Bab I1

  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I1 as PDF for free.

More details

  • Words: 4,384
  • Pages: 16
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Akhlak berasal dari kata “akhlaq” yang merupakan jama’ dari “khulqu” menurut bahasa Arab yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab. Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia atau Akhlak yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan Akhlak yang Buruk atau Akhlak yang Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah). Mungkin banyak diantara kita kurang memperhatikan masalah akhlak. Di satu sisi kita mengutamakan tauhid yang memang merupakan perkara pokok/inti agama ini, berupaya menelaah dan mempelajarinya, namun disisi lain dalam masalah akhlak kurang diperhatikan. Sehingga tidak dapat disalahkan bila ada keluhan-keluhan yang terlontar dari kalangan awwam. contoh ucapan yang sering kita dengar di kalangan masyarakat seperti : ucapan : “Wah udah ngerti agama kok kurang ajar sama orang tua.” Atau ucapan : “Dia sih agamanya bagus tapi sama tetangga tidak pedulian.”,. dengan contoh di atas kita bisa simpulkan bahwa mempelajari ilmu Akhlak sangatlah penting untuk kehidupan bermasyarakat, agar dapat kita membedakan mana yang harus kita perbuat (ucapkan) dan mana yang harus kita hindari (jaga), sebagai makhluk sosial mungkin kita tidak mau dipandang berakhlak buruk. Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada hal yang baik dan buruk atau patut tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri, hanya manusialah yang sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya itu, sebelum, selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek yang mengalami perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu Kebahagiaan yang ingin dicapai dengan menjalankan ilmu akhlak terlaksana dengan adanya akhlak yang baik. Akhlak yang baik akan mengangkat manusia ke derajat yang tinggi dan mulia. Akhlak yang buruk akan membinasakan seseorang insan dan juga akan membinasakan ummat manusia atas semua perbuatannya.

2 A. TUJUAN PENULISAN MAKALAH  Memenuhi tugas mata kuliah  Memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang salah satu mata kuliah tentang “Akhlak “.  Agar mahasiswa mempunyai bekal referensi hinnga kelak dapat paham benar mengenai “Akhlak “.  Menambah wawasan dan pengetahuan penulis serta pembaca tentag Akhlak. B. METODE PENULISAN MAKALAH Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode obyektif dekritif / metode kepustakaan, atau biasa di sebut study / Library research. Teknik ini dilakukan dengan jalan mengambil masukan dari buku – buku yang ada di perpustakaan yang dilakukan sebagai bahan referensi untuk mendukung makalah ini. C. PERMASALAHAN Untuk memudahkan penulisan dalam menyusun makalah ini, maka dengan berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut diatas penulis menganggap penting untuk membuat rumusan masalah antara lain : 1.

Pengertian Akhlak.

2.

Macam-Macam Akhlak.

3.

Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak

D. SISTEMATIKA PENULISAN Adapun penulisan makalah dapat didefenisikan dalam tiga bab yang secara garis besar terdiri dari : Bab I : Pendahuluan Yang terdiri dari latar belakang ,tujuan penulisan makalah, metode penulisan makalah, permasalahan, sistematika penulisan. Bab II : Pembahasan •

Pengertian Akhlak.



Macam-Macam Akhlak.



Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak

Bab III : Kesimpulan Bab ini merupakan ringkasan dari isi makalah yang meliputi beberapa ulasan pokok hasil penyusunan.

3 BAB II PEMBAHASAN Pengertian Akhlak Akhlak berasal dari kata “akhlaq” yang merupakan jama’ dari “khulqu” dari bahasa Arab yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab. Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia atau Akhlak yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan Akhlak yang Buruk atau Akhlak yang Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah). Akhlak yang mulia, menurut Imam Ghazali ada 4 perkara; yaitu bijaksana, memelihara diri dari sesuatu yang tidak baik, keberanian (menundukkan kekuatan hawa nafsu) dan bersifat adil. Jelasnya, ia merangkumi sifat-sifat seperti berbakti pada keluarga

