Bab Iv. Konsep Dasar Lansia.docx

  • Uploaded by: krismonita
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Iv. Konsep Dasar Lansia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,954
  • Pages: 16
BAB. IV KONSEP DASAR LANJUT USIA

A. Pengertia Lansia Menurut World Health Organisation (WHO) Lanjut usia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas (Nugroho, 2008: 34). Lanjut usia adalah suatu kejadian yang pasti akan di alami oleh semua orang yang dikarunia usia panjang, dan tidak bisa dihindari oleh siapapun, namun manusia dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya. Menua ( Menjadi tua : anging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan – lahan kemampuan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normal sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Ranah, 2008:1). Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Pada kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process. Ilmu yang mempelajari fenomena bersamaan dengan proses kemunduran (Nugroho, 2008:1) Menurut Paris Constantinides (1994) Menua adalah suatu proses menghilangnya secra perlahan – lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan struktur dan fungsi normal, ketahanan terhadap injuri termasuk adanya infeksi. Proses menua sudah berlangsung sejak seorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf dan jaringan lain sehingga tumbuh “mati” sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan seorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda, baik dalam penyampaian puncak maupun saat menurunya, namun umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada umur 20-30 tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai bertambahnya umur. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Mariam. R. Siti, 2008: 32). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) No. 13 tahun 1998

tentang kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Mariam. R. Siti, 2008 :32).

B. Batasan Umur Lansia Batasan umur menurut organisasi kesehatan dunia World Health Organisation (WHO), ada empat tahap lanjut usia meliputi : a) Usia pertengahan (Middle Age) = kelompok usia 45-59 tahun; b) Lanjut usia (Elderly) = antara 60-74 tahun; c) Lanjut usia tua (Old) = antara 75-90 tahun; d) Usia sangat tua (Very Old) = diatas 90 tahun. Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni : a) Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia. b) Kelompok lansia (65 tahun ke atas). c) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun

C. Klasifikasi Lansia Klasifikasi pada lansia ada 5 (Mariam. R. Siti, 2008:33), yakni : a) Pralansia (Prasenilis) Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun. b) Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. c) Lansia resiko tinggi Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehattan (Depkes RI, 2003). d) Lansia Potensial Lansia yang masih mampu melakukan aktifitas. e) Lansia Tidak potensial Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. (Depkes RI, 2003).

D. Karateristik Lansia

a. Beberapa karakteristik lansia yang perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia adalah: b. Jenis kelamin: Lansia lebih banyak pada wanita. Terdapat perbedaankebutuhan dan masalah kesehatan yang berbeda antara lansia laki-lakidan perempuan. Misalnya lansia laki-laki sibuk denganhipertropiprostat, maka perempuan mungkin menghadapi osteoporosis. c. Status perkawinan: Status masih pasangan lengkap atau sudah hidupjanda atau duda akan mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisikmaupun psikologis. d. Living arrangementmisalnya keadaan pasangan, tinggal sendiri ataubersama instri, anak atau kekuarga lainnya. 1) Tanggungan keluarga: masih menangung anak atau anggota keluarga 2) Tempat tinggal: rumah sendiri, tinggal bersama anak. Denganinikebanyakan lansia masih hidup sebagai bagian keluarganya, baiklansia sebagai kepala keluarga atau bagian dari keluarga anaknya

3. Mitos Lansia Dalam masyarakat kita, sering dijumpai pengertian dan mitos yang salah kaprah mengenai lansia, sehingga banyak merugikan para lansia. Salah kaprah tersebut adalah anggapan dan pandangan yang keliru namun tetap diucapkan dan dipraktekkan secara keliru pula, sehingga sangat merugikan. Dalam hal ini yang dirugikan adalah para lanjut usia, karena dapat merupakan stigma (cap buruk) dari masyarakat dan dapat mempengaruhi orangorang yang sesungguhnya memiliki kepedulian untuk membantu para lansia. Salah kaprah yang seringkali kita jumpai dalam masyarakat mencakup beberapa hal sebagai berikut: 1.

Lansia berbeda dengan orang lain

2.

Lansia tidak dapat belajar keterampilan baru serta tidak perlu pendidikan dan latihan

3.

Lansia sukar memahami informasi baru

4.

