TUGAS RESUME AKUNTANSI FORENSIK Chapter 2 FRAUD PRINCIPLES
Disusun oleh KELOMPOK 3 Fernia Niken Susanti NIM. 12030118420062 Setyowati Handayani NIM. 12030118420064 Yelly Cindika NIM. 1203011840060
1
CHAPTHER 2 FRAUD PRINCIPLES A. PENGERTIAN FRAUD Hingga saat ini, belum ada definisi yang baku perihal Fraud. Pendefisinisan fraud tergantung dari siapa dan bagaimana keadaan orang yang mendefinisikan tersebut. Beberapa mengartikan fraud sebagai suatu kecurangan yang disengaja (termasuk berbohong dan berbuat curang) adalah kebalikan dari kebenaran, keadilan, kejujuran, dan equity. Fraud juga diartikan sebagai cedera. Melalui fraud, seseorang dapat menjadi korban yang cedera karena perbuatan orang lain. Beberapa defisini tentang Fraud : Fraud sebagai tindak kriminal. Fraud (penipuan) merupakan kata yang menggambarkan segala perbuatan tidak jujur (curang) yang dirancang/dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh keuntungan, baik dengan cara mendiamkan, memperdaya, licik dan cara-cara tidak adil untuk mencurangi orang lain. Corporate Fraud adalah fraud yang dilakukan oleh, untuk, dan terhadap suatu korporasi bisnis. Management Fraud adalah kesalahan penyajian yang disengaja oleh perusahaan atau unit-unit kerja didalamnya yang dilakukan oleh karyawan dalam lingkungan manajemen perusahaan dengan tujuan promosi, bonus atau keuntungan ekonomis lainnya serta simbol status. Definisi Fraud menurut Layperson adalah ketidakjujuran dalam bentuk kecurangan yang disengaja atau kesalahan penyajian yang disengaja dari suatu fakta yang material. Menurut ACFE fraud dapat berupa penyalahgunaan pada pekerjaan (penipuan karyawan), yaitu seseorang yang menggunakan pekerjaannya untuk mendapatkan keuntungan personal dengan meny alahgunakan sumberdaya dan aset perusahaan. Fraud atas laporan keuangan yaitu kesalahan penyajian yang disengaja dari keadaan keuangan perusahaan melalui kesalahan dan kelalaian dalam menyajikan jumlah atau pengungkapan dalamlaporan keuangan untuk mengelabui pengguna laporan keuangan. Fraud didefinisikan sebagai kerugian. Pada Tahun 1887 US Supreme Court mendefinisikan fraud dari sisi masyarakat sipil sebagai : Pertama : Terdakwa merepresentasikan sebuah fakta material. Kedua : Representasi tersebut salah. Ketiga : Representasi tersebut tidak sepenuhnya dipercaya oleh terdakwa dengan dasar yang rasional untuk menyatakan bahwa hal tersebut adalah benar. Keempat : Representasi tersebut dibuat dan dilakukan dengan sengaja. Kelima : Hal tersebut dilakukan oleh complainant atas kerugian yang 2
ditimbulkannya. Keenam : Hal yang dilakukan oleh complainant tersebut merupakan pengalihan atas kesalahannya, dan dipercaya sebagai hal yang benar olehnya. Pembuktian kesengajaan adalah hal yang terpenting menurut Hukum. Apabila terdapat kejadian/kecurangan atas transaksi atau aktivitas yang merugikan perusahaan dan dilakukan dengan pola tertentu yang telah dirancang secara memadai maka hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesengajaan dalam kejadian tersebut dan kejadian tersebut dapat dinyatakan sebagai fraud. B.
