Bab Iii.docx

  • Uploaded by: Eka Pratama
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Iii.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,831
  • Pages: 45
BAB III URAIAN PROSES PRODUKSI PT Pupuk Iskandar Muda yang beroperasi saat ini mempunyai dua pabrik, dan mempunyai 4 unit, yaitu: 1.

Unit utilitas

2.

Unit ammonia

3.

Unit urea

4.

Unit Adsorbentt Sulfur Removal (PIMIT)

3.1

Unit Utilitas Unit utilitas merupakan sarana penunjang yang menyediakan kebutuhan

operasional pabrik, khususnya yang berkaitan dengan penyediaan bahan baku dan bahan pembantu lainnya. Unit utilitas bukan merupakan unit proses utama yang mengubah bahan baku mentah menjadi produk, namun unit yang mendukungnya. Unit utilitas pabrik PIM-2 tidak berbeda jauh dari utilitas PIM-1. Perbedaannya terletak pada kapasitas produksinya. Unit utilitas menyediakan air (air filter, air minum, air demineralizer), steam (steam jenuh, steam lewat jenuh, steam bertekanan) dan listrik. Masukan utama unit utilitas adalah air dan gas alam. Sedangkan air diambil dari air Krueng Peusangan. Di PT Pupuk Iskandar Muda, unit utilitas meliputi: 1.

Unit water intake.

2.

Unit pembangkit uap (steam).

3.

Unit pembangkit listrik.

4.

Unit udara Instrument dan udara pabrik.

5.

Unit pemisahan udara (Air Separation Plant).

6.

Unit pengukuran gas (gas mettering station).

7.

Unit pengolahan air buangan.

Keterkaitan antara unit utilitas dengan unit ammonia dan urea ditampilkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Keterkaitan unit utilitas dengan pabrik ammonia dan urea.

3.1.1

Unit Water Intake Sumber air untuk pabrik, perkantoran dan perumahan PT Pupuk Iskandar

Muda diambil dari Krueng Peusangan (Kabupaten Bireuen) yang jaraknya sekitar 25 km dari lokasi pabrik. Luas daerah aliran sungai peusangan adalah 2.260 km2 dan sebagian besar terletak di Aceh Tengah. Air ini dipompa dengan laju alir normal sebesar 700 sampai 800 ton/jam pada tekanan minimum 2 kg/cm2G. Pada fasilitas water intake terdapat tiga unit pompa, dimana setiap pompa memiliki kapasitas 1.250 ton/jam dan dilengkapi dengan: 1.

Water Intake Channel, merupakan suatu kolam yang disekat sehingga berbentuk saluran (channel), serta dilengkapi dengan Bar Screen yang berfungsi untuk menyaring benda-benda kasar terapung yang mungkin ada di tempat penyadapan terutama di bangunan sadap sungai agar tidak mengganggu proses pengolahan air berikutnya.

2.

Intake Pond, merupakan suatu kolam dengan ukuran 27.900 m2 x 7.600 m2 yang berfungsi untuk menampung air yang telah disadap dari sumber dan

digunakan sebagi bahan baku. Air tersebut dialirkan ke Settling Basin (bak pengendapan) dengan menggunakan pompa. 3.

Settling Basin, berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel kasar secara gravitasi dan mengatur aliran yang akan ditransmisikan, basin dibagi menjadi lima channel dan secara bergantian sebuah channel dibersihkan diambil lumpurnya. Air yang berasal dari fasilitas Water Intake kemudian dialirkan ke dalam

instalasi pengolahan air di PT Pupuk Iskandar Muda dengan laju alir 1.250 ton/jam. Blok diagram pengolahan air pada PT PIM diilustrasikan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Blok diagram Water Treatment. Kebutuhan air di pabrik diperlukan untuk bahan baku dan bahan pembantu proses yaitu dalam bentuk Filter Water dengan kapasitas 450 ton/jam dan Demin Water (Polish Water) dengan kapasitas 175 ton/jam. Di samping itu diproduksi pula Portable Water sebagai air minum dengan kapasitas 125 ton/jam.

3.1.1.1 Clarifier Clarifier (53-FD-1001) berfungsi sebagai tempat pengolahan air tahap pertama yaitu proses penjernihan air untuk menghilangkan zat padat dalam bentuk suspensi yang dapat menyebabkan kekeruhan (turbidity sekitar 20 ppm) terhadap

air dengan jalan netralisasi, sedimentasi, koagulasi dan filtrasi. Clarifier mempunyai kapasitas 1.330 ton/jam sedangkan kebutuhan air baku masuk Clarifier adalah 600 sampai 800 ton/jam (normal). Pada Inlet Clarifier diinjeksikan bahan-bahan kimia yaitu alum sulfat, klorin, soda kaustik, sedangkan coagulant aid ditambahkan ke dalam Clarifier. Fungsi dari bahan kimia tersebut adalah: 1.

Alum Sulfat (Al2(SO4)3) Berfungsi untuk membentuk gumpalan dari partikel yang tersuspensi

dalam air. Bila alum dikontakkan dengan air maka akan terjadi hidrolisa yang menghasilkan alumunium hidrosida (Al2(SO4)3) dan asam sulfat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: Al(SO2)3.18H2O(s) + 6H2O(l) → 2 Al(OH)3(s) + 3H2SO4(l) + 18H2O(aq) Gumpalan Al(OH)3 yang berupa koloid akan mengendap bersama kotoran lain yang terikut ke dalam air dan H2SO4 akan mengakibatkan air bersifat asam. Penambahan alum tergantung pada turbidity dan laju alir air umpan baku. 2.

Soda Kaustik (NaOH) Berfungsi untuk menetralkan air akibat penambahan alum sehingga pHnya

berkisar antara 6 sampai 8. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: H2SO4(s) + NaOH(l) → 3.

Na2SO4(l) + 3H2O(aq)

Klorin (Cl2) Tujuan utama penambahan zat klorin adalah untuk mematikan

mikroorganisme dalam air, disamping itu juga untuk mencegah tumbuhnya lumut pada dinding Clarifier dan akan mengganggu proses selanjutnya. 4.

Coagulant Aid (Polimer) Berfungsi untuk mempercepat proses pengendapan, karena dengan

penambahan bahan ini akan membentuk flok-flok yang lebih besar sehingga akan lebih mudah dan cepat mengendap. Clarifier dilengkapi dengan Agitator dan Rake yang berfungsi sebagai pengaduk, keduanya bekerja secara continue. Agitator berfungsi untuk mempercepat terjadinya flok-flok dan bekerja dengan kecepatan 1,05 sampai 4,2 rpm. Sedangkan Rake berfungsi mencegah agar flok-flok (gumpalan lumpur)

tidak pekat di dasar Clarifier dan bekerja dengan kecepatan 0,033 rpm. Kotorankotoran yang mengendap bersama lumpur (sludge) dikeluarkan dari bawah Clarifier sebagai blowdown, sedangkan air jernih dari Clarifier keluar lewat overflow.

3.1.1.2 Saringan Pasir (Gravity Sand Filter) Overflow dari Clarifier dialirkan ke Gravity Sand Filter (53-FD-1002) secara gravitasi. Gravity Sand Filter terdiri dari 6 (enam) unit yaitu lima survice dan satu unit siaga (stand by). Komponen utama dari saringan pasir adalah pasir yang ukurannya berbeda-beda. Pasir ukuran yang besar pada bagian atas, sedangkan yang lebih kecil pada bagian bawah. Saringan pasir bekerja continue, jika kotoran-kotoran mengumpul atau lumpur yang sudah terlalu tebal di saringan, maka akan dilakukan backwash secara berkala.

3.1.1.3 Filter Water Reservoir Air dari saringan pasir ditampung di Filter Water Reservoir (53-FB-1006) kemudian dibagi ketiga tangki yaitu: 1.

Potable Water Tank (53-FB-1002) Digunakan untuk mendistribusikan air yang telah memenuhi persyaratan air minum ke perumahan, kantor, kapal dan emergency shower.

2.

Filter Water Tank (53-FB-1001) Digunakan sebagai fire water, make up Cooling Water dan backwash.

3.

Recycle Water Tank (53-FB-1008) Digunakan sebagai air umpan demin. Air ini diproses lagi untuk menghasilkan air yang bebas mineral dan akan digunakan sebagai air umpan Boiler.

3.1.1.4 Saringan Karbon Aktif (Activated Carbon Filter) Air dari Recycle Water Tank (53-FD-1008) dialirkan ke dalam Activated Carbon Filter (53-FB-1003) untuk menyerap CO2 terlarut dalam air dan zat-zat

organik yang ada dalam Filter Water, serta residual klorin dari air sebelum masuk ke sistem Deionisasi (Demineralizer).

3.1.1.5 Demineralizer Unit ini berfungsi untuk membebaskan air dari unsur-unsur silika, sulfat, klorida dan karbonat dengan menggunakan resin, unit ini terdiri dari: a.

Cation Tower (53-DA-1001) Proses ini bertujuan untuk menghilangkan unsur-unsur logam yang berupa

ion-ion positif yang terdapat dalam Filter Water dengan menggunakan resin cation R-SO3H (tipe Dowex Upcore Mono A-500). Proses ini dilakukan dengan melewatkan air melalui bagian bawah, dimana akan terjadi pengikatan logamlogam tersebut oleh resin. Resin R-SO3H ini bersifat asam kuat, karena itu disebut asam kuat cation exchanger resin. Reaksi yang terjadi adalah:

b.