Lansia tidak produktif dan menjadi beban masyarakat

5.

Lansia tidak berdaya

6.

Lansia tidak dapat mengambil keputusan

7.

Lansia tidak butuh cinta dan tidak perlu relasi seksual

8.

Lansia tidak menikmati kehidupan sehingga tidak dapat bergembira

9.

Lansia itu lemah, jompo, ringkih, sakit-sakitan atau cacat

10. Lansia menghabiskan uang untuk berobat 11. Lansia sama dengan pikun

Dalam masyarakat kita selaku orang timur dengan budaya kekeluargaan yang sangat kental; anak, cucu dan sanak saudara dari para lansia pada umumnya sangat tidak keberatan untuk menerima kehadiran dan keberadaan lansia di dalam keluarganya. Namun demikian adanya pandangan yang keliru seperti tersebut diatas tak urung bisa mempengaruhi anggota keluarga dalam memperlakukan para lansia. Hal inilah yang perlu diperjelas supaya salah kaprah tersebut tidak terjadi berkepanjangan dan perlu dicari cara untuk mensosialisasikan pengertian dan pemahaman yang benar sehingga lansia memiliki hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan kondisi, usia, jenis kelamin dan status sosial mereka dalam masyarakat. Salah satu cara mengurangi salah kaprah dan tindakan yang keliru sehingga dapat memahami lansia secara benar adalah dengan melihat realita yang ada.

1. Lansia Berbeda Dengan Orang Lain Orang yang mencapai tahap perjalanan hidup sampai mencapai lanjut usia dapat dikatakan sebagai orang yang beruntung. Mereka telah mengenyam kehidupan dalam masa yang panjang. Di Indonesia pemerintah dan lembaga-lembaga pengelola lansia, memberi patokan bahwa mereka yang disebut lansia adalah yang telah mencapai usia 60 tahun yang dinyatakan dengan pemberian KTP seumur hidup. Namun di negara maju diberi patokan yang lebih spesifik: 65 - 75 tahun disebut old, 76 - 90 tahun disebut old -- old dan 90 tahun ke atas disebut very old (W.M.Roan, 1990). Pengelompokan tersebut bersifat teoritik artinya untuk kepentingan ilmiah namun dalam kenyataan untuk pelayanan kesehatan, sosial dan sebagainya tidak dibedakan. Meskipun lansia seringkali mendapat prioritas dan fasilitas; misalnya kalau naik pesawat dapat potongan khusus, beberapa tempat wisata memberi karcis gratis bagi pengunjung lansia, di bandara atau stasiun Kereta Api disediakan loket/jalan khusus bagi lansia, hal itu bukan dimaksudkan untuk membedakan lansia dengan orang lain tetapi lebih bertujuan untuk membantu kelancaran pelayanan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mereka.

Bahwa para lansia tersebut harus dihormati tentu kita semua setuju. Sebagai orang timur orang yang lebih tua memang mendapat kehormatan yang lebih dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Dalam adat Jawa lansia sebagai pinisepuh atau sesepuh yaitu orang yang memiliki kehormatan yang tinggi dan bila ada hajatan ditempatkan di tempat yang istimewa.