TEORI – TEORI FRAUD
# FRAUD TRIANGLE Salah satu model yang digunakan untuk menggambarkan perilaku fraud adalah Segitiga Cressey. Cressey dan Sutherland dalam desertasinya pada tahu 1950 melakukan wawancara kepada 200 narapidana yang melakukan penggelapan, dan menyimpulkan bahwa dalam setiap fraud terdapat tiga hal yang sama yaitu (1) tekanan (dapat berupa motivasi dan biasanya kebutuhan sendiri); (2) rasionalisasi ( d a r i e t i k a ) ; d a n ( 3 ) pengetahuan dan kesempatan untuk melakukan kejahatan. 1. Tekanan (Pressure) adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud, misalnya karena hutang atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan narkoba, dll. Pada umumnya yang mendorong terjadinya fraud adalah kebutuhan atau masalah finansial. Tapi banyak juga yang hanya terdorong oleh keserakahan. 2. Kesempatan (Opportunity) adalah peluang yang memungkinkan fraud terjadi. Biasanya disebabkan karena internal control suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang. Di antara 3 elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan control dan upaya deteksi dini terhadap fraud. 3. Rasionalisasi (Rationalisasion) adalah elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari pembenaran atas tindakannya, misalnya: Bahwasanya tindakannya untuk membahagiakan keluarga dan orang-orang yang dicintainya. Masa kerja pelaku cukup lama dan dia merasa seharusnya berhak mendapatkan lebih dari yang telah dia dapatkan sekarang (posisi, gaji, promosi, dll.) Perusahaan telah mendapatkan keuntungan yang sangat besar dan tidak mengapa jika pelaku mengambil bagian sedikit dari keuntungan tersebut. # FRAUD DIAMOND 3
Fraud diamond adalah menyempurnaan teori segitiga Fraud yang dikemukakan oleh Cressey, dengan menambah 1 faktor baru yaitu Capability.
Fraud diamond merupakan sebuah pandangan baru tentang fenomena fraud yang dikemukakan oleh Wolfe dan Hermanson (2004). Wolfe dan Hermanson mengatakan “ many frauds would not have occurred without the right person with the capabilities the details of fraud”. Secara keseluruhan elemen-elemen dari fraud diamond theory yaitu pressure, opportunity, rationalization dan capability. Wolfe dan Hermanson berpendapat bahwa ada pembaharuan fraud triangle untuk meningkatkan kemampuan mendeteksi dan mencegah fraud yaitu dengan cara menambahkan elemen keempat yakni capability (kemampuan). Menurut Wolfe dan Hermason : “banyak fraud yang umumnya bernominal besar tidak mungkin terjadi apabila tidak ada orang tertentu dengan capability (kemampuan) khusus yang ada dalam perusahaan. Opportunity membuka peluang atau pintu masuk bagi fraud dan pressure dan rationalization yang medorong seseorang untuk melakuka fraud.” Wolfe dan Hermanson (2004) menjelaskan sifat-sifat terkait elemen capability yang sangat penting dalam pribadi pelaku kecurangan, yaitu: Positioning Posisi seseorang atau fungsi dalam organisasi dapat memberikan kemampuan untuk membuat atau memanfaatkan kesempatan untuk penipuan.Seseorang dalam posisi otoritas memiliki pengaruh lebih besar atas situasi tertentu atau lingkungan. Intelligence and creativity Pelaku kecurangan ini memiliki pemahaman yang cukup dan mengeksploitasi kelemahan pengendalian internal dan untuk menggunakan posisi, fungsi, atau akses berwenang untuk keuntungan terbesar. Convidence / Ego Individu harus memiliki ego yang kuat dan keyakinan yang besar dia tidak akan terdeteksi. Tipe kepribadian umum termasuk seseorang yang didorong untuk berhasil di semua biaya, egois, percaya diri, dan sering mencintai diri sendiri (narsisme). Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, gangguan kepribadian narsisme meliputi kebutuhan untuk dikagumi dan kurangnya empati untuk orang lain. Individu dengan gangguan ini percaya bahwa mereka lebih unggul dan cenderung ingin memperlihatkan prestasi dan kemampuan mereka. Coercion Pelaku kecurangan dapat memaksa orang lain untuk melakukan atau menyembunyikan penipuan. Seorang individu dengan kepribadian yang persuasif dapat lebih berhasil meyakinkan orang lain untuk pergi bersama dengan penipuan atau melihat ke arah lain. 4
Deceit Penipuan yang sukses membutuhkan kebohongan efektif dan konsisten. Untuk menghindari deteksi, individu harus mampu berbohong meyakinkan, dan harus melacak cerita secara keseluruhan. Stress Individu harus mampu mengendalikan stres karena melakukan tindakan kecurangan dan menjaganya agar tetap tersembunyi sangat bisa menimbulkan stres. # FRAUD PENTAGON Konsep Fraud pentagon dikemukakan oleh Crowe Howart pada tahun 2011. Pemikiran Crowe ini merupakan peluasan dari teori fraud triangle yang sebelumnya dikemukakan oleh Cressey 1953, dan teori fraud diamond yang sebelumnya dikemukakan oleh Wolfe dan Hermanson 2004. Crowe mengemukakan bahwa teori ini dikembangkan karena kecurangan jaman sekarang lebih dilengkapi dengan informasi lebih dan akses ke dalam asset perusahaan dibandingkan dengan eranya Cressey. Sehingga dalam teori ini ditambahkanlah 1 elemen fraud yang lain yaitu arogansi.
