Bab Ii.doc

  • Uploaded by: RiskaSusila Wijayanti
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 3,106
  • Pages: 15
2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abdominal Pain 2.1.1. Jenis nyeri perut a. Nyeri visceral Nyeri visceral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur dalam rongga perut, misalnya karena cedera atau radang. Peritoneum visceral yang menyelimuti organ perut dipersyarafi oleh system saraf otonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan. Akan tetapi, bila dilakukan tarikan, regangan, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia seperti pada kolik atau radang akan menimbulkan nyeri.6 Pasien yang merasakan nyeri visceral biasanya tidak dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan telapak tangannya untuk menunjukkan daerah yang nyeri. Karena tidak disertai rangsang peritoneum, nyeri ini tidak dipengaruhi oleh gerakan sehingga pasien biasanya dapat aktif bergerak.6 b. Nyeri somatik Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi oleh saraf tepi, misalnya regangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada dinding perut. Nyeri dirasakan seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan letak nyeri dengan jarinya secara tepat. Rangsang yang dapat menimbulkan nyeri dapat berupa rabaan, tekanan, rangsang kimiawi, atau proses radang.6 Peradangannya sendiri maupun gesekan antara kedua peritoneum dapat menyebabkan perubahan intensitas nyeri. Gesekan inilah yang menimbulkan nyeri kontralateral pada appendisitis akut. Setiap gerakan penderita baik berupa gerak tubuh maupun gerak napas yang dalam atau batuk akan

3

menambah rasa nyeri sehingga penderita akan berusaha untuk tidak bergerak, bernapas dangkal, dan menahan batuk.6 2.1.2. Letak nyeri perut Nyeri visceral dari suatu organ biasanya sesuai letaknya dengan asal organ tersebut pada masa embrional.6 Tabel 1.1 Letak Nyeri Visceral berdasarkan Asal Organ Asal Organ Foregut

Organ Lambung, duodenum,

Letak Nyeri Nyeri di epigastrum

sistem hepatobilier, dan Midgut

pancreas Usus halus dan usus

Nyeri di sekitar

besar sampai

umbilikus

pertengahan kolon Hindgut

transversum Pertengahan kolon

Nyeri di perut

transversum sampai

bawah

kolon sigmoid, buli-buli, dan rektosigmoid Sedangkan nyeri somatik biasanya dekat dengan organ sumber nyeri sehingga relatif mudah menentukan penyebabnya.6 Tabel 1.2 Letak Nyeri Somatik Letak Abdomen Kanan Atas

Organ Kandung empedu, hati, duodenum, pancreas, kolon,

Epigastrium

paru-paru, jantung Lambung, pancreas, duodenum,

Abdomen Kiri Atas

paru-paru, kolon Limpa, kolon, ginjal, pancreas,

Abdomen Kanan Bawah

paru-paru Apendiks, adneksa, sekum,

Abdomen Kiri Bawah Suprapubik Periumbilikal Pinggang/Punggung

ileum, ureter Kolon, adneksa, ureter Buli-buli, uterus, usus halus Usus halus Pancreas, aorta, ginjal

4

Bahu

Diafragma

2.1.3. Sifat nyeri perut a. Nyeri Alih Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan mempersarafi lebih dari satu daerah. b. Nyeri Proyeksi Nyeri proyeksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf sensorik akibat cedera atau peradangan saraf. c. Hiperestesia Hiperestesia atau hyperalgesia sering ditemukan di kulit jika ada peradangan pada rongga di bawahnya. d. Nyeri Kontinu Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietal akan dirasakan terus menerus karena proses berlangsung terus, misalnya pada reaksi radang. e. Nyeri Kolik Kolik merupakan nyeri akibat spasme otot polos organ berongga dan biasanya disebabkan oleh hambatan pasase organ tersebut. Nyeri ini timbul karena hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran. Karena kontraksi berjeda, kolik dirasakan hilang timbul. f. Nyeri Iskemik Nyeri perut dapat juga berupa nyeri iskemik yang sangat hebat, menetap, dan tidak menyurut. Nyeri ini merupakan tanda adanya jaringan yang terancam nekrosis. g. Nyeri Pindah Nyeri dapat berubah sesuai perkembangan patologi.6 2.2. Anatomi dan Fisiologi Appendiks vermiformis Apendiks vermiformis merupakan organ sempit berbentuk tabung yang mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-5 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Apendiks orang dewasa umumnya lebih panjang daripada apendiks anak-anak. Diameter luar pada umumnya berukuran 0,3-0,8cm, sedangkan diameter lumennya berukuran 1-2 mm. Apendiks terletak di regio iliaca dextra, dan pangkal diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada

5

titik sepertiga bawah garis yang menghubungkan spina iliaca anterior superior dan umbilicus (titik McBurney). Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakan kolon asendens, atau tepi lateral kolon asendens.8 Persarafan simpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.8 Perdarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami ganggren.8

Gambar 1.1 Anatomi Apendiks vermiformis Apendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna, termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun, pengangkatan apendiks tidak memengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah

6

jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.6 2.3. Appendisitis Infiltrat 2.3.1. Definisi Apendisitis infiltrat

adalah

proses

radang

apendiks

yang

penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal mass). Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian disertai adanya massa periapendikular. Infiltrat periapendikuler merupakan salah satu komplikasi dari apendisitis akut berupa infiltrat atau massa yang terbentuk akibat mikroperforasi dari apendiks yang meradang kemudian ditutupi oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.5,6.7 2.3.2. Etiologi Etiologi apendisitis bersifat multifaktorial. Apendisitis disebabkan oleh adanya obstruksi, iskemi, infeksi dan faktor herediter. Obstruksi seringkali menjadi pertanda penting dalam patogenesis apendisitis. Akan teteapi obstruksi hanya ditemukan dalam 30-40% kasus. Apendisitis akut juga merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus. Di samping hiperplasia jaringan limf, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan sumbatan adalah erosi mukosa apendiks akibat parasit seperti Entamoeba histolytica, batu, makanan, mukus, apendiks yang terangulasi, endometriosis, benda asing dan hiperplasia limfoid. 4,5,6.7 Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya

7

apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. 4,5,6.7 2.3.3. Patofisiologi Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan ini akan mengganggu aliran limfe sehingga terjadi edema dan terdapat luka pada mukosa. Stadium ini disebut sebagai apendisitis akut kataralis atau apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Tekanan yang meninggi, edem dan disertai dengan inflamasi menyebabkan obstruksi aliran vena dinding sehingga menyebabkan trombosis yang memperberat iskemi dan edem. Pada lumen apendiks juga terdapat bakteri sehingga dalam keadaan tersebut suasana lumen apendiks cocok bagi bakteri untuk diapedesis dan invasi ke dinding dan membelah diri sehingga menimbulkan infeksi dan menghasilkan pus. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga akan menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah, stadium ini disebut sebagai apendisitis akut purulenta.4,5,6.7 Proses ini berlangsung terus sehingga pada suatu saat aliran darah arteri juga terganggu terutama bagian mesentrika yang memiliki vaskulaarisasi minimal sehingga terjadi infark dan gangren, yang disebut stadium

apendisitis

gangrenosa.

Pada

stadium

ini

sudah

terjadi

mikroperforasi karena tekanan intraluminer yang tinggi ditambah adanya bakteri dan mikroperforasi, mendorong pus serta produk infeksi mengalir ke rongga abdomen. Stadium ini disebut apendisitis akut perforasi dimana menimbulkan peritonitis akut dan abses sekunder.4,5,6.7

8

Tapi proses perjalanan apendisitis tidak mulus seperti tersebut di atas, karena ada usaha tubuh untuk melokalisir tempat infeksi dengan cara “walling off” oleh omentum, lengkung usus halus, caecum, colon, dan peritoneum sehingga terjadi gumpalan massa plekmon yang melekat erat. Keadaan ini disebut apendisitis infiltrat.4,5,6.7 Apendisitis infiltrat adalah suatu plekmon yang berupa masa yang membengkak dan terdiri dari apendiks, usus, omentum dan eritoneum dengan sedikit atau tanpa pengumpulan pus. Usaha tubuh untuk melokalisir infeksi bisa sempurna atau tidak sempurna baik karena infeksi yang berjalan terlalu cepat atau kondisi penderita yang kurang baik sehingga apendikuler infiltrat dibagi menjadi terfiksasi dan mobile. 4,5,6.7 Perforasi mungkin masih bisa terjadi pada walling off yang sempurna sehingga akan terbentuk abses primer. Sedangkan pada walling off yang belum sempurna akan terbentuk abses sekunder yang bisa menyebabkan peritonitis umum. 4,5,6.7

Gambar 1.2 Skema Terbentuknya Apendikuler Infiltrat Dan Abses7 Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai di mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus

9

halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 4,5,6.7 Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.6 Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi yang ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. 4,5,6.7 Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest). 4,5,6.7 Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. 4,5,6.7 2.3.4. Diagnosis

10

a) Gambaran Klinis Gambaran klinis apendisitis infiltrat menyerupai apendisitis. Adanya keluhan appendisitis akut meliputi: nyeri atau rasa tidak enak disekitar umbilicus. Gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dengan disertai oleh anoreksia, mual, dan muntah. Dapat juga terjadi nyeri tekan di sekitar titik McBurney. Kemudian, dapat timbul spasme otot dan nyeri tekan lepas. Kemudian terbentuk massa perut kanan bawah, jika berhasil membentuk perdindingan keadaan umum berangsur membaik, demam remiten, massa mulai mengecil bahkan menghilang. 4,5,6.7

b) Pemeriksaan Fisik Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1C. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Appendisitis infiltrat atau adanya abses -

apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah. Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam

-

untuk menentukan adanya rasa nyeri. 4,5,6.7 Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau usus lain yang dengan cepat membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri pada fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abses) juga pada palpasi akan teraba massa yang terlokalisir dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika

11

apendiks intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT (Rectal -

Touche) sebagai massa yang hangat. 4,5,6.7 Peristalsis usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.

