Bab Ii.doc

  • Uploaded by: Lutfia
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 3,545
  • Pages: 11
4

Jujun S. Suryasumatri mengartikan aksiologi sebagai teori nili yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial, dan agama. Sedangkan nilai itu sendiri adalah suatu yang berharga yang diidamkan oleh setiap orang. Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.1 Lorens Bagus meringkas beberapa pengertian aksiologi. Pertama, aksiologi merupakan analisis nilai-nilai. Makna analisis ialah membatasi arti, cirri-ciri, asal, tipe, kriteria. Kedua, aksiologi adalah studi yang menyangkut teori umum tentang nilai atau studi yang berhubungan dengan segala yang bernilai. Ketiga, aksiologi ialah Kata nilai bisa juga berarti kata benda yang konkrit. Bisa juga berarti kata kerja seperti menilai atau dinilai. Dalam pengertian sebagai kata kerja, kegiatan menilai memberikan penghargaan atau kegiatan evaluasi.2 Menurut Damardjati Supadjar, mencakup 4 hal; Keindahan (estetika), Kebaikan (etika), Kebenaran (logika), Kesakralan (agama). Aksiologi juga meliputi nilai-nilai (value) yang bersifat normative dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan. Maka ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan sebagai sarana dalam meningkatkan taraf hidup manusia, dan juga melestarikan keseimbangan alam. Demi kepentingan manusia tersebut maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh serta disusun digunakan secara komunal dan universal. Komunal bermakna bahwa ilmu merupakan ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi milik bersama, setiap orang berhak memanfaatkan menurut kebutuhannya. Universal berarti ilmu tidak dapat terbatas pada ras, ideologi, atau agama. Oleh hal itu, ilmu tidak lepas dari nilai terutama nilai moral, sehingga senantiasa tercipta ketentraman dan kedamaian yang dibangun di atas asas kemaslahatan.3

1

Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Pemahamn Filsafat Ilmu (Jakarta: Prenada Media Grup, 2014), 225. Bianto, Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 164. 3 Hadi Masruri, Imron Rossidy, Filsafat Sains dalam Al-Qur’an (Malang: UIN Malang Press, 2007), 117. 2

5

Aksiologi juga membahas tentang tindakan yaitu terdiri dari etika dan juga estestika.4 Berfilsafat dikaitkan dengan filsafat tingkah laku atau etika. Etika dipandang sebagai satu-satunya kegiatan filsafat yang paling nyata, sehingga disebut juga dengan praksiologis, bidang ilmu praktis.5 Dijelaskan dalam ruang lingkup filsafat ilmu bahwa dalam aksiologi ilmu, ilmu dilihat dari sudut “peran dan tanggung jawabnya” terhadap masyarakat dan sejarah, oleh karena itu perhatian kepada sosiologi dan juga sejarah ilmu menjai pembahasan utama.6 Dikutip dari Archie J. Bahm: keprihatinan dan perhatian (concern). Menjelaskan tentang pandangan para ilmuwan berdasarkan 2 pertimbangan (pertimbangan objektivitas dan pertimbanagan nilai), yakni para ilmuwan yang memandang sangat perlu memasukkan pertimbangan nilai-nilai etik, kesusilaan, dan kegunaan untuk melengkapi pertimbangn nilai kebenaran, yang akhirnya sampai kepada prinsip bahwa ilmu pengetahuan harus bertaut nilai.7

B. Lafadz ‫ فقدره تقديرا‬dalam Pandangan Aksiologi Kata khalaqa bukan merupakan terma tunggal yang digunakan dalam AlQur’an unutuk menunjukkan dalam makna penciptaan. Namun, proses penciptaan alam semesta diungkapkan dengan menggunakan istilah yang sangat beragam yakni: khalaqa, sawwa, fatara, sakhkhara, ja’ala, dan ba’daha. Semua sebutan untuk penciptaan ini mengandung makna mengadakan, membuat, mencipta, menjadikan dengan tidk meniscayakan waktu dan tempat penciptaan. Penciptaan, sejak proses pertama hingga lahirnya sesuatu dengan ukuran tertentu, bentuk, rupa, cara dan sumber subtansi tertentu, sering hanya dilukiskan dalam Al-Qur’an dengan kata khalaqa. Disebutkan juga proses lain dari penciptaan yakni fa qaddarahu yang terdapat dalam surah Al-Furqan ayat 2 yang berbunyi:8 ‫الذي له ملك السموات والرض ولم يتخذ ولم يكن له شريك فى الملك وخلق كل شئ فقدره تقديرا‬

