ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DEPRESI 1. Pengertian Depresi merupakan suatu gangguan mood. Moodadalah suasana perasaan yang m eresap dan menetapyang dialami secara internal dan yang mempengaruhiperilaku seseora ng dan persepsinya terhadap dunia(Sadock & Sadock, 2007). Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian (Splitting of personality), prilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal (Hawari Dadang, 2001). Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Wahyulingsih dan Sukamto, 2004). Depresi adalah suatu bentuk gangguan suasana hati yang mempengaruhi kepribadian seseorang. Depresi juga merupakan perasaan sinonim dengan perasaan sedih, murung, kesal, tidak bahagia dan menderita. Individu umumnya menggunakan istilah depresi untuk merujuk pada keadaan atau suasana yang melibatkan kesedihan, rasa kesal, tidak mempunyai harga diri, dan tidak bertenaga. (Suryantha Chandra, 2002:8)
2. Etiologi Etiologi diajukan para ahli mengenai depresipada usia lanjut (Damping, 2003) adalah: a. Polifarmasi Terdapat beberapa golongan obat yang dapatmenimbulkan depresi, antara lain: an algetika, obatantiinflamasi nonsteroid, antihipertensi,antipsikotik, antikanker, ansiolitika, dan lainlain.
b. Kondisi medis umum Beberapa kondisi medis umum yang berhubungandengan depresi adalah gangguan endokrin,neoplasma, gangguan neurologis, dan lain- lain. c. Teori neurobiology Para ahli sepakat bahwa faktor genetik berperanpada depresi lansia.Pada beberapa penelitian juga ditemukan adanya perubahan neurotransmiter pada depresi lansia, seperti menurunnya konsentrasi serotonin, norepinefrin, dopamin, asetilkolin, serta meningkatnya konsentrasi monoamin oksidase otak akibat proses penuaan. Atrofi otak juga diperkirakan berperan pada depresi lansia. d. Teori psikodinamik Elaborasi Freud pada teori Karl Abraham tentang proses berkabung menghasilkan pendapat bahwa hilangnya objek cinta diintrojeksikan ke dalamindividu tersebut sehingga menyatu atau merupakanbagian dari individu itu. Kemarahan terhadap objekyang hilang tersebut ditujukan kepada di ri sendiri.Akibatnya terjadi perasaan bersalah ataumenyalahkan diri sendiri, merasa di ri tidak berguna,dan sebagainya. e. Teori kognitif dan perilaku Konsep Seligman tentang learned helplessnessmenyatakan bahwa terdapat hubungan antarakehilangan yang tidak dapat dihindari akibat prosespenuaan seperti keadaan tu buh, fungsi seksual, dansebagainya dengan sensasi passive helplessness padapasien u sia lanjut. Salah satu teori psikologis tentang terjadinya gangguan depresif adalah terjadinya distorsi kognitif. Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana interpretasi seseorang terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan yang dialaminya. f. Teori psikoedukatif Hal-hal yang dipelajari atau diamati individu padaorang tua usia lanjut misalnya ketidakberdayaanmereka, pengisolasian oleh keluarga, tiadanya sanaksauda ra ataupun perubahanperubahan fisik yangdiakibatkan oleh proses penuaan dapat memicuterjadinya depres i pada usia lanjut.
g. Dukungan sosial yang buruk dan kegiatan religiusyang kurang dihubungkan dengan terjadinya depresipada lansia. Suatu penelitian komunitas di Hongkong menunjukkan hubungan antara dukungan sosial yang buruk dengan depresi. Kegiatan religius dihubungkan dengan depresi yang lebih rendah pada lansia di Eropa. “Religiouscoping” berhubungan dengan kesehata n emosional dan fisik yang lebih baik. “Religious coping”berhubungan dengan berkurangnya geja la- gejala depresif tertentu, yaitu kehilangan ketertarikan, perasaan tidak berguna, penarikan diri dari interaksisosial, kehilangan harapan, dan gejala- gejala kognitiflain pada depresi (Blazer, 2003).