dan

negara,

hidup

bermasyarakat

dan

bersilaturahim,

berani

mempertahankan agama, senantiasa bersyukur dan berterima kasih, sabar dan rida dengan kesengsaraan, berbicara benar dan sebagainya. Masyarakat dan bangsa yang memiliki akhlak mulia adalah penggerak ke arah pembinaan tamadun dan kejayaan yang diridai oleh Allah Subhanahu Wataala. Seperti kata pepatah seorang penyair Mesir, Syauqi Bei: "Hanya saja bangsa itu kekal selama berakhlak. Bila akhlaknya telah lenyap, maka lenyap pulalah bangsa itu". Akhlak yang mulia yaitu akhlak yang diridai oleh Allah SWT , akhlak yang baik itu dapat diwujudkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan mematuhi segala perintahnya dan meninggalkan semua larangannya, mengikuti ajaran-ajaran dari sunnah Rasulullah, mencegah diri kita untuk mendekati yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar, seperti firman Allah dalam surat Al-Imran 110 yang artinya “Kamu adalah umat yang terbaik untuk manusia, menuju kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah” Akhlak yang buruk itu berasal dari penyakit hati yang keji seperti iri hati, ujub, dengki, sombong, nifaq (munafik), hasud, suudzaan (berprasangka buruk), dan penyakit-penyakit hati yang lainnya, akhlak yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik bagi orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya maupun kerusakan lingkungan sekitarnya sebagai contohnya yakni kegagalan dalam membentuk masyarakat yang berakhlak mulia samalah seperti mengakibatkan kehancuran pada bumi ini, sebagai mana firman Allah Subhanahu Wataala dalam Surat Ar-Ruum ayat 41 yang berarti: "Telah timbul pelbagai kerusakan dan bencana alam di darat dan di laut dengan sebab apa yang telah dilakukan oleb tangan manusia.

4 (Timbulnya yang demikian) karena Allah hendak merusakan mereka sebagai dari balasan perbuatan-perbuatan buruk yang mereka lakukan, supaya mereka kembali (insaf dan bertaubat)". Akhlak menurut umum adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiaannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara. Kelima, sejalan dengan cirri yang keempat perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas sematamata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian Pengertian Akhlak Menurut Sarjana lslam a) Imam Al-Ghazali menyebut akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa . Daripada jiwa itu ,timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan fikiran. b) Prof. Dr. Ahmad Amin

mendefinasikan akhlak sebagai kehendak yang

dibiasakan. Maksudnya, sesuatu yang mencirikan akhlak itu ialah kehendak yang dibiasakan. Ertinya, kehendak itu apabila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak. Ahmad Amin menjelaskan erti kehendak itu ialah ketentuan daripada beberapa keinginan manusia. Manakala kebiasaan pula ialah perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukanya. Daripada kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan ke arah menimbulkan apa yang disebut sebagai akhlak. c) Ibnu Maskawayh mengatakan akhlak ialah suatu keadaan bagi diri atau jiwa yang mendorong (diri atau jiwa itu) untuk melakukan perbuatan dengan senang tanpa didahului oleh daya pemikiran kerana sudah menjadi kebiasaan.