Arogansi (Arrogance) menurut Crowe (2011) adalah sifat merasa super dan hak atau keserakahan yang dimiliki oleh pelaku kejahatan dan merasa bahwa pengendalian internal dan kebijakan perusahaan serta prosedur tidak diterapkan kepadanya. Kesombongan ini muncul dari keyakinan bahwa dirinya mampu melakukan kecurangan dan internal kontrol yang ada tidak akan mempengaruhi dirinya sehingga pelaku melakukan kecurangan tanpa takut adanya sanksi yang akan menjeratnya. # FRAUD SCALE Konsep Fraud Scale ini dikemukakan oleh Dr.Steve Albrecht. Penyebab terjadinya fraud sama dengan teori fraud triangle. Dan teori scale ini merupakan teori lanjutan dari teori Fraud Triangle yang merupakan pengukuran dari teori tersebut. Menurut Albrecht 3 faktor penyebab seseorang melakukan fraud atau kecurangan dilihat dari karakteristik khusus menurut teori fraud scale adalah: a. Hidup di luar kemampuan mereka b. Keinginan yang besar untuk keuntungan c. Hutang pribadi yang tinggi
5
Tujuan teori ini adalah untuk mengukur kemungkinan pelanggaran etika, kepercayaan dan tanggung jawab.Teori ini berlaku untuk beberapa pelanggaran salah satunya pelanggaran yang mengarah ke penipuan laporan keuangan. Sumber Tekanan menurut teori ini adalah perkiraan penjualan, laba manajemen. Sedangkan faktor resiko terjadinya fraud menurut teori ini adalah dikarenakan terlalu besar dalam menaruh kepercayaan kepada karyawan serta lemahnya pengendalian dari atasan. Kecurangan paling sering terjadi ketika (i) tekanan pada situasi sangat tinggi, (ii) Integritas pribadi yang rendah, serta (iii) adanya kesempatan atau peluang yang tinggi untuk melakukan fraud. #MICE Konsep MICE ditawarka oleh Kranacher dan kawan-kawan pada tahun 2011. Dalam model ini mereka mengemukakan bahwa motivasi/tekanan dari pelaku kecurangan, yang merupakan salah satu sisi dalam segitiga kecurangan, mungkin lebih tepat diperluas dan diidentifikasi dengan akronim MICE, yakni Money (uang), Ideology (ideologi), Coercion (pemaksaan), dan Ego (ego).