3. Gambaran Klinik Individu dengan depresi juga harus mengalami paling sedikit empat gejala tambahan yang ditarik darisuatu daftar yang meliputi perubahanperubahan dalamnafsu makan atau berat badan, tidur, dan aktivitaspsikomotorik; energi y ang berkurang; perasaan tidakberharga atau bersalah; kesulitan dalam berpikir,berkonsen trasi, atau membuat keputusan; ataupemikiranpemikiran berulang tentang kematian ataupemikiran, rencanarencana, atau usaha untuk bunuhdiri (American Psychiatric Association). Dalam Gallo & Gonzales (2001) disebutkan gejala-gejala depresi lain pada lanjut usia: a. Kecemasan dan kekhawatiran b. Keputusasan dan keadaan tidak berdaya c. Masalah-masalah somatik yang tidak dapatdijelaskan d. Iritabilitas e. Kepatuhan yang rendah terhadap terapi medis ataudiet f. Psikosis
Manifestasi depresi pada lansia berbeda dengandepresi pada pasien yang lebih muda.Gej ala-gejala depresi sering berbaur dengan keluhan somatik.Keluhan somatik cenderung lebih dominan dibandingkan
dengan mood depresi. Gejala fisik yangdapat menyertai depresi dapat bermacam-macam seperti sakit kepala, berdebardebar, sakit pinggang,gangguan gastrointestinal dan sebagainya. Sedangkan menurut Greg Wilkinson, tanda dan gejala depresi terbagi atas: 1) Suasana Hati a) Sedih b) Kecewa c) Murung d) Putus Asa e) Rasa cemas dan tegang f) Menangis g) Perubahan suasana hati h) Mudah tersinggung 2) Fisik a) Merasa kondisi menurun, lelah b) Pegal-pegal c) Sakit d) Kehilangan nafsu makan e) Kehilangan berat badan f)
Gangguan tidur
g) Tidak bisa bersantai h) Berdebar-debar dan berkeringat i) Agitasi j) Konstipasi.
4. Tingkatan Depresi pada Lansia Menurut Depkes RI tahun 2001 tingkatan depresi yaitu: a. Depresi ringan Suasana perasaan yang depresif, Kehilangan minat, kesenangan dan mudah lelah, konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri dan kepercayaan diri kurang, perasaan
salah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram, gagasan dan perbuatan yang membahayakan diri, tidak terganggu dan nafsu makan kurang. b. Depresi Sedang Kesulitan nyata mengikuti kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga c. Depresi berat tanpa gejala manic Biasanya Gelisah, kehilangan harga diri dan perasaan tidak berguna, keinginan bunuh diri Gangguan depresi dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang. Menurut ICD 10, pada gangguan depresi ada 3 gejala utama yaitu: a. Mood terdepresi (suasana perasaan hati murung/sedih), b. Hilang minat atau gairah, c. Hilang tenaga dan mudah lelah, yang disertai dengan gejala lain seperti: 1) Konsentrasi menurun, 2) Harga diri menurun, 3) Perasaan bersalah, 4) Pesimis memandang masa depan, 5) Ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri, 6) Pola tidur berubah, 7) Nafsu makan menurun Tabel 2.1Pedoman Berat Ringannya Depresi Depresi
Gejala
Gejala lain Fungsi
Keterangan
Distress +
Utama Ringan
2
2
Baik
Sedang
2
3 atau 4
Terganggu Berlangsung minimal
2
minggu Berat
3
4
Terganggu Intensitas gejala berat
Sumber: Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2000
sangat berat
