Bab I,ii,iii,iv,v,vi.docx

  • Uploaded by: Dewi Sasma Fath
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I,ii,iii,iv,v,vi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 14,834
  • Pages: 97
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Tercapainya tujuan pembangunan nasional merupakan kehendak dari seluruh rakyat Indonesia dan dalam rangka menghadapi makin ketatnya persaingan bebas pada era globalisasi, upaya peningkatan sumber daya manusia harus dilakukan. Dalam hal ini peranan keberhasilan pembangunan sangat menentukan. Penduduk yang sehat bukan saja menunjukkan keberhasilan program kesehatan, tapi juga menunjukkan kualitas dari pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri (Depkes, 2010). Keperawatan di Indonesia saat ini masih dalam suatu asuhan profesionalisasi yaitu terjadinya suatu perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai tuntutan secara global dan lokal. Untuk mewujudkan maka perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan secara profesional kepada klien. Profesionalisme keperawatan dilakukan melalui pembenahan dan penataan ulang sistem pendidikan, pelayanan keperawatan, dan organisasi profesi (Iyer, 2006). Pembenahan sistem pelayanan keperawatan diupayakan dengan berorientasi pada kebutuhan masyarakat dan penguasaan ilmu pengetahuan serta teknologi keperawatan. Pelayanan keperawatan harus dilandasi ilmu pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah yaitu asuhan keperawatan. Responsibilitas dan akuntabilitas profesional perawat merupakan salah satu

1

1

alasan penting dibuatnya dokumentasi yang akurat. Salah satu fungsi professional yang signifikan dari perawat terdaftar adalah mengevaluasi respon pasien terhadap asuhan keperawatan. Perawat profesional bertanggung jawab untuk menatalaksanakan masalah pasien yang bertambah kompleks dan mengkoordinasi perawatan pasien ke berbagai tingkat tenaga kesehatan. Dokumentasi harus dengan jelas mengkomunikasikan penilaian dan evaluasi perawat terhadap status pasien (Iyer, 2006). Upaya peningkatan derajat kesehatan secara optimal menuntut profesi keperawatan mengembangkan mutu pelayanan yang profesional sesuai dengan tuntutan masyarakat di era globalisasi. Keperawatan menjadi salah satu profesi terdepan bagi tenaga kesehatan dalam upaya menjaga mutu tempat pelayanan kesehatan baik di masyarakat negeri maupun swasta. Standar asuhan keperawatan merupakan salah satu strategi mewujudkan bentuk pertanggung jawaban tenaga keperawatan professional. Dengan demikian, pelayanan keperawatan memegang peranan penting dalam upaya menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan di sarana pelayanan kesehatan. Perawat diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan yang bermutu untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan (Wedati, 2006). Asuhan keperawatan adalah suatu alat bagi perawat untuk memecahkan masalah yang terjadi pada pasien. Asuhan keperawatan mengandung unsur-unsur yang bermanfaat bagi perawat dan klien. Perawat dan klien membutuhkan asuhan asuhan keperawatan, merencanakan, melaksanakan dan menilai hasil dari asuhan keperawatan. Semua itu

2

memerlukan pendokumentasian sehingga perawat mendapatkan data klien dengan

sistematis.

Melalui

dokumentasi

pengkajian,

perawat

dapat

mengidentifikasi dengan jelas kekuatan dan kelemahan klien melalui dokumentasi diagnosa keperawatan, mengembangkan rencana yang holistik melalui dokumentasi rencana keperawatan, melaksanakan rencana asuhan keperawatan melalui dokumentasi intervensi keperawatan dan menilai keefektifan rencana asuhan keperawatan melalui dokumentasi evaluasi (Hidayat, 2008). Perawat dan praktik keperawatan tergambar setiap hari bagi yang membaca catatan pasien. Data keperawatan yang terdapat dalam catatan tersebut merefleksikan standar asuhan keperawatan, seperti perawatan khusus yang diberikan pada pasien tertentu. Anggota tim kesehatan lain membuat keputusan perawatan berdasarkan catatan keperawatan. Saat ini sejumlah lembaga membuat kebijakan yang legal dan berkualitas serta keputusan administratif dan penggantian biaya, seperti melakukan tindakan lain termasuk

perawatan

aktual

pada

pasien

berdasarkan

dokumentasi

keperawatan (Marrelli, 2008). Dokumentasi keperawatan adalah bukti pencatatan dan pelaporan yang dimiliki perawat dalam melakukan catatan perawatan yang berguna untuk kepentingan klien-perawat, dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab perawat (Hidayat, 2008). Dokumentasi mempunyai makna yang penting bila dilihat dari aspek hukum, jaminan mutu,

3

komunikasi, keuangan, pendidikan, penelitian, dan akreditasi, sehingga hal ini wajib dilakukan oleh perawat (Nursalam, 2010). Dokumentasi keperawatan dapat dijadikan bukti di pengadilan. Dokumentasi merupakan salah satu komponen penting yang dapat memberikan kesaksian hukum. Walaupun perawat telah melakukan keperawatan dengan benar tetapi kalau tidak didokumentasikan secara lengkap tidak dapat memberikan kekuatan hukum. Pendokumentasian terhadap seluruh tindakan keperawatan pada pasien amat diperlukan karena mempunyai unsur tanggung jawab serta tanggung gugut dimata hukum. Pendokumentasian tindakan keperawatan harus bisa dipertanggungjawabkan didepan hukum jika terjadi sesuatu terhadap pasien. Kelengkapan dokumentasi merupakan salah satu indikator mutu asuhan keperawatan yang diberikan dan merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab perawat (Solihah, 2014). Menurut ANA (American Nurses Association), dalam asuhan pelaksanaan asuhan keperawatan, standar dokumentasi mencakup data pengkajian

yang

relevan,

diagnosa,

tujuan

yang

terukur,

rencana

keperawatan, respon klien, perbaikan diagnosa dari hasil dan rencana keperawatan.

Sedangkan

menurut

JCAHO

(Joint

Commission

for

Accreditation of Healthcare) standar pendokumentasian yang dipakai meliputi standar pengkajian awal, pengkajian ulang, diagnosa keperawatan klien dan kebutuhan klien, intervensi, asuhan keperawatan yang dilakukan, respon klien terhadap tindakan dan kemampuan untuk mengelola serta kesinambungan terhadap kebutuhan keperawatan (Hidayat, 2008).

4

Pendokumentasian asuhan keperawatan bila dilihat dari kegiatannya banyak membuang waktu hanya untuk pencatatan dan penulisan, sehingga kemungkinan

penanganan

masalah

klien

terabaikan.

Tetapi

dalam

pelaksanaan tidak demikian bila dokumentasi memenuhi syarat standar dokumentasi yang benar (Hidayat, 2008). Menyusun suatu asuhan keperawatan dengan baik, seorang perawat terlebih dahulu perlu memahami tahapan-tahapan dalam asuhan keperawatan. Tahapan-tahapan ini merupakan suatu landasan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien atau pasiennya (Triyana, 2013). Asuhan keperawatan adalah suatu metode yang sistematis untuk mengkaji respons manusia terhadap masalahmasalah kesehatan dan membuat rencana yang bertujuan mengatasi masalahmasalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat berkaitan dengan klien, keluarga, orang terdekat, dan masyarakat. Asuhan keperawatan adalah membantu klien dalam mencapai tingkat kesehatan dan kesejahteraan yang maksimal. Asuhan keperawatan juga menjamin perawatan yang berkualitas (Triyana, 2013). Asuhan keperawatan yang bermutu dan dapat dicapai jika pelaksanaan asuhan keperawatan dipersepsikan sebagai suatu kehormatan yang dimiliki oleh para perawat dalam memperlihatkan haknya untuk memberikan asuhan yang manusiawi, aman, serta sesuai dengan standar dan etika profesi keperawatan yang berkesinambungan dan terdiri dari kegiatan pengkajian, perencanaan, implementasi rencana, dan evaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan. Jumlah rumah sakit yang menerapkan pelayanan keperawatan

5

sesuai standar dan pedoman sebanyak 160 rumah sakit di Indonesia (Depkes RI, 2010). Banyak faktor yang mempengaruhi pendokumentasian asuhan keperawatan sebagaimana mengacu kepada teori Lawrence Green (1980), sebagaimana dikutip Notoatmodjo (2010: 76) bahwa perilaku kesehatan seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi (faktor pemudah) meliputi karakteristik, pengetahuan, sikap masyarakat tentang kesehatan, sistem nilai yang dianut, tingkat pendidikan. Faktor pemungkin (enabling) meliputi ketersediaan saran dan prasarana, dan faktor penguat (reinforcing) meliputi motivasi dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga). Berdasarkan hasil penelitian Nurman (2014) faktor – faktor yang berhubungan dengan pendokumentasian keperawatan di ruang rawat inap RSUD Bangkinang diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara pendidikan,

pengetahuan

dan

masa

kerja

dengan

kelengkapan

pendokumentasian asuahan keperawatan. Penelitian Wirawan (2013) dengan judul hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan pendokumentasian asuahan keperawatan di rumah sakit umum daerah Ambarawa diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan pendokumentasian

asuhan

keperawatan.

Dalam

kaitannya

dengan

pendokumentasian asuhan keperawatan, pengetahuan, pendidikan, masa kerja merupakan faktor dari perawat sendiri sedangkan supervisi merupakan faktor dari luar (Solihah, 2014).

6

Perawat dalam melaksanakan tugas sehari-hari dipimpin oleh seorang kepala ruang. Kaitannya dengan pendokumentasian asuhan keperawatan tersebut, kepala ruangan memiliki tugas untuk memberikan pendampingan / supervisi terhadap anggota ruangannya karena sebagian besar hasil dari audit dokumentasi masih kurang dari nilai 75 (Keliat, 2012). Pendampingan / supervisi dalam pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan dapat dilakukan supaya seluruh anggota ruangan memiliki kesempatan yang sama memperoleh pendampingan. Menurut Keliat (2012) supervisi adalah asuhan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan untuk memastikan apakah kegiatan tersebut berjalan sesuai tujuan organisasi dan standar yang telah ditetapkan. Supervisi dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan yang cakap dalam bidang yang disupervisi. Supervisi biasanya dilakukan oleh atasan terhadap bawahan atau konsultan terhadap pelaksana. Menurut Keliat (2012) manajer keperawatan atau kepala ruang memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang efektif serta aman kepada sejumlah pasien dan memberikann kesejahteraan fisik, emosional dan kedudukan bagi perawat. Rumah Sakit Umum Daerah Sawahlunto adalah Rumah Sakit pemerintah yang berada di Kota Sawahlunto yang diharapkan mampu memberikan layanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat. Rumah Sakit ini merupakan tipe C plus dengan delapan ruangan rawat inap yaitu Bedah, Anak, Interne, Kebidanan, Perinatologi, VIP, paru dan ICU. Upaya dalam bidang keperawatan yang dilakukan RSUD Sawahlunto adalah

7

menerapkan standar pelayanan terutama meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dengan cara pendekatan asuhan keperawatan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melaksanakan pendokumentasian keperawatan. Berdasarkan wawancara pada tanggal 20 Maret 2016 yang dilakukan terhadap 10 orang tenaga keperawatan di ruang Interne RSUD Sawah Lunto, 7 orang diantaranya berpendidikan D III Keperawatan, 2 orang berpendidikan SPK dan 1 orang berpendidikan Sarjana Keperawatan, dengan rata-rata lama bekerja kurang dari 5 tahun. Dari 10 orang perawat 6 orang (60 %) mengatakan tidak mengetahui cara pengisian blangko pendokumentasian secara benar dan lengkap seperti cara mengisi blangko intervensi dan evaluasi keperawatan khususnya berdasarkan Nanda Nic Noc, 3 orang (30 %) perawat keperawatan

mengatakan

telah

mengetahui

cara

pengisian

asuhan

keperawatan secara lengkap dan 1 orang (10 %) perawat mengatakan bahwa pendokumentasian merupakan pekerjaan rutin perawat sehingga telah mahir dalam pengisisan asuhan keperawatan. 4 orang (40 %) mengatakan kepala ruangan tidak ada melakukan supervisi terhadap pendokumentasian asuhan keperawatan sedangkan 3 orang (30 %) mengatakan kepala ruangan tidak rutin melakukan supervisi dan 3 orang (30 %) mengatakan kepala ruangan ada melakukan supervisi terhadap pendokumentasian asuhan keperawatan. Berdasarkan observasi peneliti di ruang Interne, Paru, Bedah, Anak dan VIP RSUD Sawahlunto terhadap 5 status pasien per ruangan, dimana pada empat ruangan (Interne, Paru, Bedah, Anak ) 3 status diantaranya belum lengkap diisi oleh petugas seperti pengkajian dan intervensi dan 2 status yang

8

lain telah lengkap diisi sedangkan di ruangan VIP, 3 status telah lengkap diisi sampai evaluasi dan status yang lain belum lengkap diisi oleh petugas dimana baru sampai diagnosa keperawatan. Berdasarkan informasi dari Kasi Keperawatan masih banyak perawat belum dilatih tentang pendokumentasian asuhan keperawatan. Berdasarkan gambaran tersebut peneliti telah melakukan penelitian tentang

faktor-faktor

yang

berhubungan

pendokumentasian

asuhan

keperawatan oleh perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Sawahlunto tahun 2016. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan konsep pemikiran di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan pendokumentasian asuhan keperawatan oleh perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahui faktor-faktor yang berhubungan pendokumentasian asuhan keperawatan oleh perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Sawahlunto tahun 2016. 2. Tujuan Khusus a. Diketahui distribusi frekuensi pendokumentasian asuhan keperawatan oleh perawat berdasarkan asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016.

9

b. Diketahui distribusi frekuensi tingkat pendidikan perawat di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016. c. Diketahui distribusi frekuensi masa kerja perawat di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016. d. Diketahui distribusi frekuensi supervisi karu di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016. e. Diketahui distribusi frekuensi pengetahuan perawat di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016. f. Diketahui

hubungan

tingkat

pendidikan

perawat

dengan

pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016. g. Diketahui hubungan masa kerja perawat dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016. h. Diketahui hubungan pengetahuan perawat dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016. i. Diketahui hubungan supervisi karu dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016.

