1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah salah satu pelaku ekonomi dalam system perekonomian nasional selain badan usaha milik swasta 1 . Sekalipun BUMN bermotifkan laba, namun demikian tujuan utama
dari
adanya
BUMN
adalah
untuk
mendorong
kegiatan
perekonomian agar dapat mewujudkan kesehateraan rakyat. Kesejahteraan rakyat yang dimaksud meliputi seluruh sektor kehidupan dari mulai pendidikan, pangan, hingga penyediaan sumber daya energy, dari usaha agro dan farmasi hingga infrastruktur bisnis2. Saat ini terdapat sebanyak 119 BUMN yang beroperasi di berbagai sektor, dan Sektor Perkebunan, Kehutanan, Perikanan dan Pertanian adalah salah satu sektor yang diandalkan oleh Pemerintah. Kontribusi BUMN sendiri terhadap Perekonomian Nasional melalui penerimaan Negara cukup besar, yaitu sebesar 286,33 Trilyun rupiah di tahun 2014, meningkat dari 184,36 Trilyun di tahun 2013. Sekalipun kontribusi BUMN signifikan terhadap Perekonomian Nasional, namun demikian, dari sebanayk 118 BUMN yang ada di Indonesia, hanya belasan saja yang memiliki laba positif. Sebagian besar BUMN berada dalam kondisi yang kurang sehat secara bisnis. Terdapat beberapa persoalan yang dihadapi oleh BUMN dalam upayanya menjadi motor terdepan dalam perekenomian nasional, diantaranya adalah : 1) Bentuk Ideal Pengelolaan BUMN; 2) Tingkat Kompetitif yang berbeda antara BUMN dengan Badan Usaha Milik
2
Swasta; 3) Persoalan Independensi/Netralitas BUMN; 4) Adanya ketidakharmonisan dalam hal Regulasi yang diberlakukan pada BUMN ; serta 5) Beban Pemerintah sebagai Public Service Obligation (PSO) saat menanggung BUMN yang tidak sehat. Kelima persoalan di atas setidaknya merupakan diantara persoalan yang saat ini masih menjadi kendala bagi BUMN dalam upanya menjadi badan usaha terdepan dalam mendorong perekonomian nasional. Perlu dilakukan upaya untuk merubah persoalan-persoalan tersebut menjadi tantangan bagi BUMN untu
3
1.2 PT Perikanan Nusantara dan Pembangunan di Sektor Perikanan dan Kelautan Indonesia sebagai negara maritim dan sekaligus kepulauan terbesar di dunia, memiliki laut yang luasnya sekitar 5,8 juta km². Data lain menurut World Resources Institute tahun 1998, Indonesia memilki garis pantai sepanjang 91.181 km yang di dalamnya terkandung sumber daya perikanan dan kelautan yang memiliki potensi besar untuk dijadikan tumpuan pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam. FAO Year Book pada 2009 telah menjadikan Indonesia sebagai negara produsen perikanan dunia, di samping China, Peru, USA beserta beberapa negara kelautan lainnya. Produksi perikanan tangkap Indonesia berada pada peringkat ke-3 dunia, dengan tingkat produksi perikanan tangkap pada tahun 2015 pada periode kwartal ke 1 sampai 3 sebagai berikut: Tabel 1. 1 Produksi dan PDB Sektor Perikanan di Indonesia tahun 2015 Dalam Trilyun Rupiah Dasar Harga Produksi
Kwartal 1 berdasarkan
Kwartal 2 Kwartal 3
Total
66.97
69.27
73.36
209.60
2.726.48
2.865,25
2.982,56
8.579,29
48.7
50,12
51.62
150,51
2.157,66
2.239,31
2.311,21
6.708,18
Harga Berlaku PDB Produksi
berdasarkan
harga konstan PDB
Sumber:
BPS, 2015
4
Pertumbuhan PDB sektor perikanan pada tahun 2015 mencapai 8,37 persen, dan ini masuk dalam katerogi pertumbuhan PDB yang paling besar dibandingkan dengan sektor lainnya seperti pertanian dan kehutanan. Ini menunjukkan bahwa kontribusi sektor perikanan telah mampu mendukung kepada tumbuh kembangnya perekonomian Indonesia itu sendiri. Dengan potensi sumberdaya kelautan yang dimiliki, produksi ini dinilai belum optimal, padahal sektor perikanan dan kelautan dapat menjadi salat satu sumber utama pertumbuhan ekonomi karena beberapa alasan, yakni : (i) Kapasitas suplai sangat besar; (ii) permintaan komoiditas ikan terus meningkat selara dengan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi ikan; (iii) terbukanya ekspor dunia untuk komodiatas perikanan; (iv) sektor perikanan dapat membangkitkan industri hulu dan hilir yang besar sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak; (v) industri perikanan, bioteknologi dan pariwisata bahari memiliki sifat dapat diperbaharui, sehingga mendukung adinya pembangunan yang berkelanjutan. Dengan melihat “multiplier effect” dari sektor dan industri perikanan ini, maka pemberdayaan pengelolaan sektor perikanan yang baik mutlak diperlukan. PT. Perikanan Nusantara (Persero) adalah sebuah perusahaan hasil penggabungan (merger) empat BUMN Perikanan, yaitu (i) PT Usaha Mina (Persero); (ii) PT Tirta Raya Mina (Persero); (iii) PT Perikanan Samodra Besar (Persero) dan Perikan (Persero) yang dilaksanakan pada tahun 2006. Aktivitas bisnis yang sampai saat ini dilaksanakan meliputi, penangkapan dan pembelian ikan, pengolahan ikan, perdagangan ikan, pabrik es, jasa docking dan perbengkelan, jasa penyewaan cold storage, jasa pengolahan ikan dan jasa sewa sarana lainnya.