4

Muzairi, Filsafat Umum (Yogyakarta: TERAS, 2015), 18. Ibid, 24. 6 Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Belukar, 2004), 36. 7 Ibid, 56. 8 Hadi Masruri, Imron Rossidy, Filsafat Sains dalam Al-Qur’an (Malang: UIN Malang Press, 2007), 117. 5

6

“ yang kepunyaan Allah lah kerajaan langit dan kerajaan bumi, dan Dia tidak memepunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-Nya, dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya”. (Qs. Al- Furqan : 2) Secara penafsirannya ayat diatas yakni Dia telah menciptakan segala sesuatu dan memeberi ukuran dan aturan yang sangat cermat kepada masing-masing berupa rahasia-rahasia yang dapat menjamin keberlangsungan tugasnya secara teratur ( sistematis).9 Kata ‫ فقدر‬antara lain berati mengukur , memberi kadar/ukuran, sehingga pngertian ayat ini adalah memeberi kadar/ukuran/batas-batas tertentu dalam diri, sifat, ciri-ciri kemampuan maksimal, bagi setiap makhluk-Nya. Semua makhluk telah ditetapkan oleh Tuhan kadarnya dalam hal-hal tersebut. Mereka tidak dapat melampaui batas ketetapan itu. Matahari ditakdirkan Allah swt. Beredar dalam waktu tertentu, ia tidak dapat melampaui batas tersebut. Hal ini terdapat dalam firman Allah yakni: ‫والشمس تجري لمستقرلها ذلك تقدير العزيزالعليم‬ “Dia matahari beredar di tempat peredarannya demikian itulah takdir/ketetapan yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui” (QS. Yasin : 38) Demikian pula dengan bulan, Allah berfirman: ‫والقمرقدرناه منازل حتى عادكالعرجون القديم‬ “ Dan telah kami takdirkan/tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua” (QS. Yasin : 39). Ilmu pengetahuan modern menyatakan bahwa semua makhluk, dari sisi kejadian dan perkembangannya yang berebeda-beda, berjalan sesuai dengan sistem yang sangat teliti dan bersifat konstan. Tidak ada yang melakukan hal itu kecuali Allah, Dzat yang Maha Pencipta dan Maha Kuasa.10

9

Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi ( Semarang: CV Toha Putra Semarang, 1989), 255. 10 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 325

7

Sayyid Quthub ketika menafsirkan ayat ini mengutip uraian A. Marison, Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Amerika, termuat dalam bukunya Man Doesn’t Stand Alone yakni: Bahwa suatu hal yang mengundang kekaguman dan keheranan adalah sistem alam raya seperti keadaannya saat ini. Sungguh sangat teliti, karena seandainya kulit bumibelih tebal dari apa yang ada sekarang ini walau hanya beberapa kaki, maka pastilah CO2 (karbon dioksida) menyerap O2 (oksigen), dan pastilah htumbuh-tumbuhan tidak dapat hidup. Kepadatan udara diciptakan sedemikian rupa, agar memungkinkan sinar yang memberi pengaruh positif terhadap tumbuhan dapat terpenuhi, sekaligus membunuh kuman- kuman dan menghasilkan vitamin dan dalam saat yang sama tidak membahayakan manusia, kecuali jika dia berlama-lama ditengah-tengahnya. Seandainya juga kadar oksigen diudara mencapai 50% atau lebih, bukan 21% maka semua bahan yang berpotensi terbakar di dunia ini tentunya akan terbakar. Sebaliknya jika kadar oksigen turun hingga mencapai 10% atau lebih rendah lagi, maka boleh jadi kehidupan kembali sebagaimana keadaan pada masa-masa silam yang sangat jauh, dan jika demikian maka sedikit sekali dari unsur peradaban yang dikenal manusia selama ini akan tersedia.11 Dapat dicontohkan juga seperti halnya serangga yang berbeda dengan manusia, ia bernafas melalui ‘selang’. Dalam pertumbuhan serangga, selangnya tidak dapat tumbuh mengikuti pertumbuhan fisiknya, karena itu berkat sistem pernafasannya dan ciri-ciri penciptaannya yang sedemikian teliti, maka tidak ada serangga raksasa. Pembatasan pertumbuhan itu sekaligus mengekang seranggaserangga agar tidak meguasai alam. Bisa diambil contoh juga dari bagian tubuh manusia yakni bulu mata yang sudah ditentukan ukurannya, bayangkan jika bulu mata diciptakan sama seperti halnya rambut yang ada di kepala kita, mungkinkan kita dapat setenang saat ini yang tanpa perlu memotong bulu mata tersebut. Sedikit dari contoh-contoh diatas guna membuktikan betapa telitinya takdir dan ukuran-ukuran yang ditetapkan Allah swt. Penyusun Tafsir al-Muntkhah berpendapat: dari sisi kejadiannya, sudah jelas bahwa semua makhluk terlepaas dari perbedaan jenis dan bentuknya, terdiri atas kesatuan unsur-unsur yang sangat terbatas jumlahnya, hampir seratus unsur. Dari jumlah itu baru terdapat sembilan puluh unsur diantaranya sudah dikenal saat ini. Sifat-sifat alami, kimiwawi, dan berat atomnya tumbuh secara berangsur-angsur. Dimulai dengan unsur nomor satu, yaitu hidrogen yang memiliki berat atom 1. Sementara ini yang terakhir ditemukan adalah unsur kesembilan puluh enam, yaitu 11