5. Dampak Depresi Pada Lansia Pada usia lanjut depresi yang berdiri sendirimaupun yang bersamaan dengan penyakit lainhendaknya ditangani dengan sungguh-sungguh karenabila tidak diobati dapat memperburuk perjalanan penyakit dan memperburuk prognosis. Pada depresi dapat dijumpai hal-hal sepertidibawah ini (Mudjaddid, 2003): a. Depresi dapat meningkatkan angka kematian pada pasien dengan penyakit kar diovaskuler. b. Pada depresi timbul ketidakseimbangan hormonal yang dapat memperburuk penyakit kardiovaskular (Misal: peningkatan hormone adrenokortikotropin akan meningkatkan kadarkortisol). c. Metabolisme serotonin yang terganggu padadepresi akan menimbulkan efek trombo genesis. d. Perubahan suasana hati (mood) berhubungandengan gangguan respons imunitas termasukperubahan fungsi limfosit dan penurunan jumlah limfosit. e. Pada depresi berat terdapat penurunan aktivitas selnatural killer. f. Pasien depresi menunjukkan kepatuhan yang burukpada program pengobatan maupun rehabilitasi. Depresi pada lansia yang tidak ditangani dapatberlangsung bertahun-tahun dan dihubungkan dengan kualitas hidup yang jelek, kesulitan dalam fungsi sosial dan fisik, kepatuhan yang jelek terhadap terapi, danmeningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat bunuhdiri dan penyebab lainnya (Unützer, 2007). Beberapapenel itian menunjukkan bahwa depresi pada lansia menyebabkan peningkatan penggunaan rumah sakitdan outpatient medical services (Blazer, 2003).
6. Skala Pengukuran Depresi Pada Lanjut Usia Depresi dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas seseorang terhadap lingkungannya. Gejala depresi pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai dengan gejala yang termanifestasi. Jika dicurigai terjadi depresi, harus dilakukan pengkajian dengan alat pengkajian yang terstandarisasi dan dapat dipercayai serta valid dan memang dirancang untuk diujikan kepada lansia. Salah satu yang paling mudah digunakan untuk
diinterprestasikan diberbagai tempat, baik oleh peneliti maupun praktisi klinis adalah Geriatric Depression Scale (GDS). Alat ini diperkenalkan oleh Yesavagepada tahun 1983 dengan indikasi utama pada lanjut usia, dan memiliki keunggulan mudah digunakan dan tidak memerlukan keterampilan khusus dari pengguna. Instrument GDS ini memiliki sensitivitas 84 % danspecificity 95 %. Tes reliabilitas alat ini correlates significantly of 0,85 (Burns, 1999). Alat ini terdiri dari 30 poin pertanyaan dibuat sebagai alat penapisan depresi pada lansia. GDS menggunakan format laporan sederhana yang diisi sendiri dengan menjawab “ya” atau “tidak” setiap pertanyaan, yang memrlukan waktu sekitar 5-10 menit untuk menyelesaikannya. GDS merupakan alat psikomotorik dan tidak mencakup hal-hal somatik yang tidak berhubungan dengan pengukuran mood lainnya. Skor 0-10 menunjukkan tidak ada depresi, nilai 11-20 menunjukkan depresi ringan dan skor 21-30 termasuk depresi sedang/berat yang membutuhkan rujukan guna mendapatkan evaluasi psikiatrik terhadap depresi secara lebih rinci, karena GDS hanya merupakan alat penapisan.
7. Penatalaksanaan Depresi Pada usia Lanjut a. Terapi fisik 1) Obat Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan pengenalan terhadap berbagai jenis antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan gejala. 2) Terapi Elektrokonvulsif (ECT) Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh diri atau retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT diberikan 1- 2 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral untuk mengurangi confusion/memory problem.Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mood(sekitar 5 - 10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan untuk mencegah kekambuhan.
