BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecenderungan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, tetapi selama dua dekade terakhir ini telah terjadi transisi epidemiologi yang signifikan. Transisi demografi dan perubahan pola hidup masyarakat seperti gaya hidup, sosial ekonomi, urbanisasi dan industrialisasi juga akan meningkatkan prevalensi penyakit tidak menular. Penyakit tidak menular telah menjadi beban utama, meskipun beban penyakit menular masih berat yang disebut double burden penyakit, yaitu penyakit menular dan tidak menular sekaligus.1 Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolik yang terjadi akibat pancreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang di produksinya secara efektif. Sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah yang dikenal dengan istilah hiperglikemi.2 Menurut American Diabetes Association (2010), DM adalah penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (Perkeni, 2011). Pada saat ini, terjadi peningkatan prevalensi DM di seluruh dunia. Dalam studi epidemiologi International Diabetes Federation (IDF), 1 di antara 2 orang penduduk tidak mengetahui bahwa dirinya menderita DM. Setiap 7 detik, 1 orang meninggal akibat DM. Tahun 2015, jumlah pasien DM di dunia sekitar 415 juta dan diperkirakan pada tahun 2040 jumlah penderita DM meningkat sekitar 642 juta penduduk dunia.3 Prevalensi penderita DM di Sumatera Utara mengalami peningkatan dari tahun 2007 sebesar 0,8% menjadi 2,3% pada tahun 2013 (Kemenkes, 2014). Berdasarkan data Riskesdas, tahun 2013 prevalensi DM di Sumatera Utara sebesar 600 per 100.000 penduduk pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 1.800 per 100.000 penduduk. Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2009 prevalensi penyakit DM tertinggi di Kabupaten Pakpak Bharat yaitu 1,6% dan 1
terendah di Kabupaten Tapanuli Utara yaitu 0,2%. Di Kota Medan 1.200 per 100.000 penduduk tahun 2007 menjadi 2.700 per 100.000 penduduk pada tahun 2013.4 Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi. Salah satunya adalah tuberkulosis paru. Hal ini terlihat dari peningkatan kasus TB pada pasien DM, terutama pada daerah epidemi DM dan TB seperti: Cina, India dan Indonesia. Tiga negara ini mengalami peningkatan prevalensi DM tercepat dan memiliki beban TB tertinggi di dunia. Prevalensi TB paru pada DM meningkat 20 kali lipat dibandingkan dengan prevalensi TB paru pada non-DM. Suatu penelitian melaporkan bahwa prevalensi pasien DM yang mengalami TB di Indonesia adalah sebesar 12,8% – 42%.5 Prevalensi TB paru pada DM cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia.6 Nasution melaporkan 37,2% pasien DM dengan TB paru di RSUP H. Adam Malik Medan termasuk dalam kelompok usia 51 – 60 tahun.7 Sebagian besar (63,8%) dari pasien tersebut adalah laki-laki. Pasien DM laki-laki mempunyai risiko 2 kali lebih tinggi mendapatkan TB paru dibandingkan dengan pasien DM wanita.5 Salah satu faktor risiko DM adalah berat badan yang berlebih, namun pasien DM cenderung mengalami penurunan berat badan seiring dengan perjalanan penyakit. Tuberkulosis paru merupakan penyakit kronis yang juga memberikan gejala penurunan berat badan.8 Suatu penelitian menyatakan bahwa hanya 15% pasien DM dengan TB paru yang termasuk kelompok obesitas berdasarkan indeks massa tubuhnya. Sebagian besar (71%) dari pasien tersebut termasuk kelompok nonobesitas dan 14% lainnya termasuk dalam kelompok kurus. Tuberkulosis
paru adalah penyakit
menular
yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang dapat hidup terutama di dalam paru-paru atau bagian tubuh lainnya yang mempunyai tekanan oksigen tinggi. Kuman ini berbentuk batang ramping lurus atau sedikit bengkok dengan kedua ujungnya membulat, dan mempunyai kandungan lemak tinggi pada membran selnya, sehingga
2
menyebabkan kuman ini tahan terhadap asam dan pertumbuhan kuman ini juga sangat lambat.9 Tuberkulosis paru merupakan masalah kesehatan serius yang dihadapi dunia selain diabetes mellitus. Berdasarkan data Annual Tuberkulosis Report 2016, penderita tuberkulosis paru pada tahun 2014 di seluruh dunia berjumlah 9,6 juta dan Indonesia merupakan negara nomor 2 penyumbang kasus tuberkulosis paru terbesar setelah India, yaitu sebesar 647.000 kasus.2 Perjalanan penyakit TB paru pada DM cenderung berat dan kronis.5,6 Sebanyak 65,9% pasien DM dengan TB paru di RSUP H. Adam Malik Medan memiliki hasil positif pada pemeriksaan basil tahan asam (BTA) sputumnya.7 Penelitian lain melaporkan hanya terdapat 30% pasien DM dengan TB paru yang hasil BTA sputumnya positif.10
3