Bab11-aqabahii

  • Uploaded by: Iskandar Musa
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab11-aqabahii as PDF for free.

More details

  • Words: 3,031
  • Pages: 7
BAI'AT AQABAH KEDUA Bai'at Aqabah pertama berhasil dengan baik dan penuh berkah. Orang yang masuk Islam jumlahnya memang tidak banyak. Akan tetapi, proses Islamisasi dilakukan hanya oleh seorang sahabat Rasul saja iaitu Mush'ab. Bersama kelompok masyarakat yang telah diislamkannya, Mush'ab berhasil mengubah kondisi kota Madinah menghapuskan pemikiran kafir dan perasaan-perasaan kafir yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Keadaan ini jauh berbeza dengan proses Islamisasi di kota Makkah. yang meski jumlah pemeluknya relatif lebih banyak, namun sebahagian besar masyarakatnya terpisah (menjauhkan diri) dari kaum Muslimin karena mereka belum beriman. Masyarakat Makkah belum terpengaruh dengan pemikiran dan perasaan Islam. Lain halnya dengan kondisi Islam di Madinah. masyarakatnya majoriti telah menerima Islam. Mereka telah terpengaruh Islam, baik pemikiran maupun dan perasaannya. Ini menunjukkan bahwa keimanan seorang individu yang terpisah dari masyarakat dan jauh dari majoriti anggota masyarakat, tidak akan memberi pengaruh terhadap masyarakat dan majoriti anggotanya meski individu tersebut memiliki kekuatan. Interaksi-interaksi yang terjadi di antara manusia apabila terpengaruh oleh pemikiran dan perasaan pasti akan memunculkan perubahan total, walaupun jumlah pengemban dakwahnya sedikit. Dari kenyataan tersebut, juga terlihat bahawa pada saat masyarakat berada dalam kondisi beku (jumud) dengan kekufurannya seperti dijumpai pada masyarakat Makkah jauh lebih sulit diubah daripada masyarakat yang belum dikuasai pemikiran-pemikiran yang rusak seperti masyarakat Madinah walaupun di dalamnya terdapat kerosakan. Masyarakat Madinah lebih banyak terpengaruh oleh Islam daripada yang ada di Makkah. Penduduk Madinah bisa merasakan kesalahan pemikiran-pemikiran yang mereka bawa dan mencuba membahas pemikiran-pemikiran dan sistemsistem lain bagi kehidupan mereka. Dalam kondisi yang sama, penduduk Makkah justru lebih senang dengan kehidupan yang sudah ada. Mereka berusaha keras untuk mempertahankan status quo, apalagi para pemuka mereka, seperti Abu Lahab, Abu Jahal dan Abu Sufyan. Oleh karena itu, selama tinggal di Madinah, dakwah Mush'ab disambut dengan baik. Dia mengajak manusia kepada Islam dan membina mereka dengan pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum Islam. Seketika dia merasakan tanggapan balik yang cepat dan menyaksikan masuk Islamnya masyarakat. serta pemahaman mereka terhadap hukum-hukum Islam. Dia juga menyaksikan semakin bertambahnya jumlah kaum Muslimin dan pesatnya perkembangan Islam di Madinah. Kerana itu Mush'ab sangat gembira, dan semakin meningkatkan aktivitasnya melalui pengajaran dan penyebaran dakwah. Ketika datang musim haji Mush'ab kembali ke Makkah dan menceritakan kepada Rasulullah tentang khabar kaum Muslimin, kekuatan mereka serta berita-berita Islam dan perkembangan penyebarannya. Dia menggambarkan kepada Rasul mengenai masyarakat Madinah bahwa tidak ada pembicaraan (di tengah-tengah masyarakat) kecuali menyangkut diri Rasul. dan tidak ada topik pembahasan apapun di pelosok (Madinah) kecuali Islam. Kekuatan kaum Muslimin di sana memberikan pengaruh yang melahirkan kemampuan Islam untuk mengalahkan segala hal. Tahun itu sebahagian kaum Muslimin akan datang. Mereka adalah orang-orang yang amat tebal keimanannya