5 Dalam Islam, akhlak merupakan sistem nilai yang merupakan subsistem dari sistem syariah Islam dimana aqidah, syariah (dalam pengertian khusus) dan akhlak menjadi subsistemnya. Oleh karena itu akhlak manusia mencakup hubungannya dengan Tuhan (vertikal), dengan sesama manusia, dengan hewan dan alam (horizontal) dan dengan diri sendiri (internal). Bersyukur dan beribadah adalah wujud akhlak manusia sebagai makhluk kepada Tuhannnya. Menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, membantu yang lemah adalah wujud dari akhlak manusia kepada sesama manusia. Menyayangi binatang, memelihara habitat binatang, memelihara lingkungan sebagai ekosistem adalah wujud akhlak manusia kepada binatang dan lingkungan. Jujur dan sabar adalah wujud akhlak manusia kepada diri sendiri. Keutamaan Akhlak Sedikit menyinggung sejarah shalallahu ‘alaihi wasallam yang dalam pelajaran ini adalah salah satu perilaku rashulullah sehari-hari, “Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengabarkan bahwa suatu saat shalallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang kriteria orang yang paling banyak masuk syurga. rashulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Taqwa kepada Allah dan Akhlak yang Baik.” (Hadits Shahih Riwayat Tirmidzi, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Lihat Riyadus Sholihin no.627, tahqiq Rabbah dan Daqqaq)1. Tatkala Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menasehati sahabatnya, rashulullah shalallahu ‘alahi wasallam menggandengkan antara nasehat untuk bertaqwa dengan nasehat untuk bergaul/berakhlak yang baik kepada manusia sebagaimana hadits dari abi dzar, ia berkata bahwa rashulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada dan balaslah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya kebaikan itu akan menutupi kejelekan dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Tirmidzi, ia berkata: hadits hasan, dan dishahihkan oleh syaikh Al Salim Al Hilali). Dalam timbangan (mizan) amal pada hari kiamat tidak ada yang lebih berat dari pada aklak yang baik, sebagaimana sabda rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam : “ Sesuatu yang paling berat dalam mizan (timbangan seorang hamba) adalah akhlak yang baik.” (HR. Abu Daud dan Ahmad, dishahihkan Al Bani. Lihat ash Shahihah Juz 2 hal 535). Juga sabda beliau : “ Sesungguhnya sesuatu yang paling utama dalam 1

Qoyyim, Al-Jauziyah. 1998. Pendakian Menuju Allah SWT. Jakarta; Al-Kautsar.

6 mizan (timbangan) pada hari kiamat adalah akhlak yang baik.” (HR. Ahmad, dishahihkan al Bani. Lihat Ash Shahihah juz 2 hal.535). Dari Jabir radhiallahu ‘anhu berkata : Rashulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling saya kasihi dan yang paling dekat padaku majelisnya di hari kiamat ialah yang terbaik budi pekertinya.” (HR. Tirmidzi dengan sanad hasan. Diriwayatkan juga oleh Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban. Lihat Ash shahihah Juz 2 hal 418-419). Dari hadits-hadits di atas dapat dipahami bahwa akhlak yang paling baik memiliki keutamaan yang tinggi. Karena itu sudah sepantasnya setiap muslimah mengambil akhlak yang baik sebagai perhiasannya. Yang perlu diingat bahwa ukuran baik atau buruk suatu akhlak bukan ditimbang menurut selera individu, bukan pula hitam putih akhlak itu menurut ukuran adat yang dibuat manusia. Karena boleh jadi, yang dianggap baik oleh adat bernilai jelek menurut timbangan syari’at atau sebaliknya. Jelas bagi kita bahwa semuanya berpatokan pada syari’at, dalam semua masalah termasuk akhlak. Allah sebagai Pembuat syari’at ini, Maha Tahu dengan keluasan ilmu-Nya apa yang mendatangkan kemashlahatan/kebaikan bagi hambahamba-Nya. Wallahu Ta’ala a’lam. Macam-Macam Akhlak Akhlak di bagi menjadi dua bagia yaitu : Akhlak Mulia, Akhlak yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) Ketahuilah, diantara keutamaan akhlak mulia (Al-Akhlakul Mahmudah) adalah : Pertama : Akhlak yang baik termasuk tanda kesempurnaan iman seseorang, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shohihul Jami’, No. 1241) Kedua : Dengan akhlak yang baik, seorang hamba akan bisa mencapai derajat orang-orang yang dekat dengan Allah Ta’ala, sebagaimana penjelasan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau: ”Sesungguhnya seorang mukmin dengan akhlaknya yang baik bisa mencapai derajat orang yang berpuasa dan qiyamul lail.” (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’, No. 1937) Ketiga : Akhlak yang baik bisa menambah berat amal kebaikan seorang hamba di hari kiamat, sebagaimana sabda beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Tidak