2. Lansia Tidak Dapat Mempelajari Ketrampilan Baru dan Tidak Memerlukan Pendidikan dan Latihan Kenyataan di masyarakat terutama di Perguruan Tinggi banyak lansia yang dapat menyelesaikan studinya sampai jenjang S-2 atau S-3, berkompetisi dengan orang-orang muda secara jujur dan objektif. Bahkan dalam proses belajar bersama para lansia tersebut justru sering menjadi teladan yang memberikan motivasi yang tinggi bagi kawan-kawannya yang lebih muda. Hal itu menunjukkan bahwa lansia dapat mempelajari ketrampilan baru sama baiknya dengan orang lain, hanya mungkin karena lama tidak berlatih dan kadangkadang kurang memiliki keyakinan akan kemampuannya sehingga butuh dorongan dari orang lain. Bagi lansia dorongan dan keinginan mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru merupakan suatu hal yang biasa, baik dengan motivasi untuk meningkatkan mutu kehidupannya maupun mengisi waktu luangnya agar lebih produktif dan berguna. Semakin banyak pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki lansia makin banyak pula hal-hal yang dapat disumbangkan kepada masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa lansia merupakan sumber ilmu pengetahuan dan keterampilan serta referensi yang sangat baik dan berharga, sehingga perlu dipelihara. Cara memeliharanya adalah dengan mengajak mereka untuk berdiskusi, berkonsultasi, bertanya serta menempatkan lansia sebagai nara sumber dalam berbagai bidang yang disenangi dan dimiliki. Berdasarkan kenyataan di atas adalah keliru bila lansia itu dianggap tidak dapat mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru. Sebaliknya, mereka justru memiliki sumber enerji yang tetap kuat untuk belajar, meski perlu motivator untuk lebih meyakinkan bahwa dirinya mampu. Pandangan yang keliru pula yang mengatakan bahwa lansia itu jompo, rapuh, tidak perlu belajar dan berlatih, dan tidak perlu bekerja, sehingga dianjurkan untuk istirahat, enakenak, ongkang-ongkang kaki saja di rumah. Jika pandangan tersebut dipraktekkan maka justru mungkin hal semacam itulah yang akan menimbulkan stress dan distress serta dispair (putus harapan) pada lansia. Merupakan suatu tindakan yang bijaksana jika para anggota

keluarga tetap memberikan kesempatan pada lansia untuk melakukan kegiatan apa saja yang disukainya sehingga tetap menjaga harga diri, martabatnya serta merasa dirinya berguna untuk yang lain. Agar lansia tetap eksis dalam keluarga dan masyarakat maka perlu pendidikan dan latihan dalam arti menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pribadinya serta tuntutan lingkungan

3. Lansia Sukar Menerima Informasi Baru Pada lansia kesempatan untuk memperoleh informasi baru justru terbuka lebar, karena waktu senggangnya relatif banyak. Umumnya pada masa ini tidak dituntut untuk bekerja keras seperti masa-masa sebelumnya. Dalam kehidupan lansia umumnya haus akan beritaberita baru dan informasi-informasi baru, karena mereka tidak mau ketinggalan informasi dibandingkan orang-orang yang lebih muda. Dalam kenyataan kita menjumpai bahwa mereka banyak nonton televisi, mendengarkan radio, membaca koran, majalah ataupun bertanya kepada sesama lansia atau orang yang lebih muda tentang tentang hal-hal baru yang berkembang dalam masyarakat. Dalam kenyataan lansia lebih tahu berita baru dari orang-orang lain dan sangat senang menyampaikan berita baru tersebut kepada kawankawannya, maupun kepada yang lebih muda. Bagi lansia adanya informasi baru berarti menstimulasi fungsi kognitifnya, fungsi afektifnya dan fungsi psikomotoriknya yang membuat syaraf-syaraf otaknya tetap berfungsi secara normal.

4. Lansia Tidak Produktif dan Menjadi Beban Masyarakat Umumnya lansia di negara-negara berkembang dan negara-negara yang belum memiliki tunjangan sosial untuk hari tua, akan tetap bekerja untuk memenuhi tuntutan hidup maupun mencukupi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggungannya. Jadi tidaklah sepenuhnya benar jika dikatakan lansia tidak produktif. Dalam kenyataan di dunia ini jutaan orang bekerja mendapat bayaran, namun ada juga jutaan orang bekerja tanpa mendapat bayaran misalnya pemuka masyarakat, ulama, guru-guru ngaji, mereka yang merawat anak-anak, orang sakit, orang cacat, lansia yang sudah sangat tua, guru sukarelawan dan banyak lagi. Baik yang dibayar maupun yang tidak semuanya memiliki andil dan sumbangan yang besar dalam perkembangan masyarakat. Biasanya para lansia memainkan perannya sebagai orangorang yang bekerja tanpa mendapat bayaran namun memiliki arti yang sangat penting dalam

masyarakat karena sumbangan ide-ide dan nasehatnya. Dalam proses penuaan sendiri mereka sering menemukan cara-cara yang tepat dan bijaksana dalam mengatasi tantangan yang dihadapi. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika dalam banyak kasus, lansia seringkali merupakan penasehat yang jitu untuk mengatasi masalah-masalah sosial dalam kehidupan masyarakat. Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa lansia amat memerlukan dukungan atau support dari lingkungan keluarga dan masyarakat. Lansia bukan merupakan beban bagi yang muda, sebaliknya mereka sering menjadi teladan bagi orang muda, misalnya dalam sopan santun, disiplin, keteguhan iman, kejujuran, semangat juang, maupun kewibawaan.