5
Dengan 11 (sebelas) cabang usahanya, dan dengan melihat potensi pengembangan usaha yang sangat besar, maka diperlukan pengeloaan dan tata kelola perusahaan yang mampu mendukung ke arah pencapaian sasaran struktur organisasi dan tata kelola yang efektif dan efiseien, design organisasi yang baik dengan di dukung oleh adanya job description yang baik, SOP yang terstruktur dan jelas serta perencanaan bisnis yang bisa dipertanggung jawabkan. Berdasarkan latar belakang dan pertimbangan tersebut di atas, maka perlu dilakukan kajian yang dinamakan dengan Restrukturisasi Organisasi Perusahaan. Kajian ini dilakukan sebagai upaya untuk memberikan masukan berharga bagi pengambilan keputusan organisasi yang akan memberikan keberhasilan organisasi PT Perikanan Nusantara dalam jangka panjang dalam berkontribusi pada Pembangunan Nasional di sektor Perikanan. 1.3 Tujuan Kajian Tujuan yang ingin dicapai dalam kajian ini adalah sebagai berikut: 1. Merancang job description (gambaran jabatan) pada jabatanjabatan inti dalam struktur organisasi yang telah ditetapkan berdasarkan SOTK yang baru, sehinga mampu mendukung kepada pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peran BUMN dalam Pembangunan Nasional Selain Badan Usaha Swasta dan Koperasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah salah satu pelaku ekonomi dalam system perekonomian nasional4. Sekalipun BUMN bermotifkan laba, namun demikian tujuan utama dari adanya BUMN adalah untuk mendorong kegiatan perekonomian agar dapat mewujudkan kesehateraan rakyat. Kesejahteraan rakyat yang dimaksud meliputi seluruh sektor kehidupan dari mulai pendidikan, pangan, hingga penyediaan sumber daya energy, dari usaha agro dan farmasi hingga infrastruktur bisnis5. Saat ini terdapat sebanyak 118 BUMN6 yang beroperasi di pelbagai sektor, yang terbagi menjadi sebagai berikut: a. Sektor Perkebunan, Kehutanan, Perikanan, dan Pertanian b. Sektor Industri Pengolahan c. Sektor Informasi dan Komunikasi d. Sektor Keuangan dan Asuransi e. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran f. Sektor Jasa Profesional, Ilmiah, dan Teknis g. Sektor Transportasi dan Pergudangan
7
h. Sektor Hotel dan Restoran i. Sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah dan Daur Ulang j. Sektor Pertambangan k. Sektor Pengadaan Gas, Uap, dan Udara Dingin l. Sektor Konsumsi m. Sektor Real-Estate Sebanyak 74 BUMN berkantor dan berlokasi di Jakarta, 14 di Jawa Barat, 11 di Jawa Timur, 4 di Sumatera Utara dan Banten, 3 di Sulawesi Selatan, 2 di Sumatera Selatan dan Yogyakarta, dan sisanya masing-masing 1 di Aceh, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Jawa Tengah, Bali, dan Nusa Tenggara Timur. Kontribusi BUMN sendiri terhadap Perekonomian Nasional melalui penerimaan Negara cukup besar, yaitu sebesar 286,33 Trilyun rupiah di tahun 2014, meningkat dari 184,36 Trilyun di tahun 2013. Kontribusinya terhadap perekonomian rakyat juga meningkat melalui penyaluran Kredit Usaha Rakyat sebesar 40,89 Trilyun di tahun 2013 dibandingkan 34,21 Trilyun di tahun 2012. Kontribusi Pajak dan Dividen BUMN bagi APBN pun meningkat menjadi 147,7 Trilyun di tahun 2013, meningkat dibandingkan tahun 2009 sebesar 118,4 Trilyun rupiah. Sekalipun kontribusi BUMN signifikan terhadap Perekonomian Nasional, namun demikian, dari sebanayk 118 BUMN yang ada di Indonesia, hanya
8
belasan saja yang memiliki laba positif. Sebagian besar BUMN berada dalam kondisi yang kurang sehat secara bisnis.
2.2 Persoalan yang dihadapi BUMN Secara ideal, BUMN berfungsi untuk menjalankan usaha-usaha di sektor yang tidak dapat dilakukan oleh Badan Usaha Milik Swasta, terutama pada sektor-sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Pada praktiknya, fungsi tersebut tidak dapat sepenuhnya dijalankan. Sebagai contoh, dikarenakan keterbatasan kapabilitas BUMN di masa lalu dalam hal eksplorasi sumber daya energy, misalnya saja dalam hal teknologi untuk eksplorasi di bidang pertambangan, maka BUMN misalnya Pertamina atas nama pemerintah melakukan kerjasama dengna perusahaan asing dalam pengelolaan sumber daya energi. Adanya globalisasi mendorong kegiatan usaha yang pada awalnya dapat dipilah-pilah peruntukannya, apakah domain pemerintah atau swasta, kini menjadi tidak mudah lagi. Sebagai contoh, Penerbita Balai Pustaka yang di masa lalu ditunjuk pemerintah untuk menjadi satu-satunya perusahaan penerbit yang mencetak dan mendistribusikan buku-buku pelajaran ke sekolah-sekolah, kini tidak lagi menjalankan fungsi distribusi tersebut saat buku-buku sekolah kali ini dibanjiri oleh pelbagai jenis buku dari pelbagai penerbit. Terdapat beberapa persoalan yang dihadapi oleh BUMN dalam upayanya menjadi motor terdepan dalam perekenomian nasional. Sebagaimana dirumuskan dalam rencana strategis Kementrian BUMN 2015-2019, persoalan-persoalan yang dihadapi oleh BUMN adalah sebagai berikut:
9
1.