7 ada sesuatu yang lebih berat ketika diletakkan di timbangan amal (di hari akhir) selain akhlak yang baik.” (Shahihul Jami’, No. 5602) Keempat : Akhlak yang baik merupakan sebab yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam surga. Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah ketika ditanya tentang apa yang bisa memasukkan manusia ke dalam surga. Beliau menjawab: “Bertakwa kepada Allah dan akhlak yang baik.” (Riyadhus Shalihin). Perbuatan baik atau buruk yang dilakukan seseorang tanpa ada hubungannya dengan akhlaknya atau tabiatnya adalah hanya bernilai perbuatan. Suatu ketika seorang yang akhlaknya buruk tanpa kesadaran akan makna baik buruk melakukan suatu perbuatan yang bernilai baik. Demikian juga seseorang yang sebenarnya akhlaknya baik, suatu ketika tanpa menyadari makna keburukan melakukan sesuatu yang bernilai buruk.. Perbuatan baik dan perbuatan buruk dari dua orang itu hanya bernilai sebagai perbuatan, tetapi tidak bermakna sebagai kebaikan atau kejahatan. Dilihat dari sudut agama, maka perbuatan itu tidak mendatangkan pahala dan dosa. Akhlak seorang hamba itu bisa baik bila mengikuti jalannya (sunnahnya) Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, sebab beliaulah orang yang terbaik akhlaknya. Allah Ta’ala berfirman: (Al-Qalam: 4).



 



  



4. dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. Allah Ta’ala juga menegaskan: (Al-Ahzab: 21) :

 

 

  

  

 

 

 

  

 

21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. Maka sudah selayaknya bagi setiap muslim mempelajari riwayat hidupnya dari setiap sisi kehidupan beliau (secara menyeluruh), yakni bagaimana beliau beradab dihadapan Rabbnya, kelurganya, sahabatnya dan terhadap orang-orang non muslim.

8 Salah satu cara untuk mempelajari itu semua adalah sering duduk (bergaul) dengan orang-orang yang bertakwa. Sebab seseorang itu akan terpengaruh dengan teman duduknya. Nabi bersabda: “Seseorang itu dilihat dari agama teman dekatnya. Karena itu lihatlah siapa teman dekatnya.”(HR Tirmidzi). Kemudian wajib juga bagi setiap muslim untuk menjauhi orang yang jelek akhlaknya. Mudah-mudahan dengan begitu kita termasuk hamba-hamba Allah yang menghiasi diri kita dengan akhlak yang baik. Apa yang dimaksud akhlak yang baik itu ? “Akhlak yang baik diantaranya: menghormati, membantu dan menolong.”2 Ibnul Mubarak berkata: “Akhlak yang baik adalah: “berwajah cerah, melakukan yang ma’ruf dan menahan kejelekan (gangguan).” Imam Ahmad bin Hambal berkata: “Akhlak yang baik adalah jangan marah dan dengki.” “Sebagian ulama berkata: Akhlak yang baik adalah menahan marah karena Allah, menampakkan wajah yang cerah berseri kecuali kepada ahlul bid’ah dan orangorang yang banyak berdosa,3 memaafkan orang yang salah kecuali dengan maksud untuk memberi pelajaran, melaksanakan hukuman (sesuai syari’at Islam) dan melindungi setiap muslim dan orang kafir yang terikat janji dengan orang Islam kecuali untuk mengingkari kemungkaran, mencegah kedzaliman terhadap orang yang lemah tanpa melampaui batas.”(Iqadhul Himam, hal. 279) Akhlak Buruk, Akhlak Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah) Sebagaimana akhlak terpuji, akhlak tercela juga memiliki akar kemana satuansatuannya dapat dikelompokkan. Jika akar perilaku manusia ada dalam pikiran dan jiwanya, maka akar penyakit akhlak tercela juga akan selalu ada. dua akar penyakit akhlak buruk, atau akhlak tercela (Al-Ahlakul Mazmumah) yaitu : Pertama, penyakit syubhat. Penyakit ini menimpa wilayah akal manusia, dimana kebenaran tidak menjadi jelas (samar) dan bercampur dengan kebatilan (talbis). Penyakit ini menghilangkan kemampuan dasar manusia memahami secara baik dan memilih secara tepat. Kedua, penyakit syahwat. Penyakit ini menimpa wilayah hati dan insting manusia, dimana dorongan kekuatan kejahatan dalam hatinya mengalahkan dorongan 2 3

