Bab Iii.docx

  • Uploaded by: RiskaSusila Wijayanti
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Iii.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,069
  • Pages: 15
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Definisi Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38oC, dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.1 Kejang demam dapat juga didefinisikan sebagai kejang yang disertai demam tanpa bukti adanya infeksi intrakranial, kelainan intrakranial, kelainan metabolik, toksin atau endotoksin seperti neurotoksin Shigella.3 Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. 4 Anak yang pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak termasuk kejang demam.5 Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat.1 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama.4

3.2. Epidemiologi Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.2 Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.1,4 Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam

10

11

timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki.1

3.3. Etiologi Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi umur anak, tingginya dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peranan yaitu 8-22 % anak yang mengalami kejang demam memiliki orangtua yang memiliki riwayat kejang demam pada masa kecilnya.6 Kejang demam biasanya diawali dengan infeksi virus atau bakteri. Penyakit yang paling sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit infeksi saluran pernapasan, otitis media, dan gastroenteritis.7 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing pada 297 anak penderita kejang demam, infeksi yang paling sering menyebabkan demam yang akhirnya memicu serangan kejang demam adalah tonsillitis/faringitis yaitu 34 %. Selanjutnya adalah otitis media akut (31 %) dan gastroenteritis (27%).6 3.4. Klasifikasi 1 Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, klasifikasi kejang demam dibagi menjadi: a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5 menit dan berhenti sendiri. b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) Kejang demam dengan salah satu ciri berikut: 1. Kejang lama (>15 menit). Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2

12

kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. 2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial. 3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, dan diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% anak yang mengalami kejang demam. 3.5. Patofisiologi 8 Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :  Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular  Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya  Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari

13

seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

3.6. Manifestasi Klinis Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.1 Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang

berlangsung

singkat

umumnya

tidak

berbahaya

dan

tidak

14

menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak. 1

3.7. Diagnosis 7,9,10 Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi

susunan saraf

pusat,

perubahan akut

pada keseimbangan

homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi structural pada system saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini. a. Anamnesis - waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang - sifat kejang (fokal atau umum) - Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik) - Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis) - Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun) - Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE) - Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau epilepsi) - Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi) - Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan - Trauma kepala

b. Pemeriksaan fisik - Tanda vital terutama suhu

15

- Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang

berpindah-pindah

atau

kejang

tonik,

yang

biasanya

menunjukkan adanya kelainan struktur otak. - Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular. - Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu. - Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri. - Transluminasi kepala

yang positif dapat

disebabkan oleh

penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus. - Pemeriksaan

untuk

menentukan

penyakit

yang

mendasari

terjadinya demam (ISPA, OMA, GE) - Pemeriksaan refleks patologis - Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)

c. Pemeriksaan laboratorium - Darah tepi lengkap - Elektrolit, glukosa darah. Diare, muntah, hal lain yang dapat mengganggu keseimbangan elektrolit atau gula darah.

16

- Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk mendeteksi gangguan metabolisme - Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS, jika meningkat dapat dicurigai Ensefalitis akut / Ensefalopati.

d. Pemeriksaan penunjang - Lumbal Pungsi jika dicurigai adanya meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana dengan keadaan umum baik. Indikasi pungsi lumbal yaitu jika terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal, terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan

anamnesis

dan

pemeriksaan

klinis,

dan

dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis. untuk menyingkirkan diagnosis meningitis encephalitis apabila anak berusia kurang dari 12 bulan, memiliki tanda rangsang meningeal positif, dan masih mengalami kejang beberapa hari setelah demam - EEG, tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi terjadinya

kejang yang berulang, tapi dapat

dipertimbangkan pada KDK. Tetapi beberapa ahli berpendapat EEG tidak sensitif pada anak < 3 tahun. Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, KECUALI apabila bangkitan bersifat fokal. EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk enentukan adanya fokus. - CT-scan atau MRI hanya dilakukan jika ada indikasi, misalnya: kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial.

17

3.8. Diagnosis Banding 4 Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal dapat dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal. Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam. Tabel 1. Diagnosa Banding 4 Kriteri Banding

Kejang Kelainan Otak Kejang berulang Penurunan kesadaran

Kejang Demam

Pencetusnya demam (-) (+) (+)

Epilepsi

Meningitis Ensefalitis

Tidak berkaitan Salah satu dengan demam gejalanya demam (+) (+) (+) (+) (-) (+)

3.9. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan saat kejang Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu pasien datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis diazepam

18

intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang pada umumnya. 1,4 Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital)adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,50,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg. 1,4 Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena. Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus. 1,4 Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari indikasi terapi antikonvulsan profilaksis.6

19

15

2. Pemberian obat pada saat demam a. Antipiretik Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali.1,4 a. Antikonvulsan Pemberian obat antikonvulsan intermiten Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di bawah ini: • Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral • Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun • Usia <6 bulan