10

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam melakukan penelitian. Serta sebagai pengembangan kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu-ilmu yang telah didapatkan selama perkuliahan. 2. Bagi Institusi Pendidikan Memberikan sumbangan penelitian sebagai hasil dari temuan keadaan di lapangan mengenai pendokumentasian asuhan keperawatan oleh perawat dan sebagai masukan untuk evaluasi asuhan pembelajaran baik dalam isi maupun metodologi yang digunakan. 3. Bagi Rumah Sakit Sebagai gambaran mengenai pendokumentasian asuhan keperawatan yang dapat digunakan sebagai masukan bagi pihak manajemen Rumah Sakit untuk menentukan intervensi dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan seperti

mengadakan

pelatihan

pada

perawat

pelaksana

dalam

pendokumentasian asuhan keperawatan.

E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan (pengetahuan, pendidikan dan masa kerja) oleh perawat di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto. Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 6 Juni sampai 20 Juni 2016. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah perawat rawat inap RSUD Sawahlunto tahun

11

2016 berjumlah 79 orang, tekhik pengambilan sampel dengan cara proposional random sampling berjumlah 44 orang perawat. Penelitian ini menggunakan instrumen berupa lembaran kuesioner yang dilakukan oleh peneliti sendiri dan menggunakan metode deskriptif analitik.

12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Dokumentasi Asuhan Keperawatan 1. Pengertian Dokumentasi adalah bagian dari keseluruhan tanggungjawab perawat untuk perawatan pasien. Catatan klinis memfasilitasi pemberian perawatan,

meningkatkan

kontinuitas

perawatan,

dan

membantu

mengkoordinasi pengobatan dan evaluasi pasien. Perawat bertanggung jawab untuk mengumpulkan data dan mengkaji status kesehatan klien, menentukan rencana asuhan keperawatan yang ditujukan untuk mencapai tujuan keperawatan, mengevaluasi efektifitas asuhan keperawatan dalam mencapai tujuan keperawatan dan mengkaji ulang serta merevisi kembali rencana asuhan keperawatan (Iyer, 2006). Dokumentasi adalah segala sesuatu penulisan yang dipercaya sebagai suatu bukti autentik dan merupakan hak setiap klien. Dokumentasi secara umum merupakan suatu catatan autentik atau semua warkat asli yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam pencatatan dan pelaporan yang yang dimiliki perawat dalam melakukan pencatatan perawatan yang berguna untuk kepentingan klien, perawat, dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab (Hidayat, 2008).

13

13

Dokumentasi keperawatan adalah suatu catatan yang memuat seluruh informasi keperawatan,

yang dibutuhkan untuk menentukan diagnosis

menyusun

rencana

keperawatan,

melaksanakan

dan

mengevaluasi tindakan keperawatan yang disusun secara sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum (Ali, 2008) Perawat mempunyai banyak tanggungjawab yang akhirnya diarahkan pada perawatan pasien. Oleh karena itu, tugas dokumentasi yang aktual terkadang harus dipindahkan kewaktu lain diakhir shif. Namun defenisi kata dokumentasi memberi informasi tentang peran penting dokumentasi tersebut. Webster’s New World Dictionary mendefenisikan dokumentasi sebagai penyediaan bukti pencatatan dan pengumpulan, ringkasan, dan pengkodean informasi yang tercetak atau tertulis untuk referensi di masa mendatang. Defenisi sederhana ini menyesuaikan berbagai peran bahwa dokumentasi dan pendemonstrasian pemberian perawatan pasien penting dalam perawatan kesehatan (Marrelli, 2008). Dokumentasi

asuhan

keperawatan

mencakup

pengkajian,

identifikasi masalah, perencanaan dan tindakan. Perawat kemudian mengobservasi dan mengevaluasi respon klien terhadap tindakan yang diberikan dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada tenaga kesehatan lainnya. Pengkajian ulang dan evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan dan tindakan medis dapat sebagai petunjuk dan kesinambungan dalam asuhan keperawatan dan dapat sebagai petunjuk adanya perubahan pada setiap tahap (Nursalam, 2010).

14

Dokumentasi keperawatan sangat penting bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Dokumentasi ini penting karena pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien membutuhkan pencatatan pelaporan yang dapat digunakan sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dari berbagai kemungkinan masalah kepuasan maupun ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan. 2. Komponen Model Dokumentasi Keperawatan Dalam memahami berbagai konsep untuk model dokumentasi keperawatan, terdapat 3 komponen model dokumentasi yang saling berhubungan, saling ketergantungan dan dinamis yaitu : a.

Komunikasi Komunikasi

merupakan semua yang terjadi diantara pikiran

seseorang atau lebih. Karena tingkah laku adalah apa yang dipersepsikan oleh orang lain, maka semua tingkah laku adalah komunikasi dan semua komunikasi menghasilkan tingkah laku. Selain itu komunikasi sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain atau ke objek lain, misalnya komunikasi non verbal. Komunikasi menjadi jembatan penghubung diantara individu (Monica, 2009). Komunikasi dalam asuhan keperawatan merupakan suatu siklus, karena memerlukan suatu modifikasi pengkajian ulang, perencanaan ulang, memperbaharui tindakan dan mengevaluasi ulang. Oleh karena itu setiap langkah dalam pendokumentasian keperawatan diperlukan suatu

15

informasi yang akurat. Hal ini akan bisa tercapai apabila perawat mampu menjalin komunikasi yang baik (Nursalam, 2010). Komunikasi akan efektif kalau percakapan yang dilakukan bisa mempertemukan kondisi dan kebutuhan pihak-pihak yang melakukan komunikasi, termasuk dalam merumuskan masalah dan mencari alternatif pemecahannya.

Pemahaman

yang

sama,

kesadaran

pada

tujuan

komunikasi yang ingin dicapai akan meyakinkan penerima pesan bahwa keputusan yang diambil adalah untuk kepentingannya, sebagai hal terbaik untuk mengatasi masalahnya. Cara komunikasi dapat dilakukan melalui berbagai media atau jalur agar tujuan komunikasi dapat tercapai (Perinasia, 2005). Keterampilan komunikasi secara tertulis adalah keterampilan perawat dalam mencatat dengan jelas, mudah dimengerti dan berisi informasi akurat yang secara tepat dapat diinterpretasikan oleh orang lain. Keterampilan dokumentasi asuhan keperawatan adalah keterampilan perawat dalam melakukan pencatatan asuhan keperawatan seperti keterampilan mendokumentasikan ketika mengkaji klien, keterampilan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan untuk perawatan, keterampilan mendokumentasikan mendokumentasikan

rencana implementasi

keperawatan, keperawatan,

keterampilan keterampilan

mendokumentasikan evaluasi respon klien terhadap perawatan, dan keterampilan mengkomunikasikan hasil kajian klien kepada perawat atau tim kesehatan lain.

16

Menurut Iyer (2006) menyarankan bahwa komunikasi tertulis meliputi : 1) Mengetahui apa yang ingin disampaikan sebelum memulai menulis. 2) Menulis nama orang dalam tulisan perlu dipertimbangkan dampaknya. 3) Gunakan kata aktif, akan mempunyai pengaruh yang baik. 4) Tulis kata yang sederhana, familiar, spesifik dan nyata. Tulisan yang sederhana akan lebih memudahkan untuk dibaca dan dipahami. 5) Gunakan seminimal mungkin kata-kata yang tidak perlu, temukan cara yang baik untuk menggambarkan inti tulisan sehingga orang lain lebih mudah mengerti. 6) Tulis kalimat dibawah 20 kata dan masukkan satu ide kedalam setiap kalimat. Tuliskan kalimat yang penting dan menjadi topik utama. 7) Berikan pembaca petunjuk, konsistensi penggunaan istilah dan pesan. 8) Gunakan paragraf untuk mempermudah pembaca. 9) Jelas, fokus komunikasi didefenisikan secara jelas b. Standar Asuhan Keperawatan Tahap-tahap dalam asuhan keperawatan terdiri dari lima standar, yakni pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. 1) Pengkajian Keperawatan Pengkajian adalah langkah awal dari tahapan asuhan keperawatan. Dalam mengkaji harus memperhatikan data dasar pasien. Informasi yang didapat dari klien (sumber data primer), data yang didapat dari

17

orang lain (data sekunder) dan catatan penunjang kesehatan klien lainnya. Pengumpulan data menggunakan berbagai metode seperti observasi (data yang dikumpulkan berasal dari pengamatan), wawancara (bertujuan mendapatkan respon dari klien), konsultasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan tambahan (Hidayat, 2008). Kriteria pengukuran pengkajian (Marrelli 2008) : a) Pengumpulan data melibatkan pasien, keluarga dan pemberi perawatan lain jika sesuai. b) Prioritas aktivitas pengumpulan data ditentukan oleh kondisi pasien yang segera atau sesuai kebutuhan. c) Data yang berhubungan dikumpulkan menggunakan teknik pengkajian dan instrumen yang tepat. d) Data yang relevan didokumentasikan dalam format yang dapat diperoleh kembali. e) Asuhan pengumpulan data bersifat sistematik dan berkelanjutan. 2) Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau\asuhan kehidupan yang aktual atau potensial. Perumusan diagnosa keperawatan adalah bagaimana diagnosa keperawatan digunakan dalam asuhan pemecahan masalah. Melalui identifikasi dapat digambarkan berbagai masalah keperawatan yang membutuhkan

18

asuhan keperawatan. Disamping itu dengan menentukan atau menyelidiki etiologi masalah, akan dapat dijumpai faktor yang menjadi kendala atau penyebabnya. Dengan menggambarkan tanda dan gejala, akan memperkuat masalah yang ada (Hidayat, 2008). Kriteria pengukuran diagnosa keperawatan (Marrelli 2008): a) Diagnosis berasal dari data pengkajian. b) Diagnosis divalidasi bersama pasien, keluarga dan pemberi perawatan lain, jika memungkinkan dan disesuaikan. c) Diagnosis didokumentasiakan dengan cara yang memudahkan penetapan hasil yang diharapkan dan memudahkan rencana perawatan. 3) Perencanaan Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam asuhan keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, menetapkan pemecahan masalah dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi masalah pasien. Perawat dapat menggunakan strategi pemecahan masalah untuk mengatasi masalah pasien melalui intervensi dan manajemen yang baik. Kriteria pengukuran (Marrelli 2008) : a) Rencana perawatan individual pada pasien dan kondisi atau kebutuhan pasien. b) Rencana perawatan dikembangkan bersama pasien, keluarga dan pemberi perawatan kesehatan lain, jika sesuai.

19

c) Rencana perawatan merefleksikan praktik keperawatan saat ini. d) Rencana perawatan memungkinkan kontinuitas perawatan. e) Prioritas perawatan ditetapkan. f) Rencana perawatan didokumentasikan. 4) Implementasi Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan kepada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan (Merineherta, 2005). Kriteria pengukuran (Marrelli 2008) : a) Intervensi konsisten dengan rencana perawatan. b) Intervensi diimplementasikan dengan cara yang aman, tepat waktu dan sesuai. c) Intervensi didokumentasikan 5) Evaluasi Evaluasi adalah langkah akhir dari asuhan perawatan. Tugas selama tahap ini termasuk pencatatan pernyataan evaluasi dan revisi rencana tindakan keperawatan dan intervensi jika perlu. Lebih lanjut, pernyataan evaluasi memberikan informasi yang penting tentang pengaruh intervensi yang direncanakan pada keadaan kesehatan klien. Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan sebarapa efektifnya tindakan keperawatan itu untuk mencegah atau mengobati respon manusia terhadap prosedur kesehatan (Nursalam, 2010).

20

Kriteria pengukuran (Marrelli 2008) : a) Evaluasi bersifat sistematik, berkelanjutan dan berdasarkan kriteria. b) Pasien, keluarga dan pemberi perawatan kesehatan yang lain terlibat dalam asuhan evaluasi, jika tepat c) Pengkajian data yang terus-menerus digunakan untuk merevisi diagnosis, hasil dan rencana perawatan jika diperlukan. d) Revisi diagnosis, hasil dan rencana perawatan didokumentasikan. e) Efektivitas intervensi dievaluasi berkaitan dengan hasil. f)

Respons pasien terhadap intervensi didokumentasikan. Perawat memerlukan keterampilan dalam mencatat asuhan

keperawatan. Pencatatan asuhan keperawatan merupakan metode yang tepat untuk pengambilan keputusan yang sistematis, problem solving dan riset lebih lanjut. Kekurangan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan meliputi penggunaan terminologi dan pencatatan yang tidak standar yang tidak menunjukkan adanya suatu perbedaan tindakan keperawatan yang komplek. Menurut

Nursalam

(2010)

pendokumentasian

asuhan

keperawatan yang efektif adalah : a) Penggunaan standar terminologi (pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi). b) Data yang bermanfaat dan relevan dikumpulkan kemudian dicatat sesuai dengan prosedur dalam catatan yang permanen. Data tersebut meliputi observasi keadaan fisik klien atau emosional, keputusan

21

keperawatan dan kegiatan keperawatan. Penulisan tidak hanya pada periode waktu tertentu, tetapi sewaktu-waktu terjadi masalah pada klien khususnya pada waktu yang belum atau tidak direncanakan. c) Diagnosa keperawatan disusun berdasarkan klasifikasi dan analisa data yang akurat. d) Rencana tindakan keperawatan ditulis dan dicatat sebagai bagian dari catatan yang permanen. e) Observasi dicatat secara akurat, lengkap dan sesuai urutan waktu. f) Evaluasi dicatat sesuai dengan urutan waktunya, meliputi selama dirawat, dirujuk, pulang, ataupun perubahan keadaan klien. Respon klien terhadap tindakan intervensi keperawatan dan medis juga perlu dituliskan. g) Rencana tindakan keperawatan yang direvisi, berdasarkan hasil yang diharapkan dari klien Lingkup pencatatan pada asuhan keperawatan yang spesifik dapat disimpulkan sebagai berikut : a) Klien masuk Rumah Sakit. b) Kelengkapan riwayat keperawatan dan pemeriksaan-pemeriksaan. c) Diagnosa keperawatan. d) Rencana tindakan keperawatan. e) Pendidikan kepada pasien. f) Dokumentasi parameter monitoring dan intervensi keperawatan lainnya.