Motivator ideologis membolehkan cara di mana mereka dapat mencuri uang atau ikut serta bertindakan kecurangan untuk memperoleh perasaan baik yang lebih besar adalah konsisten dengan keyakinan mereka (ideologi). Pemaksaan terjadi ketika individu mungkin enggan ditarik ke dalam skema kecurangan, tapi orang-orang ini bisa berubah menjadi whistleblower (pelapor kecurangan/pelanggaran). Ego juga bisa menjadi motif kecurangan, di mana kadang-kadang orang tidak suka kehilangan reputasi atau posisi kekuasaan mereka di depan masyarakat atau keluarga mereka. Tekanan sosial ini bisa menjadi motif untuk melakukan perbuatan curang hanya untuk menjaga ego mereka. Model ini tidak dapat memecahkan masalah kecurangan sendiri karena dua sisi dari segitiga fraud, yakni tekanan dan rasionalisasi, tidak dapat dengan mudah diamati. #GONE THEORY Teori GONE adalah teori mengenai perilaku korupsi yang diperkenalkan oleh Jack Bologne (2006). Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori Triangle Fraud yang mengungkapkan mengapa seorang koruptor melakukan tindak fraud yang meliputi unsur Greed (Keserakahan), Opportunity 6
(Kesempatan), Need (Kebutuhan), Exposes (Hukuman yang rendah),sebagai akar penyebab kecurangan. Greed terkait keserakahan dan kerakusan para pelaku korupsi yang secara potensial ada dalam diri setiap orang. Opportunity atau kesempatan terkait dengan sistem yang memberi lubang terjadinya korupsi, yang berkaitan dengan keadaan organisasi/instansi atau lingkungan masyarakat yang membuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan. Need atau kebutuhan adalah sikap mental yang tidak pernah cukup, penuh sikap konsumerisme, dan selalu sarat kebutuhan yang tak pernah usai. Exposes sebagai hal yang berkaitan dengan hukuman pada pelaku korupsi yang rendah, hukuman yang tidak membuat jera pelaku maupun orang lain, dan deterrence effect yang minim. C.
LINGKUP FRAUD Fraud bisa terjadi di hampir seluruh perusahaan menengah sampai dengan perusahaan besar. Dari hasil penelitian yang dilakukan ACFE selama tahun 1996 – 2008 pada perusahaan-perusahaan di Amerika menunjukkan bahwa fraud yang terjadi mencapai 6% dari pendapatan per tahun. Terkait dengan financial fraud, terdapat penelitian yang dilakukan oleh COSO dan hasilnya diterbitkan pada tahun 1998. Dalam penelitian tersebut, dilakukan analisa atas kasuskasus yang d i t a n g a n i S E C p a d a t a h u n 1 9 8 7 - 1 9 9 7 d e n g a n h a s i l y a n g m e n a r i k y a i t u k e b a n y a k a n f r a u d p a d a perusahaan publik dilakukan oleh perusahaan kecil, dewan direktur didominasi oleh orang dalam dan berpengalaman, sekitar 83% dari kasus yang ada mengidentifikasikan fraud atas laporan keuangan dilakukan oleh eksekutif perusahaan, rata-rata fraud dilakukan diatas periode 23,7 bulan. Pada Tahun 2009 KPMG menerbitkan hasil survey yang dilakukan pada 204 orang eksekutif perusahaan dengan pendapatan perusahaan diatas $250 juta. Dalam laporan tersebut dinyatakan bahwa resiko fraud meningkat ketika pengendalian atau program kepatuhan dalam perusahaan tidak memadai. Wilayah yang sangat perlu ditingkatkan adalah komunikasi dan pelatihan karyawan, pemeriksaan dan teknik monitoring secara kontinyu dengan berdasarkan teknologi, dan asessmen tresiko fraud. Berdasarkan laporan dari survey yang dilakukan oleh ACFE menunjukkan bahwa kerugian yang diderita akibat fraud selama 1996 s.d 2008 adalah 6% dari pendapatan yang dilaporkan pada tahun 1996, 2002 dan 2004, 5% pada Tahun 2006, dan 7% pada Tahun 2008. Dengan demikian lingkup dari fraud adalah rata-rata sebesar 6% dari ekonomi Amerika Serikat. D.