Bai'at 'Aqabah Kedua 5 9

pada Allah, siap mengemban risalah Allah dan mempertahankan agama-Nya. Nabi amat gembira mendengarkan kabar yang cukup banyak dari Mush'ab, hingga beliau berfikir keras mengenai (perkembangan persoalan ini). Beliau membandingkan antara masyarakat Makkahh. dan Madinah. Di Makkah. beliau telah menghabiskan waktu selama 12 tahun berturut-turut untuk mengajak penduduk Makkah kepada Allah, berusaha keras menyebarkan dakwah, tidak pernah meninggalkan kesempatan sedikit pun kecuali mencurahkan segenap kemampuannya untuk dakwah, dan menanggung semua jenis penganiayaan. Akan tetapi, masyarakat tetap jumut (beku) dan dakwah tidak menemukan jalan apapun untuk menuju ke sana. Hati penduduk Makkah keras seperti batu, jiwa mereka bebal, dan akal mereka beku. Mereka hanya mahu mengikuti (sistem) yang lama. Masyarakat Makkah keras seperi batu dan amat lemah penerimaannya terhadap dakwah. Sebab, jiwa mereka telah dikuasai berhala kemusyrikan, di mana Makkah merupakan pusatnya. Adapun masyarakat Madinah, seiring dengan perjalanan Islam, beberapa orang dari kabilah Khazraj masuk Islam, kemudian terjadi bai'at 12 orang laki-laki, diikuti aktiviti Mush'ab bin 'Umair selama setahun. Semua itu sudah cukup untuk mewujudkan iklim Islami di Madinah dan masuknya banyak orang ke dalam agama Allah dengan kecepatan yang menakjubkan. Jika perkembangan risalah Allah di kota Makkah mengalami stagnasi secara serius para pemeluknya banyak menemui penganiayaan. dan perlakukan jahat dari kafir Quraisy, maka di Madinah risalah Allah ini justru berkembang dengan cepat. Kaum Muslimin di Madinah hampir tidak menemui penganiayaan sedikit pun, baik dari kaum Yahudi maupun orang-orang musyrik. Keadaan seperti ini memungkinkan Islam bisa bernafas, menempati jiwa manusia, dan membuka jalan di hadapan kaum Muslimin. Oleh kerana itu bagi Rasulullah Saw. persoalannya menjadi jelas bahwa Madinah jauh lebih kondusif daripada Makkah untuk pengembangan dakwah Islam. Masyarakat Madinah mudah menerima agama baru. Maka kota Madinah lebih banyak memancarkan cahaya Islam daripada Makkah. Berdasarkan hal ini. Nabi Saw. berpikir keras untuk berhijrah ke Madinah dan menghijrahkan para sahabatnya kepada saudara-saudara Muslim yang lain, agar mereka aman dan selamat dari penganiayaan kafir Quraisy. Lebih jauh hal itu ditempuh agar mereka leluasa mengembangkan dakwah, dan melanjutkan proses dakwah dari tahap interaksi dan perjuangan menjadi tahap aktualisasi, iaitu penerapan Islam secara praktis, dan mengemban risalah Islam dengan kekuatan Negara dan kekuasaan. Inilah yang menyebabkan Rasul berhijrah ke Madinah, bukan karena faktor lainnya. Siapa saja yang mencurahkan perhatiannya pada dakwah Rasulullah Saw. mahu tidak mahu harus memiliki pemikiran bahwa hijrah Rasul dari Makkah ke Madinah sematamata bukan karena beliau menemukan banyak kesulitan yang menghadang dakwah, dan beliau tidak bisa bersabar, atau tidak ada upaya untuk mengalahkan hambatanhambatan tersebut. Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah bersabar selama 10 tahun di Makkah. Selama itu fikiran beliau tidak pernah berubah atau berpaling dari dakwah. Beliau dan para pengikutnya memang mengalami berbagai teror dalam aktivitas dakwahnya, namun kejahatan-kejahatan kafir Quraisy tidak pernah bisa melemahkan dirinya sedikitpun. Perlawanan mereka tidak menyurutkan tekad beliau dalam berdakwah. Bahkan, kepercayaan pada dakwahnya yang datang dari Tuhannya semakin