CaCl2(l) + 2R – SO3H(s)



(R – SO3)2Ca(l) + 2HCl(l)

Mg Cl2(l) + 2R - SO3H(s)



(R – SO3) 2Mg(l) + 2HCl(l)

Na Cl2(l)+ 2R – SO3H(s)



(R – SO3) 2Na(l) + 2HCl(l)

CaSO4(l)+ 2R – SO3H(s)



(R – SO3) 2Ca(l) + 2HSO4(l)

MgSO4(l)+ 2R – SO3H(s)



(R – SO3) 2Mg(l) + 2HSO4(l)

NaSO4(l) + 2R – SO3H(s)



(R – SO3) 2Na(l) + 2HSO4(l)

Na2SiO4(l)+ 2R – SO3H(s)



(R – SO3) 2Na(l) + 2HSiO4(l)

Degasifier (53-DA-1002) Degasifier berfungsi untuk menghilangkan gas CO2 yang terbentuk dari

asam karbonat pada proses sebelumnya, dengan reaksi sebagai berikut: H2CO3(l)



H2O(aq) + CO2(g)

Proses Degasifier ini berlangsung pada tekanan vakum 740 mmHg dengan menggunakan steam ejektor, di dalam tangki ini terdapat Netting Ring untuk memperluas bidang kontak antara air yang masuk dengan steam bertekanan rendah yang diinjeksikan. Sedangkan outlet steam ejektor dikondensasikan dengan injeksi air dari bagian atas dan selanjutnya ditampung dalam Seal Pot sebagai umpan Recovery Tank.

c.

Anion Tower (53-DA-1003) Berfungsi untuk menyerap atau mengikat ion-ion negatif yang terdapat

dalam air yang keluar dari Degasifier. Resin pada anion exchanger adalah R=NOH (tipe Dowex Upcore Mono C-600). Reaksi yang terbentuk adalah:

d.

H2SO4(l) + 2R = N – OH(s)



(R = N)2SO4(l) + 2 H2O(aq)

HCl(l) + R = N – OH(s)



R = N – Cl(l)

H2SiO3(l)+ 2R = N – OH(s)



(R = N)2SiO3(l)+ 2 H2O(aq)

H2CO3(l) + R = N – OH(s)



R = N – CO3(l)+ H2O(aq)

HNO3(l)+ R = N – OH(s)



R = N – NO3(l)+ H2O(aq)

+ H2O(aq)

Mixbed Polisher (53-DA-1004) Berfungsi untuk menghilangkan sisa-sisa logam atau asam dari proses

sebelumnya, sehingga diharapkan air yang keluar dari Mixbed Polisher telah bersih dari kation dan anion. Di dalam Mixbed Polisher digunakan dua macam resin yaitu resincation dan resinanion yang sekaligus keduanya berfungsi untuk menghilangkan sisa kation dan anion, terutama natrium dan sisa asam sebagai senyawa silika dengan reaksi sebagai berikut: Reaksi Kation: Na2SiO3(l) + 2R − SO3H(s) → 2 RSO3Na(l) + H2SiO3(l) Reaksi Anion: Na2SiO3(l) + 2R = N – OH(s)→ 2 RSO3Na(l) + H2SiO3(l) Air yang telah bebas mineral tersebut dimasukkan ke Polish Water Tank (53-FB-1004) dan digunakan untuk air umpan Boiler. Tabel 3.1 Karakteristik Air Demin Spesifikasi

Kuantitas

Satuan

Keluaran penukar kation

0,5

Ppm TDS (max)

Keluaran penukar anion

0,1

Ppm TDS (max)

Silika

0,05

Ppm silika (max) (Risky, 2014).

3.1.2

Unit Pembangkitan Uap Steam sangat diperlukan untuk operasi pabrik. Kegunaan steam di

antaranya adalah penggerak turbin-turbin pada pompa atau Compressor, sumber panas proses dan pembantu sistem pemvakuman. Pembangkit steam pada unit utilitas terdiri dari Package Boiler (53-BF-4001) dengan sumber panas dari fuel gas dan Waste Heat Boiler (WHB) dengan pemanfaatan panas buangan General Main Electric (pembangkit listrik). Kandungan O2 untuk air umpan Boiler dihilangkan di Deaerator dengan menginjeksikan hydrazine (N2H4) untuk mengikat gas O2 yang terdapat dalam air. Reaksinya adalah sebagai berikut: N2H4(s) + O2(g) → 2 H2O(aq) + N2(g) Pada Outlet Deaerator juga diinjeksikan ammonia yang berfungsi untuk mengatur pH dari Boiler Feed Water. Prinsip kerja dan komponen penyusun Package Boiler dan Waste Heat Boiler pada dasarnya sama, hanya berbeda pada sumber panas yang diperoleh. Steam yang dihasilkan oleh unit utilitas diantaranya: a.

Steam bertekanan sedang 44 kg/cm2G dan temperatur 390˚C, diproduksi dari Waste Heat Boiler (WHB) dan Packed Boiler (PB) untuk proses pada pabrik urea, offsite dan untuk start up pabrik ammonia. Package Boiler pada PIM-2 mampu menyediakan superheated steam pada temperatur 390˚C dan tekanan 44 kg/cm2G dengan kapasitas sebesar 120 ton/jam.

b.

Steam bertekanan rendah 3,5 kg/cm2G dan temperatur 220˚C, dihasilkan dari Blowdown Flash Drum, Letdown Valve dan keluaran turbin di unit utilitas yang digunakan untuk Deaerator, Instrument Air Dryer, unit Stripper Ammonia dan peralatan lainnya yang memerlukan panas.

c.

Steam

jenuh

bertekanan

rendah

3,5

kg/cm2G

dihasilkan

dari

Desuperheater yang digunakan untuk Ammonia Heater dan Water Heater.

3.1.3

Unit Pembangkit Listrik Untuk memenuhi kebutuhan listrik, pabrik PT Pupuk Iskandar Muda

mensuplai listrik dan beberapa Generator sebagai sumber tenaga listrik yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a.

b.

c.

d.

e.

3.1.4

Main Generator-1 (53-GI-7001) Bahan Baku

: gas alam

Daya

: 15 MW

Tegangan

: 13,8 KV

Main Generator-2 (63-EG-7001) Bahan Baku

: gas alam

Daya

: 20 MW

Tegangan

: 13,8 KV

Standby Generator-1 (53-GI-7002) Bahan Baku

: gas alam

Daya

: 1,5 MW

Tegangan

: 2,4 KV

Emergency Generator-1 (53-GH-7001) Daya

: 350 KW

Tegangan

: 480 V

Uninterruptible Power Supply (UPS) (53-GH-7001) Daya

: 350 KW

Tegangan

: 480 V

Unit Udara Instrument dan Udara Pabrik Kebutuhan udara pabrik start up pabrik serta pada saat emergency, yaitu

dengan Kompresor udara (53-GB-5001), sedangkan pada saat beroperasi digunakan Kompresor ammonia (51-101-J) dengan tekanan 35 kg/cm2G. Udara akan melewati Dryer untuk menghilangkan kandungan air yaitu dengan menggunakan silika alumina gel (silica gel). Fungsi dari udara instrument antara lain: a.

Menggerakkan Pneumatic Control Valve

b.

Purging di Boiler

c.

Flushing di Turbin Fungsi dari udara pabrik antara lain:

a.

Flushing jaringan pipa

b.

Mixing tangki kimia pengantong urea

c.

Pembakaran di Burning pit

Tabel 3.2 Karakteristik Udara Pabrik Komponen

Kuantitas (%mol)

Nitrogen (N2)

78,084

Oksigen (O2)

20,947

Argon (Ar)

0,934 (PT Pupuk Iskandar Muda).

3.1.5

Unit Pemisahan Udara (ASP) Pada prinsip unit pemisahan udara (N2 dan O2) ini bekerja berdasarkan

titik cairnya. Udara baku disaring melalui filter kemudian dimampatkan dengan kompresor udara sampai tekanan 41 kg/cm2G untuk memisahkan moisture (kandungan air) dari udara, pendinginan dilanjutkan dalam Precooler unit sampai temperatur 5˚C. Udara yang telah mengembun dikeluarkan lewat Drain Separator dan dialirkan ke MS Adsorbent untuk menyerap CO2 dan H2O, kemudian udara ini dialirkan ke dalam Cool Box. Pada Cool Box N2 dan O2 dipisahkan dengan tiga macam metode, yaitu: 1.

Metode I adalah produksi N2 gas, maksimal 300 Nm3/hr

2.

Metode II adalah produksi N2 cair, maksimal 50 Nm3/hr

3.

Metode III adalah produksi O2 gas, maksimal 75Nm3/hr Masing-masing metode tersebut dijalankan sesuai dengan kebutuhan.

3.1.6 Unit Pengukuran Gas Berfungsi untuk memisahkan fraksi berat (hidrokarbon berat dan air) dan fraksi ringan (hidrokarbon ringan) dalam gas alam Knock Out Drum. Fraksi berat tersebut tidak digunakan, dibuang melalui ke Burning Pit kemudian dibakar. Fraksi ringan digunakan sebagai gas proses di unit ammonia dan sebagai gas pembakar di pabrik utilitas dan ammonia. Indikasi pengukur laju alir gas alam terdapat di lapangan dan di ruangan kontrol yang mengukur laju alir, tekanan, temperatur dan densitas.

3.1.7

Unit Pengolahan Air Buangan Untuk menghindari pencemaran terhadap lingkungan, maka buangan dari

proses produksi diolah terlebih dahulu sebelum dibuang. Unit penampungan air limbah terdiri dari Waste Water Pond (WWP/ kolam air limbah) dan kolam penampungan dan pengendalian limbah (KPPL).

3.1.7.1 Kolam Air Limbah (WWP) Kolam air limbah ini merupakan unit penampung limbah yang berasal dari: 1.

Tangki netralisasi pada unit Demineralizer

2.

Tangki slurry pada unit pengolahan air

3.

Pabrik ammonia

4.

Pabrik urea Air limbah tersebut dinetralkan dengan menambah acid atau caustic

sampai mencapai PH 6 - 8. Setelah PH air buangan netral, air limbah tersebut dibuang ke laut.