Ibid., 326

8

unsur uranium yang berat atomnya sampai saat ini belum diketahui secara pastinya. Unsur yang terakhir yang ditemukan berat atomnya adalah uranium yang memiliki berat atom 238,57. Kesatuan unsur-unsur tadi kemudian membentuk sebuah komposisi sesuai dengan hukum yang telah ditetapkan tidak akan pernah melenceng. Begitu pula yang terjadi pada tumbuh-tumbuhan dan hewan. Masing-masing terbagi pada kelompok dan jenis yang berbeda, sedangkan dalam tahapan perkembangannya, sifat-sifatnya berkembang dari makhluk hidup yang bersel banyak, seperti manusia yang dikatakan manusia sempurna. Setiap jenis sesuatu itu berjalan menurut hukum dan aturan yang bersifat konstan teliti yang menggambarkan secara jelas kebesaran dan kekuasaan Allah SWT Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.12 Oleh karena itu, semua hal yang diciptakan Allah itu tidak ada yang sia-sia semuanya memiliki nilai dan estetika masing-masing. Nilai yang dapat kita ambil dari ulasan diatas jika kita amati semua yang ada alam semesta ini sekacil apapun pasti bernilai dan memiliki manfaat tersendiri, jika kita mengamati gunung kenapa gunung diciptakan dengan ukuran yang sangat tinggi dan besar? Kenapa semut diciptakan dengan ukuran kecil? mengapa siang dan malam tejadi dari jam sekian hingga sekian? Mengapa harus ada waktu? Dalam ilmu biologi pada saat kita duduk dibangku sekolah pasti diajarkan ukuran oksigen yang kita hirup itu sekian, yang kita keluarkan sekian, mengapa harus ada ukurannya? Mengapa di langit ada banyak bintang tetapi yang terpilih menjadi matahari hanya satu? Nah semua pertanyaan ini yang seperti ini bisa kita kaitkan dengan ayat ini, yakni Allah menciptakan segala sesuatu itu sangatlah penuh dengan perhitungan, Allah menciptakannya sesuai ukuraukuran dan serapi-rapinya (sistematis). Masih banyak contoh lain untuk membuktikan bahwa segala sesuatu itu sudah ada ukuran/ketetapan yang teliti dari Allah swt. Untuk membuktikan keesaan Allah dan mengingkap rahasia-rahasia Tuhan atas segala sesuatu yang diciptanya. Keestetikaan yang lain yakni Sholat dan gerakan alam mempunyai hubungan matematis. Rotasi dan Revolusi dari sudut pandang matematis yaitu sudut tempuh (besaran derajad busur)buntuk seluruh periode nilai sudutnya adalah 360 derajad. Ini mempunyai kesamaan dengan sholat dari setiap rakaat mempunyai sudut 360 derajad. Jadi ternyata dibalik gerakan sholat terdapat keterkaitan dengan gerakan kealaman,13 ini sungguh sangat Indah dikaji dalam kehidupan kita sehari-hari, guna lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. 12 13