bertambah. Keyakinannya akan pertolongan Allah semakin kokoh dan kuat. Akan tetapi, setelah beliau melihat pengalaman-pengalaman dakwah yang dijumpai di tengah-tengah masyarakat Makkah yang amat keras. Berfikiran dangkal, berhati bebal, berjiwa sesat, dan berbagai hal lain yang melemahkan idea-idea dakwah, maka melanjutkan dakwah di Makkah akan menghasilkan perjuangan yang sia-sia. Oleh karena itu, beliau melihat bahwa dakwah harus dipindahkan dari kondisi masyarakat semacam ini ke kondisi masyarakat lainnya. Lalu beliau berpikir tentang kemungkinan hijrah dari Makkah. Fikiran inilah yang membawa beliau untuk hijrah ke Madinah, bukan karena beliau dan para sahabatnya sering mendapatkan siksaan. Memang benar, Rasulullah Saw. pernah memerintahkan para sahabatnya hijrah ke Habsyah untuk menghindar dari kejaran siksaan kafir Quraisy. Hijrah mereka saat itu adalah untuk menyelamatkan agama dari wilayah yang penuh dengan fitnah. Hal semacam ini diperbolehkan bagi kaum Muslimin, meskipun sesungguhnya berbagai penganiayaan justru akan menyucikan iman. Berbagai tekanan dalam dakwah juga akan menyalakan api keikhlasan dan perlawanan akan menajamkan tekad. Keimanan akan membawa pemiliknya pada kemampuan merendahkan segala hal (selain Allah, penerj.), dan memunculkan keberanian berkorban di jalan-Nya dengan harta, kehormatan, waktu, dan jiwa. Memang benar, iman pada Allah menjadikan seorang Mukmin mampu mendahulukan dirinya dari ancaman bahaya di jalan Allah. Akan tetapi, penganiayaan yang terus-menerus dan pengorbanan yang tidak henti-hentinya menjadikan seorang Mukmin hanya sibuk dengan kesabaran menahan cobaan dan memusatkan perhatian pada bermacam-macam pengorbanan. Hal itu bisa memalingkan dari kecermatan berfikir. Padahal kecermatan itu diperlukan untuk meningkatkan darjat keimanan dan darjat pengetahuan pada kebenaran yang kuat dan mendalam. Maka kaum Mukminin harus hijrah dari wilayah-wilayah yang penuh dengan fitnah. Ini terjadi pada kasus hijrahnya kaum Muslimin ke negeri Habsyah. Adapun hijrah mereka ke Madinah. hal itu dilakukan agar mereka bisa melanjutkan proses dakwah risalah Islam ke dalam suatu keadaan yang memungkinkan risalah ini hidup di tengah-tengah masyarakat yang baru, sekaligus mendorong bergesernya bola dunia untuk meninggikan kalimat Allah. Dari sini Rasulullah Saw. berfikir untuk memerintahkan para sahabatnya berhijrah ke Madinah, setelah masuk dan tersebarnya Islam di sana. Sebelum beliau memerintahkan mereka hijrah ke Yatsrib (Madinah) dan sebelum menetapkan perintah untuk hijrah ke sana, beliau harus melihat orang-orang Madinah yang datang berhaji melihat kondisi kaum Muslimin yang datang untuk berhaji, memperhatikan sejauh mana kesiapan mereka untuk menjaga dakwah menyaksikan sejauh mana kesiapan mereka berkorban di jalan Islam dan melihat apakah kedatangan mereka ke Makkah sanggup memberikan bai'atnya kepada Nabi dengan bai'at perang, yaitu bafat yang akan menjadi batu pijakan untuk mendirikan Daulah Islamiyah. Beliau akhirnya menunggu kedatangan rombongan haji. Kejadian itu terjadi pada tahun ke-12 setelah diutusnya Rasulullah, bertepatan dengan tahun 622 M. Rombongan haji yang datang ke kota Makkah jumlahnya cukup banyak. Mereka terdiri dari 75 orang Muslim, 73 kaum lakil-aki dan dua orang wanita. Dua wanita Muslimah itu, Nasibah binti Ka'ab Ummi 'lmarah, salah seorang wanita Muslim dari Bani Mazin