3.1.7.2 Kolam Penampung dan Pengendalian Limbah (KPPL) Kolam Penampung dan Pengendalian Limbah (KPPL) mempunyai kapasitas 5.250 m3. Fungsi dari KPPL adalah untuk mengatur komposisi air limbah dan kecepatan buangannya, untuk mengurangi jumlah padatan terlarut

dengan cara pengendapan dan menampung limbah (air buangan) pada saat pabrik sedang beroperasi ammonia yang terlarut dalam air limbah.

3.2

Unit Ammonia Proses pembuatan ammonia-2 di PT Pupuk Iskandar Muda menggunakan

teknologi Kellog Brown and Root (KBR) dengan kapasitas terpasang 1.200 ton/hari. Proses secara M. W. Kellog bertujuan untuk memproduksi ammonia dari hidrokarbon menggunakan proses reformasi kukus bertekanan tinggi. Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi ammonia adalah gas alam, steam dan udara. Proses pembuatan ammonia terdiri dari beberapa unit, yaitu: a.

Unit persiapan gas umpan baku.

b.

Unit pembuatan gas sintesa.

c.

Unit pemurnian gas sintesa.

d.

Unit sintesa ammonia.

e.

Unit pendinginan ammonia.

f.

Unit daur ulang ammonia.

g.

Unit daur ulang hydrogen.

h.

Unit pembangkit steam.

3.2.1

Unit Persiapan Gas Umpan Baku (Feed Treatment) Gas alam dari PT Perta Arun Gas dialirkan ke dalam Fuel and Feed Gas

Knock Out Drum (61-200-F) untuk memisahkan senyawa hidrokarbon berat. Dari Knock Out Drum sebagai gas alam digunakan sebagai bahan bakar dan sebagian lagi sebagai bahan baku proses yang selanjutnya akan dialirkan ke sistem persiapan gas umpan baku dari beberapa tahapan proses yaitu penghilangan sulfur, penghilangan mercury dan penghilangan CO2.

3.2.1.1 Desulfurizer Gas alam sebagai bahan baku proses dialirkan ke dalam Desulfurizer (61201-DA/DB/DC) yang berisikan sponge iron yaitu potongan-potongan kayu yang telah diimpregnasi dengan Fe2O3. Sponge iron berfungsi menyerap sulfur yang

ada dalam gas alam. Masing-masing Desulfurizer mempunyai volume 68,8 m3. Umur operasinya diperkirakan 90 hari untuk kandungan H2S di dalam gas alam maksimum 80 ppm dan keluar dari Desulfurizer dengan kandungn H2S dalam gas menjadi 5 ppm. Reaksi yang terjadi adalah: Fe2O3(s) + 3 H2S(g)→ Fe2S3(s) + 3 H2O(g) Operasi dilakukan dalam keadaan jenuh dan basa (pH antara 8,0 sampai 8,5). Keadaan jenuh dimaksud agar H2S dapat diadsopsi oleh air dan kemudian beraksi dengan Fe2O3, sedangkan kondisi basa diperlukan karena sponge iron bersifat basa. Untuk mencapai keadaan tersebut maka diinjeksikan dengan Na2CO3 sebanyak 5 sampai 10% wt secara berkala.

3.2.1.2 Mercury Guard Vessel Gas dari Desulfurizer mengalir ke Mercury Guard Vessel (61-202-D) yang berisi 6,7 m3 katalis Sulfur Impregnated Activated Carbon berfungsi untuk menyerap Hg yang terdapat dalam gas alam. Mercury diubah menjadi senyawa Mercury Sulfide dan kemudian diserap pada permukaan karbon aktif. Diharapkan kandungan Hg dalam gas setelah penyerapan lebih kecil dari 160 ppm. Reaksi yang terjadi adalah: Hg(s) + Hg2S(s)→HgS(s) + H2(g)

3.2.1.3 CO2 Pretreatment Unit (CPU) CPU berfungsi untuk menurunkan kandungan CO2 pada aliran gas umpan dari 23% menjadi 4%. Gas CO2 dihilangkan dengan cara penyerapan memakai larutan activated MDEA (Methyl – Dietanol Amine) dengan konsentrasi 50% Wt pada temperatur 70 sampai 79℃ dalam menara Absorber (61-201-E). Reaksi terjadi adalah: CO2(g) + H2O(g)→H2CO3(g) H2CO3(g) + aMDEA(l)→(aMDEA)(l)+( HCO3)(g) Gas masuk ke Absorber dari bagian bawah dan larutan aMDEA dari bagian atas sehingga terjadi kontak langsung antara keduanya. Larutan yang telah

mengikat CO2 diregenerasi di Stripper (61-202-E) selanjutnya divent ke udara. Selain mengikat CO2 larutan aMDEA juga mampu mengikat hydrogen sulfide sehingga produk CO2 hasil regenerasi di CPU tidak dapat digunakan sebagai produk samping dikarenakan pada proses berikutnya di pabrik urea memerlukan CO2 murni yang tidak mengandung hydrogen sulfide dan impurities lainnya. Proses penyerapan CO2 dilakukan pada tekanan tinggi dan pada temperatur rendah, sedangkan pelepasan pada tekanan rendah dan temperatur tinggi karena pada kondisi inilah kedua reaksi di atas berlangsung optimum.

3.2.1.4 Final Desulfurizer Final Desulfurizer (61-108-D) merupakan Vessel yang berisi dua unggun katalis, bed bagian atas berisi katalis nickel molib date yang berfungsi untuk mengubah sulfur organik yang terdapat di dalam gas umpan di dalam sulfur anorganik (H2S) dan mereaksikannya dengan hydrogen, unggun bagian bawah berisi katalis ZnO yang berfungsi untuk menyerap H2S yang terbentuk dari unggun utama. Reaksinya adalah: RSH(s) + H2(g)→ RH(g) + H2S(g) H2S(g) + ZnO(s)→ ZnS(s) + H2O(g) Sebelum masuk ke Final Desulfurizer, tekanan gas dinaikkan 39 sampai 44 kg/cm2G dengan Feed Gas Compressor (61-102-J). Temperatur gas yang masuk dalam Final Desulfurizer 371℃. Bila temperatur di bawah 371℃ yaitu pada temperatur 320℃ akan terjadi reaksi metanasi yang meyebabkan kenaikan temperatur di Final Desulfurizer sendiri, sedangkan temperatur diatas 371℃ yaitu pada temperatur 400℃ akan terbentuk karbamat karena ada kandungan NH3 dalam gas H2 recycle dan CO2 dalam gas umpan. Kandungan H2S di dalam gas outlet Final Desulfurizer diharapkan lebih kecil dari 0,1 ppm.

3.2.2

Sistem Pembuatan Gas Sintesa (Reforming) Sistem ini bertujuan untuk mengubah gas yang berasal dari sistem

persiapan gas umpan baku menjadi CO, CO2 dan H2 melalui tahapan proses sebagai berikut:

3.2.2.1 Primary Reformer Gas proses masuk ke Primary Reformer bersama dengan superheated steam dengan perbandingan steam dengan karbon 3,2:1 untuk mengubah hidrokarbon menjadi CO, CO2 dan H2. Bila rasio steam dengan karbon lebih kecil dari 3,2 menyebabkan terjadi reaksi karbonasi (carbon formation atau carbon cracking) yang menyebabkan ketidakaktifan katalis karena pemanasan setempat. Ada dua jenis katalis yang digunakan untuk kelangsungan reaksi reforming pada Primary Reformer, yaitu katalis nikel (ICI-25-4) di bidang atas dan nikel (ICI-57-4) pada bagian bawah. Reaksi yang terjadi di Primary Reformer adalah sebagai berikut: CH4(g) + H2O(g)→ CO(g) + 3H2(g) CO(g) + H2O(g)→ CO2(g) + H2(g) Reaksi pada Primary Reformer berlangsung secara endotermis (menyerap panas). Sumber panas dihasilkan dari 80 burner dengan tipe pengapian ke bawah untuk memanaskan 128 tube katalis. Temperatur gas inlet reformer 490℃. Temperatur reaksi dijaga 823℃ pada tekanan 41 kg/cm2G. Jika temperatur lebih rendah maka reaksi akan bergeser ke arah kiri (reaktan). Primary Reformer terdiri dari dua seksi, yaitu seksi radiasi dan seksi konveksi. Pada seksi radian merupakan ruang pembakaran dimana terdapat tube katalis dan burner. Tekanan di Primary Reformer dijaga -7 mmH2O supaya perpindahan panas lebih efektif dan api tidak keluar dan untuk menjaga kevakuman dipakai Induct Draft Fan (61-101-BJ1T). Sedangkan udara untuk burner disuplay oleh Force Draft Fan (61-101-BJ2T). Seksi konveksi merupakan ruang pemanfaatan dari gas buang dari hasil pembakaran di radian oleh beberapa coil, yaitu:

a.

Mix Feed Coil (61-101-BCX), digunakan sebagai tempat Preheater bagi campuran gas alam dan steam yang bereaksi di dalam tube-tube di Radiant Section.

b.

Process Air Preheater Coil (61-101-BCA), merupakan pemanas udara proses yang akan masuk ke Secondary Reformer.

c.

HP Steam Super Heat Coil (61-101-BCS1)

d.

LP steam Super Heat Coil (61-101-BCS2)

e.

Feed Gas Preheat Coil (61-101-BCF), merupakan tempat terjadinya pemanasan gas proses yang akan masuk ke Hidrotreater.

f.

BFW Preheat Coil (61-101-BCB), merupakan koil pemanas bagi air umpan ketel yang akan masuk ke Steam Drum.

g.

Burner Fuel Heater Coil (61-101-BCP), berfungsi untuk melakukan pemanasan awal terhadap flue gas yang akan dibakar di Radiant Section.

h.