PROFIL FRAUDSTER Adalah penting untuk mengetahui dan memahami ciri pelaku kecurangan (Fraudster) berdasarkan type fraud yang sudah dilakukannya. Karena pelaku biasa justru orang yang sama sekali tidak dicurigai, sehingga fraud makin susah untuk dihindari ataupun dideteksi. 1. Siapa yang Melakukan Fraud ? Banyak pandangan yang menyatakan fraud terjadi karena adanya 7
dorongan/godaan dari luar atau faktor eksternal. Namun pada kenyataannya, beberapa orang cenderung melakukan fraud walaupun tidak ada faktor eksternal. Menurut Gwynn Nettler (Lying, Cheating, and Stealing ), pelaku kecurangan dan penipuan adalah sebagai berikut: a. Orang yang pernah mengalami kegagalan lebih mungkin untuk melakukan kecurangan b. Orang yang tidak disukai dan tidak menyukai dirinya sendiri lebih mungkin untuk menipu(licik) c. Orang yang impulsif, mudah digoda, dan tidak sabar dalam memperoleh sesuatu lebih mungkin terlibat didalam penipuan.
d. Orang yang memiliki perasaan takut akan ditangkap dan dihukum, lebih tahan e. f. g. h. i.
terhadapgodaan untuk melakukan penipuan. Orang cerdas cenderung lebih jujur daripada orang tidak tahu. Orang kelas mengengah keatas cenderung lebih jujur daripada orang kelas bawah Semakin mudah untuk melakukan kecurangan dan pencurian, semakin banyak orang yangakan melakukannya. Masing-masing orang memiliki tingkat kebutuhan berbeda yang akan mendorong untuk berbohong, berbuat curang, atau mencuri Kebohongan, Kecurangan, dan Pencurian meningkat ketika seseorang memiliki tekananyang tinggi untuk mencapai suatu tujuan Perjuangan untuk bertahan dapat menyebabkan ketidakjujuran.
Perbuatan kebohongan, kecurangan, dan pencurian di tempat kerja dalam berbagai situasi biasa dilakukan oleh : Variabel Personal : Bakat / Kemampuan Sikap / Pilihan Kebutuhan / Keinginan Pribadi Nilai / Keyakinan V a r i a b e l Or g a n i s a s i : Ruang lingkup pekerjaan Peralatan / Pelatihan yang disediakan Sistem pemberian penghargaan Kualitas manajemen dan supervisi Kejelasan tanggung jawab peran Kejelasan tujuan pekerjaan Kepercayaan antar pribadi Motivasi dan iklim etika kerja (nilai dan etika dari atasan dan rekan kerja) V a r i a b e l Ek s t e r n a l Tingkat kompetisi di dalam industri Kondisi perekonomian 8
Nilai-nilai di dalam masyarakat (etika persaingan, sosial, dan model politik) Terdapat 25 alasan atas kejahatan karyawan yang sering ditemukan, antara lain: 1. Karyawan percaya bahwa dia bisa lolos. 2. Karyawan berpikir bahwa dia sangat membutuhkan atau menginginkan uang tersebut. 3. Karyawan merasa frustasi atau tidak puas dengan bebrapa aspek pekerjaannya. 4. Karyawan merasa frustasi atau tidak puas dengan beberapa aspek kehidupan pribadi yang tidak terkait dengan pekerjaannya. 5. Karyawan merasa tertekan oleh atasan dan ingin melakukan pembalasan. 6. Karyawan tidak sepenuhnya percaya pada konsekuensi yang kemungkinan didapat. 7. Karyawan berpikir “semua orang melakukannya, kenapa saya tidak?” 8. Karyawan berpikir “keuntungan perusahaan sangat banyak,mencuri sedikit tidak akan menyakiti siapapun.” 9. Karyawan tidak tahu bagaimana mengatur keuangannya sendiri, sehingga selalu bangkrut dan bersiap untuk mencuri. 10. Karyawan merasa bahwa perbuatan tersebut adalah tantangan bukan hanya untuk keuntungan ekonomi. 11. Karyawan kehilangan masa kecil karena masalah ekonomi, sosial, maupun budaya. 12. Karyawanmerasakan kekosongan dalam kehidupanpribadinya dan membutuhkan cinta, perhatian, dan persahabatan. 13. Karyawan tidak memiliki pengendalian diri dan mencuri diluar dari keterpaksaan. 14. Karyawan percaya temannya ditempat kerja telah mengalami penghinaan, penganiayaan atau diperlakukan secara tidak adil. 15. Karyawan malas yang tidak mau bekerja keras untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. 