22

g) Perkembangan terhadap hasil yang diharapkan. h) Evaluasi perencanaan. i) Jastifikasi terhadap asuhan intervensi, jika diperlukan. j) Sistem perujukan. k) Klien pulang. c. Standar Dokumentasi Standar dokumentasi adalah suatu pernyataan tentang kualitas dan kuantitas dokumentasi yang dipertimbangkan secara adekuat dalam suatu situasi tertentu. Dengan adanya standar dokumentasi memberikan informasi bahwa adanya suatu ukuran terhadap kualitas dokumentasi keperawatan (Nursalam, 2010). Dalam standar dokumentasi terdapat beberapa karakteristik diantaranya (Hidayat, 2008) : 1) Karakteristik standar dokumentasi dilihat dari sudut pandang perawat. Karakteristik ini memberikan panduan dalam pertanggungjawaban profesional dan meningkatkan kepuasan perawat dengan adanya protokol dalam praktik keperawatan. Karakteristik ini juga memberikan kriteria hasil yang dapat mengevaluasi asuhan keperawatan, serta memberikan kerangka kerja bagi pendekatan sistematik untuk pengambilan keputusan dan praktik keperawatan. 2) Karakteristik standar dokumentasi dilihat dari sudut pandang klien. Karakteristik ini memberi tahu klien tentang ide-ide mengenai tanggung jawab kualitas asuhan keperawatan, meningkatkan kepuasan klien dan

23

merefleksikan hak klien. Selain itu karakteristik ini memberi batasan pada klien tentang suatu model pelayanan asuhan keperawatan, penetapan kebutuhan pelayanan keperawatan dan keuntungan bagi klien. Perawat memerlukan suatu standar dokumentasi pola pencatatan dan sebagai petunjuk atau pedoman praktik pendokumentasian dalam memberikan tindakan keperawatan. Fakta tentang kemampuan perawat dalam pendokumentasian ditunjukkan pada keterampilan menuliskan sesuai dengan standar dokumentasi yang konsisten, pola yang efektif, lengkap dan akurat (Nursalam, 2010). Penggunaan pola standar dokumentasi yang efektif meliputi : a) Kepatuhan terhadap aturan pendokumentasian yang ditetapkan oleh profesi atau pemerintah. Pengukuran keamanan, keperawatan khusus seperti hal-hal yang berhubungan dengan perioperatif, catatan terjadinya kejadian perlukaan klien dan anjuran dokter harus mencerminkan peraturan dan prosedur pendokumentasian yang berlaku. b) Standar profesi keperawatan dituliskan kedalam catatan kesehatan. Data yang ada menjabarkan apa yang dilakukan perawat, menunjukkan bahwa perawat mempunyai keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan secara profesional dan mempunyai otoritas.

24

c) Peraturan tentang praktik keperawatan dapat dilihat pada catatan pelayanan kesehatan. Data yang tertulis menunjukkan kegiatan perawat yang independen dan interindependen. Data meliputi pengobatan dan program dokter, perawatan luka dan aktivitas, demikian juga catatan intervensi keperawatan meliputi rencana tindakan keperawatan, pengukuran berkurangnya rasa nyeri, untuk mencegah terjadinya infeksi atau mengurangi / mencegah kecemasan klien. d) Pedoman akreditasi harus diikuti. Penekanan yang khusus pada data tentang kegiatan observasi dan evaluasi. Data tersebut meliputi keadaan klien, pengobatan, tingkat kesadaran klien, tanda-tanda vital mulai masuk, sampai keluar dari rumah sakit. Apabila peraturan penulisan pendokumentasian diikuti secara konsisten, catatan akan mencakup dokumentasi yang adekuat. Contoh standar dokumentasi meliputi : a) Keputusan profesional tentang keadaan klien dituliskan secara konsisten sesuai aturan penulisan. b) Semua komponen pada asuhan keperawatan dicatat secara konsisten. c) Rencana tindakan keperawatan dituliskan selama 24 jam mulai masuk atau ditulis pada kebijaksanaan intitusi pelayanan kesehatan.

25

d) Penulisan evaluasi dituliskan tentang respon klien terhadap perkembangan dari hasil yang dicapai. Rencana tindakan direvisi berdasarkan perkembangan masalah yang terjadi pada klien. d. Pentingnya Dokumentasi Keperawatan Sebagai dokumen rahasia yang mencatat semua pelayanan keperawatan klien, catatan tersebut dapat diartikan sebagai suatu catatan bisnis dan hukum yang mempunyai banyak manfaat dan penggunaan. Tujuan utama dari pendokumentasian adalah (Nursalam, 2010) : 1) Mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka mencatat kebutuhan

klien,

merencanakan,

melaksanakan

tindakan

keperawatan dan mengevaluasi tindakan. 2) Dokumentasi untuk penelitian, keuangan, hukum dan etika. Hal ini juga menyediakan : a) Bukti kualitas asuhan keperawatan. b) Bukti legal dokumentasi sebagai pertanggungjawaban kepada klien. c) Informasi terhadap perlindungan individu. d) Bukti aplikasi standar praktek keperawatan e) Sumber informasi statistik untuk standar dan riset keperawatan. f)

Pengurangan biaya informasi.

g) Sumber informasi untuk data yang harus dimasukkan. h) Komunikasi konsep resiko tindakan keperawatan.

26

i)

Informasi untuk siswa.

j)

Persepsi hak klien.

k) Dokumentasi untuk tenaga profesional, tanggungjawab etik dan mempertahankan kerahasiaan informasi klien. l)

Suatu data keuangan yang sesuai.

m) Data perencanaan pelayanan kesehatan dimasa akan datang. Dokumentasi keperawatan mempunyai beberapa kegunaan bagi perawat dan klien antara lain (Hidayat, 2008) : a) Sebagai Alat Komunikasi Dokumentasi

dalam

memberikan

asuhan

keperawatan

yang

terkoordinasi dengan baik akan menghindari atau mencegah informasi yang berulang. Kesalahan juga akan berkurang sehingga dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. Disamping itu, komunikasi juga dapat dilakukan secara efektif dan efisien. b) Sebagai Mekanisme Pertanggunggugatan Standar dokumentasi memuat aturan atau ketentuan tentang pelaksanaan pendokumentasian. Oleh karena itu, kualitas kebenaran standar pendokumentasian akan mudah dipertangjawabkan dan dapat digunakan sebagai perlindungan atas gugatan karena sudah memiliki standar hukum. c) Metode Pengumpulan Data Dokumentasi dapat digunakan untuk melihat data-data klien tentang kemajuan atau perkembangan dari klien secara objektif dan

27

mendetektif kecenderungan yang mungkin terjadi. Dapat digunakan juga sebagai bahan penelitian, karena data-datanya otentik dan dapat dibuktikan kebenaran. Selain itu, dokumentasi dapat digunakan sebagai data statistik. d) Sarana Pelayanan Keperawatan Secara Individual Tujuan ini merupakan integrasi dari berbagai aspek klien tentang kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan yang meliputi kebutuhan bio, psiko, sosial dan spiritual sehingga individu dapat merasakan manfaat dari pelayanan keperawatan. Hasil akhir dari asuhan keperawatan yang telah didokumentasikan adalah evaluasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan tindakan keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan. e) Sarana Meningkatkan Kerja Sama Antara Tim Kesehatan Melalui dokumentasi, tenaga dokter, ahli gizi, fisioterapi dan tenaga kesehatan akan saling kerja sama dalam memberi tindakan yang berhubungan dengan klien. Karena hanya lewat bukti-bukti otentik dari tindakan yang telah dilaksanakan, kegiatan tersebut akan berjalan secara profesional dan juga dapat sebagai sarana pendidikan. Bukti yang telah ada menuntut adanya sistem pendidikan yang lebih baik dan terarah sesuai dengan program yang dapat digunakan sebagai alat untuk meningkatkan pendidikan lanjutan tentang layanan keperawatan.

28

f) Digunakan Sebagai Audit Pelayanan Keperawatan Dokumentasi

berguna

untuk

memantau

kualitas

pelayanan

keperawatan yang telah diberikan sehubungan dengan kompetensi dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Menurut Nursalam (2010), dokumentasi keperawatan mempunyai makna yang penting dalam : a) Keuangan Semua tindakan keperawatan yang telah diberikan dapat dicatat dengan lengkap yang dapat dipergunakan sebagai acuan atau pertimbangan dalam biaya keperawatan bagi klien. b) Pendidikan Dokumentasi menyangkut kronologis dari asuhan keperawatan yang dapat digunakan sebagai referensi pembelajaran bagi siswa / profesi keperawatan. c) Penelitian Data yang terdapat didalamnya mengandung informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan / objek riset dan pengembangan profesi keperawatan. d) Akreditasi Dengan dokumentasi dapat diambil kesimpulan tingkat keberhasilan pemberian asuhan keperawatan guna pembinaan dan pengembangan lebih lanjut. Hal ini bermanfaat bagi peningkatan mutu dalam mencapai tingkat kepangkatan yang lebih tinggi.

29

e. Sistem Pendokumentasi Keperawatan Setiap organisasi mempunyai metode tersendiri atau format standar untuk dokumentasi keperawatan dalam catatan klinis. Apapun jenis pendokumentasian yang digunakan, pendokumentasian harus mengkomunikasikan status pasien, pemberian perawatan spesifik, dan respon pasien terhadap perawatan (Marrelli, 2008). Beberapa

metode

sistem

dokumentasi

keperawatan

dan

karakteristiknya: 1) Catatan medis yang berorientasi pada masalah Sistem ini paling dikenal dalam mengelola informasi. Metode ini mengorganisasikan informasi berdasarkan masalah klien berdasarkan catatan SOAP (data subkektif dan objektif, pengkajian serta rencana keperawatan). 2) Pencatatan fokus Pencatatan fokus dapat mempersingkat asuhan pendokumentasian dan menawarkan cara alternatif dalam pendokumentasian yang lebih singkat. Pencatatan fokus terdiri dari elemen penting dari dokumentasi keperawatan (Iyer, 2006) : a) Pengkajian keperawatan. b) Rencana

asuhan

keperawatan

untuk

setiap

masalah

yang

diidentifikasi. c) Asuhan keperawatan yang diberikan. d) Evaluasi respon pasien terhadap intervensi.

30

3) Charting by exception (CBE) CBE dapat digunakan untuk pendokumentasian yang lebih efisien. Diberikan tanda bintang (*) untuk temuan yang tidak normal atau terapi yang tidak lengkap. Untuk aspek yang diberikan tanda bintang, kemajuan

ditulis

untuk

memberikan

penjelasan.

CBE

dapat

menurunkan pengulangan dan catatan yang panjang sehingga dapat mempersingkat pendokumentasian. 4) Perencanaan keperawatan JCAHO dan ANA menekankan pentingnya keterlibatan pasien dan keluarga dalam perencanaan keperawatan, seperti dalam menentukan hasil perawatan pasien dan mencari bukti dalam pendokumentasian. 5) Jalur klinis dan protokol Disebut juga jalur kritis, jalur perawatan atau rencana kerja mutidisiplin. Jalur klinis merupakan pedoman kolaboratif untuk perawatan dan tersaji dalam banyak format, baik berupa kertas atau secara otomatis, difokuskan pada diagnosis, masalah klinis atau fase perawatan yang dirangkai menurut batas waktu berdasarkan lama rawat yang sudah diperhitungkan. 6) Pendokumentasian terkomputerisasi Dibeberapa sistem, perawat dapat memilih tindakan untuk pasien tertentu agar memudahkan dalam pembuatan data dicatatan klinis. Catatan terkomputerisasi dapat membantu menghemat biaya organisasi dan meningkatkan kualitas perawatan. Waktu yang diperlukan untuk

31

dokumentasi keperawatan dapat diturunkan sepertiganya dengan pengenalan komputerisasi. 7) Pencatatan naratif Catatan naratif menjadi metode utama dalam membuat data klinis pada catatan medis, walaupun terdapat sejumlah sistem yang lebih baru dalam pendokumentasian klinis. Pencatatan naratif secara historis diidentifikasikan sebagai data yang panjang dalam catatan, tetapi semua sistem

dokumentasi

keperawatan

mencantumkan

beberapa

pendokumentasian naratif. 8) Pencatatan PIE Format PIE ( problem / masalah, intervensi dan evaluasi ) hampir sama dengan SOAP yang keduanya berorientasi pada masalah. Tetapi pencatatan SOAP berakar dari model medis, sedangkan PIE berdasarkan asuhan keperawatan. Pencatatan PIE untuk menghilangkan rencana perawatan yang tradisional dan memasukkan rencana perawatan yang kontinu kedalam dokumentasi harian. Tujuannya untuk menyederhanakan asuhan dokumentasi, menyatukan rencana perawatan dan catatan perkembangan, serta menulis catatan ringkas mengenai asuhan keperawatan yang direncanakan dan diberikan (Iyer, 2006). f. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi asuhan keperawatan (Iyer, 2006) a. Tanda tangani setiap dokumentasi. Jangan mengosongkan formulir catatan apabila catatan tidak penuh, tetapi buat garis pada akhir

32

catatan sehingga tidak ada lagi tempat untuk memasukkan informasi lain kedalam catatan tersebut. b. Tulis secara jelas dan rapi. Tulis semua data dengan permanen. Jangan gunakan pensil, tetapi gunakan pulpen hitam atau biru. c. Gunakan ejaan, tata bahasa dan ungkapan medis yang tepat. d. Gunakan catatan grafik untuk mencatat tanda-tanda vital. e. Catat nama pasien disetiap halaman. f. Berhati-hati ketika mencatat status HIV, karena kerahasiaan hasil tes HIV di beberapa negara dilindungi oleh undang-undang. g. Hindari menerima instruksi verbal atau via telepon untuk menghindari

kesalahpahaman karena pemberian instruksi yang

tidak tepat. h. Tulis instruksi secara cermat dan tanyakan instruksi yang tidak tepat. i. Dokumentasikan perawatan atau obat yang diberikan. j. Dokumentasikan informasi lengkap tentang obat k. Dokumentasikan alergi obat dan makanan. l. Catat secara detail tentang terapi intravena dan pemberian darah. m. Laporkan hasil laboratoriun yang abnormal. n. Catat segera setelah pemberian perawatan. o. Dokumentasikan perubahan kondisi pasien. p. Lakukan secara tepat pendokumentasian informasi yang dilaporkan kepada dokter. q. Catat hanya perawatan yang telah dilakukan / diberikan dan akurat.