Combustion Air Preheat Coil (61-101-BLI)

3.2.2.2 Secondary Reformer Untuk menyempurnakan reaksi reforming yang terjadi di Primary Reformer (61-101-B), gas dialirkan ke Secondary Reformer (61-103-D) yang juga berfungsi untuk gas H2, CO dan CO2. Aliran gas ini dicampurkan dengan aliran udara dari Air Compressor (61-101-J) yang mengandung O2 dan N2. Reaksinya adalah sebagai berikut: →

2H2(g) +

O2(g)

CH4(g) +

H2O(g) →

CO(g) +

3H2(g)



CO2(g) +

H2(g)

CO(g) +H2O(g)

2H2O(g)

Reaksi utama di Secondary Reformer juga merupakan reaksi eksotermis, dengan memanfaatkan sumber panas yang dihasilkan dari pembakaran H2 oleh O2. Secondary Reformer beroperasi pad a temperatur 1287˚C dan tekanan 31 kg/cm2G. Panas yang dihasilkan pembakaran H2 oleh O2 juga dimanfaatkan oleh Secondary Reformer Waste Heat Boiler (61-101-C) dan High Pressure Steam Superheated (61-102-C) sebagai pembangkit steam (Boiler Feed Water). Gas

yang keluar dari Secondary Reformer setelah dididihkan oleh dua buah Waste Heat Exchanger tersebut temperaturnya menjadi 371˚C. Katalis yang digunakan adalah nikel yang harus diaktifkan terlebih dahulu dengan gas hydrogen. NiO(s) + H2(g) →

3.2.3

Ni(s) + H2O(g)

Tahap Pemurnian Gas Sintesis (Syn Gas purification) Gas sintesis yang keluar dari Reformer terdiri atas H2, N2, CO, CO2, Ar

dan CH4. Oksigen dalam bentuk CO dan CO2 dapat meracuni katalis di Ammonia Converter sehingga gas CO dan CO2 residual dari Reformer harus dipisahkan dari gas sintesis. Tahapan pemurnian gas sintesis adalah sebagai berikut.

3.2.3.1 High Temperature Shift Converter (HTSC) Unit ini mengubah CO menjadi CO2 dengan bantuan katalis promoted iron oxide dengan kecepatan reaksi yang tinggi pada temperatur tinggi (350420˚C) dan tekanan 30 kg/cm2G, tetapi tingkat konversinya cukup rendah. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: CO(g) + H2O(g) →

CO2(g) + H2(g)

Gas CO outlet HTSC akan turun dari 13,6% menjadi 3,35%.

3.2.3.2 Low Temperature Shift Converter (LTSC) Gas proses yang keluar dari High Temperature Shift Converter (HTSC), sebelum masuk ke LTS yang berisi katalis Cu diturunkan temperaturnya di dalam alat penukar panas. Proses yang terjadi pada LTS sama dengan proses yang ada di High Temperature Shift Converter (HTSC). Kondisi operasi pada LTS yaitu pada tekanan 30 kg/cm2G dan temperatur 246℃ dengan kecepatan reaksi berjalan lambat sedangkan laju perubahannya tinggi. Katalis Cu yang digunakan yang diaktifkan dengan mereduksikan dengan gas H2. Pada HTSC dan LTSC terjadi reaksi samping pembentukan metanol. 3H2(g) + CO2(g) →

CH3OH(g) + H2O(g)

Gas yang keluar dari LTSC dikontrol kandungan CO-nya maksimal 0,5%.

3.2.3.3 Main CO2 Removal Unit Tujuan dari CO2 removal adalah menyerap CO2 yang terdapat dalam gas sintesa. CO2 merupakan produk samping (side product) dari pabrik ammonia dan digunakan sebagai bahan baku pabrik urea. Kemurnian CO2 pada seksi ini adalah 99,9% vol. Unit ini merupakan unit penyerapan CO2 setelah proses aMDEA pada PT Pupuk Iskandar Muda. Peralatan utama Main CO2 Removal terdiri dari: a.

CO2 Absorber

b.

CO2 Stripper Gas umpan dialirkan ke absorber dan dikontakkan langsung dengan

larutan activated MDEA (Methyl-Diethanol Amine) dengan konsentrasi 40% wt. CO2 dalam gas steam diserap secara proses fisis dan kimia. Kemudian larutan MDEA diregenerasi pada tekanan rendah dan temperatur tinggi di Stripper. Gas dengan temperatur 70℃ masuk ke absorber melalui Inlet Sparger dan mengalir ke atas melalui Packed Bed. Larutan lean dari atas tower mengalir ke bawah melalui Packed Bed sehingga terjadi kontak langsung antara gas sintesa dengan lean solution, sehingga CO2 dapat terserap ke larutan. Gas sintesa yang telah bebas dari CO2 keluar dari top tower menuju ke unit Synthesa Loop dengan temperatur 48℃ dengan komposisi CO2 leak 0,1% vol. CO2 yang telah terlucuti mengalir keatas melalui bagian Direct Contact Cooler yang dilengkapi tray untuk didinginkan menggunakan air yang disirkulasikan dengan pompa, sehingga temperatur CO2 di top Stripper menjadi 40℃. Fungsi tray di Direct Contact Cooler adalah untuk memperluas area kontak antara dua fluida sehingga didapatkan hasil yang optimum. Selanjutnya CO2 tersebut dialirkan ke unit urea untuk diproduksi lebih lanjut. Proses penyerapan CO2 di Main CO2 Removal juga dilakukan pada tekanan tinggi dan temperatur rendah sedangkan pelepasan dilakukan pada tekanan rendah dan temperatur tinggi.

3.2.3.4 Methanator Fungsi dari Methanator adalah untuk mengubah gas CO dan CO2 yang masih lolos dari Main CO2 Removal menjadi CH4. Methanator merupakan suatu

bejana yang berisi katalis nikel yang terkalsinasi (penukaran logam kepada oksidanya dengan cara pembakaran). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: CO(g) +

3H2(g) →

CH4(g) +

H2O(g)

CO2(g) +

4H2(g) →

CH4(g) +

2H2O(g)

Reaksi ini bersifat eksotermis sehingga CO dan CO2 yang masuk ke Methanator harus dikontrol tidak lebih dari desain (CO = 0,5% dan CO2 = 0,1%), karena setiap mol gas CO2 yang bereaksi dengan gas H2 mengakibatkan kenaikan temperatur sekitar 74˚C, sedangkan untuk setiap mol CO yang bereaksi dengan gas H2 menaikkan temperatur sekitar 60˚C. Pada kondisi desain CO dan CO2 Outlet Methanator adalah 0,6 dan 0,7 mol. Gas sintesis yang keluar dari Methanator (61-106-D) merupakan campuran dari gas H2 dan N2 sebagai komponen utama di samping juga ada gas inert (CH4 dan Ar). Methanator beroperasi pada tekanan 26,7 kg/cm2G dan temperatur 330℃. Karena panas yang dihasilkan dari reaksi ini, maka temperatur gas sintesa naik menjadi 366℃. Oleh karena itu, kandungan CO dan CO2 dalam gas yang keluar dari CO2 Absorber dibatasi maksimal 0,1% vol agar tidak terjadi overheating. Gas sintesa keluar Methanator mempunyai batasan kandungan CO dan CO2 maksimum 10 ppm.

3.2.4

Unit Sintesa Ammonia (Ammonia Synthesis Loop) Gas sintesa murni dengan perbandingan volume H2 dan N2 sebesar 3:1 dan

konsentrasi NH3 sekitar 1,67%, sebelum dialirkan ke Ammonia Converter (61105-D) terlebih dahulu tekanannya dinaikkan dengan Syn Gas Compressor (61103-J) sampai tekanan 172 kg/cm2G dan dipanaskan sampai 232˚C yang diumpankan ke Ammonia Converter. Disini dikondisikan pada temperatur 350500˚C dan tekanan 130 kg/cm2G. Reaksi pembentukan ammonia adalah eksotermis sehingga menghasilkan panas yang dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit steam. Kompresor ini bekerja dengan dua tingkatan kompresi dengan

penggerak turbin uap (steam turbine). Tingkatan pertama disebut Low Pressure Case (LPC). Gas sintesa masuk ke LPC dengan temperatur 38℃ dan tekanan 24,1 kg/cm2G, kemudian dikompresi menjadi 63,4 kg/cm2G dan temperatur 67,4℃. Sedangkan pada bagian HPC, gas sintesa bercampur dengan gas recycle dari Ammonia Converter. Gas sintesa umpan memasuki Ammonia Converter dengan temperatur 141℃ dan tekanan 147 kg/cm2G melalui bagian samping Reactor. Reaktor ini dibagi menjadi dua bagian berdasarkan fungsinya, yaitu ruang katalis atau ruang konversi dan ruang penukar panas (heat exchanger). Reaksi yang terjadi pada Ammonia Converter adalah sebagai berikut: N2(g)

+

3H2(g) →

2NH3(g)

Ammonia Converter menggunakan katalis Fe (promoted iron oxide) dan dioperasikan pada temperatur 480˚C dan tekanan 150 kg/ cm2 G.

Gambar 3.3 DCS Ammonia Converter.

3.2.5

Unit Pendinginan Ammonia Untuk memberikan pendinginan pada ammonia diperlukan suatu sistem

pendinginan untuk mengkondensasikan ammonia yang ada dalam gas sintesa. Sistem pendinginan dilakukan tiga tahap, yaitu:

1.

Memberi pendinginan untuk mengkondensasikan ammonia yang ada dalam Sintesa Loop.

2.

Memberi pendinginan untuk mengkondensasikan ammonia yang ada dalam gas buang.

3.