5. Lansia Tidak Berdaya Tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa lansia itu tidak berdaya, sebab dalam kenyataan para lansia tetap eksis dan terus berjuang mencari kehidupan yang lebih baik. Kalau seorang lansia memerlukan bantuan biasanya ia tahu persis apa yang diperlukan secara wajar. Mereka memiliki banyak pengalaman dalam kehidupannya, sehingga dalam keseharian kita sering menjumpai bahwa lansia tidak mau tinggal diam, ada saja yang ingin dikerjakannya. Terkadang memang ada yang menjadi loyo atau pasrah, mereka ini umumnya lansia yang pada masa mudanya sudah terkuras oleh tugas-tugas berat dan tingkat pendidikan yang relatif rendah, sehingga dalam masa lansia tidak berdaya. Untuk menghadapi lansia model demikian, lingkungan hendaknya selalu memberikan support dan rasa peduli, agar mereka tidak merasa tersisih dan tetap memiliki harga diri. Adalah keliru jika anggota keluarga selalu mendampingi lansia, melarang mereka untuk berkomunikasi dengan sesama lansia, melarang mereka bepergian ke suatu tempat karena takut kecapaian, dan menganjurkan lansia untuk istirahat saja di rumah. Cara demikian justru akan memperburuk kondisi lansia yang berakibat bahwa mereka akhirnya merasa tak berdaya.

6. Lansia Tidak Dapat Mengambil Keputusan Untuk Kehidupan Dirinya Setiap orang kadang-kadang sulit mengambil keputusan. Hal ini berlaku bagi siapa saja, baik bagi orang muda atau lansia. Namun demikian tidaklah berarti bahwa lansia tidak dapat mengambil keputusan untuk kehidupannya sendiri. Bahkan lansia sebagai orang yang

dihormati, justru sering dijadikan referensi untuk dimintai nasehatnya oleh anak, cucu maupun sanak saudara, dalam mengambil keputusan. Sebagai contoh seorang anak atau cucu bila masih memiliki kakek- nenek, bila akan mengadakan hajatan akan selalu minta doa restu dan nesehat dalam mengambil keputusan penting. Nasehat dari orang tua yang sudah lanjut usia ini akan dipegang teguh dan dilaksanakan oleh anak cucunya. Hal yang perlu diperhatikan agar lansia mampu mengambil keputusan untuk kepentingan kehidupan dirinya adalah dengan cara sering mengajaknya berdiskusi tentang hal-hal baru dan sering meminta petunjuk atau petuahnya sehingga ia merasa tetap eksis dan memiliki rasa percaya diri.

7. Lansia Tidak Butuh Cinta dan Relasi Seksual Fungsi psikis setiap orang baik fungsi kognitif, afektif dan konatif (psikomotorik) serta kombinasi-kombinasinya, selama hayat masih dikandung badan masih tetap berfungsi. Proses pikir, perasaan dan kemauannya tetap berfungsi dengan baik, apalagi bila sering mendapat stimulasi secara teratur dalam kehidupannya. Bahkan relasi seksualpun tetap berjalan bila masih memiliki pasangan. Oleh karena itu, adalah tindakan yang keliru jika lansia dianjurkan untuk meng-isolasi diri agar tidak memiliki pikiran yang menyusahkan dirinya ataupun keinginan-keinginan yang menyusahkan orang lain. Agar gairah hidup tetap berkobar lansia perlu berinteraksi dengan orang-orang muda untuk berdiskusi, berkomunikasi atau bersuka ria. Sayangnya seringkali orang muda tidak tertarik untuk melakukan hal itu. Namun demikian bila orang-orang muda memiliki pemahaman yang benar tentang kebutuhan lansia dan mau membantu kesejahteraan batin mereka; hendaknya yang muda (terutama anggota keluarga) mau beramal untuk kepentingan lansia.