-

Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di otot psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan rasa nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat bilamana apendiks yang meradang bersentuhan dengan otot obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika. 4,5,6.7

c) Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan

laboratorium,

pada

darah

lengkap

didapatkan

leukositosis ringan umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri.6 Pada pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika.6 Pemeriksaan radiologi, foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan fisik meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat ”ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan air-udara disekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat gambar fekalit. 4,5,6.7

12

Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG. Selain dapat mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi (diameter lebih dari 6 mm) juga dapat melihat adanya perubahan akibat inflamasi pada periapendik. 4,5,6.7

Pemeriksaan

Barium

enema

dan

Colonoscopy

merupakan

pemeriksaan awal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma colon. Tetapi untuk apendisitis akut pemeriksaan barium enema merupakan

kontraindikasi

karena

dapat

menyebabkan

rupture

apendiks.4,5,6.7 Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan: -

Keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih

-

tinggi Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih

-

jelas terdapat tanda-tanda peritonitis Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.

Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai dengan:

13

-

Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu

-

tubuh tidak tinggi lagi Pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.

-

2.3.5. Diagnosis Banding Diagnosis banding apendisitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi anatomi dari inflamasi apendiks, tingkatan dari proses dari yang simple sampai yang perforasi, serta umur dan jenis kelamin pasien.6 1. Crohn disease Teraba massa pada perut kanan bawah disertai nyeri dikarenakan terdapat inflamasi usus halus, nyeri menetap, terlokalisir. Terdapat diare, LED meningkat, terdapat anemia ringan. Pemeriksaan USG terdapat ulkus aptosa. 2. Tumor sekum Berat badan menurun, anoreksia, anemia, malaise, perubahan buang air besar

(konstipasi atau diare), perubahan diameter feses (berawarna

merah, kehitaman, bercampur lendir), timbul rasa nyeri, mual, muntah, massa pada kuadran kanan bawah. 3. Amebiasis intestinal Teraba massa biasanya pada sigmoid atau sekum. BAB berdarah, nyeri terlokalisir. 2.3.6. Tatalaksana a. Konservatif - Pasien dewasa dengan massa periapendikular dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, -

ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Pada periapendikuler infiltrat dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, terlebih jika massa apendik telah terbentuk lebih dari

-

satu minggu sejak serangan awal. Terapi konservatif meliputi :

14

• • •

Total bed rest posisi fowler. Diet lunak bubur saring. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan



apendiktomi. Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya

terjadi

appendiktomi.

perforasi

Batas

dari

maka massa

harus

dipertimbangkan

hendaknya

diberi

tanda

(demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke 5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan •

didrainase. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan atau 6-8 minggu kemudian agar

perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.4,5,6,7 b. Operatif Masa periapendikuler yang masih bebas (mobile) sebaiknya segera -

dioperasi untuk mencegah penyulit. Pasien dewasa dengan massa periapendikuler yang terbentuk dengan pendinginan yang sempurna sebaiknya dirawat terlebih dahulu dan diberi antibiotik sambil dilakukan pemantauan terhadap suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. 4,5,6,7

c.

Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang: Jumlah leukosit, LED Massa Nyeri Suhu tubuh Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila : •

Anamesa

15

Penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen •

Pemeriksaan fisik o Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur rektal dan aksiler) o Tanda-tanda apendisitis sudah tidak ada o Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil dibanding semula. o Laboratorium : LED kurang dari 20, leukosit normal

d. Bila LED tetap tinggi, maka perlu diperiksa: - Apakah penderita sudah bed rest total. - Pemberian makanan penderita - Pemakaian antibiotik penderita. - Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada perbaikan, operasi tetap dilakukan. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase. 2.3.7. Komplikasi Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus. Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan, obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan kematian. 4,5,6,7 Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil), dan keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya perforasi apendiks. Insidens perforasi pada penderita di atas usia 60 tahun dilaporkan sekitar 60%. Faktor yang mempengaruhi tingginya insidens perforasi pada orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen, dan arteriosklerosis. Insidens tinggi pada anak

16

disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan proses pendindingan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum berkembang.6 Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut, dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler terjadi di seluruh perut, mungkin disertai dengan pungtum maksimum di regio iliaka kanan. Peristalsis usus dapat menururn sampai menghilang akibat adanya ileus paralitik. Abses rongga peritoneum dapat terjadi bila pus yang menyebar terlokalisasi di suatu tempat, paling sering di rongga pelvis dan subdiafragma. Adanya massa intraabdomen yang nyeri disertai demam harus dicurigai abses. Ulstrasonografi dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal, atau efusi pleura. Ultrasonografi dan foto rontgen dada akan membantu membedakannya. 4,5,6,7 2.3.8. Prognosis Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. 4,5,6,7

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Bab Ii.doc
May 2020 0
Daftar Pustaka.docx
June 2020 0
Daftar Pustaka.docx
June 2020 0
Cover.doc
May 2020 0
Bab Iii.docx
June 2020 0
May 2020 0