Mendinginkan gas pada Interstage Compressor gas sintesa. Uap ammonia didinginkan dan dikondensasikan terlebih dahulu pada

Ammonia Unitized Chiller (61-120-C). Sebelum masuk ke Refrigerant Reservoir (61-109-F). Uap yang tidak terkondensasi dikembalikan ke sistem dan zat yang tidak bereaksi dari chiller dikirim ke unit daur ulang ammonia . Uap ammonia yang terbentuk pada Chiller, Flush Drum dan Storage Tank dimasukkan dalam Centrifugal

Refrigerant Compressor

(61-105-J). Kompresor ini

bekerja

berdasarkan sistem pemampatan bertingkat untuk memanfaatkan ammonia sebagai media pendingin. Kompresor ini dioperasikan untuk memenuhi kebutuhan tekanan pada Stage Flash Drum (61-120-CF). Di samping itu juga dapat menaikkan tekanan dari aliran ammonia yang mengalami flushing, sehingga memungkinkan ammonia terkondensasi setelah terlebih dahulu didinginkan dalam Refrigerant Condenser (61-127-C). Produk ammonia yang dihasilkan terdiri dari produk dingin dan produk panas. Produk dingin yang mempunyai temperatur -33˚C dikirim ke tangki penyimpanan ammonia, sedangkan produk panas dengan temperatur 30˚C dikirim ke pabrik urea.

Gambar 3.4 DCS Ammonia Refrigerant System Unit.

3.2.6

Unit Daur Ulang Ammonia Unit ini berfungsi untuk menyerap NH3 yang terkandung di dalam gas

buang sehingga diperoleh efisiensi produk ammonia yang lebih tinggi. Penyerapan kandungan ammonia yang ada dalam campuran buang dilakukan dalam dua Packed Absorber dengan sirkulasi yang berlawanan arah antara gas-gas dengan air. HP Ammonium Scrubber (61-103-E) menyerap ammonia yang terikut di dalam Furger Gas dari Sintesa Loop dengan temperatur 28,8˚C. Gas-gas yang keluar dari menara Absorber dikirim ke unit daur ulang hydrogen (HRU). LP Ammonia Scrubber (61-103-E) menyerap ammonia yang terikut di dalam Purge Gas dari Ammonia Letdown Drum (61-107-F) dan Refrigerant Receiver (61-109F) yang bertemperatur -17˚C. Gas-gas yang keluar dari menara Absorber dikirim ke Primary Reformer sebagai bahan bakar. Larutan aquas ammonia dari HP Ammonia Srubber dan LP Ammonia Scrubber serta kondensat dari HRU dipanaskan sampai 165˚C di Ammonia Stripper Feed / Effluent (61-141-C) lalu dialirkan ke Ammonia Stripper (61-105E). Pada column ini terjadi pelepasan ammonia dari aquas ammonia. Ammonia yang telah dipisahkan dikirim kembali ke Refrigerant System. Untuk menjaga temperatur ammonia keluar dari top column dispray ammonia cair dari produk panas melalui inlet sparger di top column. Untuk memberi panas ke column digunakan Ammonia Stripper Reboiler (61-140-C) dengan menggunakan steam.

Gambar 3.5 DCS Pured Gas dan Condensate Recovery Unit.

3.2.7

Unit Daur Ulang Hydrogen Unit daur ulang hydrogen (Hydrogen Recovery Unit) menggunakan

teknologi membran separation yang diproduksi oleh air product USA. Tujuan daur ulang hydrogen adalah untuk memisahkan gas hydrogen yang terdapat dalam Purge Gas dari HP Ammonia scrubber (61-104-E) sebelum dikirim ke Fuel System. Sedangkan hydrogen yang diperoleh dikembalikan ke Synthesa Loop untuk diproses kembali menjadi ammonia. Prinsip Separator merupakan inti dari peralatan pada HRU. Prisma Separator menggunakan prinsip pemilihan permeation (perembesan) gas melalui membran semipermeable. Molekul gas akan berpindah melalui batas membran jika tekanan persial dari gas lebih rendah dari tekanan di sebelahnya. Membran ini terdiri dari Hollow Fiber yang terdiri dari sebuah Bundle Hollow Fiber yang mempunyai seal pada setiap ujungnya melalui Tube Sheet. Bundle ini dipasang dalam bentuk Pressure Vessel. Setiap Separator mempunyai 3 buah Nozzles, satu di inlet dan dua buah di outlet. Dalam operasi gas memasuki Inlet Nozzle dan melewati bagian luar Hollow Fiber. Hydrogen permeate melalui membran lebih cepat dari pada gas lain. Gas yang akan didaur ulang memasuki HP Prisma Separator 103-LL1A dan 103-LL1B secara paralel melalui Bottom Nozzle dan didistribusikan ke Bundle Hollow Fiber, melewati internal Tube Sheet, keluar melalui Nozzle. Hydrogen yang keluar dari kedua Prisma tersebut merupakan produk High Pressure Permeate dan dialirkan ke Syn Gas Compressor 1 Stage Cooler (61-130-C) dengan tekanan 57kg/cm2G. Aliran tail gas yang meninggalkan Shell Side dari HP Prisma Separator di Letdown, kemudian mengalir ke LP Prisma Separator ini merupakan produk Low Pressure Permeate dan dikirim ke uap Stream Methanator Effluent Cooler (61115-C) dengan tekanan 31 kg/cm2. Tail gas kemudian meninggalkan Shell Side LP Prisma Separator dengan kondisi minim hydrogen gas non-permeate. Gas non-permeate terdiri dari inert gas methane dan argon yang dibuang dari Ammonia Synthesis Loop dan digunakan sebagai bahan bakar Primary Reformer.

3.2.8

Unit Pembangkit Steam Pabrik ammonia juga disebut pabrik uap karena dapat menghasilkan uap

sendiri, uap merupakan salah satu utilitas penting. Energi panas yang dihasilkan oleh panas reaksi proses, dimanfaatkan pada beberapa penukar panas untuk memanaskan air umpan Boiler yang akan dijadikan steam. Penukar panas yang dilalui air umpan Boiler adalah: a.

Reformer Waste Heat Boiler (61-101-C)

b.

High Pressure Steam Superheater (61-102-C).

c.

HTS Effluent Steam Generator (61-123-C1/C2).

d.

Ammonia Converter Steam Generator (61-123-C1/C2).

e.

BFW Preheat Coil (61-101BCB). Air umpan Boiler dari utilitas masuk ke Deaerator (61-101-U) untuk

menghilangkan oksigen terlarut dengan cara mekanis (Steam Bubbling dan Stripping) dan secara kimia (injeksi Hydrazine) ke dalam Deaerator, kemudian dikirim dengan BFW Pump (61-104-J) ke Steam Drum (61-101-F) melalui alatalat penukar panas. Steam yang keluar dari Steam Drum dipanaskan di High Pressure Steam Superheater (61-102-C) hingga temperatur 327˚C dan tekanan 105 kg/cm2G, kemudian dipanaskan lagi di HP Steam Super Heat Coil (101-BCS1/BCS2) untuk menghasilkan Superheated Steam (steam SX) dengan temperatur 510˚C dan tekanan 123 kg/cm2 G. Produk steam SX yang dihasilkan sebesar 211 ton/jam digunakan untuk penggerak Turbine Air Compressor (61-103-JT), selebihnya diturunkan tekanannya menjadi steam SH Exchaust. Dari steam tersebut adalah steam SH bertekanan 42,2 kg/cm2 G dan temperatur 510˚C, digunakan untuk menggerakkan turbin-turbin lain yaitu: a.

Turbin Refrigerant Compressor (61-105-JT) sebesar 21 ton/jam.

b.

Turbin Feed Gas Compressor (61-102-JT) sebesar 8,84 ton/jam.

c.

Turbin BFW Pump (61-104-JT) sebesar 17,4 ton/jam.

d.

Turbin ID Fan (61-101-BJIT) sebesar 8,17 ton/jam.

e.

Turbin RC Lube Oil Pump (61-105-JLOT) sebesar 0,55 ton/jam.

f.

Turbin Air Compressor (61-101-JT) sebesar 2,3 ton/jam. Pemakaian terbesar steam SH adalah untuk steam proses di Primary

Reformer yaitu terbesar 81 ton/jam dan sekitar 30 ton/jam diimpor ke unit urea. Steam SH dari Letdown turbin-turbin di atas menghasilkan steam SL bertekanan 3,5kg/cm2 G dan temperatur 219˚C, digunakan sebagai media pemanas di Reboiler, sebagai Steam Bubbling/ Stripping Deaerator sebagai air umpan Boiler. Sedangkan condensing steam SX dari Turbine dikirim ke Surface Condenser (61101-JC) untuk dikondensasi dengan air pendingin, kemudian dikirim ke offsite sebesar 54 ton/jam dan sebagian kecil digunakan sebagai Make Up Jacket Water, Make Up aMDEA sistem sebagai pelarut bahan-bahan kimia.

3.3

Unit Urea Urea (NH2CONH2) merupakan senyawa amida dari asam karbamat

(NH3COOH) atau diamida dari asam karbonat (CO(OH)2). Proses pembuatan urea ditemukan pertama kali pada tahun 1828 oleh Woehler yaitu dengan mereaksikan kalium sianad dengan asam sulfat. Namun, produksi urea secara komersial baru dilakukan pertama kali pada tahun 1922 setelah berkembangnya proses pembuatan ammonia (Haber dan Bosch) dimana urea diproduksi dengan menggunakan bahan baku NH3 dan CO2 yang keduanya diperoleh dari proses pembuatan ammonia. Produksi urea dari ammonia dan karbondioksida dilakukan melalui dua tahap reaksi, yaitu: ↔

2NH3(g) + CO2(g) NH2COONH4(l)



NH2COONH4(g) CO(NH2)2(l) + H2O(l)

Urea banyak digunakan sebagai pupuk tanaman, selain itu urea juga dimanfaatkan untuk protein food supplement, bahan baku atau bahan tambahan pada industri pembuatan resin, polimer, resin penukar ion, pelapisan (coating), adhesives, tekstil, sebagai bahan baku dalam pembuatan resin urea formaldehid, pembuatan bahan kimia, pemadam api dan pembuatan urea-nitrat (Kirk, Othmer, 1998).