16. Pengendalian internal organisasi yang sangat longgar sehingga membuat setiap orang tergoda untuk mencuri. 17. Tidak pernah ada yang dituntut karena mencuri dari organisasi. 18. Sebagan besar karyawan yang mencuri tertangkap secara tidak sengaja karena adanya audit atau sistem. Karena itu rasa takut tertangkap bukan menjadi halangan untuk terjadinya pencurian. 19. Karyawan tidak didorong untuk mendiskusikan masalah pribadi atau keuangan ditempat kerja atau untuk mencari saran dan nasihat dari manajemen mengenai hal-hal tersebut. 20. Pencurian oleh karyawan merupakan situasi yang situasional. Setiap penurian terjadi pada kondisi tertentu dan setiap pelaku mempunyai motifnya masing-masing. 21. Karyawan menucuri untuk alasan apapun yang muncul yang dapat dipikirkan dan dibayangkan. 22. Karyawan tidak pernah masuk peenjara atau tuntutan yang keras untuk dipenjara karena melakukan pencurian, penipuan, atau penggelapan dari pemberi kerja mereka. 23. Manusia adalah makhluk yang lemah dan rentan terhadap dosa. 24. Karyawan masa sekarang memiliki moral, etika, dan kerohanian yang buruk. 9
25. Karyawan cenderung untuk mengikuti atasan mereka , kalau atasan mereka mencuri atau berbuat curang, maka meraka juga cenderung untuk melakukannya.
2. Pencuri High-Level dan Low-Level Pencurian di tingkat yang lebih tinggi pada organisasi lebih mudah dilakukan karena dapat melewati kontrol perusahaan. Pencurian yang dilakukan oleh manajer cenderung lebih banyak daripada yang dilakukan oleh personel kelas rendah. Ciri-ciri fraudster tingkat tinggi yang dikumpulkan oleh Assosiation of Certified Fraud Examiner (ACFE) antara lain : a. Telah lama bekerja di perusahaan b. Memiliki penghasilan yang tinggi c. Biasanya pria d. Usia diatas 60 tahun e. Berpendidikan tinggi f. Tidak bekerja sendiri g. Tidak mempunyai catatan kriminal. Hall and Singleton juga memberikan ciri-ciri yang hampir sama secara general mengenai fraudster, yaitu (a) memiliki peran penting di perusahaan, (b) biasanya pria, (c) usia di atas 50 tahun, (d) telah menikah, dan (e) berpendidikan yang tinggi. Ciri-ciri tersebut hampir samadengan yang dikemukakan oleh ACFE RTTN, sehingga dapat disimpulkan bahwa penjahatkerah putih tidak terlihat seperti kriminal. E. S I A P A YANG PALING SERING MENJADI KORBAN FRAUDSTER? Yang terpenting dalam mencegah terjadinya fraud adalah pengendalian, baik itu dari dalam maupun dari luar (kontraktor, vendor dan supplier). Pengendalian juga dilakukan dari atas dan dari harus mendapat dukungan yang memadai dari bawan. Para petinggi perusahaan harus bisa memberikan kepercayaan pada bawahannya agar tercipta loyalitas dan kejujuran, karena rasa tidak percaya atasan terhadap bawahan dapat menimbulkan adanya fraud. Namun jika tidak berwaspada terhadap rasa percaya yang sepenuhnya, hal itu juga bisa menimbulkan benih terjadinya fraud. Sudah menjadi bukti empiris bawa faktor yang paling sering jadi sebab munculnya fraud adalah kurangnya pemisahan tugas tanpa adanya pengendalian yang cukup. Dan itu biasanya terjadi pada perusahaan skala kecil. Sehingga perusahaan kecil bisa dikatakan memiliki resiko yang lebih tinggi dan besar untuk bisa terjadinya fraud. F. P E N G K L A S I F I K A S I A N FRAUD # Pengelompokan Secara Umum Atas Frauds a. Investor dan Konsumen Frauds : fraud dapat terjadi pada penjual, kreditor, investor, pemasok, bankir, atau otoritas pemerintah. b. Fraud Pidana dan perdata : Fraud pidana membutuhkan bukti adanya keinginan untuk melakukan penipuan, sedangkan fraud perdata harus ada kerugian yang diderita korban. c. Fraud yang menguntungkan dan merugikan perusahaan d. Fraud dari dalam dan luar perusahaan : fraud yang dilakukan oleh perusahaan atau 10
manajemen dikategorikan sebagai internal fraud dan yang dilakukan oleh vendor, pemasok dan kontraktor termasuk dalam fraud eksternal.
