BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Diabetes Melitus
2.1.1 Definisi Diabetes Melitus Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.1 Hiperglikemik yang kronis menyebabkan beberapa komplikasi jangka panjang beberapa organ seperti mata,ginjal,pembuluh darah,dan jantung.15 2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus Menurut American Diabetes Association diabetes dapat di klasifikasikan kedalam kategori umum sebagai berikut : 1. Diabetes Melitus tipe 1 merupakan hasil dari destruksi sel ß pankreas yang menyebabkan defisiensi insulin absolut. 2. Diabetes Melitus tipe 2 merupakan hasil gangguan sekretori insulin yang diawali oleh resistensi insulin 3. Diabetes karena penyebab spesifik lainnya. Misalnya : sindrom monogenik diabetes (contohnya diabetes neonatal) penyakit pada eksokrin pankreas (contoh : kistik fibrosis dan pankreatitis) diabetes yang di induksi obat atau bahan kimia ( contoh : penggunaan glukokortikoid, obat HIV/AIDS, atau terapi transplantasi organ) 4. Diabetes gestasional merupakan diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua atau tiga yang munculnya belum jelas pada saat kehamilan atau sebelumnya.2 2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi
Resistensi insulin dan sekresi insulin yang tidak adekuat merupakan garis besar dari patogenesis diabetes melitus tipe 1 dan 2. Diabetes melitus tipe 1, banyak dikaitkan dengan penyakit autoimun dimana sel islet pankreas dihancurkan oleh efektor sel imun. Dasar dari abnormalitas imun pada diabetes melitus tipe 1 adalah kegagalan toleransi dari sel T sehingga menyebabkan autoantibodi pada berbagai antigen sel ß yang menyebabkan produksi insulin tidak adekuat atau bahkan tidak ada sehingga diabetes mellitus tipe 1 disebut juga Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM).16,17 Diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit yang progresif dan berkembang secara bertahap. Diabetes mellitus tipe 2 dimulai dengan hiperinsulinemia yang pada akhirnya menyebabkan resistensi insulin. Hiperinsulinemia pada awalnya dapat mempertahankan gula darah puasa dan postprandial normal. Pada tahap ini diasosiasikan dengan peningkatan Free Fatty Acid (FFA) pada pasien dengan resistensi insulin yang obesitas. Pada keadaan ini, terjadi resistensi insulin dan kapasitas sel ß pankreas dalam mensekresikan insulin menurun slalu terjadi hiperglikemia sehingga tahap ini disebut tahap prediabetes. Hiperglikemia kronis dan penurunan kapasitas sel ß pankreas yang terus menerus akan menimbulkan gejala klinis dan berakhir menjadi diabetes mellitus tipe 2.18 Defisiensi insulin dan resistensi insulin menyebabkan lipolisis yang tidak terkontrol dan peningkatan FFA yang menekan metabolisme glukosa pada jaringan perifer seperti otot rangka. Glukoneogenesis terjadi pada hepar sebagai kompensasi untuk produksi glukosa. Peningkatan glukoneogenesis pada hepar dan pengurangan penggunaan glukosa pada jaringan perifer menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam plasma. Ketika kapasitas ginjal untuk menyerap glukosa menurun, maka terjadi
glukosuria. Glukosa merupakan zat yang memiliki osmolaritas tinggi menyebabkan air mengikuti aliran konsentrasinya lalu menyebabkan poliuria. Pengeluaran air yang banyak menyebabkan tubuh membutuhkan cairan untuk mengganti cairan yang keluar sehingga menyebabkan haus yang berlebihan disebut polidipsia.17 2.1.4 Faktor risiko diabetes melitus Faktor risiko diabetes yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis kelamin, ras dan etnis, dan genetik. Terdapat juga beberapa faktor risiko diabetes yang dapat diubah terkait gaya hidup dan perilaku seperti diet tinggi kadar gula, gangguan profil lipid, kurangnya aktivitas fisik, obesitas , dan riwayat merokok.19 Makanan tinggi kadar gula mengandung kalori yang tinggi sehingga dapat menyebabkan obesitas jika tidak di imbangi dengan aktivitas fisik yang memadai.20 Obesitas , profil lipid yang buruk dan aktivitas fisik yang tidak adekuat memicu sindroma metabolik salah satunya adalah hiperinsulinemia yang dapat berakhir menjadi resistensi insulin yang merupakan patogenesis dari diabetes melitus tipe 2.21,22 Studi epidemiologi menunjukan bahwa orang yang merokok memiliki kecenderungan untuk menderita diabetes melitus tipe 2 dibandingkan orang yang tidak merokok.23 2.1.5 Tanda Klinis dan Diagnosis Manifestasi
utama
penyakit
diabetes
melitus
adalah
hiperglikemia.
