BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Tren pen”tabloid”an koran merupakan perdebatan yang hangat di kalangan akademisi dan jurnalist barat, dan segera merembes ke beberapa negara lain.Perdebatan ini dipicu akibat dari fenomena yang tampak jelas ditunjukan oleh beberapa pengelola
media
di
Inggris,
Prancis
dan
Jerman
yang
berbondong-bondong migrasi dari konsep broadsheet media --matra bagi kehidupan koran konvensional selama bertahuntahun --- menjadi broadbloid; perkawinan konsep dari koran harian (konvensional) dengan tabloid. Hal ini ditunjukan dengan perubahan format dan setting koran yang mendekati bentuk tabloid, pengurangan karya jurnalistik yang berfungsi meneguhkan fungsi pers yang pertama yakni memberi informasi—to inform, dan memberi porsi yang lebih banyak pada fungsi pers untuk hiburan—to entertaint. Migrasi konsep koran menjadi koran tabloid ini merupakan upaya duplikasi dari kesuksesan fenomenal dari USA Today di Amerika Serikat, yang sukses besar dalam jumlah sirkulasi dan pengiklan dengan memakai format dan tampilan koran seperti program siaran televisi. Kesukesan USA Today ini digambarkan oleh David Vidal Castell 1: “.....which first appeared in 1982, and that for almost two decades has done nothing but David Vidal Castell, Toward a New Model of Journalistic Information, from Absent Subject to Testimony, Department of Journalism and Communication Sciences Universitat Autònoma of Barcelona, 2003, hal.8 1
1
grow (to the point that with 1.85 million copies a day it has become the biggest-selling newspaper in the USA.”
Bagi para editor USA Today, era sekarang saat terbaik untuk berkompetisi secara visual dengan televisi dan websites, jika ingin terus bertahan di bisnis media. Fenomena USA Today ditengah kelesuan iklan dan sirkulasi pers yang terus merosot pasca perang Dingin dan Teluk telah menginspirasi banyak pemilik dan editor media untuk mengikuti jejaknya, merubah konsep broadsheet media mereka menjadi tabloid. Harian ternama dari Perancis, Le Monde, mengikuti jejak USA Today pada Januari 2002, dengan menggunakan sajian fotografis yang menarik dan memuat lebih banyak informasi hiburan, gaya hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi. Selang setahun kemudian, koran nasional Inggris, The Independent mulai meluncurkan konsep broadbloid dengan membuat versi kompak dengan isi yang sama untuk cetakan broadsheet dan tabloid. Mei 2004 secara resmi The Independent mengubah format medianya dalam tabloid. The Times juga mengikuti jejak ini di bulan November 2004. The
Guardian,
pada
Oktober
2005
resmi
menjadi
broadbloid dengan menyajikan gaya breaking news televisi seperti pada kolom “Two Minute Guardian”. The Guardian juga menyajian format lain medianya dengan meluncurkan The Editor, dengan slogan “Busy People With Busy Lives” berisi tentang ringkasan berita dalam seminggu dan resensi film dan buku yang dapat secara kilat selesai dibaca2. Sementara diluar industri media masing-masing negara, Word Association of Newspaper (WAN) adalah organ internasional Bob Franklin, Mc Journalism; The McDonaldization of Thesis and Junk Journalism, Departement of Journalism Studies, University of Sheffield, UK, 2005, hal. 6 2
2