Bai'at 'Aqabah Kedua 5 9

bin an-Najjar dan Asma' binti Amru bin Adiy, salah seorang Bani Salamah. Dia adalah Ummu Muni'. Rasulullah Saw. bertemu dengan mereka secara rahsia. Beliau berbicara kepada mereka pada peristiwa yang dikenal dengan bai'at `aqabah kedua. Pembicaraannya tidak sebatas masalah dakwah saja, yang menuntut kesabaran dalam menghadapi semua gangguan, tetapi juga menjangkau aspek kekuatan yang memungkinkan mereka mampu mempertahankan kaum Muslimin. Lebih dari itu, bai'at melahirkan kesepakatan untuk mewujudkan inti Islam, yang menjadi batu pondasi dan pilar pertama berdirinya Daulah Islamiyah, yaitu suatu negara yang akan menerapkan Islam di masyarakat. membawa risalah universal ke seluruh umat manusia, membawa kekuatan yang mampu menjaga alam, dan menghilangkan semua penghalang yang bisa merintangi jalan penyebaran dan penerapan Islam. Beliau membicarakan hal itu kepada mereka, dan beliau mengetahui kesiapan mereka yang baik. Oleh karena itu, beliau berjanji kepada mereka untuk bertemu di sebuah bukit di tengah malam pada pertengahan hari tasyriq. Beliau berpesan kepada mereka, “Janganlah membiarkan diri kalian tertidur, dan jangan menunggu sesuatu yang tidak jelas!” Pada hari yang dijanjikan. dan setelah sepertiga malam pertama telah lewat. mereka keluar dari pondokan mereka dengan mengendap-endap dan sembunyi-sembunyi. kerana khawatir persoalan mereka terbongkar. Mereka pergi ke sebuah bukit yang dijanjikan lalu mendakinya secara berkelompok. Dua wanita yang bersama mereka juga turut mendaki. Mereka kemudian berada bukit sambil menunggu kedatangan Rasulullah Saw. Tidak lama kemudian beliau dan pamannya, 'Abbas, datang menemui mereka. Saat itu Abbas belum masuk Islam. Dia datang hanya untuk mengawasi dan menjaga keselamatan kemenakannya. Dialah orang pertama yang berbicara. “Wahai kaum Khajraj,” sapa Abbas, “Sebagaimana yang kalian ketahui sesungguhnya Muhammad berasal dari golongan kami. Kami telah menjaganya dari ancaman kaum kami, dan dari orang yang memiliki kedudukan yang sama. Dia dimuliakan kaumnya, disegani di negerinya. (Akan tetapi) hal itu ditolaknya untuk pergi mendatangi kalian dan bergabung dengan kalian. Jika kalian melihat diri kalian mampu menjamin dengan apa yang kalian katakan kepadanya, dan mampu melindungi dirinya dari orang-orang yang menentangnya, maka kalian dan apa yang akan kalian bawa menjadi tanggung jawab kalian terhadap semua itu. Jika kalian melihat diri kalian akan menyerahkan dan menelantarkannya setelah dia keluar dari (kota ini) menuju kalian, maka mulai sekarang (lebih baik) tinggalkan dia.” Mendengar pernyataan Abbas, rombongan dari Madinah berkata kepadanya. “Kami mendengar apa yang telah engkau katakan.” Lalu mereka berpaling kepada Rasulullah Saw. ‘Bicaralah, wahai Rasulullah lalu ambillah apa yang engkau sukai untuk dirimu dan Tuhanmu,” lanjut mereka. Setelah membaca al-Quran dan memberi semangat kepada Islam. Rasulullah Saw. menjawab. “Aku mempercayai kalian untuk melindungiku seperti kalian melindungi isteri-isteri dan anak-anak kalian.” Lalu al-Barra' mengulurkan tangannya untuk memberikan bai'atnya kepada Rasulullah