e.
Manajemen dan Non Manajemen Fraud : fraud yang terjadi pada setiap level perusahaan, tidak hanya dilakukan oleh tingkat eksekutif (pemilik perusahaan), namun juga dilakukan oleh manajer perusahaan.
# Kategori Frauds Secara Spesifik Fraud adalah perbuatan yang secara sadar untuk melakukan penipuan/kecurangan. Secara spesifiki fraud mempunyai banyak istilah antara lain : Accounts payable fabrication Accounts receivable lapping Bank fraud Big rigging Cash lapping Check forgery Consumer fraud Check kiting Credit card fraud Duplicity Forged documents Infringement of copyrights False identity Insurance fraud Overbilling Procurement fraud G.
Ind Ex Fa Ma Pri W
F R A U D TREE
Assosiation of Certified Fraud Examiner (ACFE) telah mengembangkan model Fraud Tree, yang menggolongkan faud menjadi sekitar empat puluh sembilan skema fraud yang berbeda yang dibagi pada kategori dan sub kategori. Ketiga kategori utamanya adalah Pernyataan tidak benar (fraundulent statement), penyalahgunaan aset dan korupsi. Fraundulent statements biasanya dilakukan oleh para petinggi/eksekutif, mengakibatkan kerugian yang paling tinggi namun jarang terjadi. Penyalahgunaan aset biasanya dilakukan oleh karyawan. Ini termasuk fraud yang paling umum terjadi tetapi tidak mengakibatkan biaya yang tinggi. Hal ini disebabkan fraud yang dilakukan merupakan transaksi yang tidak terlalu pentingdan dilakukan oleh individu. Korupsi, melibatkan sejumlah rencana, seperti penyuapan dan pemerasan, yang pada umumnya melibatkan seseorang di dalam perusahaan dan bekerjasama dengan seseorang diluar perusahaan. 11
H.
KA S U S ME LI N D A DEE (C I T I B A N K )
Inong Melinda Dee, mantan senior Relationship Manager Citibank diduga melakukan tindak pidana pencucian dana nasabah Citibank sebesar lebih dari 16 miliar rupiah. Nasabah-nasabah yang ditangani Melinda biasanya adalah nasabah kelas kakap dengan dana lebih dari 500 juta rupiah. Sedangkan bank-bank di Indonesia masih didominasi bukan oleh nasabah seperti itu. Motif pelaku adalah untuk memuaskan dan menyenangkan suami keduanya yaitu Andhika Gumilang. Modus Operandi yang dilakukan pelaku sebagai karyawan bank adalah dengan sengaja melakukan pengaburan transaksi dan pencatatan tidak benar terhadap beberapa slip transfer. Slip transfer digunakan untuk menarik dana pada rekening nasabah dan memindahkan dana milik nasabah tanpa seizin nasabah ke beberapa rekening yang dikuasai oleh pelaku. Pelaku mengalirkan hasil penggelapan dana nasabah Citibank ke 30 rekening. Total dana yang digelapkan pelaku diduga mencapai lebih dari 16 miliar rupiah. Dana tersebut dibelanjakan barang mewah berupa empat mobil mewah dan dua apartemen yang saat ini disita polisi. Penyidikan kasus ini relatif terhambat lantaran sejauh ini baru tiga nasabah yang berani melapor polisi. Korban pelaku diduga lebih dari jumlah tersebut karena pelaku memiliki ratusan nasabah. Proses penyelidikan juga terbentur aturan perbankan yang merahasiakan identitas serta jumlah dana nasabah dan saat ini penyelidikan masih tertuju pada lalu lintas dari tiga nasabah saja. Hubungan antara bank dengan nasabahnya ternyata tidaklah seperti hubungan kontraktual biasa, tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain mana pun kecuali jika ditentukan lain oleh perundangundang yang berlaku. Menurut pasal 1 ayat 28 undang-undang perbankan, yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Analisa Dari Segi Perbankan Kasus ini tentunya bisa menimbulkan kerugian dan dampak buruk bagi dunia perbankan Indonesia serta Citibank itu sendiri khususnya pada manajemen likuiditasnya. Manajemen