yang menyebarkan “demam broadbloid” ke seluruh penjuru dunia dengan sponsor utamanya adalah Bank Dunia. Seperti peryataan dari Timothy Balding Direktur Jenderal WAN pada pembukaan World Newspaper Congress dan World Editors Forum di Seoul, Korea, 30 Mei 2005, yang secara promotif menggambarkan bahwa ”Surat kabar jelas sedang mengalami satu renaisans melalui produk baru, format baru, judul baru, pendekatan editorial baru, distribusi lebih baik, dan pemasaran lebih baik ”.3 Segala tentang yang baru dari kutipan diatas merujuk pada trend tabloidisasi koran—format broadbloid pada karya jurnalistik di koran lama (baca: konvensional) dengan wajah baru (baca: tabloid). Di Indonesia, Harian JAWA POS yang berbasis di Jawa Timur merupakan koran pertama yang menerapkan format broadbloid. JAWA POS mungkin bisa disebut sebagai “USA Today”nya koran Indonesia. Sejarah JAWA POS yang berangkat dari sebuah koran regional yang hampir bangkrut menjadi konglomerasi media terutama bagi Indonesia Bagian Timur, merupakan kisah yang mirip dengan USA Today di Amerika Serikat. Satu-persatu koran lain meniru format tabloid seperti pada Koran Tempo, Media Indonesia dan yang teakhir adalah KOMPAS. Sebenarnya
KOMPAS
merupakan
satu-satunya
koran
prestisius di Indonesia yang melahirkan Komunitas Pembaca KOMPAS yang fanatik, dan beberapa kalangan mengidentifikasi dirinya dengan bangga sebagai “pembaca KOMPAS”. Namun pada bulan Oktober 2005 KOMPAS telah merubah format menjadi broadbloid. Meskipun sudah disosialisasikan jauh sebelumnya, namun
perdebatan
dan
keterkejutan
sebagaian
kalangan
Ninok Leksono, “Koran; Renaisan Menuju Masa Depan Berbagi”, KOMPAS, 28 Juni 2005. 3
3
pembaca KOMPAS-pun tak terhindari. Banyak yang menyambut gembira perubahan format ini, namun sebagaian pembaca “konvensional” KOMPAS merasa kehilangan ‘bobot” KOMPAS yang dulu, dan menganggap KOMPAS sekarang kurang berbobot dibandingkan dengan yang dulu. Asumsi ini sebenarnya bukan tanpa alasan. Pada beberapa penelitian yang dilakukan di beberapa negara barat, kasus seperti KOMPAS sudah menjadi perdebatan akademis yang hangat. Antonio Franco4 (2001) menyatakan :
"We are not in a crisis of information but in one of the printed word. The image has taken over. It is a complicated moment and despite the efforts of professionals and businesses, the tendency is spiralling downwards. (...) After the terrorist attacks on September 11, people in the USA that usually consumed free newspapers realised that such newspapers did not give them the volume of information and knowledge that the occasion demanded. In fact, sales of newspapers were much higher throughout those days."
Gaya jurnalistik broadbloid yang lebih menekankan pada pendekatan visual-emotif dibanding teks-rasional menyebabkan degradasi kualitas jurnalistik. Foto dan image dimuat secara besar-besaran sebagai “realitas dan
peristiwa” menggantikan
narasi deskriptif dan logis. Media saat ini menganut adagium image tell everything, word do’nt. Padahal untuk liputan peristiwa pesawat jatuh, foto Antonio Franco dalam wawancara dengan Enric Rimbau dalam la Revista de les revistes, dipublikasikan dalam APPEC bulan December 2001, hal.15. Kutipan ini merupakan catatan kaki dalam David Vidal Toward a New Model of Journalistic Information, from Absent Subject to Testimony, Department of Journalism and Communication Sciences Universitat Autònoma of Barcelona, 2003, hal.5 4
4
atau video mungkin bisa menngambarkan secara visual puingpuing pesawat atau mungkin rekaman dari proses pesawat yang jatuh, tapi untuk sebab-sebab kecelakaan, usaha penyelidikan atau segala sesuatu yang melingkupi peristiwa pesawat jatuh, tidak dapat semuanya dicakup dalam image atau video. Sebuah proses jurnalistik tidak sekedar membidik peristiwa dibalik lensa, namun lebih pada kata-kata yang kompleks diseputar perisitiwa tersebut, diikat dalam narasi logis dan memberikan gambaran alternatif jalan keluar pemecahan bila hal tersebut adalah masalah. Dari
prespektif
ini
konsep
broadbloid
dianggap
menyebabkan penurunan kualitas berita dan jurnalisme itu sendiri.