3.3.1

Sifat Urea Urea pada suhu kamar fasanya padat, tak bewarna, tak berbau dan tak

berasa, serta mudah larut dalam air dan akan terhidrolisis secara lambat membentuk ammonium carbamate, pada akhirnya terdekomposisi menjadi NH3 dan CO2. Pada tekanan atmosfer dan pada titik lelehnya, urea dapat terdekomposisi menjadi ammonia, biuret (NH2COONH4), asam sianurat (C3N3(OH)3), amalida (NH2C3(OH)2) dan triuret (NH2(CONH)2COHN2) (Appl, 1993). Selain sifat kimia tersebut urea juga mempunyai sifat kimia seperti terlihat dalam Tabel 3.3 berikut. Tabel 3.3 Sifat Fisika Urea Properti

Nilai

Titik leleh, ℃

132,7

Index refraksi. nD20

1.484,1602

Specific gravity, d420

1,335

Bentuk kristal

Tetragonal, jarum, prisma

Energi bebas pembentukan, Cal/gmol

-47120

Heat of fusion, Cal/g

60, endotermik

Panas larutan dalam air, Cal/g

58, endotermik

Panas kristalisasi, 70% larutan urea

110, eksotermik

Bulk density,g/cm3

0,74

Panas spesifik

126 J/mol/oC

Tekanan uap padatan urea (56-130℃)

ln PV 32,472 – 11755/T (Perry,1999).

3.3.2

Bahan Baku Pembuatan Urea Bahan baku utama adalah ammonia, karbondioksida, udara serta uap

panas. Bahan tersebut diperoleh dari pabrik ammonia, sehingga pabrik urea selalu diusahakan berdekatan dengan pabrik ammonia untuk menambah efesiensi proses.

3.3.3

Proses Pembuatan Urea Proses pembuatan urea secara umum berlangsung dengan mereaksikan

ammonia dan karbondioksida pada tekanan dan temperatur tinggi di dalam Reaktor membentuk ammonium carbamate yang kemudian didehidrasi menjadi urea dan air. Urutan proses pembuatan urea secara garis besar adalah sebagai berikut: 1.

Tahap Sintesa Urea

2.

Tahap Purifikasi/ Pemurnian

3.

Tahap Recovery/ Daur Ulang

4.

Tahap Kristalisasi dan Pembutiran Urea

5.

Tahap Waste Water Treatment Prinsip pembuatan urea yang paling umum diterapkan dalam skala

komersial adalah proses dehidrasi ammonium carbamate. Proses-proses komersial di industri yang mengadopsi prinsip tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut. Tabel 3.4 Perbandingan Beberapa Proses Pembuatan Urea Skala Komersial Proses

P (atm)

T (oC)

NH3/CO2

Sistem Daur Ulang

Mitsui Toatsu

240

195

4,3

Total solution

Snamprogetti

130

180-190

3,5-5

Internal Carbamate

Stamicarbon

140

170-190

2

Internal Carbamate

ACES

175

190

4

Total solution-Stripping

Imp. ACES

155

182

3,7

Internal Carbamate (Melia, 2006).

Gambar 3.6 Diagram Proses Pembuatan Urea Pada proses yang menggunakan total solution recycle, larutan karbamat yang belum bereaksi dipisahkan dari urea melalui dekomposisi dengan penurunan tekanan. Dekomposisi dan absorpsi yang dilakukan terdiri dari 3 tahap, yaitu pada tekanan tinggi (17kg/cm2), tekanan sedang (25kg/cm2) dan tekanan rendah (0,3kg/cm2). Pada proses dengan sistem internal carbamate, karbamat yang belum bereaksi dan ammonia berlebih dipisahkan dari urea melalui pelucutan dengan CO2. Dekomposisi pada proses ini dilakukan tanpa penurunan tekanan. Gas ammonia dan karbondioksida yang terambil dari hasil dekomposisi kemudian dikondensasikan dan dikembalikan ke Reaktor dengan bantuan gravitasi. Secara lebih rinci beberapa proses pembuatan urea secara komersial tersebut dalam uraian berikut: 1.

Snamprogetti Themal Stripping Process Proses Snamprogetti menggunakan panas untuk memisahkan ammonia

dan karbondioksida yang tidak bereaksi dari urea. Gas tersebut kemudian dilewatkan dalam dua buah High Pressure Carbamate Condenser yang dioperasikan secara seri untuk kemudian dimasukkan ke High Pressure Separator. Gas keluaran High Pressure Separator kemudian dialirkan ke Reaktor. Reaktor urea dioperasikan pada 15 Mpa (150 bar) dan 190oC

dengan rasio

NH3/CO2 sebesar 3,5. Reaktor tersusun dari bahan stainless steel 316L dan di dalamya terdapat Sieve Tray yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas kontak antara gas dan cairan serta mencegah back-mixing. Keluaran Reaktor urea

kemudian dialirkan ke Stripper. Stripper yang digunakan bertipe falling film dan dioperasikan pada 200-210oC agar proses thermal stripping dapat berjalan dengan efektif. Stripper tersebut dibuat dengan bahan konstruksi bimetal yang terdiri dari zirconium dan 25-22-2 stainless steel. Larutan urea keluaran Stripper diumpankan High Pressure Decomposser dan Low Pressure Decomposser untuk pemurnian lebih lanjut. Selanjutnya, larutan urea dimasukkan ke Preconcentrator dan Evaporator. Urea 95% yang terbentuk kemudian diumpankan ke Granulator atau Prilling Tower. Diagram alir proses Snamprogetti adalah sebagai berikut.

Gambar 3.7 Snamprogetti Thermal Stripping Process.

2.

Stamicarbon CO2 Stripping Process Pada awal tahun 1960, Stamicarbon memperkenalkan proses Stripping

pertama. Peningkatan yang diperoleh dari proses tersebut adalah reduksi kebutuhan steam. Proses konvensional membutuhkan 1,8 ton steam/ton urea, sedangkan Stamicarbon hanya membutuhkan 0,8-0,95 ton steam/ton urea. Seksi sintesa dari proses Stamicarbon terdiri dari Reaktor, Stripper, High Pressure Carbamate Condenser dan High Pressure Off-Gas Scrubber. Reaktor dijaga pada

14Mpa (140bar) dengan rasio molar NH3/CO2 2,95 untuk memaksimalkan perolehan urea sekali lewat. Keluaran Reaktor dimasukkan ke dalam Stripper yang berupa Falling Film Type Shell And Tube Exchanger dan dikontakkan dengan CO2 secara Countercurrent. Keluaran Stripper mengalir ke Decomposser, Rectifying Column, Heater dan Separator. Urea pekat yang terbentuk kemudian diumpankan ke Prilling Tower (urea 99,8%) atau ke Granulator (urea 95%). Diagram alir proses Stamicarbon adalah sebagai berikut.

Gambar 3.8 Diagram alir Stamicarbon CO2 Stripping Process. Dalam sintesa Stamicarbon, unit proses pengolahan kondensat terdiri dari dua Desorber, Hydrolizer, Hydrolizer Heater, Reflux Condenser, Desorber Heat Exchanger dan Wastewater Cooler. Kondensat proses yang dihasilkan memiliki kandungan ammonia dan urea kurang dari 1 ppm, sehingga bisa digunakan sebagai Make-Up Cooling Water dan air umpan Boiler. Pada tahun 1994, Stamicarbon memasang Pool Condenser di seksi sintesa. Hal ini menyebabkan volume Reaktor berkurang sebesar 34% dan luas area perpindahan panas pada Carbamate Condenser berkurang sebesar 45%. Konfigurasi seksi sintesa setelah penambahan Pool Condenser adalah sebagai berikut.

Gambar 3.9 Seksi Sintesa Stamicarbon setelah penambahan Pool Condenser.

3.

Toyo Engineering-ACES Pada proses ACES, unit sintesa urea terdiri dari Reaktor, Stripper, dua

buah Carbamate Condenser dan Scrubber yang dioperasikan pada tekanan 17,5 Mpa (175 bar). Reaktor dioperasikan pada 190oC dengan rasio molar NH3/CO2 sebesar 4. Ammonia cair diumpankan langsung ke Reaktor urea dengan pompa sentrifugal. Sedangkan gas CO2 dikirim dari kompressor sentrifugal ke bawah Stripper, lalu masuk ke Carbamatee Condenser sebelum masuk ke Reaktor. Keluaran Reaktor yang mengandung urea, amonium karbamat, ammonia sisa dan air diumpankan ke bagian atas Stripper. Disini ammonia sisa dilucuti dari campuran dengan gas karbondioksida panas. ACES merupakan Stripper berbahan ferriteaustenite stainless steel, sedangkan Reaktor yang digunakan berbahan 316L urea grade stainless steel. Larutan urea yang keluar dari bagian bawah Stripper masih mengandung 12% berat ammonia. Larutan tersebut dimurnikan lebih lanjut dalam High Pressure Decomposser dan Low Pressure Decomposser. Ammonia dan karbondioksida yang terpisah pada Decomposser kemudian diabsorbsi dan dikembalikan ke seksi sintesa dengan High Pressure Centrifugal Carbamate Pump. Larutan urea kemudian diumpankan ke Vacuum Concentrator berupa

larutan urea 88,7% berat. Larutan tersebut dikirim ke Evaporator dua tahap apabila ingin dibentuk prill atau Evaporator satu tahap apabila ingin dibentuk granule. Diagram alir proses ACES dapat dilihat pada gambar 2.10 berikut.

Gambar 3.10 Diagram Alir Proses ACES.

4.

Mitsui Toatsu Total Recycle C Improved Unit urea PT Pupuk Iskandar Muda menggunakan proses Mitsui Toatsu

Total Recycle C Improved (TRCI), memproduksi pupuk urea prill dengan kapasitas terpasang 1.725 ton/hari. Proses ini dipilih karena mempunyai beberapa kelebihan, antara lain mutu produk yang tinggi, tidak ada problem explosive, lowest steam consumption process dan limbah yang kurang (tingkat polusi yang rendah). Bahan baku pabrik urea yang sedang berjalan yaitu Urea-1 (Mitsui Toatsu Total C Improved) diambil dari pabrik Ammonia-2. Bahan tersebut antara lain: a.

