Bab 1.docx

  • Uploaded by: Rosyada Niirmala
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,062
  • Pages: 29
LAPORAN SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA DENGAN RIWAYAT SROKE DI WISMA FLAMBOYAN UPT PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA BLITAR

OLEH: KELOMPOK 8 KELOMPOK 9 KELOMPOK 10

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI TAHUN 2019

1

LAPORAN SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA DENGAN RIWAYAT STROKE DI WISMA FLAMBOYAN UPT PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA BLITAR Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Kelompok Praktek Profesi Ners Departemen Keperawatan Gerontik

OLEH: Martoyo Ichwan (P17211186026) Rosyada Nirmala (P17211186011) Agni Ayu Mubarani (P17211186013) Arina Hidayati (P17211186041) Rifta Elma (P17211186021) Dhian Ndaru A. (P17211186036) Iqlima Alvein N. (P17211186019) Melkias melatunan (P17211186033) Ferensa Yulinda R.P.(P17211186002) Bagas Rani P. (P17211186009) Wahyu Jauhar N. (P17211186007)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI TAHUN 2019

1

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nyalah penulis dapat menyusun dan menyelesaikan laporan ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Lansia Dengan Riwayat Stroke di Ruang Flamboyan UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Blitar.” Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu dan memberi bimbingan dalam proses penyusunan makalah ini yaitu Preseptor Klinik dan Preseptor Institusi Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan laporan ini. Harapan penulis semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membutuhkan.

Blitar,

Maret 2019

Penulis

2

DAFTAR ISI Sampul Dalam...........................................................................................................i Kata Pengantar.........................................................................................................ii Daftar Isi.................................................................................................................iii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.............................................................................................1 1.2 Tujuan...........................................................................................................2 1.3 Manfaat........................................................................................................3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lansia..............................................................................................4 2.1.1 Pengertian Lansia.............................................................................4 2.1.2 Klasifikasi Lansia.............................................................................4 2.1.3 Tipe Lansia.......................................................................................5 2.1.4 Tugas Perkembangan Lansia............................................................6 2.1.5 Masalah Fisik Lansia........................................................................7 2.1.6 Penyakit pada Lansia........................................................................8 2.2 Konsep Penyakit...........................................................................................9 2.2.1 Definisi.............................................................................................9 2.2.2 Faktor Resiko...................................................................................9 2.2.3 Klasifikasi.......................................................................................11 2.2.4 Etiologi...........................................................................................12 2.2.5 Pathway..........................................................................................14 2.2.6 Patofisiologi...................................................................................15 2.2.7 Manifestasi Klinis..........................................................................16 2.2.8 Komplikasi.....................................................................................17 2.2.9 Pemeriksaan Penunjang.................................................................17 2.2.10 Penatalaksanaan Medis..................................................................18 BAB 3 LAPORAN KASUS...................................................................................26 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pembahasan.................................................................................................….41 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan.....................................................................................................44 5.2 Saran...............................................................................................................45 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................46

3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Menua atau menjadi tua merupakan tahap akhir dari kehidupan dan pasti akan terjadi pada semua makhluk hidup. Menua bukanlah suatu penyakit melainkan proses berangsur-angsur dan berakibat pada perubahan biologis, psikologis, sosial dan spiritual (Nugroho, 2015). Upaya pemerintah dalam pembangunan nasional berdampak pada tingginya angka harapan hidup penduduk. Hal ini menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat (Suardiman, 2011). Peningkatan jumlah lansia menimbulkan masalah dalam berbagai aspek. Salah satunya adalah aspek kesehatan. Pada lansia terjadi penurunan struktur dan fungsi organ tubuh sehingga lansia lebih rentan terhadap berbagai penyakit baik degeneratif maupun infeksi (Darmojo dan Martono, 2010). Proporsi penyebab kematian pada lansia paling tinggi adalah stroke (Riset Kesehatan Dasar, 2013). Penyakit stroke banyak ditemukan pada masyarakat yang berusia 45 tahun ke atas. Stroke terjadi secara mendadak dan dapat berakhir pada kematian serta kecacatan yang pemanen pada anggota gerak (Lumbantobing, 2010). Stroke memiliki tingkat mortalitas yang tinggi sebagai penyakit terbanyak ketiga yang menyebabkan kematian di dunia setelah penyakit jantung dan kanker. Persentase yang meninggal akibat kejadian stroke pertama kali adalah 18% hingga 37% dan 62% untuk kejadian stroke berulang. Data Internasional Classification of Disease yang diambil dari National Vital Statistics Reports Amerika Serikat untuk tahun 2011 menunjukkan rata-rata kematian akibat stroke adalah 41,4% dari 100.000 penderita. Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per 1000 penduduk dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per 1000 penduduk. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan tertinggi di Sulawesi Utara (10,8 per 1000 penduduk), diikuti DI Yogyakarta (10,3 per 1000 penduduk), Bangka Belitung