20

• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius • Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan cepat. Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.1,4 Pemberian obat antikonvulsan rumat Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Indikasi pengobatan rumat: 1. Kejang fokal 2. Kejang lama >15 menit 3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis. • Pada anak dengan kelainan neurologis berat dapat diberikan edukasi untuk pemberian terapi profilaksis intermiten terlebih dahulu, jika tidak berhasil/orangtua khawatir dapat diberikan terapi antikonvulsan rumat. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat

21

adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.1

Lama pengobatan rumat Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat untuk kejang demam tidak membutuhkan tappering off, namun dilakukan pada saat anak tidak sedang demam.1

Edukasi pada orangtua Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada saat kejang, sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal. Kecemasan tersebut harus dikurangi dengan cara diantaranya: 1. Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai prognosis baik. 2. Memberitahukan cara penanganan kejang. 3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali. 4. Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif, tetapi harus diingat adanya efek samping obat.1

3.10. Komplikasi Beberapa hal yang harus diwaspadai dan dievaluasi pada anak dengan kejang demam adalah mortalitas, perkembangan mental dan neurologis, berulangnya kejang demam dan resiko terjadinya epilepsy di kemudian hari. Mortalitas pada Kejang Demam sangat rendah yaitu 0,64-0,74 %. Hal-hal yang perlu diwaspadai bisa dibagi menjadi konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang.6,7 a. Konsekuensi jangka pendek  Kejang demam berulang Sepertiga anak yang mengalami kejang demam akan mengalami kejang demam berulang. Faktor resiko terjadinya kejang demam

22

berulang antara lain: riwayat kejang demam, epilepsi dalam keluarga, usia dan tipe kejang demam, interval waktu antara onset demam dan terjadinya

kejang,

adanya

keterlambatan

perkembangan

(developmental delay) sebelum terjadinya kejang dan derajat demam saat kejang.  Status epileptikus Status epileptikus adalah bangkitan kejang yang berlangsung selama 30 menit atau lebih, baik secara terus menerus atau berulang tanpa disertai pulihnya kesadaran di antara kejang. Sekitar 25 % anak dengan kejang demam bisa berkembang menjadi status epileptikus oleh karena demam yang sangat tinggi. b. Konsekuensi jangka panjang  Gangguan mental dan neurologis Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis yang terbanyak ialah hemiparesis, disusul diplegia,koreoatetosis atau rigiditas deserebrasi.  Gangguan tingkah laku Kejang Demam multiple beresiko terjadi gangguan tingkah laku karena terjadinya sklerosis di daerah hipokampus. Timbulnya kejang demam pertama saat usia kurang dari 1 tahun juga merupakan factor resiko terjadinya gangguan tingkah laku.  Gangguan intelektual dan belajar Gangguan intelektual dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana. IQ lebih rendah ditemukan pada pasien kejang demam yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi seperti adanya retardasi mental.  Risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari Angka kejadian epilepsy pada pasien kejang demam kira-kira 2-3 kali lebih banyak dibandingkan populasi umum. Faktor resiko terjadinya epilepsi adalah:

23

-

Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan (development delay)

-

Adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orang tua atau saudara kandung.

-

Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit atau kejang fokal.

-

Kejang Demam plus adalah kejang yang terjadi pada anak di atas usia 6 tahun, sekitar 2-10 % anak yang mengalami kejang demam dapat mengalami kejang demam berulang saat usia di atas 6 tahun. Faktor resikonya antara lain adanya riwayat epilepsi dalam keluarga dan terdapatnya gangguan neurologis sebelum timbulnya kejang demam.

-

Epilepsi lobus temporalis. Kejang demam saat anak-anak menyebabkan kerusakan lobus temporalis dan mencetuskan epilepsi di kemudian hari.

3.11. Prognosis Secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi melaporkan terdapat gangguan recognition memory pada anak yang mengalami kejang lama. Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi kejang lama.1 Anak yang mengalami kejang demam pertama pada usia sebelum 1 tahun kemungkinan kekambuhan ialah 50%, dan bila berusia lebih dari 1 tahun kemungkinan kekambuhannya 28%.1 Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah: 1 1) Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga 2) Usia kurang dari 12 bulan 3) Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang

24

4) Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang. 5) Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks. Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama. 1 Kejang demam sederhana pada umumnya tidak menyebabkan kerusakan otak yang permanen dan tidak menyebabkan terjadinya penyakit epilepsi pada kehidupan dewasa anak tersebut. Sedangkan pada anak-anak yang memiliki riwayat kejang demam kompleks, riwayat penyakit keluarga dengan kejang yang tidak didahului dengan demam, dan memiliki riwayat gangguan neurologis maupun keterlambatan perkembangan, memiliki resiko tinggi untuk menderita epilepsi pada kehidupan dewasa mereka. 1 Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah: 1 1) Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama 2) Kejang demam kompleks 3) Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung 4) Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu tahun. Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut akan meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan pada kejang demam. 1

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Bab Ii.doc
May 2020 0
Daftar Pustaka.docx
June 2020 0
Daftar Pustaka.docx
June 2020 0
Cover.doc
May 2020 0
Bab Iii.docx
June 2020 0
May 2020 0