b. Terapi Psikologik 1) Psikoterapi Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan bersamasama dengan pemberian antidepresan. Baik pendekatan psikodinamik maupun kognitif behavior sama keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan terapis dalam proses terapeutik akan meredakan gejala dan membuat pasien lebih nyaman, lebih mampu mengatasi persoalannya serta lebih percaya diri. 2) Terapi kognitif Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu dan sebagainya) ke arah pola pikir yang netral atau positif. Ternyata pasien usia lanjut dengan depresi dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus diberikan secara singkat dan terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas tertentu terapi kognitif bertujuan merubah perilaku dan pola pikir. 3) Terapi keluarga Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi, sehingga dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi dependen pada orang usia lanjut. Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan frustasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga yang menghambat proses penyembuhan pasien. 4) Penanganan Ansietas (Relaksasi) Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif baik secara langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional) atau melalui tape recorder. Teknik ini dapat dilakukan dalam praktek umum sehari-hari. Untuk menguasai teknik ini diperlukan kursus singkat terapi relaksasi. Penanganan depresi dapat dilakukan pada lansia itu sendiri, keluarga lansia dan masyarakat, yaitu:
a. Diri Sendiri (Lansia) 1) Berfikir positif 2) Terbuka bila ada masalah 3) Menerima kondiri apa adanya 4) Ikut Kegiatan pengajian 5) Tidur yang cukup 6) Olahraga teratur 7) Optimis 8) Rajin beribadah 9) Latihan relaksasi 10) Ikut beraktivitas dan bekerja sesuai kemampuan b. Keluarga 1) Dukung lansia tetap berkomunikasi 2) Ajak lansia berdiskuasi setiap minggu sekali 3) Mendengarkan keluahan lansia 4) Berikan bantuan ekonomi 5) Dukung kegiatan lansia 6) Ikut serta anak dan cucu merawat lansia 7) Memberikan kesempatan lansia beraktivitas sesuai dengan kemampuan c.
Masyarakat 1) Sediakan sarana posbindu untuk pelayanan kesehatan lansia 2) Siapkan tempat dan waktu latihan aktivitas lansia 3) Support group
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DEPRESI
1. Pengkajian a. Identitas diri klien b. Struktur keluarga : Genoogram c. Riwayat Keluarga d. Riwayat Penyakit Klien Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis. a. Kaji adanya depresi. b. Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat, seperti geriatric depresion scale. c. Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan d. Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga. Lakukan observasi langsung terhadap: a. Perilaku. 1) Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas hidup sehari-hari? 2) Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat di-terima secara sosial? 3) Apakah klien sering mengluyur danmondar-mandir? 4) Apakah ia menunjukkan sundown sindrom atau perseveration phenomena? b. Afek 1) Apakah kilen menunjukkan ansietas? 2) Labilitas emosi? 3) Depresi atauapatis? 4) lritabilitas? 5) Curiga? 6) Tidak berdaya? 7) Frustasi? c. Respon kognitif 1) Bagaimana tingakat orientasi klien?
2) Apakah klien mengalamikehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru saja atau yang sudah lama terjadi? 3) Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau meng-abstrakan? 4) Kurang mampu membuat penilaian? 5) Terbukti mengalami afasia, agnosia atau apraksia? Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga a. Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah menjadi pemberi asuhan dikeluarga tersebut. b. Identifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan anggota keluarga yang lain. c. Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya komunitas (catat hal-hal yang perlu diajarkan). d. Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga. e. Identilikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran pemberiasuhan tentang dirinya sendiri.
2. Mengkaji Klien Lansia Dengan Depresi a. Membina hubungan saling percaya dengan klien lansia Untuk melakukan pengkajian pada lansiadengan depresi, pertama-tama saudara harus membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia. Untuk dapat membina hubngan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi/siang/sore/malam atau sesuai dengan konteks agama pasien. 2) Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk menyampaikan bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat pasien. 3) Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya. 4) Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan. 5) Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas tersebut. 6) Bersikap empati dengan cara: a) Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan menunjukkan perhatian
b) Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan menjawab c) Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik d) Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien.
b. Mengkaji pasien lansia dengan depresi Untuk mengkaji pasien lansia dengan depresi, saudara dapat menggunakan tehnik mengobservasi prilaku pasien dan wawancara langsung kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objektif depresi. Ketika mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti: 1) Penampilan tidak rapi, kusut dan dandanan tidak rapi, kulit kotor (kebersihan diri kurang) 2) Interaksi selama wawancara: kontak mata kurang, tampak sedih, murung, lesu, lemah, komunikasi lambat/tidak mau berkomunikasi. Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat yaitu apakah lansia mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang labil, datar atau tidak sesuai, apakah lansia mempunyai ide untuk bunuh diri. Bila data tersebut saudara peroleh, data subjektif didapatkan melalui wawancara dengan menggunakan skala depresi pada lansia (Depresion Geriatric Scale).