Bentuk Ideal Pengelolaan BUMN. Kenyataan yang menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil BUMN yang performa
bisnisnya
baik
dan
sebagian
besar
tidak
menunjukkan terdapat persoalan dalam hal bagaimana BUMN-BUMN tersebut sebenarnya perlu dikelola. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengelolaan BUMN di masa lalu, khususnya di orde baru sangat tinggi ketergantungannya pada pemerintah. Akibatnya, BUMN-BUMN ini tidak berjalan secara professional dikarenakan mengandalkan adanya intervensi pemerintah. Sekalipun sudah lebih dari satu dekade terdapat
Kementrian
BUMN
yang
berfungsi
untuk
memajukan BUMN-BUMN tersebut, namun demikian ketergantungan pada pemerintah masihlah sangat tinggi dan tidak mendorong BUMN bekerja secara professional. Pada era Kementrian BUMN dipimpin Tanri Abeng, mulai diusulkan
bentuk
pengelolaan
semacam
Temasek
di
Singapura atau Khasanah di Malaysia,yaitu berupa Super Holding Company atau National Holding Company yang nantinya berada langsung di bawah Presiden dan dipimpin oleh seorang Chief Executive Officer (CEO). Ide National Holding Company ini dimaksudkan agar sinergisitas antar BUMN-BUMN
dapat
terjadi.
Pada
pelaksanaannya
sinergisitas antara BUMN telah terjadi di sektor media, dimana PT Balai Pustaka, Perum Produksi Film Negara, Perum Percetakan Negara RI, dan Perum LKBN Antara melakukan
sinergi
dan
bergabung
menjadi
National
10
Publishing and News Corporation (NPNC). Sekalipun contoh ini masih menunggu hasilnya dalam beberapa tahun ke depan, adanya sinergisitas di sektor yang saling terkait telah menunjukkan setidaknya ada upaya efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan usaha BUMN.
2.
Tingkat kompetitif dari BUMN yang berbeda dengan swasta, atau Renstra Kementrian BUMN menamakannya dengan Level of Field yang berbeda dengan perusahaan swasta. Faktor penyebabnya adalah bahwa BUMN diatur oleh 8 Undang-undang sedangkan Perusahaan swasta hanya diatur oleh 3 Undang-undang. Faktor regulasi ini dinilai cukup menghambat BUMN-BUMN untuk dapat secara fleksibel berkompetisi di dunia usaha.
3.
Persoalan
Independensi/Netralitas
BUMN.
Seringnya
BUMN dijadikan ‘sapi perah’ dalam percaturan politik nasional menghambat pengelolaan BUMN yang professional. Pilihan pada pimpinan BUMN yang tidak terlepas dari negosiasi politik menyebabkan ketidakmenentuan kualitas pimpinan di BUMN, dikarenakan sedikit banyak ditentukan oleh hasil negosiasi politik.
4.
Adanya ketidakharmonisan antara beberapa Undangundang dan Peraturan yang diberlakukan pada BUMN. Keharusan BUMN untuk mengikuti UU BUMN dan secara bersamaan juga UU mengenai Perseroan Terbatas, Paket
11
Undang-undang Bidang Keuangan,Negara, Paket Undangundanga Pengawasaan dan Pemeriksaan, serta UU mengenai sektoral menyebabkan pada pelaksanaannya menghadapi pelbagai kesulitas dikarenakan adanya beberapa aturan yang berbenturan dalam praktiknya. Hal ini juga dipersulit dengan adanya UU Otonomi Daerah dimana BUMN yang beroperasi di daerah yang menjalankan otonomi dalam pengelolaan sumber daya misalnya, berhadapan dengan kesulitan saat terdapat Peraturan-peraturan Daerah yang juga berbenturan dengan kewenangan dan lingkup usaha dari BUMN. Kementrian BUMN juga tidak lagi menjadi satu-satunya lembaga yang melakukan pembinaan terhadap BUMN. Adanya Badan Layanan Umum (BLU) dan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) memungkinkan adanya lembaga lain yang memberikan pembinaan bagi BUMN-BUMN.
Salah satu contoh dalam hal benturan di pelaksanaan adalah program Kemitraan dan Bina Lingkungan serta Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (CSR). Banyaknya BUMN yang belum optimal melaksanaan program ini karena masih mengacu pada pasal 74 UU Perseroan Terbatas yang mengatur mengenai Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang/dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan CSR yang dianggarkan dan diperhitungkan sesuai dengan biaya Perseroan yang pelaksanaanya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Sementara menurut ketentuan UUBUMN Pasal 88, BUMN dapat menyisihkan laba bersihnya unutk keperluan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN. Persoalannya bagaimana sekiranya BUMN merugi?