Imam Hasan Al-Bashri berkata Al-Imam Muhammad bin Nashr mengatakan

9 kekuatan kebaikan. Penyakit ini menghilangkan kemampuan dasar manusia untuk mengendalikan diri dan bertekad secara kuat. Penjelasan dari Penyakit Syhubhat Lebih jauh lagi, penyakit syubhat sesungguhnya berkaitan dengan pemahaman dasar manusia dan struktur pemikirannya. Akarnya adalah ilmu yang belum sempurna dan mendalam bertemu dengan kecenderungan jiwa untuk menyimpang (zaeghun). Allah SWT berfirman dalam hal ini, (Ali Imran:7)                                       

    

                                           7. Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat[183], Itulah pokokpokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat[184]. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari

ta'wilnya,

Padahal

tidak

ada

yang

mengetahui

ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. [183] Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah.

10 [184] Termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyaabihaat: ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam; atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Allah yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai hari kiamat, surga, neraka dan lain-lain. Karena itu, akar penyakit ini dapat ditelusuri pada kemampuan dasar manusia dalam memahami; adanya kelemahan logika atau penyalahangunaan logika; ketidakmampuan memahami hakikat sesuatu secara benar; kesalahan metodologis dalam berpikir yang menyebabkan lahrnya kesimpulan yang juga salah; dan penyimpangan pemahaman keagamaan yang menyebabkan lahirnya bid’ah dan aliran sesat. Orang-orang yang menderita penyakit ini biasanya memiliki keberanian luar biasa terhadap Allah SWT (baca: kebenaran), kegemaran luar biasa untuk berdebat, dan sifat keras kepala dalam mempertahankan pendapat sendiri, sekalipun sesungguhnya ia tidak pernah memiliki keyakinan yang kuat dan selalu ragu dalam segala hal. Lawan dari penyakit ini adalah ilmu yang benar dan mendalam, yang kemudian menimbulkan keyakinan yang kuat yang tidak disertai keraguan. Pada akhirnya, penyakit syubhat ini melahirkan kekufuran, bid’ah, dan nifaq. Penjelasan dari Penyakit Syahwat Adapun penyakit syahwat pada umumnya lahir dari lemahnya kehendak hati (iradatul khair) dalam hati seseorang, baik untuk melakukan kebaikan (positif) maupun untuk melawan dorongan kejahatan dalam dirinya. Sebagaimana contoh, Allah SWT berfirman tentang Adam as. (Tha ha: 115)   



  



  

   

115. dan Sesungguhnya telah Kami perintahkan[947] kepada Adam dahulu, Maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.

11 [947] Perintah Allah ini tersebut dalam( ayat 35 surat Al Baqarah).  

 





  



 

  

  





  



35. dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini[37], yang menyebabkan kamu Termasuk orang-orang yang zalim. [37] Pohon yang dilarang Allah mendekatinya tidak dapat dipastikan, sebab Al Quran dan Hadist tidak menerangkannya. ada yang menamakan pohon khuldi sebagaimana tersebut dalam surat Thaha ayat 120, tapi itu adalah nama yang diberikan syaitan. Dorongan-dorongan kejahatan itu sendiri pada dasarnya berasal dari insting manusia, yang sebagiannya adalah kebutuhan dasar yang memberikan vitalitas dan dinamika kehidupan kepada manusia. Insting seksual, misalnya, pada kadar tertentu dibutuhkan untuk mempertahankan kelangsungan hidup umat manusia. Akan tetapi, ia menjadi kejahatan saat tuntutan pemuasannya menjadi berlebhan dan cara pemenuhannya keluar dari jalur syariah. Demikian pula insting berkuasa, misalnya, ia dibutuhkan untuk menciptakan kemampuan memimpin dan bermasyarakat dalam kehidupan manusia. Namun, jika kadarnya melampui batas yang natural dan cara pemenuhannya keluar dari jalur syariah, maka ia menjadi ancaman bagi kebaikan. Disamping itu, Ibnul Qayyim juga menjelaskan jenis syahwat yang kemudian menjadi akar dari semua bentuk dosa manusia. Adapun jenis syahwat itu adalah sebagai berikut: Syahwat kekuasan, berarti bahwa dorongan berkuasa dalam diri seseorang begitu kuat sampai tingkat dimana ia mulai menyerap sebagan dari sifat yang hanya layak dimiliki Allah SWT. Hal ini dimulai dari yang terkecil-senang dikagumi (sum’ah), senang disanjung di depannya (riya’), dan merasa puas diri (ghuhur), sampai pada yang hal yang besar-sombong, angkuh, jabarut, mengintimidasi, dan zalim. Syahwat inilah yang kemudian mendorong manusia sampai pada tingkat yang lebih jauh lagi, yaitu syirik. Inilah dosa yang membuat Fir’aun terlaknat. Syahwat hawa nafsu, berarti bahwa ada dorongan yang kuat dalam diri seseorang untuk menyerupai dalam berbagai bentuk perilaku dasarnya. Misalnya,