likuiditas adalah Kemampuan manajemen bank dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua kewajibannya maupun komitmen yg telah dikeluarkan kepada nasabah serta pengelolaan atas Reserve Requirement (RR) atau Primary reserve atau Giro wajib minimum sesuai ketentuan BI, dan Secondary Reserve. Resiko yang dapat timbul apabila gagal dalam manajemen likuiditas adalah resiko pendanaan dan resiko bunga. Bisa dikatakan bahwa implikasi negatif dari kasus ini, Jika Citibank tidak bisa atau tidak memiliki kemampuan dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua kewajibannya maupun komitmen yang telah dikeluarkan nasabah sebab penggelapan dana oleh Melinda Dee ini maka Citibank bisa saja dilikuidasi oleh Bank Indonesia serta hilangnya trust atau kepercayan nasabah dan masyarakat kepada Citibank pada khususnya dan perbankan indonesia pada umumnya. Informasi baru, Citibank mengkonfirmasikan ke masyarakat bahwa pihak Citibank menjamin uang nasabah dan aman.
12
Analisa Dari Segi Politik dan Sosial Media berpengaruh besar dalam membentuk mind set pola pikir masyarakat. Yang terjadi saat ini media dapat dipesan untuk mengabarkan suatu berita dan fokus pada berita tersebut dalam jangka waktu yang sudah ditentukan yang memang sengaja untuk membuat masyarakat lupa dengan kasus besar yang sudah terlanjur menjadi berita besar sebelumnya. Jika kita peka mengamati situasi nasional, maka kasus Melinda dee ini merupakan isu turunan untuk menutupi kasus besar yang pernah terjadi dan diberitakan sebelumnya, sebut saja kasus talangan dana Bank Century dan beberapa kasus lainnya yang memang sedang menyudutkan pemerintah Indonesia sekarang ini. Analisa Dari Segi Hukum Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah dari kegiatan yang sah. Sesuai dengan pasal 2 Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, tindak pidana yang menjadi pemicu terjadinya pencucian uang meliputi korupsi, penyuapan, penyelundupan barang/ tenaga kerja/ imigran, Perbankan, narkotika, psikotropika, perdagangan budak/ wanita/ anak/ senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, dan penipuan. Dengan sudah dikeluarkannya UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang ini, tindak pidana pencucian uang dapat dicegah atau diberantas, antara lain kriminalisasi atas semua perbuatan dalam setiap tahap proses pencucian uang yang terdiri atas: Penempatan (placement) yakni upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan (financial system) atau upaya menempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat, deposito, dan lain-lain) kembali ke dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan. Transfer (layering) yakni upaya untik mentransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan pada penyedia jasa keuangan (terutama bank) sebagai hasil upaya penempatan (placement) ke penyedia jasa keuangan yang lain. Dilakukannya layering, membuat penegak hukum sulit untuk dapat mengetahui asal usul harta kekayaan tersebut.
Menggunakan harta kekayaan (integration) yakni upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan atau transfer sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan halal (clean money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan.
Pelaku dijerat pasal 49 ayat 1 dan 2 UU No. 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan dan atau pasal 6 UU No. 15 tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU No. 25 tahun 2003 sebagaimana diubah dengan UU No. 8 tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang dan pastinya pelaku dikenakan sanksi berupa denda dan hukuman penjara.
13