Ibid., 327 Agus Mulyono, Ahmad Abtoki, Fisika dan Al-Qur’an (Malang: UIN Malang Press, 2006), 159

9

Dari tersingkapnya rahasia-rahasia Tuhan itu, banyak para ilmuwan atau para pembaca, para pengamat masuk Islam karena hal tersebut, bahwa Allah itu sangtlah kuasa dan sesungguhnya islam itu indah jika kita sungguh-sungguh beriman kepada Allah dan kitabnya. Terkait dalam memahami ayat-ayat Penciptaan Alam Semesta ini ada sangkut pautnya dengan Matematika, tetapi banyak dari kalangan pelajar tidak menyukai apa itu Matematika. Justru dengan matematika itu kita dapat menguak banyak hal yang tersembunyi dari alam semesta ini, walaupun hal ini memang tidak bisa dibuktikan secara empiris, hanya dibuktikan dengan rasio karena Matematika disini memang ilmu eksak tidak dapat dibuktikan dengan pengalaman semata-mata. Berdasarkan ulasan diatas dapat kita kaitkan dalam kajian aksiologi yakni apa kegunaan kita mengetahui tentang segala sesuatu yang diciptakan itu ada ukuran secara sistematis, yaitu dengan mengetahui hal ini kita dapat mengetahui betapa besarnya kekuasaan Allah, dapat memperkuat keimanan kita, agar kita medekatkan diri kepada Allah swt. agar kita lebih banyak bersyukur lagi kepada Allah atas penciptaannya yang begitu estetik di alam semesta, Dan agar kita tidak menyombongkan diri dengan apa yang kita miliki saat ini karena sesungguhnya kita dihadapan Tuhan tidak ada apa-apanya. C. Keserasian Angka-Angka dalam Penciptaan Alam Semesta Segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah SWT di dunia ini ada ukurannya dan Allah SWT menetapkan ukuran-ukuran tersebut dengan serapi-rapinya. Dalam memahami ayat-ayat kauniyah, tidaklah cukup kita menguasai bahasa Arab, tapi kita juga harus memahami bahasa MATEMATIKA. Iya, matematika. Kenapa matematika? Apa hubungannya matematika dengan Al-Qur’an? Jelas sangatlah berhubungan. Matematika sangatlah membantu dalam memahami ayat-ayat kauniyah. Tentu, karena Allah SWT menciptakan alam ini dengan penuh perhitungan. Cobalah kita pehatikan tata surya! Perhatikan bentuk matahari, bulan, bumi, dan planet-planet yang lain. Semuanya berbentuk bola. Mengapa bumi berbentuk bola? Mengapa bumi diletakkan sekitar 149,6 juta km dari matahari? mengapa tidak kurang atau lebih dari angka tersebut? Bagaimana caranya para ilmuwan mengetahui jarak matahari ke bumi? Semua pertanyaan tersebut tidak akan bisa dijawab kecuali dengan Ilmu Matematika. Tak heran jika banyak ilmuwan yang meneliti tentang jagat raya

10

kemudian masuk islam karena telah melihat begitu besarnya kuasa Allah SWT dalam menciptakan alam semesta. Telah kita ketahui bahwa matematika adalah dasarnya ilmu pengetahuan. Dari zaman dahulu, matematika sudah berperan penting baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pemecahan masalah, sebagai contoh bagaimana seorang astronot menggunakan geometri untuk mengukur jarak dari bumi ke bulan. Geometri merupakan cabang matematika yang juga berperan terhadap beberapa pengukuran alam semesta. Geometri adalah ilmu sains yang tidak mementingkan “jawaban”, tetapi juga “bagaimana” dan “mengapa” anda menjawab itu.14 Ilmuwan muslim yang berperan penting bagi dunia pengetahuan, misalnya Al-Khawarizmi, penulis dan penemu Aljabar pada tahun 825 M, yang menjadi buku standar pembelajaran matematika dasar beberapa abad lamanya di Eropa. Selain itu, ilmuwan besar dan sangat berpengaruh lainnya yaitu Omar Khayam (1043-1132). Ia telah menemukan pemecahan persamaan pangkat tiga, pemecahan berdasarkan planementri dan potongan-potongan kerucut. Ia juga menemukan soal matematik yang belum terpecahkan sampai sekarang, yaitu bilangan A 3 dengan bilangan B3 yang tidak mungkin sama dengan bilangan C3. Pada Abad 14-17, terdapat tokoh terkenal seperti Galileo Galilei (1546-1642). Langkah-langkah yang dilakukan oleh Galileo ini menanamkan pengaruh kuat bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern, karena menunjukkan beberapa hal seperti: pengamatan, penyingkiran segala hal yang tidak termasuk dalam peristiwa yang diamati, idealisasi, penyusunan teori secara spekulatif atas peristiwa tersebut, peramalan, pengukuran, dan percobaan untuk menguji teori yang didasarkan pada ramalan

matematik.

