Bab I.docx

  • Uploaded by: naomi
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,275
  • Pages: 6
BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan family Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti (Infodatin, 2016). Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien serta semakin luas penyebarannya. Penyakit DBD ini ditemukan hampir di seluruh belahan dunia terutama di negara–negara tropik dan subtropik, baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik. Hasil studi epidemiologik menunjukkan bahwa DBD menyerang kelompok umur balita sampai dengan umur sekitar 15 tahun. Kejadian Luar Biasa (KLB) dengue biasanya terjadi di daerah endemik dan berkaitan dengan datangnya musim hujan, sehingga terjadi peningkatan aktifitas vektor dengue pada musim hujan yang dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit DBD pada manusia melalui vektor Aedes. Sehubungan dengan morbiditas dan mortalitasnya, DBD disebut the most mosquito transmitted disease (Djunaedi, 2006). Menurut data WHO (2014) Penyakit demam berdarah dengue pertama kali dilaporkan di Asia Tenggara pada tahun 1954 yaitu di Filipina, selanjutnya menyebar keberbagai negara. Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami wabah DBD, namun sekarang DBD menjadi penyakit endemik pada lebih dari 100 negara, diantaranya adalah Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat memiliki angka tertinggi terjadinya kasus DBD.

Jumlah kasus di Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat telah melewati 1,2 juta kasus ditahun 2008 dan lebih dari 2,3 juta kasus di 2010. Pada tahun 2013 dilaporkan terdapat sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika, dimana 37.687 kasus merupakan DBD berat. Perkembangan kasus DBD di tingkat global semakin meningkat, seperti dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni dari 980 kasus di hampir 100 negara tahun 1954-1959 menjadi 1.016.612 kasus di hampir 60 negara tahun 2000-2009 (WHO, 2014). Penyakit DBD di Indonesia pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968, dan di Jakarta dilaporkan pada tahun 1969. Pada tahun 1994 kasus DBD menyebar ke 27 provinsi di Indonesia. Sejak tahun 1968 angka kesakitan kasus DBD di Indonesia terus meningkat, tahun 1968 jumlah kasus DBD sebanyak 53 orang Incidence Rate (IR) 0.05/100.000 penduduk) meninggal 24 orang (42,8%). Pada tahun 1988 terjadi peningkatan kasus sebanyak 47.5732 orang (IR 27,09/100.000 penduduk) dengan kematian 1.527 orang (3,2%) (Hadinegoro dan Satari, 2002). Jumlah kasus DBD cenderung menunjukkan peningkatan baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit, dan secara sporadis selalu terjadi KLB. KLB terbesar terjadi pada tahun 1988 dengan IR 27,09/100.000 penduduk, tahun 1998 dengan IR 35,19/100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) 2 %, pada tahun 1999 IR menurun sebesar 10,17/100.000 penduduk (tahun 2002), 23,87/100.000 penduduk (tahun 2003) (Kusriastusi, 2005). Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Provinsi Jambi tahun 2016 dari 567 kasus yang ditemukan, terdapat 2 orang yang meninggal dunia. Itu terjadi di Kabupaten Kerinci dan Merangin. Untuk kasus terbanyak, di Kota Jambi yakni sebanyak 269 kasus, Kabupaten Merangin 67 kasus, Kabupaten Batanghari 62 kasus, Muaro Jambi 53 kasus, Tanjung Jabung Barat 42 kasus, Tanjung Jabung Timur 10 kasus, Sarolangun 18 kasus, Tebo 15 kasus, Muara Bungo 14 kasus, Kerinci 11 kasus dan Kota Sungai Penuh 6 kasus.

Tahun 2017 terjadi 369 kasus, untuk kasus terbanyak di Kota Jambi yakni sebanyak 97 kasus, lalu disusul Kabupaten Batanghari 52 kasus, Muarojambi 43 kasus, Tanjung Jabung Barat 62 kasus, Tanjung Jabung Timur 16 kasus, Bungo 23 kasus, Sarolangun 12 kasus, Tebo 13 kasus, Kabupaten Merangin juga 25 kasus, Kerinci 16 kasus dan Kota Sungai Penuh 10 kasus, Tahun 2018 terjadi 402 kasus itu, 3 diantaranya meninggal dunia. Angka kasus DBD tersebut terbanyak terjadi di Kota Jambi, sebanyak 158 orang. Kemudian di Kabuaten Tanjung Jabung Barat 64 orang, Kabupaten Bungo 46 orang, Kabupaten Muaro Jambi 36 orang, Kabupaten Batanghari 32 orang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur 32 orang, Kabupaten Tebo 22 orang, Kabupaten Sarolangun 6 orang, Kabupaten Merangin 33 orang, Kabupaten Kerinci 3 orang, dan 2 orang di Sungai Penuh. Di Kabupaten Merangin kasus DBD dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan walaupun mengalami peningkatan yang tidak signifikan pada tahun 2018. Dalam profil dinas kesehatan disebutkan jumlah kasus DBD dalam 3 tahun terakhir mengalami penurunan. Pada tahun 2016 ditemukan 67 kasus, tahun 2017 ditemukan 25 kasus, pada tahun 2018 ditemukan 33 kasus. Pada tahun 2016 jumlah kematian akibat penyakit DBD ditemukan sebanyak 1 orang, dan pada tahun 2018 jumlah kematian ditemukan sebanyak 1 orang. Dari standar WHO, sebuah daerah dapat dikatakan baik penanganan kasus DBD bila nilai CFR-nya di bawah 1%. Jadi penanganan kasus DBD di Kabupaten Merangin dapat dikatakan baik sesuai dengan indikator keberhasilan propinsi Jambi untuk angka kesakitan DBD per-100.000 penduduk adalah 5 (Dinkes Merangin, 2017). Berdasarkan data penyebaran kasus DBD dari Dinas Kesehatan Merangin selama 3 tahun terakhir jumlah kasus DBD di Puskesmas Pematang Kandis tahun 2016 ditemukan sebanyak 10 kasus, tahun 2017 sebanyak 7 kasus dan tahun