3. Klasifikasi Data a. Data Subjektif 1) Lansia Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara. 2) Sering mengemukakan keluhan somatik seperti: nyeri abdomen dan dada, anoreksia, sakit punggung, pusing. 3) Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri. 4) Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi. b. Data Objektif 1) Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan sikap yang merosot. 2) Ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan langkah yang diseret.
3) Kadang-kadang dapat terjadi stupor. 4) Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering menangis. 5) Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal. Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi. Kadang-kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu. Pada pasien depresi juga mengalami kebersihan diri kurang dan keterbelakangan psikomotor.
4. Diagnosa Keperawatan a. Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi. b. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif. c. Ketidakberdayaan d. Risiko bunuh diri e. Gangguan pola tidur
5. Rencana Tindakan Keperawatan a. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptive Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam lansia merasa tidak stres dan depresi. Kriteria Hasil: 1) Klien dapat meningkatkan harga diri 2) Klien dapat menggunakan dukungan social 3) Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
No 1
Intervensi
Rasional
Bantu untuk memahami bahwa klien dapat Membangun motivasi mengatasi keputusasaannya.
2
pada lansia
Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal Individu lebih percaya individu
3
Bantu
diri mengidentifikasi
sumber-sumber Menumbuhkan
harapan (misal: hubungan antar sesama, semangat hidup lansia keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
Klien
dapat
menggunakan dukungan sosial 4
Kaji
dan
manfaatkan
sumber-sumber Lansia tidak merasa
ekstemal individu (orang-orang terdekat, tim sendiri pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut). 5
Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, Meningkatkan
nilai
pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, spiritual lansia kepercayaan agama). 6
Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal: Untuk konseling pemuka agama).
menangani
klien secara cepat dan tepat
7
Diskusikan
tentang
obat
(nama,
dosis, Klien
dapat
frekuensi, efek dan efek samping minum menggunakan obat).
obat
dengan benar dan tepat Untuk pemahaman
memberi kepada
lansia tentang obat 8
Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 Prinsip 5 benar dapat benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).
memaksimalkan fungsi obat secara efektif
9
Anjurkan membicarakan efek dan efek Menambah
samping yang dirasakan.
pengetahuan tentang
lansia efek-efek
samping obat. 10
Beri reinforcement positif bila menggunakan Lansia merasa dirinya obat dengan benar.
lebih berharga
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pemasukan yang tidak adekuat akibat penurunan nafsu makan Tujuan: Tidak ada gangguan kebutuhan nutrisi pada klien Kriteria hasil: 1) Nafsu makan meningkat 2) Tidak ada mual dan muntah
No 1
Intervensi
Rasional
Observasi porsi makanan yang telah di Mengkaji habiskan.
intake
makanan yang telah di habiskan.
2
Anjurkan makanan sedikit-sedikit tapi sering
Menghindari mual dan muntah
3
Berikan makanan selagi hangat
Memberikan makanan hangat dan lunak tidak menyebabkan
mual
dan muntah. 4
Hindari makanan pantangan bagi klien.
Menghindari komplikasi penyakit
5
Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian Menghilangkan terapi
mengurangi pasien
atau
keluhan
c. Resiko Bunuh Diri berhubungan dengan depresi Tujuan: 1) Klien tidak membahayakan dirinya sendiri 2) Pasien mempunyai alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif. Kriteria hasil: 1) Mampu mengungkapkan ide bunuh diri 2) Mengenali cara-cara untuk mencegah bunuh diri 3) Mendemonstrasikan cara menyelesaikan masalah yang konstruktif
No 1.