8. Lansia Tidak Menikmati Kehidupan Sehingga Tidak dapat Bergembira Pada dasarnya tidak ada orang di dunia ini berencara untuk berhenti bersenang-senang, kecuali orang tersebut berada dalam kondisi depresi atau distress. Semua orang ingin hidup senang, bahagia dan sejahtera, termasuk para lansia. Lansia sekarang ini justru mendambakan kenikmatan hidup di hari tua. Itulah sebabnya sejak muda orang sudah bekerja keras, agar di hari tua nanti mendapat pensiun ataupun tabungan yang cukup untuk menikmati masa tuanya. Harapan itu merupakan idaman setiap orang, sehingga termotivasi untuk belajar dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi bahkan sekarang semua berlomba untuk belajar

sampai S-3. Kiranya usaha keras untuk mencari ilmu pengetahuan bertujuan untuk mendapatkan pekerjaan yang mapan, sehingga nantinya memiliki hari tua yang sejahtera, dapat menikmati hidup hari tua dan bahagia atau menjadi lansia yang dapat bergembira. Agar lansia dapat menikmati kehidupan di hari tua sehingga dapat bergembira atau merasa bahagia, diperlukan dukungan dari orang-orang yang dekat dengan mereka. Dukungan tersebut bertujuan agar lansia tetap dapat menjalankan kegiatan sehari-hari secara teratur dan tidak berlebihan. Dukungan dari keluarga terdekat dapat saja berupa anjuran yang bersifat mengingatkan si lansia untuk tidak bekerja secara berlebihan (jika lansia masih bekerja), memberikan kesempatan kepada lansia untuk melakukan aktivitas yang menjadi hobinya, memberi kesempatan kepada lansia untuk menjalankan ibadah dengan baik, dan memberikan waktu istirahat yang cukup kepadanya sehingga lansia tidak mudah stress dan cemas. Perlu dipahami bahwa setelah orang mencapai masa lansia, baik fisik maupun mental sosial secara perlahan mengalami perubahan, namun hal itu dapat ditahan agar perubahan tersebut tidak terlalu dirasakan sebagai penghambat dalam kehidupan. Perubahan-perubahan yang terjadi hendaknya jangan dijadikan sumber stress tetapi perlu diwaspadai dengan melakukan pemeriksaan kesehatan secara periodik. Kalau orang percaya bahwa dirinya sehat, maka ia akan memiliki gairah hidup yang baik dan tidak menunjukkan rasa khawatir yang berlebihan.

9. Lansia Lemah, Jompo, Ringkih, Sakit-sakitan atau Cacat Tidaklah sepenuhnya benar pendapat yang mengatakan bahwa lansia lemah, jompo, ringkih, sakit-sakitan atau cacat, karena dalam kenyataan banyak lansia yang masih gagah, masih mampu bekerja keras bahkan banyak yang masih memiliki jabatan penting dalam suatu lembaga. Memang kadang-kadang ada lansia yang ringkih (gampang jatuh, gampang sakit) atau sakit ataupun cacat tetapi hal itu berlaku untuk semua orang, baik orang muda juga ada yang memiliki kondisi semacam itu. Kondisi kesehatan orang dalam masyarakat menurut paradigma kesehatan saat ini bergradasi dari : lebih sehat, sehat, sehat sakit (ill health), sakit dan cacat. Kondisi kesehatan itu berlaku baik untuk anak, remaja, dewasa maupun lansia, jadi sebenarnya bukan lansia saja yang sakit-sakitan atau cacat, yang lain pun bisa demikian

10. Lansia Menghabiskan Uang untuk Berobat

Memang benar para lansia perlu melakukan pemeriksaan kesehatan secara periodik, namun bukan berarti bahwa mereka adalah orang yang sakit-sakitan. Untuk menjaga kesehatan tentu juga memerlukan obat, namun hal itu bukan berarti menghabis-habiskan uang untuk berobat. Perlu dipahami bahwa orang dalam perjalanan hidup sampai usia 70 ke atas pasti kadar gula, garam,dan lemak dalam tubuh sudah lebih banyak, sehingga mudah menjadi rentan terhadap penyakit kencing manis, stroke, jantung atau yang lainnya. Namun semuanya akan dapat dikontrol bila orang rajin memeriksa kesehatan. Lansia yang paham tentang kondisi dirinya tentu juga akan mengatur hidupnya secara lebih baik, misalnya makan tidak berlebihan, melakukan diet, tidak melakukan kegiatan-kegiatan secara berlebihan, sehingga memperkecil timbulnya penyakit. Lansia umumnya tahu diri dan faham dalam menjaga dan memelihara kesehatan dirinya yang ditunjukkan bentuk rajin olah raga ringan, rajin beribadah dan peduli terhadap kesehatannya.