Alat-alat

untuk

melakukan

penyelidikan

pun

mulai

dikembangkan. Keingintahuan manusia akan rahasia jagat raya begitu besar.15 Dalam suatu bagian dari catatan hariannya pada tahun 427 H, Ibnu ALHatsyam menulis: “…aku memutuskan untuk menyingkap apa sebenarnya yang lebih mendekatkan kita kepada Allah, apa yang sangat disenangi-Nya, dan apa yang membuat kita tunduk kepada kehendak-Nya. Perasaanku serupa dengan perasaan Gallen yang digambarkannya dalam bukunya Hilat-ul-Bur. Akhirnya aku terbawa kepada kesimpulan bahwa kebenaran hanya dapat ditemukan dengan formulasiformulasi teori, yang isinya adalah pengertian dan bentuknya adalah alat-alat 14 15

Susanah, Hartono, Geometri (Surabaya: Unesa University Press, 2004), 1. Iu Rusliana, Filsafat Ilmu (Bandung : PT Refika Aditama, 2015), 36.

11

intelektual. Aku telah menemukan teori semacam itu di dalam logika, fisika, dan teologi Aristoteles … ketika aku menemukan apa yang telah dilakukan Aristoteles, aku memutuskan untuk memahami filsafat dengan sepenuh hati. Ada tiga disiplin ilmu yang membuat filsafat: matematika, ilmu-ilmu fisika, dan teologi. Karena itu aku mempelajari prinsip-prinsipnya dan di situ aku mendapatkan keahlian di dalam cabang-cabangnya…” Kita melihat bahwa pencarian para ilmuwan Muslim terhadap fenomena alam disebabkan fakta bahwa mereka menganggap masalah studi ini merupakan cara terbaik untuk mendekati Allah. Mereka yakin bahwa dengan mempelajari tandatanda Allah di dalam alam, seseorang akan dapat menyingkap kesalinghubungan seluruh bagian alam semesta dan kesatuan yang tersembunyi di belakang dunia yang penuh keragaman ini, yang pada gilirannya akan membimbing kepada Sang Pencipta bahwa Allah SWT menciptakan semua ini demi memenuhi kesejahteraan hidup makhluk-makhluk Nya.16 Berikut beberapa bukti bahwa Allah SWT menciptakan alam semesta dengan ketelitianNya: 1. Keteraturan Alam Semesta Mengapa jarak bumi dan matahari begitu ideal sehingga suhu di bumi sangat cocok untuk tempat tinggal makhluk hidup? Jika jarak bumi terlalu dekat dengan matahari, suhu bumi akan tinggi dan semua air yang ada di bumi akan menguap. Jika jarak bumi dan matahari terlalu jauh, suhu bumi akan rendah dan air yang ada di bumi akan menjadi es. Variasi sedikit saja pada jarak matahari ke bumi akan menyebabkan dampak yang luar biasa pada iklim, musim, dan cuaca di bumi. Kemiringan bumi sebesar 23,5 derajat saja menyebabkan perbedaan musim di bumi, yang dekat dengan matahari mengalami musim panas dan yang jauh dari matahari mengalami musim dingin. Ukuran kemiringan tersebut merupakan sebuah anugerah bagi kehidupan di bumi. Ukuran yang sangat ideal itu tidak mungkin terjadi secara kebetulan. Semua diciptakan dengan ukuran yang ideal dan memiliki fungsi tersendiri. Begitu pula dengan struktur dan susunan benda serta makhluk hidup. Misalnya, buah semangka yang berkulit lunak tidak memiliki pohon yang tinggi, sedangkan buah durian yang bercangkang keras memiliki pohon yang tinggi. Pohon yang tinggi dengan buah yang berkulit lunak pada umumnya memiliki