12 memiliki sifat benci, dengki dan dendam, gemar menipu, membuat ulah dan makar, menyebarkan gosip, memfitnah, menyesatkan orang lain, dan semacamnya. Syahwat ini biasanya mempertemukan antara kecerdasan di satu sisi, dengan dorongan setan di sisi lain. Karena itu, pelakunya cenderung licik dan culas dalam pergaulan serta berwajah ganda. Keburukan akhlak “Kelemahan Akal dan Jiwa” Demikianlah, kita melihat bahwa kedua penyakit itu, penyakit syubhat dan syahwat, sama bersumber dari kelemahan akal dan jiwa. Penyakit syubhat bersumber dari kelemahan akal sehingga penderitanya tidak memiliki ilmu dan keyakinan. Adapun penyakit syahwat bersumber dari kelemahan jiwa yang membuat penderitanya tidak memiliki kemauan yang kuat sampai pada tingkat azam (tekad). Perhatikanlah skema dibawah ini : Kelemahan akal -> Kedangkalan ilmu -> Penyakit Syubhat Kelemahan jiwa -> Kelemahan kemauan -> Penyakit Syahwat Hubungan Akhlak dengan Ilmu Akhlak (ethics) merupakan suatu ilmu yang membicarakan sisi-sisi kehidupan manusia yang paling penting. Perpaduan ilmu dan akhlak dikonsepkan sebagi al ma’rifah. jalan menuju ma’rifah sebagai kerinduan rohani untuk mengenal Tuhan dengan hati nurani melalui tingkat-tingkat ilmu. Al ma’rifah menjadi tingkat yang tertinggi di dalam pengetahuan dan kesadaran rohani manusia terhadap Tuhan4. hubungan yang erat dan tak terpatahkan antara ilmu dan akhlak. Hubungan inilah yang sedang dicari kembali dalan dunia ilmu pengetahuan modern terutama dalam bahasan mengenai islamisasi ilmu. Mengingat adanya kebutuhan kembali akhlak karena perkembangan jiwa manusia yang semakin lama semakin memprihatinkan, bahasan mengenai mengenal Tuhan lewat ilmu pengetahuan adalah tema yang penting. Manusia modern dinilai telah sangat rasional. Maka, ilmu sudah selayaknya menjadi jalan utama mengenal Tuhan, untuk menjadi insan kamil atau manusia yang sempurna. Masalah hubungan ilmu dan akhlak, telah lama menyibukkan para filosof, teolog dan ilmuan-ilmuan akhlak. Dengan melihat sepintas lalu terhadap tradisi-tradisi sejarah kehidupan manusia, dapat disaksikan keselarasan, kesesuaian, kesatuan 4