11. Lansia Sama Dengan Pikun Pandangan ini keliru karena tidak semua lansia mengalami pikun (senile). Pikun ini adalah penyakit (patologis) pada orang tua, yang ditandai dengan dengan menurunnya daya ingat jangka pendek. Dalam kehidupan manusia daya ingat akan berubah sesuai dengan usia, sehingga setelah orang menjadi lansia ia tidak cepat dapat mengingat sesuatu, terutama hal yang baru. Namun anggapan bahwa lansia sama dengan pikun merupakan suatu kekeliruan. Banyak cara menyesuaikan diri dengan perubahan daya ingat dan banyak hal yang mempengaruhi daya ingat manusia, pada usia berapa saja daya ingat tersebut akan berkurang ketajamannya jika orang trsebut dalam keadaan lelah, stress, cemas, khawatir, depresi, sakit atau jiwanya tidak tenang. Demi menjaga agar daya ingat lansia tidak cepat berubah secara frontal, karena kondisi fisik dan usia, maka perlu dihindarkan atau paling tidak dikurangi dari hal-hal yang dapat menimbulkan kelelahan, kekawatiran, kecemasan, rangsangan emosi, depresi dan sakit. Disinilah kepedulian dari orang yang lebih muda sangat diperlukan sebagai kontrol agar lansia tidak melakukan hal-hal yang merugikan dirinya.

4. Proses Penuaan 1. Teori-teori Proses Menua

Teori – teori Proses Menua a. Teori Biologi 1). Teori genetik Clock Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik, setiap spesies mempunyai didalamnya inti selnya jam genetik yang telah di putar menurut suatu replikasi tertentu. Jadi bila jam ini berhenti kita akan meninggal duni tanpa di sertai dengan keadaan lingkungan / penyakit.

2). Teori Mutasi (teori error catastrapho) Menurut teori ini, menua disebabkan kesalahan yang beruntun dalam jangka waktu yang lama dalam transkripi dan trnslasi. Kesalahan tersebut menyebabkan terbentuknya enzim yang sama dan berakibat metabolisme yang salah, sehingga dapa mengurangi fungsional sel walau pun dalam batasan tertentu kesalahan dalam pembentukan RNA dapat di perbaiki , namun kemampuan memperbaiki diri terbatas pada transkripsi yang akan menyebabkan kesalahan sintesis protein enzim yang dapat menimbulakn metabolisme berbahaya.(Nugroho,2008:14). 3). Teori Auto Immune Mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi yang merusak membran sel, akan menyebabkan sistim imun tidak mengenalinya sehingga merusaknya. Dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat di produksi zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan akit (Nugroho,2008:14). 4). Teori Radikal Bebas Radikal bebas terdapat didalam bebas dan didalam tubuh karena ada proses metabolisme atau proses pernafasan didalam mitokondria. Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat relatif mengikat atom atau melokul alin yang meniimbulakn berbagai kerusakan atau perubahan dalam tubuh. Tidak stabilnya radikal bebas (sel atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan – bahan organik misalnya: karbo hidrat dan protein. (Nugroho , 2008:14).

b.

Teori Psikologi

Perubahan psikologi yang terjadi dapat dihubungkan dengan mental dan keadaan fungsional. Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit untuk dipahami saat berinteraksi (Mariam.R.Siti,2008:47). Menurut Birren dan Jenner (1997) yang menunjukan kemapuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian situasi yang dihadapi ( Nugroho,2006:21)

c.