saw. seraya berkata, “Kami membai'atmu, wahai Rasulullah. Demi Allah, kami adalah generasi kesatria dan penduduk dari suatu daerah yang penuh dengan peperangan. Kami mewarisi para pahlawan dan (kami) berasal dari para pahlawan. “Namun belum selesai mengucapkan pernyataannya al-Barra' sudah disela oleh Abu al-Haitsam bin at Tiihan dengan mengatakan. “Ya Rasulullah, di antara kami dan orang-orang Yahudi ada ikatan perjanjian. Kami berniat memutuskannya. Jika kami melakukan hal itu, kemudian Allah memenangkanmu, apakah engkau akan kembali kepada kaummu dan meninggalkan kami?” Rasul yang agung itu tersenyum. Beliau menatap mereka sejenak, kemudian berkata, “Bahkan, darah akan dibalas dengan darah, pukulan dibalas dengan pukulan! Sesungguhnya aku adalah bahagian dari kalian, dan kalian adalah bahagian dari diriku. Aku akan memerangi orang yang kalian perangi, dan berdamai dengan orang yang kalian berdamai dengannya.” Orang-orang Madinah itu pun sangat bersemangat untuk memberikan bai'at. Namun, Abbas bin `Ubadah segera berdiri dan berkata, “Wahai kaum Khajraj, apakah kalian menyedari makna pemberian bai'at pada laki-laki ini? Sesungguhnya kalian memberikan bai'at kepadanya untuk memerangi (seluruh) bangsa (baik yang) berkulit putih maupun hitam. Jika kalian menyaksikan harta benda kalian habis diterjang musibah, dan tokoh-tokoh kalian mati terbunuh, apakah kalian akan menyerahkannya?. Maka mulai sekarang, demi Allah, jika kalian melakukannya, maka dia adalah kehinaan dunia dan akhirat. Namun, jika kalian melihat bahwa diri kalian akan menepatinya dengan mengajaknya ke Madinah (dengan membawa risiko) kemusnahan harta benda dan gugurnya banyak tokoh, maka ambillah dia. Demi Allah, dia adalah sebaik-baik dunia dan akhirat!" Kaum itupun menjawab, "Sesungguhnya kami akan mengambilnya meski dengan risiko musnahnya harta benda dan terbunuhnya banyak tokoh.” Kemudian mereka berpaling kepada Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, jika kami memenuhi (seruan)mu, maka apa balaasannya bagi kami?” “Surga,” jawab beliau dengan tenang. Seketika itu juga mereka beramai-ramai mengulurkan tangan, membentangkan tangan. dan menjabat tangan untuk berbai'at seraya berkata. “Kami membai'atmu, ya Rasulullah. Kami akan tetap mendengarkan dan menaatimu baik dalam keadaan sulit, maupun mudah, gembira, ataupun sempit ataupun musibah yang menimpa kami. Kami tidak akan merampas (kekuasaan) dari yang berhak. Dan kami akan berkata benar di manapun kami berada. Dan kami tidak takut (selain kepada Allah) terhadap celaan orang-orang yang suka mencela.” Selesai mereka mengucapkan bai'at, beliau berkata. 'A ' iukanlah kepadaku 12 orang pemimpin di antara kalian agar mereka menjadi penanggung jawab segala urusan untuk setiap kaumnya!" Mereka kemudian memilih sembilan tokoh dari Khajraj dan tiga tokoh dari Aus. “Kalian adalah para pemuka yang bertanggung jawab terhadap kaum kalian tentang apa yang terjadi pada diri mereka,” kata Nabi Saw. “Tanggung jawab kalian seperti tanggung jawab kaum Hawariyyin pada `Isa bin Maryam, sementara aku adalah penanggung jawab kaumku.”