Hiperglikemia ditandai dengan trias ciri khas pada diabetes melitus yaitu poliuria, polidipsi, dan polifagi. Terkadang dapat disertai gejala lain seperti pandangan kabur dan kehilangan berat badan tanpa sebab. Jika sudah terjadi hiperglikemia yang kronis dapat menyebabkan gejala seperti paresetesi atau kesemutan ekstrimitas inferior. Diabetes melitus tipe 2 asimptomatik dan tidak terdiagnosis selama beberapa tahun. Diagnosis diabetes melitus ditegakan berdasarkan kadar glukosa darah. Berikut penegakan diagnosis menurut PERKENI (tabel 2).
Tabel 2. Kriteria diagnosis DM1 Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik. Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).
Sedangkan terdapat juga kriteria pembagian stadium diabetes dan pra diabetes berdasarkan beberapa panel pemeriksaan glukosa darah.(Tabel 3)
Tabel 3. Kadar hasil pemeriksaan laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes.1
HBA1c% Diabetes Prediabetes Normal
>6,5 5,7-6,4 < 5,7
Glukosa plasma Glukosa darah seteah 2 jam pp puasa (mg/dL) TTGO (mg/dL) ≥126 ≥200 100-125 140-199 <100 <140
2.1.6 Tatalaksana Diabetes Mellitus Berdasarkan PERKENI terdapat 4 pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus : 1. Edukasi Edukasi bertujuan untuk promosi hidup sehat sebagai bagian penting dalam pengelolaan diabetes melitus secara holistik. Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Primer yang meliputi (1) materi tentang perjalanan penyakit Diabetes Melitus (2) makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan (3) intervensi nonfarmakologis dan farmakologis serta target pengobatan (4) dan (5) pentingnya
latihan jasmani yang teratur. Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Sekunder dan / atau Tersier, yang meliputi (1) Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain (2) Kondisi khusus yang dihadapi (contoh: hamil, puasa, hari-hari sakit) (3) Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM. 2. Terapi Nutrisi Medis Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB ideal. Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain (1) Jenis Kelamin (2) Umur (3) Aktivitas Fisik atau Pekerjaan (4) Stres Metabolik (5) dan (6) Berat Badan. 3. Latihan Jasmani Latihan jasmani merupakan salah satu pilar yang penting dalam manajemen pasien dengan diabetes mellitus apabila tidak ada nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal). seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara mengurangi angka 220 dengan usia pasien. 4. Terapi Farmakologis
1.
Obat Antihiperglikemia Oral A. Pemacu Sekresi Insulin
Sulfonilurea : Efek utama dari obat ini adalah memacu sekresi insulin pada sel ß pankreas, namun perlu diperhatikan efek samping dari obat ini yaitu hipoglikemia dan peningkatan berat badan.
Glinid : Efek obat ini sama seperti sulfonilurea dengan penekanan insulin fase pertama. Golongan obat ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin).
B. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
Metformin Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DM Tipe 2.
Tiazolidindion (TZD) Tiazolidindion
merupakan
agonis
dari
Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. C. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan
Penghambat Alfa Glukosidase Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat golongan ini contohnya adalah acarbosa.
Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV) Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin.
Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2) Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2.Contoh dari obat ini yang sudah disetujui oleh BPOM RI adalah Dapagliflozin.
2.
Obat Antihiperglikemia Suntik A. Insulin Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yaitu :
Insulin kerja cepat : lama kerja 4 – 6 jam ,contoh insulin lispro ,insulin aspart, dan insulin gluisin.
Insulin kerja pendek : lama kerja 6-8 jam ,contoh Humulin® dan Actrapid®
Insulin kerja menengah : lama kerja 8-12 jam ,contoh Humulin N®,Insulatard® ,dan Insuman Basal®
Insulin analog kerja panjang : lama kerja 12- 24 jam, contoh Insulin glargline dan insulin detemir
Insulin analaog kerja ultra panjang : lama kerja sampai 48 jam contoh degludec.
B. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel-beta sehingga terjadi peningkatan pelepasan insulin, mempunyai efek menurunkan berat badan, menghambat pelepasan glukagon, dan menghambat nafsu makan. Obat yang termasuk golongan ini adalah: Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, dan Lixisenatide.1
Gambar 1.Algoritma pengelolaan Diabetes. Dikutip dari PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 20151 2.1.7 Diabetes melitus terkontrol dan tidak terkontrol Menurut American Diabetes Society (ADA) kadar glukosa darah yang terkontrol dilihat dari kontrol glikemik yang baik dinilai dari pemeriksaan HbA1c ≤ 7 %, glukosa plasma kapiler preprandial antara 80- 130 mg/dL, dan glukosa plasma puncak kapiler postprandial < 180 mg/dL.12 2.2
Kontrol Glikemik pada Diabetes Melitus Kontrol glikemik merupakan hal penting yang perlu dilakukan oleh pasien dengan diabetes mellitus. Dengan kontrol glikemik yang baik, maka menurunkan laju perkembangan komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular.3 Penerapan terapi ABC’s diabetes (A1C, Blood Pressure, dan Cholesterol) terbukti juga menurunkan laju
progresivitas komplikasi diabetes lainnya.24 Komponen dari kontrol glikemik yang bisa disebut ”triad glukosa” terdiri dari kadar HbA1c, gula darah puasa, dan gula darah 2 jam postprandial.25 Hemoglobin A1C (HbA1c) telah digunakan secara luas sebagai indikator kontrol glikemik, karena mencerminkan konsentrasi glukosa darah 2-3 bulan sebelum pemeriksaan dan tidak dipengaruhi oleh diet sebelum pengambilan sampel.26 2.3
Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Glikemik
2.3.1 Sosiodemografi Sosiodemografi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kontrol glikemik dari pasien diabetes melitus. Sebagian besar penelitian mengidentifikasi karakteristik sosiodemografis terkait dengan kontrol glikemik meliputi: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan etnis, riwayat keluarga, status pekerjaan, sosial-ekonomi status, perumahan, ketahanan pangan, kepercayaan dan praktik budaya, lokasi geografis, sadar kesehatan, dukungan sosial dan keagamaan. Dari penjabaran diatas masing – masing penderita diabetes melitus dapat memiliki kontrol glikemik yang berbeda.27 2.3.2 Diet Diabetes Melitus Manajemen diet pada diabetes melitus dianggap sebagai suatu hal yang penting dalam manajemen kontrol glikemik pada diabetes mellitus. Manajemen diet diabetes mellitus mempunyai efek yang cukup signifikan pada HbA1c sebagai salah satu indikator kontrol glikemik. Diet yang sesuai dengan arahan pada pasien diabetes mellitus dapat menurunkan laju progresivitas dari komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular.28 2.3.3 Riwayat Merokok Dalam homeostasis glukosa, merokok memiliki efek negatif dalam kontrol glukosa.
Merokok merupakan salah satu faktor risiko yang dapat diubah guna
mencegah beberapa komplikasi lanjutan dari diabetes mellitus seperti penyakit kardiovaskular salah satunya. Kontrol glikemik dan pengurangan risiko kardiovaskular merupakan salah tujuan utama dari penanganan diabetes melitus, dan baru- baru ini American Diabetes Association merekomendasikan bahwa intervensi berhenti merokok merupakan standar dari pelayanan medis. 29 Terdapat penelitian di Jepang yang menunjukan bahwa penderita diabetes mellitus perokok aktif yang dipengaruhi dosis dan onset menunjukan adanya peningkatan kadar HbA1c dibandingkan yang tidak merokok. Pada penelitian yang sama menunjukan bahwa onset merokok dan berhenti merokok mempengaruhi kadar HbA1c pada penderita diabetes melitus. Penderita diabetes mellitus dengan riwayat berhenti merokok lebih dari 20 tahun memiliki kadar HbA1c yang lebih kecil dibandingkan yang kurang dari 20 tahun atau masih merokok.14 2.3.4 Aktivitas Olahraga pada Diabetes Melitus Olahraga merupakan salah satu dari pilar penatalaksanaan pada diabetes mellitus. Olahraga yang direkomendasikan pada penderita diabetes mellitus adalah yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Olahraga yang direkomendasikan dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.1 Olahraga pada penderita diabetes melitus secara umum dapat bermanfaaat untuk memperbaiki profil lipid darah, meningkatkan fungsi kerja jantung, menurunkan tekanan darah, dan meningkatkan sesitifitas insulin pada jaringan tubuh. Kontrol glikemik juga dipengaruhi oleh olahraga dengan menurunkan kadar dari HbA1c.31
2.3.5 Kepatuhan berobat Kepatuhan berobat adalah aspek penting dalam perawatan kondisi medis penyakit – penyakit kronis seperti diabetes mellitus. Ketidak patuhan berobat merupakan masalah yang perlu diperhatikan mengingat data World Health Organization (WHO) 50 % penderita penyakit kronis memiliki kepatuhan berobat yang buruk. Diabetes merupakan penyakit yang kronis dan progresif, namun dengan intervensi pengobatan kontrol glikemik dapat dikendalikan sehngga menurunkan laju perkembangan penyakit. Kepatuhan berobat merupakan salah satu hal yang penting dalam keberhasilan pengendalian laju perjalanan penyakit.32