16

Mahdi Ghulsyani, Filsafat Sains menurut Al-Qur’an (Bandung: Penerbit Mizan, 1986)

12

buah dengan ukuran kecil, seperti pohon duku. Bayangkan apa yang terjadi jika pohon semangka setinggi pohon durian. Struktur, susunan, dan fungsi hewan juga diciptakan dengan sangat sesuai. Keragaman hewan sangat bermanfaat bagi kehidupan di bumi. Ukuran dan karakteristik hewan juga mengikuti aturan yang ideal untuk kehidupan di bumi. Ukuran lebah dan kupu-kupu sesuai untuk keperluan penyerbukan bunga. Semut berukuran kecil membantu membersihkan sisa remah makanan dan bangkai yang disisakan hewan pemangsa. Ukuran burung juga sangat ideal untuk membantu menyebarkan biji dari buah-buahan yang dimakannya. Bayangkan saja jika ukuran semut dan nyamuk sebesar burung!. Keteraturan alam juga dapat ditemukan pada ukuran yang lebih besar, seperti skala tata surya. Ukuran bulan dan matahari tampak sama jika dilihat dari bumi. Sebenarnya matahari jauh lebih besar, namun kelihatan kecil karena jaraknya yang jauh dari bumi. Penampakan bulan dan matahari yang sama besar tersebut memungkinkan terjadinya gerhana matahari. Kita mengatakan bahwa hal tersebut adalah rahmat Allah yang memungkinkan orang untuk meneliti mahkota matahari, sedangkan orang ateis mengatakan bahwa hal tersebut adalah suatu kebetulan saja.17 2. Rotasi Alam Semesta Benda-benda di langit, seperti planet, bintang, dan bulan berputar pada porosnya dan dalam sistemnya secara teratur seperti pada roda gigi suatu mesin. Tata surya dan galaksi juga bergerak mengitari pusatnya masing-masing. Setiap tahun bumi dan tata surya bergerak menjauhi posisi sebelumnya sejauh 500 juta kilometer. Dari hasil perhitungan para pakar sains, diketahui bahwa apabila suatu benda langit menyimpang sedikit saja dari orbitnya, maka dapat menyebabkan kehancuran sistem tersebut. bayangkan apa yang terjadi jika orbit bumi menyimpang 3 mm lebih besar atau lebih kecil dari yang seharusnya. Selama bumi berevolusi mengitari matahari, ia mengikuti orbit yang berdeviasi sebesar 2,8 mm dari lintasannya yang benar setiap 29 km. orbit yang diikuti bumi tidak pernah berubah karena penyimpangan sebesar 3 mm saja akan menyebabkan kehancuran yang hebat. Andaikan penyimpangan orbit bumi sebesar 2,5 mm dan bukan 2,8 mm, orbit bumi akan menjadi sangat luas dan kita semua akan membeku. Dan seandainya penyimpangan orbit bumi sebesar 3,1 mm, kita akan terbakar dan mati. 3. Gaya Gravitasi Dalam kajian ilmu sains, bumi memiliki gaya tarik yang lebih besar jika dibandingkan dengan gaya tarik bulan. Besar gaya tarik bulan diperkirakan 17

Ridwan Abdullah Sani, Sains berbasis Al-Qur’an (Jakarta: PT. Budi Aksara, 2015)