Bai'at 'Aqabah Kedua 5 9

“Ya, kami paham,” jawab mereka singkat. Setelah itu mereka kembali ke perkemahan mereka, mengemasi barang-barang. lalu pulang ke Madinah. Tidak lama berselang, Rasulullah Saw. memerintahkan kaum Muslimin hijrah ke Madinah. Mereka berangkat secara terpisah dalam kelompok-kelompok kecil. Hijrah gelombang pertama dilakukan secara individual atau beberapa orang saja. Sementara itu kaum Quraisy akhirnya mengetahui bai'at tersebut. Mereka berusaha mengembalikan ke Makkah orang-orang yang bisa dipaksa kembali. Mereka berusaha mengubah dan membalik keadaan antara kaum Muslimin. Sampai-sampai hijrah ini mengakibatkan rosaknya hubungan suamiisteri. Meskipun demikian teror-teror semacam itu tidak mempengaruhi kelangsungan hijrah. Bahkan gelombang hijrah kaum Muslimin ke Madinah datang susul-menyusul. Sedangkan Rasulullah sendiri masih tinggal di kota Makkah. Tidak seorang pun bisa memastikan apakah Muhammad akan hijrah ke Madinah. Abu Bakar sahabat karibnya, pernah mencoba meminta izin kepadanya untuk turut berhijrah ke Madinah. namun laki-laki agung itu menjawab. “Jangan terburu-buru!Barangkali Allah akan menjadikanmu orang yang menemani (hijrah)ku.” Dari jawapan itu, Abu Bakar menangkap bahwa beliau juga berniat hijrah. Sementara itu kafir Quraisy memperhitungkan kemungkinan hijrahnya Nabi Saw. ke Madinah. Mereka melihat setelah jumlah kaum Muslimin di sana semakin banyak akan memungkinkan mereka menjadi kekuatan utama yang berpusat di Madinah. Ditambah lagi dengan bergabungnya kaum Muslimin yang hijrah dari kota Makkah, maka jumlah itu tentu akan membentuk kekuatan besar. Jika itu terjadi, maka Muhammad akan menyongsong mereka yang sudah memiliki kekuatan besar. Bersamaan dengan itu kecelakaan dan kehancuran kafir Quraisy sudah diambang pintu. Atas perhitungan ini, maka kafir Quraisy berpikir keras untuk menemukan cara mencegah Rasul hijrah ke Madinah. Tetapi dalam waktu yang sama, mereka juga khawatir dengan tetap tinggalnya Muhammad di kota Makkah, yang akan mengundang kaum Muslimin di Makkah, sementara mereka sudah sangat rindu dan sudah membentuk kekuatan, lalu mereka bersama-sama datang ke kota Makkah untuk mempertahankan dan melindungi Rasulullah Saw. Oleh kerana itu, mereka berfikir untuk membunuh Muhammad hingga tidak sempat menyusul kaum Muslimin di Madinah dan supaya di sana tidak ada suatu perkara yang menyebabkan konflik antara mereka dengan penduduk Madinah kerana Islam dan (keberadaan) Muhammad. Buku-buku sejarah telah menuturkan perjalanan dakwah Nabi sebagaimana disebutkan dalam hadits Aisyah ra. dan Abi Umamah bin Sahm, iaitu: “Ketika muncul 70 orang (mukmin baru) yang bertolak (ke Madinah), jiwanya menjadi lapang. Allah telah menjadikan ahlu harb (ahli perang, yaitu suku Khajraj dan Aus) sebagai kekuatan dan keberanian untuknya.” Teror dan siksaan kaum musyrik yang ditimpakan kepada kaum Muslimin, yang memproklamirkan hijrah makin bertambah berat dan keras. Mereka mempersempit ruang gerak dan menekan para sahabat Nabi. Kaum Muslimin memperoleh siksaan dalam bentuk yang belum pernah mereka peroleh sebelumnya. baik berupa celaan maupun penganiayaan. Mereka mengadu kepada Rasulullah Saw, beliau menjawab. “Aku telah ditunjukkan perkampungan, tempat kalian berhijrah iaitu Yatsrib. Barangsiapa di antara kalian yang ingin berhijrah, maka berhijrahlah ke sana.”