Said Hawa. 1999. Mensucikan Jiwa. Jakarta: Robbani Press

13 ukuran-ukuran, keharusan-keharusan, dan norma-norma akhlak dengan ilmu dalam berbagai masyarakat dan bangsa. Istilah-istilah akhlak Islam, Yahudi, Masehi, Hindu, dan Budha, merupakan bukti. Oleh sebab itu, terkadang hubungan yang dalam di antara dua fenomena ini (agama dan akhlak) bisa melalaikan para peneliti dalam memisahkan pemikiran akhlak dari dimensi-dimensi lain. Pembahasan-pembahasan pemikir dan filosof seperti Sokrates dan Plato yang berdasarkan atas kemandirian dua fenomena ilmuwan dan akhlak, teori pemisahan Karl Marx dan Sigmund Freud, klaim ketidaksesuaian di antara keduanya, dan wacana antara pengikut mazhab 'adliyyah dan asy'ariyyah tentang kebaikan dan keburukan akal dan syar'i perbuatan-perbuatan manusia, semuanya mengisahkan bahwa masalah ilmu dan akhlak ini mempunyai usia dan sejarah yang amat panjang. Mungkin hal ini disebabkan karena ilmu dan akhlak senantiasa menyertai manusia sejak awal keberadaannya serta dua fenomena ini timbul dari tabiat yang sama-sama harus seimbang agar manusia bisa berakhlak baik. Jika kita meninjau dengan tinjauan eksternal terhadap perbedaan dan pertikaian di antara pemikir-pemikir dalam masalah hubungan ilmu dan akhlak, kita akan mendapatkan bahwa seluruh perbedaan itu berdasarkan pemikiran-pemikiran apriori secara psikologi, sosiologi, antropologi dan filosofi yang dilakukan oleh mereka dalam mengafirmasikan atau menegasikan hubungan ini. Problem utama juga yang bisa kita lihat dalam tulisan-tulisan para pemikir Barat dalam masalah ini, kelompok pemikir ini terkadang mengabstraksikan agama dan akhlak dengan definisi eksternal dan mengutarakan kebagaimanaan hubungan di antara dua fenomena tersebut yang pada akhirnya, dengan penilaian dan penghukumannya melakukan perbandingan antara akhlak dan ilmu. Di samping itu, terkadang ilmu yang mereka maksud adalah ilmu umum, tapi pada posisi pengambilan konklusi mereka menggeneralisasikan pembahasannya pada seluruh ilmu-ilmu yang mungkin ada dalam salah satu pelajaran bertolak belakang denganadanya akhlak yang baik. Contoh: penelitian yang harus di uji coba oleh sesuatu yang hidup (hewan), bila dengan akhlak baik ini bertolak belakang karena dalam akhlak yang baik tidak bolehnya menyakiti sesuatu yang tidak pasti sesuatu itu (hewan sebagai uji coba) bisa selamat atau tidak. Mungkin banyak diantara kita kurang memperhatikan masalah akhlak. Di satu sisi kita mengutamakan Ilmu yang memang merupakan perkara pokok/inti dalam kehidupan ini, berupaya menelaah dan mempelajarinya, namun disisi lain dalam

14 masalah akhlak kurang diperhatikan. Sehingga tidak dapat disalahkan bila ada keluhan-keluhan yang membuat orang lain heran seseorang yang terpelajar bisa berbijara kotor atau tidak baik, dan ini belarti orang ini buruk dalam akhlaknya. Seharusnya ucapan-ucapan tidak baik itu ataupun yang menjadi cambuk bagi kita untuk mengoreksi diri dan membenahi akhlak. Islam bukanlah agama yang mengabaikan akhlak, bahkan islam mementingkan akhlak. Yang perlu diingat bahwa Ilmu sebagai sisi pokok/inti islam yang memang seharusnya kita utamakan, namun tidak berarti mengabaikan perkara penyempurnaannya. Dan akhlak mempunyai hubungan yang erat. Ilmu merupakan realisasi akhlak seorang hamba terhadap Allah dan ini merupakan pokok inti akhlak seorang hamba. Seorang yang berilmu, dan baik akhlaknya berarti ia adalah sebaik-baik manusia. Semakin pintar seseorang maka semakin baik akhlaknya, dan sebaliknya bila seorang yang berilmu memiliki akhlak yang buruk berarti lemah akhlaknya. Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak. Sangat banyak manfatnya yang di rasakan setelah mempelajari ilmu akhlak salah satunya kita bisa membedakan apa yang harus kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari dan bagaimana cara berakhlak yang baik dalam tingkah laku atau perbuatan untuk menghadapi kehidupan, serta cara berinteraksi dalam bermasyarakat seperti menghadapi usia dibawah kita, sesama, lebih tua, akan lebih hati-hati. Bukan hanya itu, banyak juga wawasan yang didapat dalam ilmu akhlak ini bisa lebih mengetahi bagaimana orang yang berakhlak baik dan bagaimana yang berakhlak buruk, serta paham akan cara-cara bagaimana menjadi seseorang yang berakhlak baik5. Dengan berakhlak baik maka kita bisa dapat menghargai dan juga pastinya dihargai oleh masyarakat umum, maka sangat bermanfaat ilmu akhlak ini bila kita bisa memperbaiki lebih baik mungkin banyak kekurangan-kekurangan dalam berakhlak baik, dan kita bisa lebih paham bagai mana akhlak yang di terima oleh Allah SWT, maka dari pelajaran akhlak ini bukan hanya dalam perbuatan tetapi keikhlasan hati tulus ini salah satu yang utama dalam mempelajari ilmu akhlak yang baik. BAB III PENUTUP 5