12
Secara khusus, dalam banyak persoalan dalam UU no 19 tahun 2003 , diantaranya adalah pengaturan Perum yang tidak jelas, Sinergi BUMN yang tidak diatur, dll mendorong perlu adanya revisi atas UU ini sekiranya BUMN diharapkan lebih professional.
5.
Adanya kewajiban Pemerintah untuk mengganti rugi segala biaya yang telah dikeluarkan BUMN dalam rangka menjalankan tugas pemerintah sebagai Public Service Obligation (PSO) dimana baik penugasan maupun ganti ruginya diatur dalam UU no 19 tahun 2003 dalam pasal yang berbeda, menyebabkan profesionalisme dan akuntabilitas BUMN yang tidak serius dijalankan karena adanya moral hazard dari para pengelola BUMN. Setidaknya, kelima persoalan diatas merupakan diantara persoalan
yang saat ini masih menjadi kendala bagi BUMN dalam upanya menjadi badan usaha terdepan dalam mendorong perekonomian nasional. Perlu dilakukan upaya untuk merubah persoalan-persoalan tersebut menjadi tantangan bagi BUMN untuk dapat berkinerja lebih baik di masa yang akan datang.
2.3. Strategi pengembangan BUMN di Indonesia Kehadiran BUMN di dalam perekonomian, bersama dengan badan usaha milik swasta, memegang peranan yang sangat penting yaitu sebagai agen pembangunan dan juga sebagai badan usaha yang bertujuan mencari profit. Sebagai salah satu pelaku ekonomi, BUMN dituntut menjalankan peran strategis dalam berkontribusi bagi pembangunan nasional. Sekalipun berbeda dengan
13
badan usaha swasta, selain menjalankan misi sebagai agen pembangunan nasional BUMN juga berusaha meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Profesionalisme SDM dalam menghadapi persaingan yang lebih kompetitif ditunjukkan dengan diberikannya otoritas dan otonomi yang berarti kebebasan mengelola secara fleksibel, inisiatif, kecepatan, dan berorientasi pada hasil. Keadaan BUMN saat ini dimana struktur dan sistem organisasi BUMN memiliki dampak pada biaya tenaga kerja di BUMN yang lebih besar karena ada kecenderungan jumlah tenaga kerja lebih yang banyak dari pada kebutuhan. Sebagian besar BUMN memiliki struktur organisasi yang gemuk sehingga banyak pekerjaan yang dilakukan dengan tidak ekonomis. Hal ini tentunya perlu mendapatkan evaluasi yang menyeluruh agar keputusan yang terkait dengan restrukturisasi organisasi misalnya tidak dijalankan atas dasar analisis yang tidak tepat. Faktor penyebab lainnnya bisa jadi didasarkan pada perencanaan sumber daya manusia yang tidak tepat dan kurang terkoordinasi. Agar BUMN lebih kompetitif, pengelolaan organisasi perusahaan juga menuntut strategi dan gaya pengelolaan yang lebih dinamis, seiring dengan perubahan lingkungan dunia bisnis yang berubah begitu cepat terutama terkait dengan proses globalisasi. Dalam hal ini, BUMN sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional harus mampu memilih dan menerapkan strategi yang tepat agar mampu bersaing di tengah situasi yang semakin ketat. Diantara langkah yang harus ditempuh oleh BUMN adalah melakukan perbaikan mendasar dalam hal pengelolaan organisasi perusahaan secara menyeluruh. Diantaranya adalah yang menyangkut struktur, kultur, dan sistem internal organisasi7.
14
Langkah dalam memberdayakan organisasi dan manajemen BUMN menjadi skala prioritas utama agar perusahaan dapat lebih tanggap terhadap perubahan lingkungan pasar. Strategi yang akan digunakan dalam BUMN perlu diikuti dalam hal adaptasi terhadap struktur maka kultur organisasi sehingga diperlukan pembenahan. Pembenahan organisasi terutama dikaitkan dengan perombakan mendasar menyangkut struktur organisasi yang mampu mengadaptasi dan mengadopsi inovasi yang muncul dari lingkungan eksternal. Terkait dengan strategi pengembangan BUMN agar lebih kompetitif di masa yang akan datang, terdapat tiga strategi yang dapat dilakukan terkait dengan dalam proses perombakan BUMN yaitu dengan mempertahankan beberapa BUMN (stand alone), merger sesama BUMN sejenis (roll up), dan pembentukan perusahaan induk (holding company). PT Perinus merupakan salah satu contoh BUMN yang mengambil langkah strategi ketiga, yaitu pembentukan holding company dimana pembentukan perusahaan induk dimaksudkan untuk menghasilkan perusahaan BUMN yang lebih efektif dan efisien, sehingga diharapkan lebih kompetitif dalam menghadapi persaingan. Namun demikian, untuk mendukung kearah tersebut, kondisi struktur organisasi yang dibentuk perlu ditinjau apakah telah tepat mendukung perusahaan kearah yang lebih kompetitif atau sebaliknya. Disinilah, restrukturisasi organisasi menjadi penting. Bagian selanjutnya akan menguraikan mengenai restrukturisasi organisasi.
2.4 Restrukturisasi Organisasi
15
Restrukturisasi merupakan salah satu cara penyelesaian organisasi saat organisasi menghadapi persoalan yang kompleks terkait dengan persoalan
yang
menyangkut
faktor
internal
maupun
eksternal.