33

r. Jangan memanipulasi catatan, yang meliputi : a) Menambah informasi pada catatan yang sudah ada tanpa menuliskan tanggal ketika informasi itu ditambah. b) Memasukkan informasi yang tidak akurat kedalam catatan. c) Menghilangkan data yang signifikan. d) Memberi tanggal pada catatan agar kelihatannya ditulis lebih awal. e) Menulis ulang atau mengubah catatan. f) Merusak catatan dan menambah catatan orang lain (p.99-118) g. Dasar Dokumentasi Efektif Dasar dokumentasi yang efektif merupakan keyakinan perawat tentang esensi dan karakteristik dokumentasi keperawatan yang ditransfer kedalam catatan kesehatan melalui catatan yang akurat dan lengkap. Dasar tersebut dapat digunakan perawat untuk mencatat observasi dan kegiatan secara efektif (Hidayat, 2008). 1) Perilaku dokumentasi efektif Merupakan perilaku yang berhubungan dengan waktu dan tempat pelaksanaan. Perilaku yang berhubungan dengan dokumentasi efekti yaitu : a) Catat kejadian setelah terjadi. b) Lakukan pencatatan minimal pada data rutin. Tidak realistis untuk mencatat semua informasi, tujuan kegiatan ini hanya untuk mencatat data yang penting.

34

c) Catat jumlah waktu yang yang diperlukan dan diperkirakan penggunaan waktu. d) Jangan mengulang catatan narasi yang telah dicatat pada lembar alur, kecuali data yang perlu kejelasan. e) Diskusikan dengan staf lain untuk pengaturan jadwal. f) Buat agar sebagian besar waktu memungkinkan untuk melakukan pencatatan, seperti penempatan formulir didekat tempat tidur klien. g) Kembangkan jadwal perawat pasien pribadi yang mencakup aktivitas pencatatan sebagai bagian dari kegiatan. 2) Aturan dalam dokumentasi yang efektif Untuk membuat dokumentasi yang efektif terdapat aturan-aturan : a) Kesederhanaan Dalam pendokumentasian digunakan kata-kata yang sederhana, mudah dibaca, dimengerti dan perlu dihindari istilah yang dibuatbuat sehingga mudah dibaca. b) Akurat Dokumentasi keperawatan harus benar-benar akurat yaitu didasari oleh infomasi dari data yang dikumpulkan. Dengan demikian jelas bahwa data tersebut dari pasien, sehingga dapat dihindari kesimpulan yang tidak akurat. c) Kesabaran

35

Gunakan kesabaran dalam membuat dokumentasi keperawatan dengan meluangkan waktu untuk memeriksa kebenaran terhadap data pasien yang telah atau sedang diperiksa. d) Ketepatan Ketepatan dalam pendokumentasian merupakan syarat yang sangat diperlukan. Untuk memperoleh ketepatan perlu pemeriksaan dengan menggunakan teknologi yang lebih tinggi seperti menilai gambaran klinis dari pasien, laboratorium dan pemeriksaan tambahan. e) Jelas dan objektif Dokumentasi memerlukan kejelasan dan objektivitas dari data-data yang ada, bukan data samar yang dapat menimbulkan kerancuan. h. Implikasi Legal dan Etik Dalam Dokumentasi Keperawatan Dokumentasi keperawatan dikatakan mempunyai implikasi hukum apabila dokumen catatan perawatan kesehatan pasien diakui secara hukum dan dapat dijadikan bukti dalam persidangan. Informasi didalam dokumen tersebut dapat memberikan catatan secara singkat tentang perawatan kesehatan pasien. Agar catatan benar-benar sesuai dengan standar hukum maka sangat diperlukan aturan pencatatan sebagai berikut (Hidayat, 2008) : 1) Hendaknya dapat memahami dasar hukum dari tuntutan malpraktek yang memungkinkan melibatkan para perawat. Unsur ini penting dari

36

semua gugatan hukum didasarkan pada kondisi fisik seorang pasien yang menggugat perawat. 2) Dapat memberikan informasi kondisi pasien secara tepat dengan cara : a) Catat asuhan keperawatan yang diberikan dan kebutuhan untuk keperawatan lebih lanjut. b) Catat evaluasi sedikitnya satu kali setiap giliran jaga. c) Waspadai perubahan yang didapat pada status pasien terutama kemunduran atau hasil yang tidak diharapkan. 3) Buat catatan singkat tentang komunikasi perawat dengan dokter dan intervensi perawatan yang telah dilakukan. 4) Memperhatikan fakta-fakta secara tepat dan akurat mengenai penerapan asuhan keperawatan. Data yang relevan harus mencakup riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, diagnosa keperawatan, perencanaan dan intervensi keperawatan serta evaluasinya. 5) Memperhatikan situasi perawatan pasien dengan jalan mencatat secara rinci masalah kesehatan pasien yang kompleks seperti : pasca operasi, pasien yang memerlukan

perawatan intensif dan pasien yang

mengalami infeksi berat. Hal ini berguna untuk menghindari kemungkinan

tuntutan

atau

gugatan

kepada

perawat

karena

kelalaiannya. Standar

keperawatan

telah

ditentukan

oleh

organisasi

keperawatan atau dewan keperawatan. Mereka menata aturan atau batasan bagi praktek keperawatan dalam memberikan asuhan

37

keperawatan, baik praktek perawatan individu, kelompok, maupun rumah sakit. Yang bertujuan memberikan batasan pada profesi perawat

tentang

ruang

lingkup

praktik

keperawatan.

Dalam

pelaksanaan etik dokumentasi keperawatan ada hal yang perlu diperhatikan, yaitu : 1) Pandangan etik dokumentasi keperawatan Artinya asuhan keperawatan pasien ditujukan untuk seluruh asuhan kehidupan dan keadaan. Perawatan ini sangat kompleks dan etis seperti bagaimana menimbulkan kepercayaan kepada pasien, termasuk memberikan dukungan keluarga bagi pasien yang menghadapi kematian. Asuhan dokumentasi ini akan menjawab pernyataan secara jelas. Informasi yang akurat akan membantu dalam pemecahan masalah yang membutuhkan dokumentasi yang objektif dalam situasi apapun. Menurut Curtin dan Flaherty terdapat enam model petunjuk dalam pemecahan masalah (Hidayat 2002) : a) Informasi dan latar belakang situasi. b) Mengidentifikasi dan menjernihkan komponen etis dalam situasi. c) Identifikasi kebenaran, pekerjaan, otoritas dan kewibawaan dalam pembuatan keputusan. d) Meluruskan rencana dan tindakan. e) Menyamakan fakta kedalam lingkungan sosial yang legal. f) Pengambilan keputusan berdasarkan isi pembuat keputusan

38

2) Menjaga kerahasiaan (privasi pasien) Pencatatan tentang pelayanan kesehatan merupakan suatu jaminan kerahasiaan dan keakuratan dalam asuhan keperawatan. Perawat berperan penting dalam menjaga kerahasiaan dan keamanan pencatatan kesehatan pasien. Dalam penyiapan pencatatan harus berhati-hati karena kegiatan tersebut dijadikan jaminan kepercayaan. Kegiatan tersebut antara lain : mengeluarkan informasi data pasien, nama pasien, alamat, tanggal masuk, data rahasia seperti data klinis terdiri dari pemeriksaan, observasi, pengobatan, percakapan pasien dengan perawat. 3) Moral perjanjian Moral perjanjian merupakan suatu pertimbangan etik yang digunakan dalam melaksanakan dokumentasi keperawatan. Yang termasuk dalam moral perjanjian adalah etik perizinan, mencakup : a) Perizinan yang tidak langsung, misalnya saat pengambilan darah untuk tes, pasien langsung memberikan tangan. b) Perizinan langsung, misalnya pasien dengan kemauan sendiri datang ke rumah sakit. c) Perizinan yang perlu pemberitahuan, misalnya pasien perlu membuat keputusan rasional sebelum menentukan keputusan (tindakan operasi), maka dokter harus memberikan penjelasan lebih dahulu. Kegiatan pendokumentasian keperawatan mencakup pencatatan secara sistematis terhadap semua kejadian dalam ikatan kontrak perawat –

39

klien dalam kurun waktu tertentu secara jelas, lengkap dan objektif. Hal ini bertujuan untuk memberi kemudahan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dan sebagai jaminan mutu. Disamping pencatatan, kegiatan pendokumentasian keperawatan juga mencakup penyimpanan / pemeliharaan hasil pencatatan dan mengkomunikasikan kepada sesama anggota tim kesehatan untuk kepentingan pengelolaan klien serta kepada aparat penegak hukum bila diperlukan untuk pembuktian (Nursalam, 2010).

B. Faktor-Faktor

Yang

Berhubungan

dengan

Pendokumentasian

Keperawatan Teori Lawrance Green yang dikutip Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor perilaku (behavior causes) diantaranya pengetahuan, pendidikan, masa kerja dan faktor diluar perilaku (non behaviour causes) diantaranya supervisi kepala ruangan. 1. Pengetahuan a.

Pengertian Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan merupakan hasil dari tahu,

dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Notoatmodjo (2010) juga menyatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan

40

domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Pengetahuan didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi asuhan yang berurutan, yakni : 1) Awarenes (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). 2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tertentu. 3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4) Trial, dimana objek mulai mencoba melakukan sesuatu dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus 5) Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. b. Tingkat Pengetahuan 1) Tahu (Know) Tahu (know) ialah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh karena tahu itu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang itu tahu tentang

41

apa

yang

dipelajari

antara

lain

menyebutkan,

mengarahkan,

mendefenisikan, dan menyatakan. 2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan ya untuk menjelaskan secara

benar

tentang

objek

yang

diketahui

dan

dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan terhadap objek yang dipelajari. 3) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti

dapat

meggambarkan

(membuat

bagan),

membedakan,

memisahkan dan mengelompokkan. 4) Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengeluarkan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata (sebenarnya). 5) Sintesis (Syntesis) Sintesis menunjuk kepada. suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan formulasi baru dari formulasi yang ada.

42

6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu bedasarkan suatu kriteria yang ditemukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada. (Notoatmodjo, 2007) Pengkajian yang logis, sistematis dan komprehensif merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi, mengingat pengkajian merupakan langkah awal dan dasar dalam pembuatan asuhan keperawatan. Dalam melakukan pengkajian, seorang perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dasar seperti : pengetahuan alam, fisik dan perilaku manusia. Dalam melaksanakan atau memberi pelayanan secara biopsikososial dan spiritual, diperlukan keterampilan dalam komunikasi. Pada kenyataan perawat

sangat

membutuhkan

keterampilan

mendokumentasikan asuhan keperawatan khususnya

komunikasi

dalam

dalam pengkajian.

Komunikasi verbal ( wawancara, validasi dan informasi ) mutlak untuk dilakukan (Hidayat, 2008). Oleh sebab itu, untuk mengukur pengetahuan kesehatan seperti tersebut diatas, adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis seperti angket. Indikator pengetahuan kesehatan adalah tingginya pengetahuan responden tentang kesehatan atau besarnya persentase kelompok responden atau masyarakat tentang komponen-komponen kesehatan (Notoadmodjo, 2010).

43

2. Pendidikan Pendidikan adalah suatu asuhan belajar yang berarti dalam pendidikan terjadi asuhan pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat (Notoadmodjo, 2007). Pendidikan adalah suatu asuhan ilmiah yang harus terjadi pada diri manusia, seorang manusia dapat berkembang hanya karena pendidikan. Secara umum dan sederhana pendidikan dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan, oleh sebab itu seberapapun primitifnya suatu masyarakat pasti terjadi atau berlangsung asuhan pendidikan (Purwanto, 2008). Pendidikan kesehatan adalah suatu asuhan perubahan pada diri seseorang yang berhubungan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu dan masyarakat. Pendidikan kesehatan tidak dapat diberikan kepada seseorang oleh orang lain bukan seperangkat prosedur yang harus dicapai tetapi sesungguhnya merupakan suatu asuhan perkembangan yang secara dinamis yang didalamnya seseorang menolak dan menerima informasi sikap maupan praktek baru yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat (Notoadmodjo, 2007). Pendidikan keperawatan yang sebelumnya lebih bersifat berada di rumah sakit, bergeser kepada bentuk pendidikan yang berada di perguruan tinggi atau universitas. Pendidikan keperawatan bergeser menjadi pendidikan

44

yang ditujukan kepada penguasaan ilmu pengetahuan keperawatan dan metode keperawatan melalui pendidikan dan latihan yang lama. Adanya tekanan ini menyebabkan ditubuhkannya pendidikan keperawatan pada pendidikan tinggi atau universitas (Kusnanto, 2006). Sistem pendidikan tenaga keperawatan merupakan sistem terbuka yang terus berkembang secara terarah, menyeluruh, bertahap dan terkendali hingga mencapai jenjang pendidikan keperawatan paling tinggi. Pelaksanaan sistem ini selalu terintegrasi dan berorientasi pada aspek keilmuan dan aspek keprofesian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku (Ali, 2010). Jenjang pendidikan keperawatan yang dimaksud adalah : a. Pendidikan keperawatan vokalisasi yang merupakan jenis pendidikan yang mencakup Sekolah Perawat Kesehatan (SPK). b. Program pendidikan jenjang Diploma III Keperawatan yang menghasilkan perawat profesional pemula dengan sebutan ahli Madya Keperawatan (Amd.Kep). c. Program pendidikan sarjana keperawatan yang bersifat akademik profesional yang mempunyai landasan keilmuan dan profesi sehingga para lulusannya

diharapkan

mampu

melaksanakan

fungsi

keperawatan

profesional. Program pendidikan sarjna keperawatan menghasilkan lulusan perawat profesional dengan dengan gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) dan sebutan Profesi (Ns). d. Selain itu terdapat juga program pendidikan pasca sarjana keperawatan, spesialis keperawatan dan program pendidikan doktoral.