Teori Sosial

Peran yang dihadapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya. Toeri ini terdiri dari : 1). Teori interaksi sosial Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada situasi tertentu, yaitu atas dasar hal – hal yang dihargai masyarakat. Simmons (1945), mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus menjalin intraksi sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status sosialnya atas dasar kemapuannya untuk melakukan tukar menukar (Mariam.R.Siti, 2008:48)

2). Teori aktifitas Menurut palmore (1965) dan Lemon etal (1972) penuaan yang sukses bergantung dari bagai mana seseorang lansia merasakan kepusan dalam melakukan aktifitas serta mempertahankan aktifitas tersebut lebih dari penting dibandingkan kuantitas dan aktifitas yang dilakukan. Dari sisi lain aktifitas lansia menurun, akan tetapi dilain sisi dapat dikembangkannya, seperti : peran baru lansia sebagai relawan, kakek atau nenek, ketua RT. Dari pihak lansia sendiri terdapat anggapan bahwa penuaan merupakan suatu perjuangan untuk tetap muda dan berusaha untuk mempertahankan prilaku mereka semasa mudanya(Maryam .R.Siti, 2008: 50).

3). Teori kesinambungan Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia , pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat

dia menjadi lansia dapat terlihat bahwa gaya hidup, prilaku dan harapan seseorang menyatakan tidak berubah meskipun telah menjadi lansia(Maryam . R. Siti,2008:51) 2. Tugas Perkembangan Lansia Menurut Havighurst tugas-tugas perkembangan pada setiap individu adalah: 1)

Masa bayi dan masa kanak-kanak awal a.

Belajar memakan makanan padat.

b.

Belajar berjalan.

c.

Belajar berbicara.

d.

Belajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh.

e.

Mempelajari perbedaan seks dan tata caranya.

f.

Mempersiapkan diri untuk membaca.

g.

Belajar membedakan benar dan salah, dan mulai mengembangkan hati nurani.

2). Masa kanak-kanak akhir a. Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain. b. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri. c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman sebaya. d. Mulai mengembangkan peran sosial pria dan wanita. e. Mengembangkan keterampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung. f. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. g. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, tatakrama dan tingkatan nilai. h. Mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga. i. Mencapai kebebasan pribadi.

3). Masa remaja a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya. b. Mencapai peran sosial pria dan wanita. c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung sosial. e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. f. Mempersiapkan karier ekonomi.

g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga. h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etika sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.

4). Masa dewasa awal. a.

Mulai bekerja.

b.

Memilih pasangan.

c.

Belajar hidup dengan tunangan.

d.

Mulai membina keluarga.

e.

Mengasuh anak.

f.

Mengelola rumah tangga.

g.

Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara.

h. Mencari kelompok sosial yang menyenangkan.

5). Masa usia paruh baya a. Mencapai tanggung jawab sosial dan dewasa sebagai warga negara. b. Membantu

anak-anak

remaja

belajar

menjadi

orang

dewasa

yang

bertanggungjawab danbahagia c. Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu luang. d. Menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai individu. e. Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan fisik. f. Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karier pekerjaan. g. Menyesuaikan diri dengan orang tua yang semakin tua.

6). Masa tua a. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan. b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan keluarga. c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup. d. Membentuk hubungan orang-orang seusia.

Tugas perkembangan keluarga merupakan tanggung jawab yang harus dicapai oleh keluarga dalam setiap tahap perkembangannya. Keluarga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan biologis, imperative (saling menguatkan), budaya dan aspirasi serta nilai-nilai keluarga. Menurut Carter dan McGoldrick (1988), tugas perkembangan keluarga dengan lansia adalah sebagai berikut : a.

Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan

b.

Penyesuaian terhadap pendapatan yang menurun

c.

Mempertahankan hubungan perkawinan

d.

Penyesuaian diri terhadap kehilangan pasangan

e.

Pemeliharaan ikatan keluarga antar generasi

f.

Meneruskan untuk memahami eksistensi usia lanjut

Selain itu, lansia sendiri harus dapat melakukan perawatan dirinya sendiri, keluarga dan orang-orang disekitarnya pun perlu memahami bagaimana melakukan perawatan yang tepat bagi lansia tersebut. Oleh karena selama individu tersebut memiliki semangat untuk hidup serta melakukan kegiatan-kegiatan, maka ia akan tetap produktif dan berbahagia meskipun usianya telah lanjut.

Related Documents

Konsep Dasar
May 2020 49
Konsep Dasar
November 2019 61
Konsep Dasar
November 2019 71

More Documents from "Galih Luthfiansyah"