Restrukturisasi sendiri berasal dari dua kata re- dan struktur, dimana re berarti kembali dan struktur berarti bentuk organisasi yang tersistemik. Restrukturisasi dengan demikian dapat berarti sebagai proses melakukan pembentukan kembali organisasi secara sistemik atau menyeluruh. Restrukturisasi juga dapat dinamakan dengan desain organisasi. Menurut Handoko (2006:114), restrukturisasi organisasi atau desain organisasi dapat didefinisikan sebagai mekanisme-mekanisme formal dengan mana organisasi dikelola dimana struktur organisasi menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubunganhubungan diantara fungsi- fungsi, bagian-bagian atau posisi-posisi maupun orang-orang yang menunjukkan, tugas wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam suatu organisasi. Lebih jauh lagi, Mardiyanto (2009) mendefinsikan restrukturisasi organisasi perusahaan sebagai “perubahan struktur organisasi sebagai akibat ekspansi dan kontraksi usaha. Restrukturisasi akan diikuti pula dengan perubahan pada neraca perusahaan, baik isis aktiva maupun sisi pasiva.” Robbins (2006:77) mengartikan restrukturisasi organisasi sebagai sebuah proses redesain atau penataan ulang terhadap tatanan birokrasi yang telah ada ketika terjadi dinamika pada lingkungan baik internal maupun eksternal agar organisasi dapat terus menyesuaikan dengan perubahan. Restrukturisasi atau penataan kembali organisasi pada hakekatnya adalah aktivitas untuk menyusun satuan organisasi yang akan diserahi bidang kerja, tugas atau fungsi tertentu. Don
Hellriegel
(2001:474)
mendefinisikan
restrukturisasi
organisasi sebagai proses penilaian dan pemilihan struktur dan sistem
16
formal komunikasi, bidang SDM, koordinasi, kontrol, kewenangan dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan organisasi. Secara prinsip, restrukturisasi organisasi harus mampu: a. Menyalurkan informasi dan pembuatan keputusan berdasarkan kepentingan stakeholders. b. Menentukan kewenangan dan tanggung jawab dalam tugas, bagian dan departemen. c. Menyeimbangkan integrasi antara pekerjaan, tim, departemen dan bagian dengan kemampuan adaptasi terhadap perubahan lingkungan.
Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa restrukturisasi merupakan strategi bisnis bagi perusahaan yang dianggap under performing, baik meliputi resturkturisasi organisasi, manajerial, finansial, dan operasional, yang rekomendasi akhimya cenderung mengarah kepada privatisasi.
2.5. Struktur Organisasi dan Tujuan Restrukturisasi Organisasi Untuk
memahami
pentingnya
restrukturisasi,
maka
perlu
diketahui konsep mengenai struktur organisasi. Struktur organisasi merupakan perwujudan yang menunjukkan hubungan diantara fungsifungsi dalam suatu organisasi serta wewenang dan tanggungjawab setiap anggota organisasi yang menjalankan tugasnya (Reksohadiprojo dan Handoko, 2007). Setiap struktur organisasi mencerminkan pengalokasian pekerjaan ke dalam divisi-divisi tenaga kerja juga menunjukkan
17
koordinasi hasil kinerja sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan baik. Tujuan yang ingin dicapai dengan Restrukturisasi Organisasi adalah untuk menyiapkan agar organisasi dapat mencapai tingkat kompetensi yang digunakan, dan berkaitan dengan organisasi yang ramping dan fit. (Goiullart dan Kelly, 1995). Untuk organisasi pemerintah, tujuan restrukturisasi tidak hanya untuk pencapaian tingkat kompetensi saja, namun juga untuk mendukung pencapaian kesejahteraan rakyat. Restrukturisasi merupakan induk dari berbagai upaya perusahaan untuk memperbaiki kinerja di masa depan. Restrukturisasi korporat pada prinsipnya merupakan kegiatan atau upaya untuk menyusun ulang komponen-komponen korporat supaya masa depan korporat memiliki kinerja yang lebih baik. Komponen yang disusun ulang tersebut bisa aset perusahaan, pendanaan perusahaan, atau apa saja yang merupakan kekayaan dan dalam kendali korporat (Sudibya, 2007). Tujuan restrukturisasi untuk memperbaiki dan memaksimalisasi kinerja perusahaan. Menurut Djohanputro (2004:2) tujuan restrukturisasi adalah untuk: 1. Meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan 2. Memberikan manfaat dividen dan pajak terhadap Negara 3. Menghasilkan produk dan layanan dengan harga kompetitif kepada konsumen 4. Memudahkan pelaksanaan privatisasi
18
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari proses restrukturisasi menurut Ardiagarini (2011) adalah: 1. Meningkatkan efisiensi perusahaan 2. Memperkuat daya saing perusahaan 3. Meningkatkan pertumbuhan lebih cepat dalam bisnis terutama tingkat pertumbuhan internal. 4. Meningkatkan produktivitas aset perusahaan. Agar restrukturisasi dilakukan agar organisasi dapat secara efektif dan efisien mencapai tujuannya, terdapat faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan restrukturisasi organisasi, diantaranya adalah: 1. Faktor Lingkungan, yang mencakup lingkungan eksternal dan memiliki dampak langsung terhadap kehidupan organisasi 2. Faktor Strategi, membuat organisasi mampu menunjukkan kemampuannya
yang
unik.
Organisasi
harus
mempunyai
keunggulan yang kompetitif pada berbagai hal. 3. Faktor Teknologi, berperan pada waktu pembentukan kelompokdepartemen, pendelegasian kewenangan dan tanggung jawab serta suatu mekanisme terpadu.