Larutan NH3 (Ammonia) Spesifikasi

:

Karakteristik : Cair Kandungan

: 99,5%w, maksimum

Kadar H2O

: 0,5%w, maksimum

Kadar minyak : 5 ppm, maksimum

b.

Tekanan

: 17 kg/cm2G

Temperatur

: 30˚C

Gas CO2 Spesifikasi

:

Karakteristik

: Gas

Komposisi (dry basis) : CO2 98%v, maksimum Total sulfur 1,0 ppm, maksimum Tekanan

: 0,6% kg/cm2G

Temperatur

: 380˚C

Unit urea dapat dibagi dalam empat seksi, yaitu: a.

Seksi sintesa

b.

Seksi purifikasi

c.

Seksi recovery

d.

Seksi kristalisasi dan pembutiran

3.3.4

Unit Synthesa Urea disintesis dengan mereaksikan NH3 cair dengan gas CO2 dari unit

ammonia dan larutan recycle karbamat dari unit recovery pabrik urea. Larutan dan sintesa urea dikirim ke unit purifikasi untuk memisahkan ammonium carbamate dan ammonia berlebih, setelah distripping dengan gas CO2 ammonia cair dipompakan ke dalam Reaktor (62-DC-101) melalui Ammonia Preheater (62EA-103) dengan Centrifugal Ammonia Feed Pump (62-GA-101A,B). Gas CO2 dikompresikan ke tekanan sintesa bersama dengan udara anti korosi 5000 ppm sebagai O2 dengan CO2. Kompresor jenis sentrifugal dengan pegerak Steam Turbine (62-GB-101) bagian terbanyak dari gas CO2 dimasukkan ke Stripper (62-DA-101) yang berguna untuk CO2 Stripping dan lainnya dikirim ke LP Decomposser (62-DA-202) juga sebagai Stripping. Reaktor dioperasikan pada tekanan 175kg/cm2 dan temperatur 190˚C dan dengan molar rasio NH3/CO2 4:1 dan molar rasio H2O/CO2 adalah 0,64. Reaktor adalah suatu bejana berupa Vessel tegak lurus dengan sembilan Baffle Plate di

bagian dalam untuk menghindari back mixing dan dinding bagian dalamnya dilapisi dengan 316L stainless steel urea grade. Tekanan operasi dari Stripper Carbamate Condenser (62-EA-101 dan 62-EA-102) serta Scrubber adalah sama seperti kondisi operasi Reaktor. Larutan urea sintesa mencapai konversi sekali lewat (once-through) 67% di dalam Reaktor, mengalir turun melalui pipa di dalam Reaktor dan masuk menuju Stripper secara gravitasi. Di dalam Stripper sebelah atas, larutan urea sintesa dari Reaktor turun dan kontak dengan gas yang telah dipisahkan di bagian bawah melalui Sieve Tray, dimana komposisi larutan diatur secara adiabatis dan sesuai untuk efektifnya CO2 Stripping. Di bagian bawah Stripper, ammonium carbamate dan ammonia berlebih yang terkandung dalam larutan urea sintesa diurai dan dipisahkan dengan CO2 Stripping dan pemanasan dengan sistem pemanas Falling Film Heater. Kondisi operasi di Stripper tekanannya adalah 175kg/cm2G dan temperatur 178˚C. Gas dari top Reaktor, mengandung sejumlah kecil ammonia dan CO2, dikirim ke Scrubber untuk didaur ulang ammonia dan CO2 memakai larutan karbamat recycle, yang kemudian dikirim ke Reaktor (62-DC-101). Gas yang berasal dari top Scrubber dikirim ke HP Absorber (62-EA-401) untuk selanjutnya ammonia dan CO2 daur ulang kembali. Sebagian gas tersebut, yang masih mengandung oksigen digunakan kembali sebagai udara anti korosi untuk Carbamate Condenser sisi Shell. Reaksi sintesa urea yang terjadi adalah: 2NH3(g) + CO2(g)



NH2COONH4(g)

NH2COONH4(l)



NH2CONH2(l) +

H2O(g)

Selain reaksi di atas, selama sintesa terjadi juga reaksi samping yaitu terbentuknya biuret dari urea. 2 NH2CONH2(l)



NH2CONHCONH2(l) +

NH3(l)

Reaksi antar CO2 dan NH3 menjadi urea berlangsung secara bolak-balik dan sangat dipengaruhi oleh tekanan, temperatur, komposisi dan waktu reaksi. Perubahan ammonium carbamate menjadi urea dalam fase cair, sehingga

dibutuhkan temperatur dan tekanan yang tinggi. Temperatur dan tekanan tinggi menambah konversi pembentukan urea, kalau temperatur rendah menyebabkan konversi ammonia karbamat menjadi urea berkurang. Kondisi reaksi yang optimum pada temperatur 200˚C dan tekanan 250 kg/cm2G, karena sifat-sifat korosif dari zat-zat pereaksi dan produk di dalam Reaktor maka pada permukaan yang mengalami kontak dengan campuran reaksi. Reaktor dilapisi dengan titanium, penambahan sedikit oksigen bertujuan untuk melindungi Reaktor sehingga diperoleh daya tahan yang lebih lama karena reaksi total pembuatan urea bersifat eksotermis, maka temperatur Reaktor harus dikontrol benar. Pengontrolan temperatur dapat diatur dengan: a.

Mengatur kelebihan ammonia yang akan masuk Reaktor

b.

Mengatur jumlah larutan recycle yang akan masuk Reaktor

c.

Memanaskan ammonia yang akan masuk Reaktor

Gambar 3.11 Diagram Alir Seksi Sintesa Urea.

3.3.5

Unit Purifikasi (Dekomposisi) Seksi ini berfungsi untuk memisahkan urea dari produk reaksi sintesis

(urea, biuret, ammonium carbamate dan ammonia berlebih) dengan tiga langkah dekomposisi 17 kg/cm2G, 2,5 kg/cm2G dan tekanan atmosfer.

Reaksi Dekomposisi Ammonium Carbamatee ↔

NH4COONH2(l)

CO2(g) + 2 NH3(g)

Reaksi berlangsung pada temperatur 151˚C – 165˚C. Pengurangan tekanan akan menaikkan temperatur sehingga akan memperbesar konversi. Selama dekomposisi reaksi, karena hidrolisa menyebabkan berkurangnya urea yang dikehendaki sebagai produk. Reaksi Hidrolisa Urea NH2CONH2(l) + H2O(l)↔ CO2(g) +2NH3(g) Hidrolisa mudah terjadi pada suhu tinggi, tekanan rendah dan residence time yang lama. Pembentukan biuret adalah faktor lain yang harus diperhatikan baik dalam proses dekomposisi, maupun dalam proses berikutnya (kristalisasi dan pembutiran). Reaksi Pembentukan Biuret 2NH2CONH2(l)



NH2CONHCONH2(l) + NH3(g)

Reaksi ini bersifat reversible dan berlangsung pada temperatur di atas 90˚C dan tekanan parsial ammonia yang rendah. Pembentukan biuret dapat ditekan dengan adanya kelebihan ammonia. Jumlah biuret yang terbentuk juga dipengaruhi oleh residence time yang lama. Dekomposisi berlangsung pada saat larutan keluar dari top Raktor urea (52-DC-101) dengan temperatur 126˚C melalui kerangan ekspansi (suction expantion) yang disebut Letdown Valve, pada saat tersebut sebagian besar karbamat akan terurai menjadi ammonia dan CO2 yang disebabkan turunnya tekanan sebesar 17 kg/cm2G. Ammonia dan ammonium carbamate yang tersisa selanjutnya dipisahkan dari larutan dalam Decomposser tahap II yaitu Low Pressure Decomposser (52DA-202). Untuk LPD beroperasi dengan tekanan 2,5 kg/cm2G dan temperatur 235˚C, sedangkan untuk gas Separator terdiri dari 2 bagian yaitu: bagian atas dioperasikan pada temperatur 107˚C dengan tekanan 0,3 kg/cm2G dan bagian bawah dioperasikan pada 92˚C dan tekanan atmosfir.

Gambar 3.12 Diagram Alir Seksi Purifikasi.

3.3.6

Unit Recovery Gas-gas ammonia CO2 yang telah dipisahkan pada seksi purifikasi diserap

dan didaur ulang di dalam dua tingkat Absorber, yakni HP Absorber (62-EA-401 A,B) dan LP Absorber (62-EA-402), menggunakan proses kondensat sebagai penyerap (Absorber), sebelum dikembalikan ke seksi sintesa. Gas dari bagian atas LP Decomposser (62-DA-202) pada seksi purifikasi dikirim ke LP Absorber, yang dioperasikan pada tekanan 2.3 kg/cm2G dan temperatur 45˚C, untuk penyerapan ammonia dan CO2 dengan sempurna. Sedangkan gas dari sebagian atas HP Decomposser (62-DA-201) dikirim ke HP Absorber, yang dioperasikan pada tekanan 16.8 kg/cm2G dan temperatur 104˚C, gas dikondensasikan dan diserap dengan sempurna oleh larutan dari LP Absorber. Gas yang keluar dari LPD dikondensasikan diserap secara sempurna dalam LPA dengan cara bubbling melalui pipa Sparger di dasar permukaan cairan. Absorbent yang digunakan adalah: a.

Larutan induk dikembalikan (recycle mother liquor) untuk menghilangkan biuret

b.

Larutan karbamat encer dari sistem offsite gas recovery ditambah air murni (steam condensate)

Panas yang dihasilkan dalam proses penyerapan pada HP Absorber diserap oleh larutan di dalam Vacuum Concentrator dengan mensirkulasikan larutan urea dan digunakan sebagai sumber panas untuk memekatkan larutan urea. Larutan karbamat yang terbentuk di dalam HP Absorber didaur ulang

ke

Carbamate Condenser dan Scrubber.