2018 ditemukan sebanyak 6 kasus. Berdasarkan data dapat dilihat bahwa kelurahan dengan jumlah 4 kasus DBD paling banyak tiap tahunnya adalah Kelurahan Pematang Kandis hal ini disebabkan karena lokasi rumah warga yang dekat pasar, lingkungan sekitar rumah yang dekat dengan kebun, dan rawa-rawa peran serta masyarakat dalam pelaksanaan PSN kurang (JUMANTIK tidak berjalan), kurangnya penyuluhan tentang DBD. Sehingga dapat digambarkan bahwa perilaku masyarakat Pematang Kandis khususnya kepala keluarga kurang memperhatikan kebersihan lingkungan dan belum melakukan pencegahan serta pemberantasan sarang nyamuk (PSNDBD) dengan mengendalikan nyamuk vektor Ades aegypti. Dari beberapa faktor lingkungan yang ada di kelurahan Pematang Kandis peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai beberapa faktor lain yang berhubungan dengan kejadian DBD di kelurahan Pematang Kandis yang meliputi keberadaan jentik Aedes aegypti, kebiasaan menggantung pakaian, ketersediaan tutup bak penampungan air, frekuensi pengurasan bak penampungan air dan pengetahuan responden tentang DBD, sehingga dapat membantu dalam menurunkan jumlah kesakitan dan kematian akibat penyakit DBD serta membantu masyarakat untuk lebih memperhatikan faktor-faktor.

B.

Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah masih tingginya angka kejadian DBD di Keluruhan Pematang Kandis sehingga perlu diteliti apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD.

C.

Tujuan Masalah 1.

Tujuan Umum Untuk faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD di

Kelurahan Pematang Kandis pada tahun 2019 2.

Tujuan Khusus a.

Untuk mengetahui hubungan antara keberadaan jentik Aedes aegypti pada kontainer dengan kejadian DBD di Kelurahan Pematang Kandis.

b.

Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian DBD di Kelurahan Pematang Kandis.

c.

Untuk

mengetahui

hubungan

antara

ketersediaan

tutup

bak

penampungan air dengan kejadian DBD di Kelurahan Pematang Kandis. d.

Untuk mengetahui hubungan antara frekuensi pengurasan bak penampungan air dengan kejadian DBD di Kelurahan Pematang Kandis.

e.

Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian DBD di Kelurahan Pematang Kandis.

f.

Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan responden tentang DBD dengan kejadian DBD di Kelurahan Pematang Kandis.

D.

Manfaat Penelitian 1.

Bagi Instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam pemecahan masalah pada program kesehatan bidang penyakit menular, khususnya masalah pencegah penyakit DBD agar dapat dijadikan sebagai monitoring dan evaluasi program pemberantasan penyakit menular (P2M).

2.

Bagi Institusi Pendidikan Dapat digunakan sebagai masukan dan menambah refrensi perpustakaan.

3.

Bagi Masyarakat Sebagai dasar pengetahuan dan pemikiran serta menjadi informasi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD.

4.

Bagi Peneliti Lain Menambah pengetahuan dan pengalaman khusus dalam melakukan penelitian ilmiah terhadap faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan kasus DBD.

E.

Ruang Lingkup Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana tujuannya untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kasus DBD Kelurahan Pematang Kandis Kabupaten merangin tahun 2018 . Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah. 1.

Ruang lingkup tempat Penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan Pematang Kandis kabupaten merangin

2.

Ruang lingkup objek atau sampel Sampel dalam penelitian ini diambil dari beberapa penduduk dari seluruh populasi yang ada .

3.

Ruang lingkup cara Penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara dengan panduan kuesioner.

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Amos.doc
April 2020 31
Spanish_text.pdf
June 2020 30
Rikesdas.docx
December 2019 25
Bab I.docx
December 2019 33
The Notebook
July 2019 32