2.6. Tahapan dalam Restrukturisasi Organisasi
19
Menurut Soegiono dan Sutanto (2013) yang mengutip Novel (2002), dalam menjalankan restrukturisasi organisasi, terdapat tiga tahapan pokok yang umumnya dilakukan, yaitu: (1) due diligence (uji-tuntas) dan analisis prospek (2) pengembangan program, dan (3) implementasi
Untuk tahapan pertama, yaitu Due Diligence dan Analisis Prospek, kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Audit Sistem dan Kinerja Pemasaran b. Audit Sistem Logistik dan Operasi c. Audit Organisasi dan Manajemen d. Audit Sistem Akuntansi dan Keuangan
Tahapan pertama ini dapat diringkas dengan kegiatan analisis proses bisnis. Memahami proses bisnis perusahaan akan membantu bagaimana organisasi perusahaan menjalankan aktivitas usahanya, bagaimana perusahaan berinteraksi dengan stakeholdersnya, bagaimana penyediaan barang dan jasa yang dibutuhkan dapat diperoleh dan pihak mana saja saja yang terkait, termasuk juga bagaimana relasi vertikal dan horizontal dalam organisasi perusahaan dapat digambarkan. Analisis proses bisnis menjadi faktor pertama dan utama yang perlu dilakukan dalam tahapan pertama. Proses bisnis juga yang membedakan kegiatan perusahaan yang satu dengan lainnya.
20
Adapun untuk tahapan kedua, yaitu Pengembangan Program, ditujukan untuk meninjau ulang program-program organisasi yang dimaksudkan untuk memulihkan usaha.
Terkait dengan hal tersebut, program-program yang dapat dievaluasi adalah: a. Program jangka pendek b. Program jangka panjang
Penyusunan program pengembangan usaha dalam jangka panjang dilakukan dengan mengimplementasikan strategi peningkatan laba danpenciptaan arus kas dalam bentuk peningkatanpenerimaan dan penurunan biaya. Bentuk restrukturisasi jangka panjang meliputi: 1) Program perubahan dan pengembangan strategi persaingan, 2) Program efisiensi operasi dan overhead costmelalui konsolidasi dan reallignment organisasi, administrasi, serta fasilitas lainnya. 3) Perubahan pendanaan atau struktur modaldalam bentuk debt atau equity recapitalization. Tahapan kedua ini, biasanya dinamakan sebagai penyusunan strategi bisnis perusahaan, baik yang sifatnya jangka panjang, jangka menengah maupun jangka pendek. Strategi bisnis perusahaan juga penting dilakukan agar target pencapaian tujuan organisasi dapat disusun dengan lebih sistematis dan memiliki tahapan-tahapan yang jelas, sehingga proses alokasi sumber daya perusahaan juga akan lebih mudah dilakukan, dari
21
mulai penyusunan struktur organisasi, alokasi sumber daya fisik dan finansial, hingga prosedur standar yang menyangkut seluruh kegiatan yang dijalankan perusahaan.
Untuk
tahapan
ketiga,
yaitu
Implementasi,
restrukturisasi
organisasi perlu menilai apakah penyesuaian yang dilakukan organisasi dapat mencakup hal-hal berikut ini: 1. Kapasitas Perencanaan Strategik 2. Kapasitas Kepemimpinan dan Manajerial 3. Prosedur Terkait dengan implementasi, restrukturisasi dan perencanaan bisnis perusahaan juga harus disesuaikan dengan standard kinerja tertentu agar lebih mudah untuk diukur keberhasilan maupun kegagalannya. Khusus bagi BUMN, telah diatur standard penilaian kinerja khusus yang mengadopsi dari sistem penilaian kinerja berdasarkan adapatsi dari kriteria Malcolm Balridge Criteria for Performance Excellence. Sistem penilaian kinerja tersebut dinamakan dengan Kriteria Penilaian Kinerja Unggul (KPKU)8. Berdasarkan surat dari Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor : S08/S.MBU/2013 tanggal 16 Januari 2013 tentang Penyampaian Pedoman Penentuan Key Performance Indicators (KPI) serta Kriteria Penilaian Kinerja Unggul (KPKU) BUMN, KPKU ditetapkan sebagai landasan dan referensi dalam pengelolaan BUMN menuju pencapaian kinerja unggul.