Intervensi
Rasional
Diskusikan dengan pasien tentang Menggali ide dalam pikiran klien tentang ide-ide bunuh diri 2
bunuh diri
Buat kontrak dengan pasien untuk Meminimalkan resiko pasien bunuh diri tidak melakukan bunuh diri
3
Bantu pasien mengenali perasaan Menggali
perasaan
pasien
tentang
yang menjadi penyebab timbulnya penyebab bunuh diri ide bunuh diri 4
Ajarkan
beberapa
penyelesaian
alternatif
cara Membantu pasien
masalah
dalam membentuk
yang koping adaptif
konstruktif 5
Bantu pasien untuk memilih cara Meringankan masalah pasien yang
paling
menyelesaikan
tepat
untuk
masalah
secara
konstruktif. 6
Beri pujian terhadap pilihan yang Pujian dapat menyenangkan perasaan telah dibuat pasien dengan tepat.
pasien
Tindakan pada Keluarga Tujuannya agar keluarga mampu: 1) Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku bunuh diri pasie 2) Menciptakan lingkungan yang aman untuk mencegah perilaku bunuh diri 3) Membantu pasien menggunakan cara penyelesaian masalah yang konstruktif Tindakan: 1) Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda perilaku klien saat muncul ide bunuh diri 2) Diskusikan tentang cara mencegah perilaku bunuh diri pada pasien: a) Ciptakan lingkungan yang aman untuk pasien, singkirkan semua benda-benda yang memiliki potensi untuk membahayakan klien (benda tajam, tali pengikat, ikat pinggang, dan benda-benda lain yang terbuat dari kaca) b) Antisipasi penyebab yang dapat membuat pasien bunuh diri c) Lakukan pengawasan secara terus menerus d) Anjurkan keluarga meluangkan waktu bersama klien e) Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien dalam menyelesaikan masalah f) Anjurkan keluarga untuk membantu klien untuk menggunakan koping positif dalam menyelesaikan masalah g) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap penggunaan koping positif yang telah digunakan oleh klien. d. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan kecemasan Tujuan: 1) Klien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur 2) Klien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur Kriteria Hasil: 1) Klien mampu memahami faktor penyebab gangguan pola tidur. 2) Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau mengoreksi penyebab tidur tidak adekuat. 3) Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang (melamun).
4) Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.
No 1
Intervensi
Rasional
Bersama klien mengidentifikasi gangguan Untuk mengetahui apa pola tidur
saja
penyebab
gangguan pola tidur pada pasien 2
Diskusikan
cara-cara
utuk
memenuhi Mempermudah pasien
kebutuhan tidur (Minum air hangat atau susu untuk
memperoleh
hangat sebelum tidur, hindarkan minum yang kebutuhan tidur yang mengandung
kafein
dan
coca
cola, baik
dengarkan musik yang lembut sebelum tidur) 3
Anjurkan pasien untuk memilih cara yang Cara-cara yang sesuai sesuai dengan kebutuhannya
dapat
mempermudah
pasien 4
Berikan lingkungan yang nyaman untuk Agar meningkatkan tidur.
pasien
dapat
kualitas tidur yang baik
Tindakan untuk Keluarga Tujuan 1) Keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan pola tidur 2) Keluarga dapat membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan tidur Tindakan 1) Diskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala gangguan pola tidur pada pasien 2) Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk memfasilitasi agar pasien dapat tidur.
DAFTAR PUSTAKA
Nuzulul Wahyudi. Askep Kritikal Pada Lansia Pada Kasus Depresi. Sabtu, 02 November 2013 http://nuzulwahyudi10.blogspot.com
Elvy Hadaming. Askep Lansia Dengan Masalah Psikologis. Rabu, 23 April 2014 http://evyhadaming.blogspot.com
Desi Artika. Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Gangguan Psikologi Dan Psikososial. Selasa, 29 Juli 2015 http://desiartikaratnasary.blogspot.com