3.3.7

Unit Kristalisasi dan Pembutiran Larutan urea dari gas Separator (52-FA-201) dengan konsentrasi 70-75%

dikirim ke Crystalizer (52-FA-201) dengan Pompa urea (52-GA-205), disini urea divakumkan untuk mengurangi kandungan air yang ada dalam larutan urea. Kristal-kristal yang terbentuk dalam vakum Crystalizer dikirim ke Centrifuge (52GF-201) untuk dipisahkan Mother Liquor, kemudian dikeringkan melalui Dryer (52-FE-301) sampai kadar airnya 0,3% dengan menggunakan udara panas. Kristal-kristal urea kering dikirim ke atas Prilling Tower (52-IA-301) dengan Pneumatic Conveyor melalui Fluidizing Dryer (52-FF-301) disana kristal dilelehkan di dalam Melter (52-EA-301) dan lelehan tersebut turun ke Head Tank (52-FA-301), melalui Distributor (52-PF-301) dan Spraying Nozzle Granulator di dalam Prilling Tower dan di bawahnya dihembus dengan udara sebagai media pendingin sehingga dihasilkan butiran urea. Urea keluar dari bagian bawah Prilling Tower (Fluidizing Cooler) diayak melalui Tromel (52-FD-303) untuk dipisahkan over sizenya dan yang memenuhi spesifikasi selanjutnya dikirim ke gudang (Bulk Storage) dengan menggunakan Belt Conveyor. Butiran urea yang over size dilarutkan di dalam Solving Tank, selanjutnya dikirim ke Crystalizer dan sebagian lagi dikirim ke recovery. Debu urea dan udara bersih yang tidak terserap dibuang ke atmosfir melalui Urethane Foam Filter. Butiran urea yang dihasilkan berkadar air yang relatif rendah yaitu 0,3% berat maksimum. Urea yang dihasilkan oleh PT PIM harus memenuhi spesifikasi sebagai berikut. Kadar nitrogen

: 46% berat maksimum

Kadar air

: 0,3% berat maksimum

Kadar biuret

: 0,5% berat maksimum

Kadar besi

: 0,1 ppm

Fe (Iron)

: 1,0 ppm

Gambar3.13 Diagram Alir Seksi Recovery, Kristalisasi dan Pembutiran.

3.4

Unit PIMIT Pabrik adsorbent PIMIT memiliki kapasitas terpasang sebesar 2 ton

adsorbent per hari dengan sistem operasi batch. Produk adsorbent diperoleh dengan mereaksikan bahan baku besi (II) Sulfat Heksahidrat (FeSO4.7H2O) dan Soda Abu (Na2CO3) dengan metode pencampuran.

3.4.1 Proses Pembuatan Adsorbent PIMIT Secara garis besar proses pembuatan adsorbent dapat dibagi dalam 5 unit, yaitu: 3.4.1.1 Unit Persiapan Umpan Umpan Besi (II) Sulfat Heksahidrat (FeSO4.7H2O) sebanyak 1100 kg untuk 1 batch dimasukkan ke dalam tangki berpengaduk Dillution dengan mencampurkan air sebanyak 3,8 m3. Pelarutan berlangsung pada temperatur 50℃ − 70℃ dan tekanan 1 atm dengan kecepatan pengadukan 200 rpm. Waktu pelarutan selama 60 menit dicapai setelah indikator pH larutan 3 (bersifat asam).

Umpan soda abu (Na2CO3) sebanyak 440 kg untuk 1 bacth dimasukkan ke dalam tangki Reaktor berpengaduk dengan mencampurkan air sebanyak 3,8 m3. Pelarutan berlangsung selama 60 menit pada temperatur 50℃ − 70℃ dan kecepatan pengadukan 200 rpm. Waktu pelarutan selama 60 menit dicapai setelah indikator pH larutan 13 (bersifat basa).

3.4.1.2 Unit Pencampuran Umpan yang telah dilarutkan pada tangki Dillution dialirkan ke dalam tangki Reaktor untuk mereaksikan umpan FeSO4 dan Na2CO3. Waktu reaksi berlangsung selama 90 menit pada temperatur 50℃ dan kecepatan pengadukan 200 rpm. Setelah reaksi berlangsung sempurna, produk berupa slurry dialirkan ke dalam tangki penampung slurry (tangki Buffer). Indikator PH larutan 8 (bersifat normal).

3.4.1.3 Unit Pemisahan Produk slurry yang telah terbentuk berupa padatan FeCO3 dan larutan Na2CO4 serta impurities bawaan bahan baku, dipisahkan melalui metode penekanan (press) pada peralatan Filter Press. Pemisahan dilakukan pada tekanan 7-8 bar untuk memisahkan padatan FeCO3 dan larutan Na2CO4. Produk yang dihasilkan berupa cake yang kemudian dicuci dengan menggunakan air sebanyak 8 m3 untuk menghilangkan sisa larutan Na2CO4.

3.4.1.4 Unit Oksidasi Produk cake yang telah dihasilkan pada unit pemisahan selanjutnya dimasukkan ke dalam peralatan Rotary Oxidizer untuk mendapatkan reaksi oksidasi. Waktu yang dibutuhkan untuk oksidasi selama 4 jam. Indikator reaksi dapat dilihat melalui perubahan warna padatan dari abu-abu menjadi coklat terang. Pada unit oksidasi ini, produk yang dihasilkan sudah berupa adsorbent, namun masih dalam bentuk padatan kasar.

3.4.1.5 Unit Finishing Produk adsorbent yang berupa padatan kasar selanjutnya dihaluskan dengan mengggunakan Crusher. Hasil yang didapat berupa serbuk kemudian dimasukkan ke dalam pencampuran adonan/ Mixer dengan mencampurkan air sebanyak 225 kg. Pencampuran tersebut bertujuan untuk mengikat partikel padatan halus/ serbuk sehingga memudahkan pada proses pembuatan pellet. Pellet Fe2O3 yang dihasilkan masih mengandung air sebesar 40% wt. Untuk mendapatkan produk akhir, Pellet Fe2O3 dikeringkan di dalam Tray Dryer pada temperatur 130℃. Kandungan air dalam produk akhir sebesar 2% wt. Produk akhir yang didapat selanjutnya dikemas di dalam Drum.

3.4.2

Instrument Pada Unit PIMIT

3.4.2.1 Unit Persiapan Umpan 1.

Dillution Tank (71-FA-2010) Dillution tank (71-FA-2010) berfungsi mencampurkan dan melarutkan

bahan baku FeSO4.7H2O dengan air sebanyak 3,8 m3. Dillution tank terdiri dari Agitator Connection, water inlet, venting/ vapor outlet, Nozzle outlet, temperatur indikator, Level Switch & alarm devide dan Manhole. 2.

Reactor Tank (71-FA-2020) Reactor Tank (71-FA-2020) berfungsi mencampurkan dan melarutkan

bahan baku Na2CO4 dengan air sebanyak 3,8 m3. Setelah bahan baku Na2CO4 terlarut dengan sempurna, Reactor Tank menerima umpan dari Outlet Dillution Tank yang kemudian dilakukan pencampuran/ reaksi larutan FeSO4.7H2O dan Na2CO4. 3.

Buffer Tank (71-FA-2030) Buffer Tank (71-FA-2030) berfungsi sebagai penampung slurry yang

dikirimkan dari Reactor Tank sebelum dikirimkan ke Filter Press. Buffer Tank terdiri dari Agitator Connection, water inlet, venting/ vapor outlet, Nozzle outlet, temperatur indikator, Level Switch & alarm devide dan Manhole.

3.4.2.2 Unit Pemisah Filter Press (71-FP-1030) berfungsi untuk memisahkan padatan FeCO3 dan larutan Na2CO4 serta impurities bawaan bahan baku. Filter Press (71-FP1030) terdiri dari Plate Frame, Filter Cloth, Motor Hydraulic, Pheneumatic Pump, Air Compressor dan Air Filter. Jumlah Plate Frame yang terpasang sebanyak 62 Plate dan Filter Cloth sebanyak 62 lembar. Pada FP-1030 juga dilengkapi: a.

PG yang terletak di line inlet air filter untuk monitor tekanan udara masuk pada Pheneumatic pump atau pompa transfer slurry.

b.

PG yang terletak di line inlet Motor Hydraulic untuk memonitor tekanan udara pada Motor Hydraulic.

c.

PG yang terletak di line outlet Pheneumatic pump untuk memonitor tekanan pada pompa transfer slurry.

3.4.2.3 Unit Oksidasi Rotary Oxidizer (71-OD-1001) berfungsi untuk mengoksidasi cake FeCO3 dengan udara O2. Proses oksidasi dilakukan dengan udara O2 pada temperatur 50℃ selama 4 jam. Udara panas yang didapat melalui Heater dihembuskan oleh Blower Fan.

3.4.2.4 Unit Finishing 1.

Crusher Crusher berfungsi untuk melembutkan cake yang berasal dari outlet (71-

OD-1001) menjadi powder halus/ serbuk. 2.

Mixer Mixer berfungsi untuk mengikat partikel paatan halus/ serbuk dengan

mencampurkan serbuk dengan air sehingga memudahkan pada proses pembentukan pellet. 3.

Pelletizer Pelletizer berfungsi membentuk produk berupa pellet dengan ukuran

panjang 5-7 mm dan diameter 5-7 mm.

4.

Tray Dryer Tray dryer berfungsi untuk mengeringkan atau menghilangkan kandungan

air yang terdapat di dalam pellet. Tujuannya adalah untuk meningkatkan Crushing Strenght produk Fe2O3. Proses pengering dilakukan pada temperatur 130℃ selama 4 jam. Udara panas didapatkan melalui steam yang dihembuskan oleh fan. Setelah proses pengeringan selesai, produk siap untuk dikemas.

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Bab Iii.docx
June 2020 0
Microteaching.docx
April 2020 1
Fuzzy Logic.docx
April 2020 4
Ruang Pi.docx
August 2019 28
Chapterlllll
August 2019 12