22
KPKU juga dapat dijadikan sebagai alat untuk pelaksanaan selfassessment BUMN dan pemberian umpan balik kepada masing-masing BUMN. Lebih jauh daripada itu, KPKU memiliki tiga peran penting dalam memperkuat daya saing BUMN: 1. Membantu memperbaiki kapabilitas dan kinerja BUMN, baik secara finansial maupun non finansial 2. Memfasilitasi komunikasi dan berbagi informasi mengenai praktikpraktik terbaik dalam pengelolaan perusahaan 3. Berfungsi sebagai alat kerja untuk memahami dan mengelola kinerja dan untuk memandu perencanaan serta pembelajaran organisasi Sistem penilaian kinerja KPKU bagi BUMN didesain untuk menyediakan pendekatan menyeleuruh dalam hal pengelolaan organisasi BUMN sekaligus juga untuk menghasilkan hal-hal sebagai berikut: 1. Penyampaian nilai yang selalu meningkat kepada pelanggan dan kepada pemangku kepentingan lainnya sehingga berdampak pada keberlangsungan perusahaan (company sustainability) 2. Peningkatan efektifitas perusahaan, baik secara organisasi maupun individual SDM perusahaan. Belajar dari keberhasilan pengelolaan BUMN di luar negeri seperti Temasek Holdings di Singapura, maupun Khasanah Nasional di Malaysia, proses pembentukan holding perlu dilakukan secara hati-hati. Selain
23
karena terjadi proses peleburan atau penggabungan beberapa perusahaan menjadi satu , dimana satu perusahaan memiliki budaya dan proses bisnis yang berbeda dengan perusaan lain, juga adanya restrukturisasi dapat menyebabkan konflik internal organisasi yang jika tidak diselesaikan dengan baik akan menyebabkan persoalan dalam hal pengelolaan perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, penentuan proses bisnis secara keseluruhan menjadi sangat penting sebagaimana yang disampaikan di atas. Sebuah
lembaga
konsultan
global,
International
Matrix
Management Institute (2014)10 memberikan gambaran lebih sistematik mengenai tahapan-tahapan dalam melakukan restrukturisasi organisasi. Tahapan-tahapan tersebut sebagaimana digambarkan berikut ini:
Gambar 2. 1 Tahapan Restrukturisasi Organisasi Terdapat 6 tahapan restrukturisasi organisasi yang ditawarkan, yaitu: 1. Tahapan Pertama, yaitu tahapan evaluasi pada tingkat Strategi 2. Tahapan Kedua, yaitu tahapan evaluasi pada tingkat Operasional
24
3. Tahapan Ketiga, yaitu tahapan Vector Steering Design 4. Tahapan Keempat, yaitu tahapan pembentukan struktur Vertikal 5. Tahapan Kelima, yaitu tahapan penyusunan system Manajemen 6. Tahapan Keenam, yaitu tahapan perencanaan Implementa Dalam
mendesain
Struktur
Organisasi,
terdapat
beberapa
pendekatan yang dapat dilakukan sebagaimana yang dikemukakan oleh Sule & Saefullah (2009). Beberapa pendakatan yang paling popuer adalah Struktur Organisasi berdasarkan fungsional, geografis, business’s product, dan matrix. Struktur Organisasi berdasarkan fungsional didesain berdasarkan
pembagian-pembanguan
secara
fungsi
manajerial
di
perusahaan seperti Operasi, Pemasaran, SDM maupun Sistem Infrormasi dan Keuangan. Adapun struktur organisasi berdasarkan geografis umumnya digunakan oleh perusahaan atau organisasi yang memiliki kantor-kantor cabang yang didirikan berdasarkan daerah geografis. Struktur organisasi Perusahaan perbankan atau organisasi politik misalnya adalah termasuk ke dalam jenis struktur organisasi berdasarkan letak geografis. Selain itu, struktur organisasi juga dapat dibentuk berdasarkan business’s product. Sebagai contoh adalah Perusahaan Multinasional seperti Unilever yang membagi struktur organisasinya berdasarkan produk yang dibuatnya, misalnya dairy product, cosmetics, dan seterusnya. Adapun struktur organisasi yang berbasis matrix adalah struktur organisasi yang menggabungkan pendekatan fungsional, product, maupun mungkin geografis. Salah satu perusahaan yang menggunakan pendekatan matrix adalah PT Dirgantara Indonesia.
25
Untuk sebuah perusahaan berskala besar atau multinasional, jenis struktur organisasi yang seringkali digunakan biasanya bersifat campuran: apakah antara fungsional dan geografis, fungsional dengan product business, maupun matrix. Jenis struktur organisasi yang digunakan tentunya sangat bergantung pada visi dan misi perusahaan, aktivitas bisnis yang dijalankan, hingga strategi bisnis yang ingin dijalankan perusahaan dalam mencapai tujuan organisasi sekaligus juga visi dan misinya dalam jangka panjang sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian-bagian sebelumnya. 2.7. Jenis-jenis dan Pendekatan Restrukturisasi Organisasi Secara umum, restrukturisasi organisasi perusahaan menurut Djohanputro (2004) akan melibatkan 3 jenis restrukturisasi. Ketiga jenis restrukturisasi tersebut adalah: 1. Restrukturisasi Portofolio Kegiatan penyusunan portofolio perusahaan yang dimaksudkan untuk menghasilkan kinerja perusahaan yang semakin baik. Kegiatan umumnya mencakup restrukturisasi aset, lini bisnis, dan unit usaha 2. Restrukturisasi Keuangan Kegiatan penyusunan ulang komposisi modal perusahaan agar kinerja perusahaan menjadi lebih sehat. Kegiatan umumnya mencakup analisis ulang laporan rugi/laba, laporan arus kas, dan penyusunan pro-forma dari neraga perusahaan
26
3. Restrukturisasi Manajemen KEgiatan penyusunan ulang komposisi manajeman kerja dalam perusahaan
yang
berkaitan
dengan
aspek
manajerial
dan
pengorganisasian perusahaan. Kegiatan mencakup penyusunan ulang struktur organisasi, pembagian kerja, dan system operasional perusahaan. Adapun cara yang dapat ditempuh untuk melakukan restrukturisasi menurut Bernardin dan Russel (1998) dalam hasil penelitian Badan Kepegawaian Negara. Kedelapan cara tersebut adalah: 1) Downsizing, 2) Delayering, 3) Decentralizing, 4) Reorganization, 5) Cost reduction strategy, 6) IT innovation 7) Competency measurement, 8) Performance related pay. Adapun dalam hal pendekatan restrukturisasi, Riantani dkk (2002) membagi pendekatan restrukturisasi menjadi 3: Pendekatan potensi SDM/manusiawai, pendekatan sosial teknis, dan pendekatan Total Quality Management (TQM). Untuk konteks BUMN dimana pembentukan holding company dilakukanm pendekatan menyeluruh diperlukan agar restrukturisasi yang dilakukan benar-benar mengakomodasi keseluruhan bagian dari organisasi perusahaan sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya. 2.8 Keluaran yang diharapkan dari Restrukturisasi Organisasi Adapun keluaran (output) yang diharapkan dihasilkan dari proses restrukturisasi sebagaimana dikemukakan oleh Soegiono dan Sutanto (2004) adalah sebagai berikut:
27
1. Kesesuaian persepsi antara manajer dan karyawan. Kesesuaian ini sangat diperlukan untuk memastikan bahwa keseluruhan SDM perusahaan memahami tujuan secara benar dan satu sama lain saling
mendukung
kepada
pencapaian
tujuan
perusahaan.