45

Di RSUD Sawahlunto sebagian besar perawat berpendidikan D III Keperawatan dan D III Kebidanan. Perawat yang berpendidikan SPK (Sekolah Perawat Kesehatan) masih ada sebanyak dua orang, sedangkan perawat dengan pendidikan S 1 Keperawatan ada dua orang di salah satu ruangan rawat inap. Tujuan pendidikan adalah menfasilitasi asuhan belajar pada orang lain yang merupakan integrasi antara pengetahuan, sikap dan pengalaman masa lalu dan masa kini dari individu. Pendidikan dapat bersifat formal atau tidak formal. Asuhan formal terjadi bila program pendidikannya eksplisit / terencana, terorganisir dan dievaluasi. Pengembangan staf, pendidikan berkelanjutan atau pendidikan dalam pelayanan, semuanya merupakan sebutan yang umum untuk Instalasi pendidikan didalam lembaga pelayanan kesehatan. Instalasi pendidikan seperti ini biasanya membuat program formal dalam area-area berikut : pengarahan, pendidikan lanjut, pengembangan eksekutif dan pendidikan pasien (Monica, 2009). 3. Masa Kerja Masa kerja merupakan lamanya waktu seseorang dalam menjalankan tugas dan kewajibannya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Banyak penelitian menunjukkan bahwa perubahan lamanya waktu kerja menimbulkan perubahan pada efisiensi kerja. Perawat yang mempunyai masa kerja lebih dari 5 tahun melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan lebih baik, dibandingkan perawat yang masa kerjanya kurang dari 5 tahun. Semakin lama seseorang bekerja

46

pada suatu rumah sakit, semakin berpengalaman, sehingga kemampuan kerjanya makin baik (Heidjrachman, 2009). Masa kerja pada seseorang dapat dilihat pada teori motivasi prestasi Mc. Clelland, dimana seseorang akan mempunyai keiginan untuk berprestasi dibandingkan dengan orang lain, karena semakin lama seseorang bertugas ditempat tertentu akan semakin menyatu dengan tempat tugasnya tersebut sehingga tentunya menimbulkan keinginan seseorang untuk berprestasi dibandingkan orang lain, karena dia telah merasa menyatu dan telah menguasai pekerjaan tersebut yang tentunya akan membuat seseorang mempunyai keinginan untuk berprestasi (Fizran, 2010). Sejalan dengan harapan suatu organisasi yang menginginkan pekerjanya terus berkarya dan meningkatkan produktifitasnya, sehingga mengharuskan seseorang sebagai pekerja untuk memiliki kemampuan yang lebih tinggi untuk menjalankan pekerjaannya. Dengan demikian semakin lama seseorang bekerja maka ia akan semakin termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya sebagai upaya untuk mempertahankan pekerjaannya (Siagian, 2005). Sehingga hal ini dapat disimpulkan bahwa masa kerja atau lamanya bertugas

seseorang ditempat tertentu menjadikan seseorang merasa

termotivasi untuk menghasilkan yang terbaik dalam melaksanakan tugasnya. 4. Sarana Sarana dan prasarana merupakan salah satu masukan dalam sistem penjaminan mutu Rumah Sakit yang saling berhubungan. Sarana adalah

47

sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat atau media dalam mencapai maksud dan tujuan. Sedangkan prasarana adalah perangkat penunjang utama suatu asuhan atau usaha agar tujuan yang direncanakan dapat tercapai (FKUI, 2008). Prasarana di Rumah Sakit dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu prasarana bangunan dan prasarana umum. Prasarana bangunan mencakup lahan dan bangunan gedung / Rumah Sakit baik berupa pusat pelayanan pasien, ruang rawat inap, ruangan laboratorium, maupun ruangan pelayanan lainnya. Prasarana umum berupa air, sanitasi, drainase, listrik dan jaringan telekomunikasi. Sedangkan sarana di Rumah Sakit mencakup perabotan dan peralatan yang diperlukan sebagai kelengkapan setiap gedung / ruangan dalam menjalankan fungsinya untuk meningkatkan mutu dan relevansi hasil produk dan layanan Sarana yang diperlukan ditiap ruangan berbeda-beda tergantung kebutuhan yang diperlukan ditiap ruangan. Misalnya di ruangan rawat inap dibutuhkan sarana berupa buku teks, jurnal dan format dokumentasi keperawatan untuk mengisi pendokumentasian asuhan keperawatan pasien. Penjaminan mutu sarana dan prasarana Rumah Sakit harus dilandasi pada keinginan bahwa sarana dan prasarana yang dimiliki akan selalu mengalami perbaikan dan peningkatan mutu baik dari sudut sarana dan prasarana fisik maupun pengelolaannya. Sarana dan prasarana Rumah Sakit dirancang sedemikian rupa sehingga :

48

a. Sesuai dengan visi dan misi masing-masing Rumah Sakit. b. Mendorong menuju pengelolaan yang profesional c. Mendorong terjadi integrasi pengelolaan dan penggunaan sarana dan prasana Rumah Sakit. d. Mengacu pada perkembanagn ilmu dan teknologi. e. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat. f. Mendukung terciptanya suasana Rumah Sakit yang kondusif.

4. Supervisi a. Pengertian Supervisi Fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling) merupakan fungsi terakhir dari asuhan manajemen. Fungsi ini mempunyai kaitan erat dengan ketiga fungsi manajemen lainnya, terutama fungsi perencanaan (Hasibuan, 2006). Supervisi merupakan salah satu asuhan kegiatan atau pelaksanaan sistem manajemen yang merupakan bagian dari fungsi pengarahan serta pengawasan dan pengendalian (controlling) (Muninjaya, 1999; Arwani, 2005; Wiyana, 2008). Wiyana (2008) mengartikan supervisi sebagai kegiatan yang terencana seorang manajer melalui aktivitas bimbingan, pengarahan, observasi, motivasi, dan evaluasi pada stafnya dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehari-hari. Berdasarkan pengertian tentang supervisi yang telah dijabarkan di atas dapat disimpulkan bahwa supervisi merupakan suatu kegiatan yang mengandung dua dimensi pelaku, yaitu pimpinan dan anggota atau orang yang

49

disupervisi. Kedua dimensi pelaku tersebut walaupun secara administratif berbeda level dan perannya, namun dalam pelaksanaan kegiatan supervisi keduanya memiliki andil yang sama-sama penting. Pemimpin mampu melakukan pengawasan sekaligus menilai seluruh kegiatan yang telah direncanakan bersama, dan anggota mampu menjalankan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya (Arwani, 2005). Dalam pelaksanaannya, supervisi bukan hanya apakah seluruh staf keperawatan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan instruksi atau ketentuan yang telah digariskan, tetapi juga bagaimana memperbaiki asuhan keperawatan yang sedang berlangsung (Suyanto, 2008). b. Manfaat dan Tujuan Supervisi Muninjaya (2009) mengemukakan bahwa melalui pelaksanaan supervisi yang tepat, organisasi akan memperoleh manfaat yakni, 1) dapat mengetahui sejauh mana kegiatan program sudah dilaksanakan oleh staf, apakah sesuai dengan standar atau rencana kerja, apakah sumber dayanya (staf, sarana, dana dan sebagainya) sudah digunakan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, fungsi pengawasan dan pengendalian bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi kegiatan program. 2) dapat mengetahui adanya penyimpangan pada pemahaman staf melaksanakan tugas-tugasnya. Jika hal ini diketahui, pimpinan organisasi akan memberikan pelatihan lanjutan bagi stafnya. Latihan staf digunakan untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan dan keterampilan staf yang terkait

50

dengan tugas-tugasnya, 3) dapat mengetahui apakah waktu dan sumber daya lainnya mencukupi kebutuhan dan telah dimanfaatkan secara efisien, 4) dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan, 5) dapat mengetahui staf yang perlu diberikan penghargaan, dipromosikan atau diberikan pelatihan lanjutan. Kegiatan supervisi mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang kondusif dan nyaman yang mencakup lingkungan fisik, atmosfer kerja, dan jumlah sumber-sumber yang dibutuhkan untuk memudahkan pelaksanaan tugas. Oleh karena itu, tujuan supervisi diarahkan pada kegiatan mengorientasikan staf dan pelaksana keperawatan, melatih staf dan pelaksana keperawatan, memberikan

arahan dalam pelaksanaan

kegiatan sebagai upaya untuk menimbulkan kesadaran dan mengerti peran serta fungsinya sebagai staf, dan difokuskan pada pemberian pelayanan kemampuan staf dan pelaksana keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan

(Arwani,

2005).

Supervisi

kinerja

perawat

dalam

pendokumentasian bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan. Hasil akhir yang dicapai adalah meningkatnya kepuasan kerja perawat dan kualitas pelayanan keperawatan (Wiyana, 2008). c. Sasaran Supervisi Arwani (2005) mengemukakan bahwa supervisi yang dilakukan memiliki sasaran dan target tertentu yang akan dicapai. Setiap sasaran dan target dilaksanakan sesuai dengan pola yang disepakati berdasarkan

51

struktur dan hierarki tugas. Dengan demikian, sasaran yang menjadi target dalam kegiatan supervisi adalah terbentuknya staf yang berkualitas dan berkesinambungan, penggunaan alat yang efektif dan ekonomis, tersedianya sistem dan prosedur yang tidak

menyimpang, adanya

pembagian tugas dan wewenang yang proporsional, dan tidak terjadinya penyelewengan kekuasaan, kedudukan, dan keuangan. Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan, serta bawahan yang melakukan pekerjaan (Suarli dan Yanyan, 2009; Depkes, 2008). d. Prinsip Supervisi yang Efektif Pelaksanaan pengawasan yang efektif merupakan salah satu refleksi dari efektivitas

manajerial

seorang

pemimpin.

Oleh

karenanya,

agar

pengawasan terlaksana dengan baik diperlukan suatu sistem informasi yang andal sesuai dengan kebutuhan. Pengawasan akan berlangsung dengan efektif apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Pengawasan harus merefleksikan sifat dari berbagai kegiatan yang diselenggarakan. Teknik pengawasan yang dilakukan harus sesuai dengan informasi yang berkaitan dengan kegiatan pengawasan, seperti siapa yang melakukan pengawasan dan kegiatan apa yang menjadi sasaran pengawasan. 2) Pengawasan harus segera memberikan petunjuk tentang kemungkinan adanya deviasi atau penyimpangan dari rencana agar dapat segera ditangani atau dilakukan tindakan pencegahannya.

52

3) Pengawasan harus menunjukkan pengecualian pada titik-titik strategik tertentu. Manajer mampu menentukan kegiatan apa yang perlu dilakukan sendiri dan kegiatan apa yang didelegasikan pada orang lain, mampu melihat dan menentukan kegiatan-kegiatan apa saja yang langsung harus ditangani sendiri. 4) Objektivitas dalam melakukan pengawasan. Pengawasan dilaksanakan berdasarkan standar prestasi kerja yang memenuhi persyaratan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. 5) Keluwesan pengawasan. Pengawasan harus bersifat

fleksibel.

Pelaksanaan pengawasan harus tetap bisa berlangsung meskipun organisasi menghadapi perubahan karena timbulnya keadaan yang tidak diduga sebelumnya atau bahkan juga bila terjadi kegagalan. 6) Pengawasan

harus

memperhitungkan

pola

dasar

organisasi.

Kemampuan dan tanggung jawab adalah hal yang penting dalam melakukan pengawasan baik dalam melakukan pembagian tugas, pendelegasian wewenang, pola pertanggungjawaban, jalur komunikasi dan jaringan informasi. 7) Efisiensi pelaksanaan pengawasan. Perhatian utama pengawasan ditujukan pada kegiatan-kegiatan yang mempunyai nilai strategik bagi organisasi sehingga apabila terjadi penyimpangan dari rencana, dampaknya bagi organisasi akan bersifat negatif yang akan berpengaruh pada kemampuan organisasi mencapai tujuan dan sasaran kegiatan.

53

8) Pemahaman sistem pengawasan oleh semua pihak yang terlibat. Para manajer

selaku pelaksana kegiatan pengawasan harus dapat

menentukan pengawasan bagaimana yang dibutuhkan dan alat bantu yang perlu dikuasai dan dimiliki. 9) Pengawasan mencari yang tidak beres. Pengawasan adalah merupakan usaha untuk mencari dan menemukan apa yang tidak beres dalam organisasi atau adanya penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. 10) Pengawasan

harus

bersifat

membimbing.

Apabila

pada

saat

melakukan pengawasan ditemukan penyimpangan, siapa yang salah serta faktor-faktor penyebabnya, seorang manajer harus berani mengambil tindakan yang tepat sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan bersifat membimbing, mendidik, objektif dan rasional. e. Model-Model Supervisi Selain teknik supervisi yang telah diuraikan, Suyanto (2008) mengemukakan bahwa beberapa model supervisi dapat diterapkan dalam kegiatan supervisi antara lain: 1) Model konvensional Supervisi dilakukan melalui inspeksi langsung untuk menemukan masalah dan kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan untuk mengoreksi kesalahan dan memata-matai staf dalam menjalankan tugas. Model ini sering tidak adil karena hanya melihat sisi negatif dari pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan perawat

54

pelaksana sehingga sulit terungkap sisi positif, hal-hal yang baik ataupun keberhasilan yang telah dilakukan. 2) Model ilmiah Supervisi dilakukan dengan pendekatan yang sudah direncanakan sehingga tidak hanya mencari kesalahan atau masalah saja. Oleh karena itu, supervisi yang dilakukan dengan model ini memiliki karakteristik antara lain 1) dilakukan secara berkesinambungan, 2) dilakukan dengan prosedur, instrumen dan standar supervisi yang baku, 3) menggunakan data yang obyektif sehingga dapat diberikan umpan balik dan bimbingan, 4) menggunakan rating scale, check list, pedoman wawancara, 5) berkaitan erat dengan penelitian. 3) Model klinis Supervisi model klinis bertujuan untuk membantu perawat pelaksana dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan dan kinerjanya dalam pemberian asuhan keperawatan meningkat. Supervisi dilakukan secara sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan. 4) Model artistik Supervisi model artistik dilakukan dengan pendekatan personal untuk menciptakan rasa aman sehingga supervisor dapat diterima oleh perawat pelaksana yang akan disupervisi. Dengan demikian akan

55

tercipta hubungan saling percaya sehingga hubungan antara perawat dan supervisor akan terbuka yang mempermudah supervisi. f. Kompetensi yang Dimiliki Supervisor Arwani (2005) mengemukakan bahwa seorang supervisor keperawatan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari harus memiliki: 1) kemampuan memberikan saran, nasehat, dan bantuan yang benar-benar dibutuhkan oleh staf dan pelaksana keperawatan. 2) kemampuan

dalam

memberikan

motivasi

untuk

meningkatkan

semangat kerja staf dan pelaksana keperawatan. 3) Kemampuan memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan pelaksana keperawatan. 4) Kemampuan dalam melakukan penilaian secara objektif dan benar terhadap kinerja keperawatan. g. Supervisor Keperawatan Depkes (2008) mengemukakan bahwa pelaksanaan supervisi di rumah sakit dapat dilakukan oleh: 1) Kepala ruangan Bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan untuk klien. Kepala ruangan sebagai ujung tombak penentu tercapai tidaknya tujuan pelayanan keperawatan dan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan.