An-Nawawy, Riyadhus-Shalihin.

15 Kesimpulan Akhlak berasal dari kata “akhlaq” yang merupakan jama’ dari “khulqu” menurut bahasa Arab yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab. Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia atau Akhlak yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan Akhlak yang Buruk atau Akhlak yang Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah). Sangat banyak manfatnya yang di rasakan setelah mempelajari pembahasanbahasan diatas, untuk membedakan apa yang harus kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari dan bagaimana cara berakhlak yang baik dalam tingkah laku atau perbuatan untuk menghadapi kehidupan dengan usia dibawah kita, sesama, lebih tua, akan lebih hati-hati. Bukan hanya itu, banyak juga wawasan yang didapat dalam ilmu ilmu akhlak ini salah satunya lebih mengetahi bagaimana orang yang berakhlak baik dan bagaimana yang berakhlak buruk, serta paham akan cara-cara bagaimana menjadi seseorang yang berakhlak baik. Akhlak (ethics) merupakan suatu ilmu yang membicarakan sisi-sisi kehidupan manusia yang paling penting. Perpaduan ilmu dan akhlak dikonsepkan sebagi al ma’rifah. jalan menuju ma’rifah sebagai kerinduan rohani untuk mengenal Tuhan dengan hati nurani melalui tingkat-tingkat ilmu. Al ma’rifah menjadi tingkat yang tertinggi di dalam pengetahuan dan kesadaran rohani manusia terhadap Tuhan. Maka sudah selayaknya bagi setiap muslim mempelajari riwayat hidupnya dari setiap sisi kehidupan rasullalah saw (secara menyeluruh), yakni bagaimana rasullalah saw beradab dihadapan, kelurganya, sahabatnya dan terhadap orang-orang non muslim. Sebagaimana akhlak terpuji, akhlak tercela juga memiliki akar kemana satuansatuannya dapat dikelompokkan. Jika akar perilaku manusia ada dalam pikiran dan jiwanya, maka akar penyakit akhlak tercela juga akan selalu ada. dua akar penyakit akhlak buruk, atau akhlak tercela (Al-Ahlakul Mazmumah) yaitu : Pertama, penyakit syubhat. Penyakit ini menimpa wilayah akal manusia, dimana kebenaran tidak menjadi jelas (samar) dan bercampur dengan kebatilan (talbis). Penyakit ini menghilangkan kemampuan dasar manusia memahami secara baik dan memilih secara tepat.

DAFTAR PUSTAKA

16

 http://mediasauna.multiply.com/journal-akhlak/item/8  http://salam-online.web.id/2008/05/02/eksistensi-akhlak-dalam-kehidupanmuslim-2.html  http://www.shiar-islam.com/doc50.htm  http://id.wikipedia.org/wiki/Akhlak  http://kawansejati.ee.itb.ac.id/02-akhlak-yang-sejati-0  http://www.kebunhikmah.com/article.php?catid=9

Related Documents

Bab I1
April 2020 34
Bab I1 Skate.docx
June 2020 28
Bab I1.docx
December 2019 32
Bab I1 Triage.docx
August 2019 32
Bab I1.docx
December 2019 36
2. Bab I1
May 2020 26