Restrukturisasi juga dilakukan untuk memastikan bahwa manajer dan karyawan memahami bahwa proses perubahan yang dilakukan tidak lain adalah untuk kepentingan tujuan perusahaan dalam jangka panjang. 2. Tercapainya efektifitas organisasi. Sebagaimana disebutkan oeh Freeman dan Cameron (1993), restrukturisasi dilakukan untuk menghasilkan organisasi yang lebih efektif dalam pencapaian tujuannya. Organisasi yagn sukses dengan demikian adalah organisasi yang mampu meningkatkan efektifitas organisasi setelah restrukturisasi dilakukan. 3. Adanya pengetahuan dan pemahaman organisasi yang lebih baik. Restrukturisasi organisasi dimaksudkan untuk memastikan bahwa setiap SDM organisasi memahami dengan baik apa yang menjadi tujuan, usaha, rencana, dan implementasi organisasi, sehingga setiap bagian akan melakuan hal yang terbaik atas dasar pengetahuan organisasi yang lebih baik. Tidak jarang kegagalan organisasi dalam pencapaian tujuan dimulai dari ketidaktahuan pada organisasi itu sendiri. 4. Adanya system knowledge management yang lebih baik. Pengetahuan akan organisasi cukup membantu perusahaan dalam mencapai tujuan. Namun demikian, dalam pelaksanaannya, diperlukan adanya sistem
28
‘knowledge management’ yang memungkinkan anggota organisasi saling berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam menjalankan organisasi sehingga masing-masing bagian dapat berbagi dalam hal best practice maupun bad practices yang dapat menjadi masukan bagi pengelolaan organisasi yang lebih baik.
BAB III METODE KAJIAN
3.1 Objek dan Metode Kajian Jenis penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Silalahi (2009, p.27) penelitian deskriptif merupakan suatu penelitian yang menyajikan satu gambar yang terperinci
29
tentang satu situasi khusus, setting social, atau hubungan. Sementara penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang semata-mata mengacu pada identifikasi sifat-sifat yang membedakan atau karakteristik sekelompok manusia, benda, atau peristiwa. Pada
dasarnya,
deskriptif
kualitatif
melibatkan
proses
konseptualisasi dan menghasilkan pembentukan skema-skema klasifikasi (Silalahi, 2009, p.27). Pendekatan deskriptif kualitatif dipilih dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi dan data yang mendalam mengenai kejadian atau data sebenarnya yang terjadi mengenai tema yang menjadi topik penelitian. Untuk mendapatkan informasi tersebut dalam penelitian ini tidak menekankan pada generalisasi, akan tetapi lebih menekankan pada makna.
3.2 Metode dan Pendekatan Analisis Kajian Metode Kajian yang akan dilakukan dalam kajian ini adalah metode kualitatif yang memadukan antara studi kepustakaan, focus group discussion (FGD) dan wawancara terstruktur melalui kuesioner. Adapun pendekatan analisis yang akan digunakan adalah pendekatan deskriptif. Uji keabsahan data dalam penelitian ini adalah menggunakan triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Menurut Sugiyono (2012, p.465) ada tiga macam triangulasi yaitu: trangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu. Adapun dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi sumber. Triangulasi sumber digunakan untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
30
Untuk menguji kredibilitas data tentang pengelolaan dan pengembangan usaha suatu perusahaan, maka pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh dapat dilakukan kepada pimpinan perusahaan, kepada divisi yang bersangkutan dan karyawan senior yang lebih dahulu bekerja di perusahaan.Data yang telah di analisis oleh peneliti menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan (member chek) dengan sumber-sumber data tersebut.
3.3 Tahapan, Waktu dan Output Kajian Tahapan-tahapan dan Output Kajian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
Gambar 3. 1 Tahapan, Waktu dan Output Kajian
31
3.4 Tim Pengkaji Kajian ini akan dilakukan oleh tim pengkaji yang melibatkan tim ahli yang terdiri dari: Tabel 3. 1 Tim Pengkaji
No Kajian 1 Penyusunan Job Description dan Job Specification PT Perikanan Nusantara (persero)
Nama Dr. Imas Soemaryani, S.E., M.Si. Dr. Wa Ode Zusnita Egi Arvian Firmansyah, S.E. M.Si. Vicky
Keahlian Job Analysis HR Competence Management
Mega
Assistant
Assistant