56

2) Pengawas perawatan Beberapa ruang atau Instalasi pelayanan berada di bawah Instalasi pelaksana fungsional (UPF). Pengawas bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan pada areanya yaitu beberapa kepala ruangan yang di UPF bersangkutan. 3) Kepala seksi Beberapa UPF digabung dalam satu pengawasan kepala seksi (Kasie). Kepala seksi mengawasi pengawas UPF dalam melaksanakan tugasnya secara langsung dan seluruh perawat secara tidak langsung. 4) Kepala bidang Kepala bidang bertanggung jawab untuk supervisi kepala seksi secara langsung dan semua perawat secara tidak langsung. Jadi supervisi berkaitan dengan struktur organisasi yang menggambarkan garis tanggung jawab, siapa yang menjadi supervisor dan siapa yang disupervisi. h. Teknik Supervisi Kepemimpinan

merupakan

aspek

penting

dari

pekerjaan

supervisor. Para supervisor bertanggung jawab atas kualitas kinerja para karyawan yang dipimpinnya. Oleh sebab itu, kemampuan memimpin sangat diperlukan untuk mengemban tanggung jawab itu. Kemampuan supervisor

untuk

memimpin

bawahannya

akan

mempengaruhi

produktivitas Instalasi kerjanya. Efektivitas kepemimpinan seorang supervisor diukur oleh dua faktor utama, yaitu faktor keluaran (output) dan

57

faktor manusia. Faktor keluaran adalah tingkat hasil yang dicapai Instalasi kerja yang merupakan petunjuk seberapa baik pencapaian sasaran yang telah direncanakan. Faktor keluaran ini mencakup produktivitas, kualitas, kemampulabaan

(profitability),

dan

efisiensi.

Faktor

manusia

menunjukkan tingkat kerja sama di kalangan karyawan dan kepuasan bekerja. Ini termasuk kadar antusiasme, jumlah dan jenis komunikasi, tinggi rendahnya motivasi, komitmen serta konflik antarpribadi dan antar kelompok. Swansburg (2009) mengatakan bahwa ada beberapa teknik yang diperlukan dalam melaksanakan supervisi dalam keperawatan antara lain: 1) Asuhan supervisi a) Standar asuhan keperawatan sebagai acuan b) Fakta pelaksanaan praktek keperawatan sebagai pembanding untuk c) Pencapaian/kesenjangan d) Tindak lanjut yaitu sebagai upaya mempertahankan kualitas atau memperbaiki 2) Area supervisi a) Pengetahuan dan pengertian tentang tugas yang akan dilaksanakan b) Keterampilan yang dilakukan sesuai standar c) Sikap serta penghargaan terhadap pekerjaan d) Supervisi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu:

58

(1) Cara langsung Dilakukan pada saat kegiatan sedang berlangsung. Supervisor terlibat dalam kegiatan secara langsung agar asuhan pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai suatu “perintah”. Pada kondisi ini, umpan balik dan perbaikan dapat sekaligus dilakukan tanpa bawahan merasakan sebagai suatu beban. Asuhan supervisi langsung, dapat dilakukan dengan cara perawat pelaksana melakukan secara mandiri suatu tindakan keperawatan didampingi supervisor. Selama asuhan supervisi, supervisor dapat memberikan dukungan, reinforcement, dan petunjuk,

kemudian

supervisor

dan

perawat

pelaksana

melakukan diskusi untuk menguatkan yang telah sesuai dengan apa yang direncanakan dan memperbaiki segala sesuatu yang dianggap masih kurang. Agar pengarahan, petunjuk, dan reinforcement efektif maka harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti pengarahan harus lengkap tidak terputus dan bersifat partial, mudah dipahami, menggunakan kata-kata yang tepat dan alur yang logis, dan jangan terlalu kompleks, berbicara dengan jelas, berikan arahan yang logis, hindari memberikan banyak arahan pada satu saat, pastikan bahwa arahan anda dipahami, serta yakinlah bahwa arahan anda dilaksanakan atau perlu tindak lanjut (Arwani 2005; Depkes 2008).

59

Langkah-langkah supervisi langsung sebagai berikut: (a) Informasikan kepada perawat yang akan disupervisi bahwa pendokumentasiannya akan disupervisi. (b) Lakukan supervisi asuhan keperawatan pada saat perawat melakukan pendokumentasian. Supervisor melihat hasil pendokumentasian secara langsung di hadapan perawat yang mendokumentasikan. (c) Supervisor menilai setiap dokumentasi sesuai dengan standar asuhan keperawatan. (d) Supervisor menjelaskan, mengarahkan dan membimbing perawat yang disupervisi setiap komponen pendokumentasian mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan,

evaluasi

kepada

perawat

yang

sedang

melakukan pencatatan dokumentasi asuhan keperawatan. (e) Mencatat hasil supervisi dan menyimpan dalam dokumen supervisi. (2) Cara tidak langsung Supervisi tidak langsung adalah supervisi yang dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan. Kepala ruangan tidak melihat langsung apa yang terjadi di lapangan sehingga memungkinkan terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis (Bittel, 1987 dalam Wiyana, 2008). Melalui laporan lisan, pimpinan hanya memperoleh informasi terbatas tentang kemajuan

60

program atau laporan kasus penyalahgunaan wewenang oleh staf dari laporan masyarakat. Sedangkan, melalui laporan tertulis, informasinya hanya terbatas pada hal-hal yang dianggap penting oleh staf. Hal ini dikarenakan staf penanggung jawab program diminta membuat laporan singkat tentang hasil kegiatannya. Format laporan staf harus dibuat. Sistem pencatatan dan pelaporan program yang secara rutin dibuat oleh staf dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan program asalkan laporan tersebut sudah dianalisis dengan baik (Muninjaya, 2009). Wiyana (2008) mengemukakan langkah-langkah supervisi tidak langsung sebagai berikut: (a) Lakukan supervisi tidak langsung dengan melihat hasil dokumentasi pada buku rekam medik. (b) Pilih salah satu dokumen asuhan keperawatan. (c) Periksa kelengkapan dokumentasi sesuai dengan standar dokumentasi asuhan keperawatan yang ditetapkan rumah sakit. (d) Memberikan penilaian atas dokumentasi yang disupervisi dengan memberikan tanda bila ada yang masih kurang dan berikan

catatan

tertulis

pada

perawat

yang

mendokumentasikan (e) Memberikan catatan pada lembar dokumentasi yang tidak lengkap atau sesuai standar.

61

i. Kegiatan Rutin Supervisor Wiyana (2008) mengemukakan bahwa pelaksanaan supervisi diperlukan suatu prosedur antara lain a) supervisi pendokumentasian asuhan keperawatan dilakukan oleh kepala ruangan, b) waktu supervisi adalah saat perawat melakukan pendokumentasian, satu pasien minimal satu penilaian untuk satu tindakan. Dapat diulang jika nilai tidak memuaskan. Depkes (2008) mengatakan bahwa kegiatan rutin dalam supervisi sebagai berikut: 1) Sebelum pertukaran shif (15-30 menit) a) Mengecek kecukupan fasilitas/sarana/peralatan hari itu b) Mengecek jadwal kerja 2) Pada waktu mulai shif (15-30 menit) a) Mengecek personil yang ada b) Menganalisa keseimbangan personil dan pekerjaannya c) Mengatur pekerjaannnya d) Mengidentifikasi kendala yang muncul, dan Mencari jalan agar pekerjaan dapat diselesaikan 3) Sepanjang hari (6-7 jam) a) Mengecek pekerjaan personil b) Mengarahkan sesuai kebutuhan c) Mengecek kemajuan pekerjaan personil d) Mengecek pekerjaan rumah tangga e) Menciptakan kenyamanan kerja khususnya personil baru

62

f) Berjaga-jaga di tempat apabila ada pertanyaan atau permintaan bantuan g) Mengatur istirahat jam personil h) Mendeteksi dan mencatat problem yang muncul saat itu serta solusinya i) Mengecek

kecukupan

alat/sarana/fasilitas

sesuai

kondisi

operasional j) Mencatat fasilitas/sarana yang rusak kemudian melaporkannya k) Mengecek adanya kejadian kecelakaan kerja 4) Sekali dalam sehari (15-30 menit) a) Mengobservasi satu personil atau area kerja secara kontinyu untuk 15 menit b) Melihat dengan seksama hal-hal yang terjadi misal: keterlambatan pekerjaan, lamanya mengambil barang, kesulitan pekerjaan 5) Sebelum pulang ke rumah (15 menit) a) Membuat daftar masalah yang belum diselesaikan b) Berusaha menyelesaikan persoalan tersebut besok harinya c) Pikirkan pekerjaan yang telah dilakukan sepanjang hari dan hasilnya d) Lengkapi laporan harian sebelum pulang e) Membuat daftar pekerjaan untuk besok f) Membawa pulang dan mempelajarinya di rumah sebelum pergi bekerja.

63

C. Kerangka Teori Bagan 2.1. Kerangka Teori

Faktor pencetus (Predisposing factor) - Karakteristik (umur, jenis kelamin Pendidikan, masa kerja) - Pengetahuan - Sikap - Motivasi - Status Ekonomi - Nilai-nilai / Pola Asuh - Tradisi/budaya Faktor pemungkin (Enabling factor) - Fasilitas pelayanan - Kualitas pelayanan

Perilaku

Faktor penguat (Reinforcing factor) - Peran tokoh masyarakat - Peran petugas kesehatan - Supervisi Kepala Ruangan - Dukungan keluarga Sumber: Lawrence Green (Notoadmodjo, 2010)

64

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian Jenis penelitian deskriptif analitik, untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016. Pendekatan pada penelitian ini secara cross sectional dimana variabel dependen dan independen diteliti secara bersamaan dalam waktu yang sama.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilakukan pada tanggal 6 Juni sampai 20 Juni 2016 di ruang Interne, Paru, Bedah, Anak dan VIP RSUD Sawahlunto .

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di ruang Interne, Paru, Bedah, Anak dan VIP RSUD Sawahlunto sebanyak 79 orang. 2. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil sebagai objek yang akan diteliti yang dianggap mewakili dari seluruh populasi (Notoadmodjo, 2010). Untuk menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini digunakan rumus sampel seperti dibawah ini :

65

65

n 

Ket :

N 1 N d 2

 

n

= Besar sample

N

= Besar populasi

d

= Tingkat kepercayaan ( 0,1)

(Notoatmodjo, 2010) n 

79  44 1  79 0,12

 

Dalam penelitian ini jumlah sampel adalah sebanyak 44 orang. Teknik pengambilan sampel adalah proposional randam sampling dimana pengambilan sampel secara acak. Ruangan

Jumlah Perawat Pelaksana

Jumlah perawat yang dijadikan responden

1

Anak

16

16/79*44= 9

2

VIP

13

13/79*44= 7

3

Bedah

18

18/79*44= 10

4

Interne

19

19/79*44= 10

5

Paru

13

13/79*44= 8

Jumlah

79

44

No

Kriteria sampel : a. Kriteria inklusi 1) Perawat dengan ijazah D III / S I Keperawatan, 2) Perawat yang dinas pada waktu penelitian 3) Bersedia diwawancarai dan mengisi kuesioner penelitian

66

b. Kriteria ekslusi 1) Bidan 2) Perawat dalam keadaan sakit dan cuti

D. Etika Penelitian Etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Masalah etik yang harus diperhatikan antara lain (Sonatha B, 2012) : 1. Informed Consent ( Persetujuan) Sebelum responden mengisi angket, peneliti menjelaskan tujuan penelitian kepada responden, jika responden bersedia maka diharapkan responden menanda tangani Informed consent diberikan. 2. Anonimity (Tanpa Nama) Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek peniliti dengan tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian akan disajikan. 3. Confidentiality (Kerahasiaan) Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan.

67

E. Teknik Pengumpulan Data 1. Data Primer Data ini diperoleh melalui pembagian kuesioner mengenai hal-hal yang berperan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan terhadap pengetahuan, sarana, pendidikan dan masa kerja. Alat untuk penilaian ini adalah kuesioner yang terdiri dari pertanyaan yang merupakan variabel independen yang diisi langsung oleh responden. 2. Data Sekunder Data ini diperoleh melalui pengamatan terhadap status klien untuk melihat dokumentasi asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan check list yang merupakan variabel dependen serta data-data yang tersedia di RSUD Sawahlunto.

F.Teknik Pengolahan Data 1. Penyuntingan data (editing) Melakukan pememeriksaan data hasil jawaban dari kuesioner yang telah ditanyakan kepada responden dan kemudian dilakukan koreksi kelengkapan jawabannya. Editing dilakukan di lapangan sehingga bila terjadi kekurangan atau tidak sesuai dapat segera dilengkapi. 2. Pengkodean data (coding) Melakukan penilaian / kode angka pada jawaban kuesioner agar lebih mudah dalam pengolahan data selanjutnya. Untuk variabel pengetahuan jawaban benar diberi nilai 1 dan salah diberi nilai 0.

68

3. Pemprosesan data (Entery Data) Memasukkan kode- kode ke dalam tabel dimana jawaban dari masingmasing responden dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau soffware komputer. 4. Pembersihan data (Cleaning) Melakukan pemeriksaan data atai mengecek kembali data dalam komputer untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan dan sebagainya, kemudian di lakukan pembetulan atau koreksi (Notoatmodjo, 2010).

G. Teknik Analisa Data Data yang terkumpul dan diolah secara komputerisasi. Tapi sebelumnya di editing kelengkapannya dan ditabulasi serta disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, setelah itu data dianalisis dengan cara : 1. Analisa Univariat Analisa univariat adalah analisis yang dilakukan untuk satu variabel atau analisa yang dilakukan tiap variabel dari hasil penelitian (Notoatmodjo, 2005). Analisa Univariat merupakan penyajian dalam bentuk satu variabel dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. 2. Analisa Bivariat Data –data yang dikumpulkan kemudian diolah dengan komputerisasi dan dianalisa secara deskriptis. Dengan ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi, untuk melihat sejauh mana hubungan dua variabel tersebut,

69

digunakan tabel silang (chi-square) dan dinyatakan bermakna jika value p ≤ 0,05 dan jika p > 0,05 maka dinyatakan tidak ada hubungan yang bermakna.

H. Kerangka Konsep Faktor yang melatar belakangi keaktifan seorang perawat untuk mendokumentasikan asuhan yang dilakukan berhubungan dengan faktor dari dalam diri perawat, seperti : pengetahuan, pendidikan dan masa kerja. Sesuai dengan tujuan umum penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan oleh perawat di Instalasi rawat inap RSUD sawah Lunto. Adapun variabel yang diteliti adalah pengetahuan, pendidikan, masa kerja dan supervisi Karu Bagan 3.1 Kerangka Konsep Variabel independen

Variabel dependen

Pengetahuan

Pendidikan

Masa Kerja

Pendokumentasian asuhan Keperawatan

Supervisi Karu

70

I.