Broadbloid
broadsheet
bukan
menjadi
sekedar
tabloid,
atau
perubahan
ukuran
dari
perubahan
setting
dan
pewarnaan font, namun lebih dari itu broadbloid menjadi genre jurnalisme yang alergi dengan “berita-berita serius dan berat (hardnews)” dan lebih suka pada sensasional dan selebritis. Marvin
Kalb
dari
Harvard
University
mendefinisikan
pentabloidan adalah proses menurunkan hard news di koran seraya
meningkatan
liputan
tentang
seks,
skandal
dan
infotaiment.5 Perdebatan tentang trend tablodisasi koran ini dan prokontra yang melingkupinya merupakan latar belakang dalam penelitian ini. Benarkah tablodisasi koran telah menurunkan kualitas karya jurnalistik? Jika benar, dari sisi mana yang ditenagarai sebagai penurunan? Lantas, bagaimana produk jurnalistik brodbloid tersebut dikemas oleh awak media? Dan terakhir, dari sisi idiologis, dalam posisi apa broadbloid berserta karya jurnalistik didalamnya dapat dikategorikan? Marvin Klab dalam Watson and Hill, Dictionary of Media & Communication Studies, London, Arnold Student Reference, 2000 hal.207 5
5
B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini dinyatakan sebagai berikut : 1. Bagaimana awak media mengemas berita dalam gaya broadbloid? 2. Bagaimana
perbedaan
kemasan
(frame)
kedua
media tersebut dalam menyajikan berita? 3. Bagaima
kualitas
berita
yang
disajikan
dalam
KOMPAS dan JAWA POS dalam format broadbloid? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui cara penyajian dan pengemasan berita di KOMPAS dan JAWA POS. 2. Untuk mengetahui perbedaan cara penyajian dan pengemasan berita di KOMPAS dan JAWA POS 3. Untuk mengetahui perbedaan kualitas penyajian berita di KOMPAS dan JAWA POS D. Alasan Pemilihan Media Penulis memilih KOMPAS dan JAWA POS berdasarkan pertimbangan : 1. KOMPAS merupakan koran broadsheet ternama dan mempunyai reputasi baik (sebagai rujukan) dengan oplah terbesar di Indonesia 2. KOMPAS adalah koran yang membangkitan fanatisme khalayak pembaca dengan munculnya Komunitas Pembaca KOMPAS.
6
3. Sampai adalah
dengan koran
penelitian yang
ini
terakhir
disusun,
KOMPAS
merubah
format
broadsheet ke broadbloid. 4. JAWA POS adalah koran pertama di Indonesia yang menggunakan format broadbloid. 5. Studi
kasus
perkembangan
sirkulasi
JAWA
POS
dikaitkan dengan perubahan format dari broadsheet ke broadbloid
mempunyai kesamaan dengan yang
dialami oleh USA Today di Amerika Serikat---sebagai pioner koran broadbloid pertama di dunia. E. Unit Analisis Penelitian
ini
mengambil
data
secara
continutiy
snapshot yakni pengambilan unit analisis dari terbitan KOMPAS dan JAWA POS mulai dari tanggal 11 sampai dengan 14 Oktober 2005. F. Teknik Pengumpulan Berita Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan dua cara, yaitu : a. Data Primer Data primer merupakan seluruh populasi yang diteliti, yaitu seluruh teks berita yang diterbitkan oleh KOMPAS dan JAWA POS
dari tanggal 11 sampai dengan 19
Oktober 2005. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan pengumpulan data yang diperoleh melengkapi
dengan
mengutip
sumber
lain
untuk
primer.
Sumber
lain
untuk
sumber
melengkapi data primer terdiri kajian kepustakaan dan dokumen lain yang mendukung penelitian ini.
7