hibur Rasulullah Saw. Mereka bersiap-siap untuk hijrah. Mereka saling menjalin kekerabatan dan persahabatan, saling berwasiat, kemudian berangkat hijrah dengan sembunyi-sembunyi. Mereka berangkat dengan cara berpencar dan berkelompok-kelompok yang saling terpisah. Sementara Rasulullah Saw. masih tinggal di Makkah, menanti perintah hijrah untuknya. Sahabat karibnya, Abu Bakar, berkali-kali meminta izin kepadanya untuk berangkat hijrah ke Madinah, setelah menyaksikan banyak kaum Muslimin yang sudah berangkat hijrah. “Janganlah terburu-buru. Barangkali Allah menjadikanmu orang yang akan menemani (hijrah)ku,” hibur Rasulullah. Abu Bakar amat gembira mendengarnya, dan dia sangat ingin menjadi pendamping hijrah Rasulullah. Tatkala kafir Quraisy menyaksikan hijrahnya para sahabat Muhammad, dan mereka mengetahui bahwa Muhammad sedang menghimpun kekuatan untuk memeranginya, maka mereka segera mengadakan pertemuan di Daar an-Nadwah untuk memusyawarahkan apa yang akan mereka lakukan terhadap Muhammad. Kemudian rapat ditutup dengan menghasilkan keputusan membunuh Muhammad. Lalu mereka berpencar untuk melaksanakan keputusan itu. Tidak berapa lama Jibril datang menemui Rasulullah dan memerintahkan beliau agar malam itu tidak bermalam di tempat tidur di rumahnya. Jibril memberitahukan Rasul tentang rencana jahat kaum Quraisy. Pada malam itu, beliau tidak bermalam di rumahnya dan Allah memerintahkannya hijrah ke Madinah. Berdasarkan hal ini, maka adanya kekuatan Islam yang secara riil di Madinah, dan kesiapan Madinah untuk menerima Rasul, serta pendirian Daulah Islamiyah di sana, itulah yang mendorong Rasul untuk berhijrah. Ini adalah penyebab langsung hijrahnya Rasulullah. Dengan demikian, amat keliru apabila ada orang yang menduga bahwa Muhammad hijrah dari Makkah kerana khawatir dengan ancaman orang-orang kafir Quraisy yang hendak membunuhnya. Dalam aktiviti dakwah, Rasulullah tidak pernah memperhitungkan masalah penderitaan. Kematian tidak pernah menyibukkan fikirannya. Keselamatan jiwa dan kehidupannya juga tidak menjadi agenda utama dalam dakwahnya. Hijrahnya ke Madinah hanya semata-mata karena dakwah dan untuk mendirikan Daulah Islamiyah. Sedangkan pertemuan kafir Quraisy yang menghasilkan keputusan untuk membunuh Muhammad, semata-mata kerana didasari rasa takut akan hijrahnya Rasulullah ke Madinah, dan keberhasilannya memperkokoh dakwah di sana. Kenyataannya, memang beliau berhasil mengalahkan mereka. Rasulullah Saw. hijrah semata-mata patuh pada perintah Tuhannya dan tidak ada yang mampu mencegahnya meski pertemuan orang-orang kafir Quraisy. Dengan demikian,, hijrah merupakan batas pemisah atau tonggak dalam Islam di antara tahapan-tahapan dakwah, iaitu antara mewujudkan Islam secara berkelompok, Negara yang menjalankan pemerintahan Islam, menerapkan, mendakwahkan Islam dengan hujah dan bukti, dan dengan kekuatan yang menjaga dakwah ini dari kekuatan jahat dan nista.

Bai'at 'Aqabah Kedua 5 9

More Documents from "Iskandar Musa"