 5. Penulis mendapatkan pengalaman yang baru mengenai ilmu terkait menjalankan usaha dari mitra pendampingan khususnya pada bidang manufaktur 6. Penulis mendapatkan ilmu baru secara tidak langsung terkait ilmu akuntansi sekaligus dapat mengimplementasikan ilmu yang telah didapatkan dari hasil proses pembelajaran selama perkuliahan yang diharapkan berguna bagi masyarakat. Adapun manfaat kegiatan KKU-KAM pendampingan ini bagi mitra pendampingan yaitu sebagai berikut. 4. Pemilik usaha dapat lebih mengetahui pentingnya ilmu akuntansi dan dapat mengimplementasikan dalam kegiatan usahanya 5. Pemilik usaha setidaknya mendapatkan ilmu baru mengenai ilmu akuntansi yang lain, dalam hal ini adalah materi mengenai BEP. 6. Pemilik usaha dapat mempertimbangkan perencanaan anggaran baik itu batas penurunan volume penjualan, perencanaan laba maupun penggunaan biaya yang terkait kegiatan usaha.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Setelah dilakukannya kegiatan KKU-KAM pendampingan pada mitra usaha ini, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. 4. UMKM Sate Bandeng BAGAS telah mengetahui hasil analisa titik impas atau break event point, pada penetapan harga jual sebesar Rp 13.000,maka posisi titik impas nya berada pada kondisi 86 unit, perusahaan harus memproduksi sate bandeng tersebut. Yang artinya adalah pada kondisi tersebut mitra pendampingan berada pada kondisi tidak untung dan tidak rugi. 5. Dari hasil analisa margin of safety pun, produk yang dijual UMKM sate bandeng BAGAS dengan harga jual Rp 13.000,- maksimum penurunan terjadi sebesar 99% dari penjualan, hal ini dimaksudkan agar mitra pendampingan tidak mengalami kerugian selama proses kegiatan usahanya. Atau dalam MoS rupiah untuk unit dengan harga jual Rp 13.000,- dapat terhitung sebesar Rp 103.732.200,- dari total penjualan selama bulan Agustus. Jika penurunan volume penjualan di atas persentase tersebut maka dapat dinyatakan bahwa mitra pendampingan akan mengalami kerugian. 6. Selama bulan Agustus UMKM Sate Bandeng BAGAS sebenarnya sudah memproduksi produknya di atas titik impas dengan kata lain UMKM ini mampu memperoleh keuntungan dan mampu merencanaka laba. Perhitungan Margin kontribusi pun dapat dikatakan cukup baik karena Rp sebesar 102.755.000,- telah dapat menutupi biaya tetap per bulan, dan persentase Rasio Kontribusi margin sebesar 98%. Dengan perhitungan laba yang diperoleh secara maksimal untuk produk sate bandeng pada bulan Agustus dengan harga yang telah ditentukan sendiri oleh pemilik usaha pada harga jual Rp 13.000,- sebesar Rp 106.896.336,- per bulan. Dan apabila mitra pendampingan memberi target 50% untuk mendapatkan
59
60
laba pada priode berikutnya. Maka, mitra pendampingan harus mampu menjual produk sate sebesar Rp 2. 282.489,6,- yang dapat dilihat bahwa mitra pendampingan sudah mampu untuk mendapatkan keuntungan yang diinginkan
5.2 Saran Setelah dilaksanakannya kegaitan KKU-KAM pendampingan mitra usaha ini ada beberapa saran yang setidaknya dapat dipertimbangkan untuk dilaksanakan, diantaranya adalah saran untuk mitra pendampingan, 4. Hendaknya mitra pendampingan melakukan pengklasifikasian biaya berdasarkan perilaku biaya karena hal ini akan diperlukan dalam melakukan perencanaan laba dengan menggunakan analisis break even point. 5. Melihat kesimpulan yang ada terhadap perhitungan margin of safety, mitra pendampingan harus lebih memperhatikan biaya-biaya yang dikeluarkan agar tetap dapat mempertahankan angka margin of safety yang tinggi pada tahun produksi berikutnya. 6. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan produk cukup tinggi. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan volume produksi sesuai dengan kapasitas perusahaan. Seperti menambah varian sate bandeng untuk kemudian dipasarkan. Selain itu ada pun saran untuk penulis selanjutnya dalam kegiata KKUKAM jika mengusung tema dan judul yang sama adalah sebagai berikut. 3. Penulis selanjutnya seharusnya sudah mengerti dan memahami materi yang akan diberikan kepada mitra pendampingan agar lebih mudah dalam proses pendampingan. 4. Penulis selanjutnya harus membuat rencana kegiatan yang lebih detail mengenai terutama kaitannya dengan materi kegiatan KKU-KAM, sehingga
memudahkan
penyusunan laporan.
dalam
proses
kegiatan
KKU-KAM
dan
61