13

seperenam dari gaya tarik bumi. Hal ini disebabkan bumi memiliki massa lebih besar daripada bulan, sehingga bumi memiliki kekuatan untuk menarik bendabenda di dalamya. Kemudian bumi akan menarik dan memegang setiap benda yang beredar di atasnya, yang secara perhitungan nilai massanya lebih kecil. Apabila gaya tarik-menarik ini dihapuskan maka air akan menjadi wujud api, karena kita tahu unsur penyusun air adalah oksigen dan hydrogen. Unsur hydrogen merupakan salah satu unsur yang mudah terbakar, sementara oksigen merupakan unsur yang diperoleh dalam proses pembakaran. Jadi, ini akan terjadi apabila keduanya terpisah. Apabila bumi kehilangan gravitasinya, niscaya akan lenyaplah kehidupan yang ada di atasnya. Bumi tidak akan bisa menyatukan bagian-bagian air. Sementara air adalah sumber kehidupan.18 Begitu rinci dan telitinya Allah menetukan ukuran dalam menciptakan alam semesta ini. Seandainya Allah SWT menciptakan segala sesuatu tanpa ukuran, maka akan terjadi ketidakseimbangan di dalamnya. Ukuran yang diciptakan oleh Allah SWT sangatlah tepat, sehingga alam telah dirasakan manusia benar-benar seimbang. Dari konteks kajian ini, Al-Qur’an memberikan gambaran bahwa penciptaan alam semesta dan seisinya telah diciptakan Allah dengan ukuran setepat-tepatnya. AlQur,an bukan hanya memberi isyarat untuk menyelidiki tentang langit dan bumi, serta segala fenomena yang ada di alam semesta saja, lebih dari itu juga agar manusia merenungkan keagungan Sang Pencipta.19 Sebagai khalifah di muka bumi, sepatutnya kita memperhatikan sifat dan tingkah laku alam semesta. Memperhatikan di sini dapat diartikan sebagai usaha untuk memahami proses-proses alamiah yang terjadi didalamnya. Memperhatikan alam semesta dan merenunginya sampai mendapatkan sesuatu pemahaman tentang sifat dan kelakuan serta proses-proses alami yang ada di dalamnya merupakan suatu aktivitas dalam membaca ayat Allah dan suatu langkah untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

D. Refleksi Kritis

18

Mulyono, Agus, Ahmad Abtokhi, Fisika & Al-Qur’an (Malang: UIN Malang Press, 2006), 85. Masruri, Hadi, Imron Rossidy, Filsafat Sains dalam Al-Qur’an (Malang: UIN Malang Press, 2007),100. 19

14

Berdasarkan uraian di atas, dapat kita ketahui dalam Al-Qur’an surat AlFurqan ayat 2 Allah SWT telah menjelaskan bahwa segala sesuatu yang Dia ciptakan ada ukurannya, dan ukuran-ukuran tersebut telah diatur serapi-rapinya. Allah SWT menciptakan segala sesuatu di alam sesuatu ini tidak lepas dari ukuran-ukuran matematis, dalam hal ini pengetahuan seperti ini hanya dapat kita talar dahulu dengan rasio kita. Jadi tidak begitu dalam peran empiris dalam pengetahuan ini, tetapi pembuktiannya sudah sangat banyak. Bukti-bukti disini tidak serta merta bisa dibuktikan secara pengalaman langsung. Perlu kita renungi dan tela’ah lewat berbagai disiplin ilmu khususnya ilmu Matematika, karena di dalam penciptaan alam semesta terdapat rahasia angka-angka yang begitu sistematis. Dan jika kita mau belajar, pastilah kita akan menemui betapa besar dan agungNya Allah dalam menciptkan alam semesta ini. Kebanyakan orang memiliki pandangan terhadap ilmu matematika hanyalah sebagai ilmu khusus duniawi saja. Tetapi nyatanya, dengan ilmu matematika kita bisa mengungkap kode-kode penciptaan Alam Semesta. Dengan begitulah cara kita mendekat kepada Allah lewat cara merenungi segala ciptaan-Nya. Mengapa sesuatu ini diciptakan dengan ukuran sekian, bukan sekian. Perlu adanya pertanyaan tersebut di dalam hati kita untuk menumbuhkan semangat dalam membuktikan dan menguak rahasia Allah meciptakan Alam Semesta. Jadi, Allah tidak hanya menciptakan sesuatu secara main-main saja, tetapi Dia dalam menciptakan sesuatu juga menentukan ukuran atau kadarnya. Jika segala sesuatu diciptakan tidak ada ukurannya, alam tidak akan seimbang. Dengan adanya ukuran secara sitematis tersebut, terciptalah kesimbangan alam. Kita sebagai makhluk Allah SWT yang dibekali akal oleh-Nya, sepatutnya memikirkan dan merenungi segala yang Allah ciptakan. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan saat ini, tentulah mungkin manusia belajar dan membuktika Keagungan Allah SWT dalam menciptakan alam semesta ini. Dengan begitu, terbuktilah bahwa Allah telah menentukan ukuran setepat-tepatnya dalm setiap apa yang Dia ciptakan demi kesejahteraan makhluk-Nya.

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Bab Iii.doc
November 2019 19
Soal Gerak Parabola.docx
October 2019 30
Bab Ii.doc
November 2019 14
Toefl.g2.docx
December 2019 11