Hipotesis 1. Tidak ada hubungan antara pendidikan perawat dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016. 2. Ada hubungan antara masa kerja perawat dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016. 3. Ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016. 4. Ada hubungan antara supervisi karu dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016.

J. Defenisi Operasional Tabel 3.1 Defenisi Operasional No 1

Variabel Dependen Dokumentasi Asuhan keperawatan

Defenisi Operasional Segala sesuatu yang dicatat pada format atau buku keperawatan oleh perawat tentang asuhan keperawatan yang sudah dilakukan kepada klien. Pengkajian, diangnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi

Cara Ukur Observasi

Alat Ukur

Hasil Ukur

Check List

Tidak lengkap bila salah satu poin asuhan keperawatan tidak lengkap Lengkap bila semua poin asuhan keperawatan lengkap diisi (Nursalam, 2008)

Skala Ukur Ordinal

71

2

Independen Pengetahuan

3

Pendidikan

4

Masa Kerja

5

Supervisi Karu

Segala sesuatu yang diketahui perawat tentang pendokumentasian asuhan keperawatan.

Pengisian Kuesioner Rendah jika lembar nilai < 75 % Kuesioner Tinggi jika nilai ≥ 75 % (Notoatmodjo, 2010)

Ordinal

Pendidikan formal keperawatan yang diikuti responden sampai dengan saat pengumpulan data sesuai ijazah yang dimiliki. Waktu yang dihabiskan perawat untuk bekerja dimulai dari pertama masuk kerja. Pengawasan yang dilakukan kepala ruangan terhadap pendokumentasian asuhan keperawatan yang dilakukan perawat pelaksana

Pengisian Kuesioner Rendah < D III lembar Tinggi ≥ D III Kuesioner (Notoatmodjo, 2007)

Ordinal

Pengisian Kuesioner Baru < 5 tahun lembar Lama ≥ 5 tahun Kuesioner (Heidjrachman, 2009)

Ordinal

Pengisian Kuesioner Kurang jika lembar nilai mean < 30 Kuesioner Baik jika Nilai mean ≥ 30

Ordinal

72

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sawahlunto adalah Rumah Sakit Umum

Daerah

Kelas

C,

ditetapkan

dengan

SK

Menkes

No.

481/Menkes/SK/V/97. RSUD Sawahlunto mempunyai bangunan yang sebagian besar merupakan bangunan peninggalan Belanda. Pernah menjadi Rumah Sakit Umum terbesar di Sumatera Tengah dan sebagai salah satu yang tertua di Sumatera Barat. Didirikan tahun 1915 sebagai kelengkapan fasilitas tambang batu bara Ombilin. Pada saat ini RSUD Sawahlunto sudah terakreditasi dari 5 pelayanan dasar. RSUD Sawahlunto merupakan satusatunya rumah sakit yang ada di Kota Sawahlunto dan merupakan rujukan bagi Puskesmas yang ada di Kota Sawahlunto dan daerah daerah lain di sekitarnya. Penelitian dilakukan

di Instalasi Rawat Inap RSUD Sawahlunto

didukung oleh beberapa sarana dan prasarana yang memadai yang dapat mendukung berjalannya pelayananan pasien.

73 73

B.

Hasil Analisa Univariat Analisa univariat bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi setiap variabel, dimana variabel independen (pendidikan, masa kerja, pengetahuan dan supervisi) dan variabel dependen (pendokumentasian asuhan keperawatan). 1. Pendidikan Responden di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Instalasi Rawat Inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 No

Pendidikan

f

%

1.

Rendah

2

4,5

2.

Tinggi

42

95,5

44

100

Jumlah

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 44 responden, pada umumnya responden yang berpendidikan tinggi (95,5 %). 2. Masa Kerja Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Kerja di Instalasi Rawat Inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 No

Masa Kerja

f

%

1.

Baru

17

38,6

2.

Lama

27

61,4

44

100

Jumlah

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dari 44 responden, lebih dari separuh (61,4 %) responden dengan masa kerja lama.

74

3. Pengetahuan Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Instalasi Rawat Inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 No

Pengetahuan

f

%

1.

Rendah

15

34,1

2.

Tinggi

29

65,9

44

100

Jumlah

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa dari 44 responden, lebih banyak responden yang mempunyai pengetahuan tinggi sebanyak (65,9 %). 4. Supervisi Karu Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Supervisi Karu di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 No

Supervisi Karu

f

%

1.

Kurang

25

56,8

2.

Baik

19

43,2

44

100

Jumlah

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa dari 44 responden, lebih dari separuh (56,8 %) rsponden mempunyai supervisi karu kurang baik.

75

5. Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 No

Pendokumentasian

f

%

1.

Tidak lengkap

28

63,6

2.

Lengkap

16

36,4

44

100

Jumlah

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa dari 44 responden, lebih dari separuh (63,6 %) responden dengan pendokumentasian tidak lengkap.

C. Hasil Analisa Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan dua variabel yaitu variabel independent dan variabel dependent. Untuk membuktikan ada tidaknya hubungan tersebut, digunakan uji chi-square yaitu apabila p ≤ α berarti ada hubungan antara variebel independen (pendidikan, masa kerja, pengetahuan

dan

supervisi

karu)

dengan

variabel

dependen

(pendokumentasian asuhan keperawatan), dan sebaliknya apabila p > α berarti tidak ada hubungan antara variabel independent dengan variabel dependen, dimana

α

=

0,05.

Penganalisaan

bivariat

menggunakan

Program

komputerisasi yang hasilnya dapat dilihat pada lampiran 6.

76

1.

No 1 2

Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Responden Tabel 4.6 Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Responden di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto Tahun 2016

Pendidikan Rendah Tinggi Jumlah Berdasarkan

Pendokumentasian Tidak Lengkap lengkap f % f % 2 100 0 0 26 61,9 16 38,1 28 63,6 16 36,4 tabel

4.6

diperoleh

Jumlah f 2 42 44

% 100 100 100

P value

0,526

pendokumentasian

asuhan

keperawatan tidak lengkap 100 % pada responden dengan tingkat pendidikan rendah dibandingkan dengan responden yang mempunyai pendidikan tinggi (61,9 %). Hasil uji statistik (chi-square) diperoleh hasil bahwa nilai p = 0,526, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan tingkat pendidikan responden dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 .

77

2. Hubungan Masa Kerja Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Responden Tabel 4.7 Hubungan Masa Kerja Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Responden di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto Tahun 2016

No 1 2

Masa Kerja Baru Lama Jumlah Berdasarkan

Pendokumentasian Tidak Lengkap lengkap f % f % 15 88,2 2 11,8 13 48,1 14 51,9 28 63,6 16 36,4 tabel

4.7

diperoleh

Jumlah f 17 27 44

% 100 100 100

p value

0,01

pendokumentasian

asuhan

keperawatan tidak lengkap (88,2 %) pada masa kerja baru sedangkan responden yang mempunyai masa kerja lama (48,1%) responden tidak lengkap pendokumentasian asuhan keperawatan. Hasil uji statistik (chisquare) diperoleh hasil bahwa nilai p = 0,01, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan masa kerja responden dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 .

78

3. Hubungan Pengetahuan Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Responden di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 Tabel 4.8 Hubungan Pengetahuan Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Responden di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto Tahun 2016

No 1 2

Pengetahuan Rendah Tinggi Jumlah Berdasarkan

Pendokumentasian Tidak Lengkap lengkap f % f % 14 93,3 1 6,7 14 48,3 15 51,7 28 63,6 16 36,4 tabel

4.8

diperoleh

Jumlah f 15 29 44

% 100 100 100

P value

0,003

pendokumentasian

asuhan

keperawatan tidak lengkap (93,3 %) responden dengan pengetahuan rendah sedangkan

pengetahuan

tinggi

(48,3

%)

responden

tidak

lengkap

pendokumentasian asuhan keperawatan. Hasil uji statistik (chi-square) diperoleh hasil bahwa nilai p = 0,003, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan pengetahuan responden dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 .

79

4. Hubungan Supervisi Karu Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Responden di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 Tabel 4.9 Hubungan Supervisi Karu Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Responden di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto Tahun 2016

No 1 2

Supervisi Kurang Baik Jumlah Berdasarkan

Pendokumentasian Tidak Lengkap lengkap f % f % 20 80 5 20 8 42,1 11 57,9 28 63,6 16 36,4 tabel

4.9

diperoleh

Jumlah f 25 19 44

% 100 100 100

P value

0,023

pendokumentasian

asuhan

keperawatan tidak lengkap (80 %) pada responden dengan supervisi kurang sedangkan (42,1 %) pendokumentasian tidak lengkap pada supervisi baik. Hasil uji statistik (chi-square) diperoleh hasil bahwa nilai p = 0,023, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan supervisi karu terhadap responden dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 .

80

BAB V PEMBAHASAN

A. Analisa Univariat 1. Pendidikan Responden Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa umumnya (95,5%) responden mempunyai pendidikan tinggi (≥ D III Keperawatan). Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan Andira (2006) tentang dokumentasi proses keperawatan di RSUD Magelang tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pendokumentasian keperawatan dari 90 responden didapat 77 (86,7%), responden yang mempunyai pendidikan DIII Keperawatan. Sesuai dengan teori Notoadmodjo (2007), pendidikan suatu proses pengembangan kemampuan ke arah yang diinginkan suatu organisasi. Pendidikan keperawatan sangat berperan dalam membina sikap dan berpandangan profesional, berwawasan keperawatan yang luas serta mempunyai pengetahuan ilmiah yang memadai dan menguasai keterampilan profesional secara baik dan benar. Sehingga diperoleh kepuasan kerja yang selanjutnya memacu pencapaian kemampuan melalui kinerja yang lebih baik (Nursalam 2002). Seseorang yang tingkat pendidikannya yang lebih tinggi akan mempunyai keinginan yang kuat untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya (P. Siagian, 2003). Menurut analisis peneliti dari hasil penelitian didapatkan tingkat pendidikan perawat di RSUD Sawahlunto 20,45 % responden berpendidikan

81

81

S1 Keperawatan, 75 % responden berpendidikan D III Keperawatan dan 4,5% responden masih berpendidikan SPK hal ini disebabkan perawat mempunyai motivasi melanjutkan pendidikan ke lebih tinggi dimana direktur RSUD memberikan kesempatan bagi perawat untuk melanjutkan pendidikan. 2. Masa Kerja Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa lebih dari sebagian yaitu 27 orang (61,4 %) responden dengan masa kerja lama. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wahyudi (2000), tentang “faktorfaktor

yang

berhubungan

dengan

motivasi

kerja

perawat

dalam

pendokumentasian asuhan keperawatan, dari 65 respoonden terdapat 51 % responden mempunyai masa kerja lama. Sesuai dengan teori Heidjacman (2002), masa kerja merupakan lamanya waktu seseorang dalam menjalankan tugas dan kewajibannya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Banyak penelitian menunjukkan bahwa perubahan lamanya waktu kerja menimbulkan perubahan pada efisiensi kerja. Masa kerja pada seseorang dapat dilihat pada teori motivasi prestasi Mc. Clelland, dimana seseorang akan mempunyai keiginan untuk berprestasi dibandingkan dengan orang lain, karena semakin lama seseorang bertugas ditempat tertentu akan semakin menyatu dengan tempat tugasnya tersebut sehingga tentunya menimbulkan keinginan seseorang untuk berprestasi dibandingkan orang lain, karena dia telah merasa menyatu dan

82

telah menguasai pekerjaan tersebut yang tentunya akan membuat seseorang mempunyai keinginan untuk berprestasi (Fizran, 2010). Menurut analisis peneliti lebih dari sebagian responden bekerja sudah lama hal akan menambah motivasi responden untuk meningkatkan kemampuannya sebagai upaya untuk mempertahankan pekerjaannya, dan juga dapat disimpulkan bahwa masa kerja atau lamanya bertugas seseorang ditempat tertentu menjadikan seseorang merasa termotivasi untuk menghasilkan yang terbaik dalam melaksanakan tugasnya, karena dia telah merasa menyatu dan telah menguasai pekerjaan tersebut yang tentunya akan membuat seseorang mempunyai keinginan untuk berprestasi salah satunya dalam pendokumentasian asuhan keperawatan. 3. Pengetahuan Responden Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa lebih dari sebagian yaitu 29 orang (65,9 %), responden mempunyai pengetahuan tinggi tentang pendokumentasian asuhan keperawatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Widyantoro (2008) di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Selatan tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan yang menunjukkan hasil penelitian bahwa kelengkapan dokumentasi keperawatan sangat berhubungan dengan tingkat pengetahuan perawat dimana 35% perawat masih memiliki pengetahuan yang rendah. Sesuai dengan teori Notoatmodjo (2010), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

83

suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Notoatmodjo (2010) juga menyatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Pengetahuan didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Menurut analisis peneliti dilapangan lebih dari sebagian responden mempunyai pengetahuan tinggi, hal ini disebabkan karena sebagian responden sedang melanjutkan pendidikan dimana responden telah belajar mengenai pendokumentasian asuhan keperawatan, dan juga kurang dari sebagian responden mempunyai pengetahuan rendah hal ini disebabkan karena responden tidak mengetahui pendokumentasian asuhan keperawatan dengan menggunakan blangko rumah sakit dimana responden telah lama mengikuti pendidikan dan juga disebabkan responden jarang mengikuti pelatihan mengenai pendokumentasian asuhan keperawatan. 4. Supervisi Kepala Ruangan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa lebih dari sebagian besar yaitu 25 orang (56,8 %), responden dengan supervisi karu kurang baik terhadap pendokumentasian asuhan keperawatan klien. Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Sutarjaya (2006) tentang kualitas dokumentasi asuhan keperawatan di Paviliun Vinolia dan ruang Dahlia

84

instalasi rawat inap RSUD kota Yogyakarta, dimana diperoleh sebanyak 57 % perawat yang menyatakan supervisi karu kurang baik. Sesuai dengan teori Keliat (2012), supervisi adalah asuhan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan untuk memastikan apakah kegiatan tersebut berjalan sesuai tujuan organisasi dan standar yang telah ditetapkan. Supervisi dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan yang cakap dalam bidang yang disupervisi. Supervisi biasanya dilakukan oleh atasan terhadap bawahan atau konsultan terhadap pelaksana. Menurut Keliat (2012) manajer keperawatan atau kepala ruang memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang efektif serta aman kepada sejumlah pasien dan memberikan kesejahteraan fisik, emosional dan kedudukan bagi perawat. Supervisi merupakan suatu kegiatan yang mengandung dua dimensi pelaku, yaitu pimpinan dan anggota atau orang yang disupervisi. Kedua dimensi pelaku tersebut walaupun secara administratif berbeda level dan perannya, namun dalam pelaksanaan kegiatan supervisi keduanya memiliki andil yang sama-sama penting. Menurut analisis peneliti lebih dari sebagian responden menyatakan supervisi karu kurang baik hal ini disebabkan kepala ruangan tidak melaksanakan supervisi dan tidak mendapatkan jadwal dari Kasi keperawatan dalam melakukan supervisi terhadap pendokumentasian keperawatan di ruangan masing-masing berdasarkan hasil wawancara dengan responden menyatakan bahwa 78 % karu tidak melakukan supervisi asuhan keperawatan pada saat perawat melakukan pendokumentasian, dan tidak melihat hasil

85

pendokumentasian

secara

langsung

dihadapan

perawat

yang

mendokumentasikan asuhan keperawatan. 5. Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa lebih dari sebagian 23 orang (52,3%), responden

memiliki pendokumentasian tidak lengkap.

Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Sutarjaya (2006) tentang kualitas dokumentasi asuhan keperawatan di Paviliun Vinolia dan ruang Dahlia instalasi rawat inap RSUD kota Yogyakarta, dimana diperoleh sebanyak 57 % perawat yang menyatakan pendokumentasian tidak lengkap. Sesuai dengan teori Iyer (2006), dokumentasi adalah bagian dari keseluruhan tanggungjawab perawat untuk perawatan pasien. Catatan klinis memfasilitasi pemberian perawatan, meningkatkan kontinuitas perawatan, dan membantu mengkoordinasi pengobatan dan evaluasi pasien. Perawat bertanggung jawab untuk mengumpulkan data dan mengkaji status kesehatan klien, menentukan rencana asuhan keperawatan yang ditujukan untuk mencapai tujuan keperawatan, mengevaluasi efektifitas asuhan keperawatan dalam mencapai tujuan keperawatan dan mengkaji ulang serta merevisi kembali rencana asuhan keperawatan. Menurut Hidayat (2008), dokumentasi adalah segala sesuatu penulisan yang dipercaya sebagai suatu bukti autentik dan merupakan hak setiap klien. Dokumentasi secara umum merupakan suatu catatan autentik atau semua warkat asli yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam pencatatan dan pelaporan yang yang dimiliki perawat dalam melakukan

86

pencatatan perawatan yang berguna untuk kepentingan klien, perawat, dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab. Dokumentasi keperawatan adalah suatu catatan yang memuat seluruh informasi yang dibutuhkan untuk menentukan diagnosis keperawatan, menyusun rencana keperawatan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan keperawatan

yang

disusun

secara

sistematis,

valid

dan

dapat

dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum (Ali, 2008) Menurut analisis peneliti lebih dari sebagian pendokumentasian asuhan keperawatan pasien tidak lengkap hal ini disebabkan responden tidak mengetahui standar pelayanan dan standar asuhan keperawatan pasien yang berfungsi sebagai alat ukur untuk mengetahui apakah pelayanan atau asuhan keperawatan yang diberikan di Rumah Sakit sudah memenuhi persyaratan yang

ditetapkan

dimana

berdasarkan

observasi

pendokumentasian

keperawatan 10 % pengkajian belum lengkap, 7 % diagnosa belum lengkap, 27 % intervensi belum lengkap dan 35 % implementasi dan Evaluasi belum lengkap.

87

B. Analisa Bivariat 1.

Hubungan Pendidikan Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Responden di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 Berdasarkan hasil uji statistik (chi-square) diperoleh hasil bahwa nilai p = 0,526, berarti tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 Hasil penelitian tidak sejalan dengan penelitian Andira (2006) tentang dokumentasi proses keperawatan di RSUD Magelang faktor-faktor yang berhubungan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan dinyatakan terdapatnya

hubungan

yang

bermakna

antara

pendidikan

dengan

pendokumentasian proses keperawatan dengan p value = 0,001 OR = 5,623. Berbeda dengan teori Nursalam (2002), pendidikan keperawatan sangat berperan dalam membina sikap dan berpandangan profesional, berwawasan keperawatan yang luas serta mempunyai pengetahuan ilmiah yang memadai dan menguasai keterampilan profesional secara baik dan benar. Sehingga diperoleh kepuasan kerja yang selanjutnya memacu pencapaian kemampuan melalui kinerja yang lebih baik. Seseorang yang tingkat pendidikannya yang lebih tinggi akan mempunyai keinginan yang kuat untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya (P. Siagian, 2003). Menurut analisis peneliti di lapangan pendidikan tidak berpengaruh terhadap pendokumentasian asuhan keperawatan dimana responden telah mempunyai

pendidikan

tinggi

tapi

kenyataannya

masih

ada

88

pendokumentasian asuhan keperawatan tidak lengkap hal ini disebabkan karena responden mempunyai beban kerja yang berat dimana responden tidak sempat

melengkapi

pendokumentasian

asuhan

keperawatan,

dengan

meningkatkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi akan menjadikan perawat lebih proofesional dalam melakukan setiap tindakan keperawatan. Pendidikan dapat menambah pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap ke arah yang lebih baik lagi. Menurut pendapat peneliti pendidikan memegang peranan penting dalam kinerja seorang perawat. Semakin tinggi pendidikan perawat maka semakin profesional juga seorang perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Sehingga seorang perawat akan semakin berhati-hati dalam melakukan tindakan keperawatan yang sesuai dengan kode etik keperawatan.

2.

Hubungan Masa Kerja Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Responden di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 Berdasarkan Hasil uji statistik (chi-square) diperoleh hasil bahwa nilai p = 0,01, berarti terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Lukman (2006) di Rumah Sakit DR. Sobirin Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan didapatkan perawat yang yang mempunyai pengalaman kerja lebih dari 5

89

tahun melakukan pendokumentasian proses keperawatan lebih baik dibandingkan dengan perawat yang masa kerjanya kurang dari 5 tahun. Menurut Heidjrachman (2002), mengemukakan bahwa pada awal seseorang bekerja merupakan periode adaptasi dan belum memperlihatkan produktifitas kerja. Pada periode kedua merupakan tahap dimana seseorang memperlihatkan produktifitas kerja yang lebih baik karena adanya pengalaman dalam melaksanakan pekerjaan. Perawat yang mempunyai masa kerja lebih dari 5 tahun melaksanakan pendokumentasian proses keperawatan lebih baik, dibandingkan perawat yang masa kerjanya kurang dari 5 tahun. Seseorang yang bekerja lebih lama akan memperlihatkan produktifitas kerja yang lebih aktual dibandingkan dengan seseorang yang baru memulai suatu pekerjaan. Karena lamanya seseorang bekerja menunjukkan sebuah tanggungjawab yang harus dilaksanakannya untuk mempertahankan suatu pekerjaan tersebut. Pengawasan untuk melakukan tindakan yang tepat dibutuhkan suatu pengalaman kerja atau masa kerja yang nanti akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi dan ditunjang dengan kecakapan kerja yang baik . Menurut analisis peneliti di lapangan terdapat sebagian kecil responden dengan masa kerja baru tapi lengkap pendokumentasian asuhan keperawatan hal ini disebabkan responden mendapatkan arahan dari Katim dan

senior

di

ruangan

sehingga

responden

mengisi

lengkap

pendokumentasian asuhan keperawatan dan masih ada responden dengan masa kerja lama tapi tidak lengkap pendokumentasian asuhan keperawatan

90

hal ini disebabkan responden mempunyai beban kerja ganda sehingga sering terlupakan melengkapi pendokumentasian asuhan keperawatan dari hasil penelitian ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan pendokumentasian

proses

keperawatan

karena

kelengkapan

pendokumentasian didukung oleh disiplin kerja yang baik dan merupakan sebuah kewajiban dalam menuliskan setiap tindakan keperawatan yang dilaksanakan kedalam sebuah format pendokumentasian proses keperawatan. Seorang perawat yang mempunyai masa kerja lebih lama akan melaksanakan pendokumentasian proses keperawatan dengan penuh tanggungjawab dan dokumentasi yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. 3.

Hubungan Pengetahuan Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Responden di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016

Berdasarkan hasil uji statistik (chi-square) diperoleh hasil bahwa nilai p = 0,003, berarti terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 Hasil penelitian ini seiring dengan penelitian Widyantoro (2008), di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Selatan tentang faktor – faktor yang berhubungan

dengan

pendokumentasian

asuhan

keperawatan

yang

menunjukkan hasil penelitian bahwa kelengkapan dokumentasi keperawatan sangat berhubungan dengan tingkat pengetahuan perawat dengan p value= 0,002, OR = 4,321.

91

Menurut

Nursalam

(2001),

menjelaskan

bahwa

tingkat

pengetahuan yang dimiliki oleh seorang perawat akan sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas program pelayanan di Rumah Sakit, dimana semakin tinggi tingkat pengetahuan seorang perawat maka akan semakin tinggi partisipasi perawat tersebut dalam melaksanakan pendokumentasian proses keperawatan yang akan meningkatkan kepuasan dalam bekerja dan meningkatkan perkembangan profesionalisme. Menurut

analisis

peneliti

sebagian

kecil

responden

yang

berpengetahuan rendah tapi pendokumentasian lengkap hal ini disebabkan karena responden sering diawasi oleh kepala ruangan jika responden tidak mengerti maka akan diajarkan oleh kepala ruangan. Dan sebagian besar responden mempunyai pengetahuan tinggi lengkap pendokumentasian keperawatan hal ini berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang peneliti lakukan terhadap responden, diketahui bahwa responden mempunyai pandangan yang sama tentang kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan. Mereka berpendapat pendokumentasian proses keperawatan merupakan hal yang penting dalam meningkatkan mutu pelayanan yang berkualitas. 4.

Hubungan Supervisi Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Responden di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016

Berdasarkan Hasil uji statistik (chi-square) diperoleh hasil bahwa nilai p = 0,023, berarti terdapat hubungan yang bermakna antara supervisi

92

karu dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016. Hasil penelitian ini seiring dengan penelitian Widyantoro (2008), di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Selatan tentang faktor – faktor yang berhubungan

dengan

pendokumentasian

asuhan

keperawatan

yang

menunjukkan hasil penelitian bahwa kelengkapan dokumentasi keperawatan sangat berhubungan dengan supervisi karu dengan p value= 0,001 Menurut Keliat (2012), supervisi adalah asuhan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan untuk memastikan apakah kegiatan tersebut berjalan sesuai tujuan organisasi dan standar yang telah ditetapkan. Supervisi dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan yang cakap dalam bidang yang disupervisi. Supervisi biasanya dilakukan oleh atasan terhadap bawahan atau konsultan terhadap pelaksana. Menurut Keliat (2012), manajer keperawatan atau kepala ruang memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang efektif serta aman kepada sejumlah pasien dan memberikann kesejahteraan fisik, emosional dan kedudukan bagi perawat. Supervisi merupakan suatu kegiatan yang mengandung dua dimensi pelaku, yaitu pimpinan dan anggota atau orang yang disupervisi. Kedua dimensi pelaku tersebut walaupun secara administratif berbeda level dan perannya, namun dalam pelaksanaan kegiatan supervisi keduanya memiliki andil yang sama-sama penting. Menurut analisis peneliti sebagian kecil responden yang supervisi baik tapi pendokumentasian tidak lengkap hal ini disebabkan karena

93

responden sibuk melakukan tindakan keperawatan sehingga sering lupa melengkapi pendokumentasian asuhan keperawatan pasien. Ada hubungan yang

bermakna

antara

supervisi

dengan

pendokumentasian

asuhan

keperawatan karena supervisi yang tidak baik dari karu dapat menurunkan kinerja perawat ruangan khususnya dalam pendokumentasian asuhan keperawatan pasien.

94

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu perawat pelaksana di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 sebanyak 44 orang, dapat ditarik kesimpulan: 1. Umumnya (95,5 %) responden mempunyai pendidikan tinggi di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016. 2. Lebih dari separuh (61,4 %) responden dengan masa kerja lama di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016. 3. Lebih dari separuh (65,9 %) responden mempunyai pengetahuan tinggi tentang pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 4. Lebih dari separuh (52,3 %) responden melakukan pendokumentasian lengkap di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 6. Ada

hubungan

yang

bermakna

antara

masa

kerja

dengan

pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016

95

7. Ada

hubungan

yang

bermakna

antara

pengetahuan

dengan

pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016 8. Ada

hubungan

yang

bermakna

antara

supervisi

karu

dengan

pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi rawat inap RSUD Sawahlunto tahun 2016

B. Saran 1. Bagi Peneliti Sebagai

wacana

yang

memperkaya

pengetahuan

penulis

tentang

pendokumentasian asuhan keperawatan sekaligus mempraktekkan teori–teori yang sudah didapatkan diperkuliahan dengan adanya hubungan antara veriabel independen dan dependen maka diharapkan dapat menjadi acuan bagi peningkatan kinerja perawat. 2. Bagi STIKes Memberikan sumbangan penelitian sebagai hasil dari temuan keadaan di lapangan mengenai pendokumentasian proses keperawatan oleh perawat dan sebagai masukan untuk evaluasi proses pembelajaran baik dalam isi maupun metodologi yang digunakan. 3. Bagi Rumah Sakit Umum Sawahlunto a. Diharapkan kasi keperawatan dapat memberikan kesempatan seluruh perawat mengikuti pelatihan tentang pendokumentasian keperawatan

96

b. Diharapkan pihak Rumah Sakit merencanakan supervise terstruktur di masing – masing ruangan. c. Diharapkan kasi keperawatan untuk memonitoring dan evaluasi standar asuhan keperawatan. 2. Bagi peneliti lain Diharapkan kepada peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan variabel yang belum diteliti seperti gaya kepemimpinan, sikap, motivasi

dan

faktor

pemungkin

dalam

pendokumentasian

asuhan

keperawatan. 3. Bagi Responden a. Diharapkan kepada perawat untuk lebih meningkatkan pengetahuannya dengan menggali informasi yang lebih banyak tentang pendokumentasian asuhan

keperawatan

dalam

mendokumentasikan

setiap

tindakan

keperawatan yang dilakukan. b. Diharapkan kepada perawat untuk aktif dalam penambahan pendidikan yang bersifat non formal seperti mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan untuk meningkatkan kinerja seorang perawat

97

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Kerangka Teoritis.xls
November 2019 28
Bab I,ii,iii.doc
December 2019 33
Dokumentasi New.doc
November 2019 39
Doraemon Tipah.docx
November 2019 29
Bab Vi.docx
December 2019 26