1

dan DKI Jakarta (masing-masing 9,7 per 1000 penduduk). Prevalensi stroke berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9 per 1000 penduduk), DI Yogyakarta (16,9 per 1000 penduduk), Sulawesi Tengah (16,6 per 1000 penduduk), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per 1000 penduduk. Kasus stroke di provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 12,3 per seribu penduduk. Dampak yang ditimbulkan akibat stroke antara lain adalah kelemahan atau kelumpuhan pada ekstremitas anggota gerak. Akibat dari kelemahan anggota gerak akan menyebabkan munculnya masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik dan resiko jatuh. Selain itu lansia juga akan mengalami gangguan pada otak bagian thalamus atau sub kortikal yang dapat mempengaruhi kualitas dan pola tidur akibat terjadinya insomnia post stroke. Kesepian juga dapat terjadi pada lansia yang tinggal di rumah pelayanan social karena merasa ditinggalkan oleh keluarganya. Hal ini menyebabkan ketidakmampuan penderita stroke dalam melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Mereka menjadi bergantung kepada orang lain di sekitarnya. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menjadikan penyakit stroke sebagai studi kasus pada laporan asuhan keperawatan gerontik ini, agar penulis lebih memahami bagaimana proses keperawatan yang dilakukan pada lansia dengan riwayat penyakit stroke. 1.2 Tujuan 1.2.1

Tujuan Umum Melakukan asuhan keperawatan gerontik pada lansia dengan riwayat stroke.

1.2.2

Tujuan Khusus 1. Melakukan pengkajian pada lansia dengan riwayat stroke. 2. Melakukan perumusan diagnosa keperawatan pada lansia dengan riwayat stroke. 3. Menyusun rencana intervensi keperawatan pada lansia dengan riwayat stroke. 4. Melakukan tindakan keperawatan pada lansia dengan riwayat stroke.

2

5. Melakukan evaluasi pada lansia dengan riwayat stroke. 6. Melakukan dokumentasi keperawatan pada lansia dengan riwayat stroke. 1.3 Manfaat 1.3.1

Bagi Pembaca Sebagai salah satu sumber informasi dan pengetahuan awal tentang kasus stroke pada lansia.

1.3.2

Bagi Instansi Laporan ini diharapkan dapat menjadi panduan dan acuan asuhan keperawatan pada lansia dengan riwayat stroke.

3

BAB 2 TINJAUAN TEORI

1. Konsep Lansia 1.1 Pengertian Lanjut Usia Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam

jangka waktu beberapa dekade. Usia lanjut

merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari (Notoatmodjo, 2007). Lansia merupakan dua kesatuan fakta sosial dan biologi. Sebagai suatu fakta sosial, lansia merupakan suatu proses penarikan diri seseorang dari berbagai status dalam suatu struktur masyarakat. Secara fisik pertambahan usia dapat berarti semakin melemahnya menusia secara fisik dan kesehatan (Prayitno, 2000) Menurut Undang Undang RI No 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 19 ayat 1 bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pad seluruh aspek kehidupan (Khoiriyah, 2011) 1.2 Klasifikasi Lansia Menurut Maryam (2008), lima klasifikasi pada lansia antara lain: a. Pra lansia Seseorang yang berusia 45-59 tahun b. Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih c. Lansia resiko tinggi Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan d. Lansia potensial Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang masih dapat menghasilkan barang/ jasa e. Lansia tidak potensial

4

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Nugroho (2000), lanjut usia meliputi: a. Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun b. Usia lanjut (eldery) antara 60-74 tahun c. Usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun 1.3 Tipe Lansia Menurut Maryam (2008), beberapa tipe lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonominya. Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Tipe arif bijaksana Kaya dengan hikmah, pengalaman menyesuaikan diri dengan perubahan jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan b. Tipe mandiri Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru dan selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan c. Tipe tidak puas Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut d. Tipe pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja. e. Tipe bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan acuh tidak acuh

5

Mangkunegoro IV dalam surat Werdatama, yang dikutip oleh H.I. Widyapranata menyebutkan bahwa orang tua (lanjut usia) dalam literatur lama (Jawa) dibagi dua golongan, yaitu: 1. Wong Sepuh: orang tua yang sepi hawa nafsu, menguasai ilmu “Dwi Tunggal”, yakni mampu membedakan antara baik dan buruk, sejati dan palsu, Gusti (Tuhan) dan kawulanya atau hambanya 2. Wong Sepah lanjut usia yang kosong, tidak tahu rasa, bicaranya mulukmuluk tanpa isi, tingkah lakunya dibuat-buat dan berlebihan, serta memalukan. Hidupnya menjadi hambar (kehilangan dinamika dan romantika hidup). 1.4 Tugas Perkembangan Lanjut Usia Seiring tahap kehidupan, lansia memiliki tugas perkembangan khusus. menurut Potter dan Perry (2005), tujuh kategori utama tugas perkembangan lansia meliputi: a) Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan Lansia harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring terjadinya penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi. Hal ini tidak dikaitkan dengan penyakit, tetapi hal ini adalah normal. b) Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan Lansia umumnya pensiun dari pekerjaan purna waktu, dan oleh karena itu mungkin perlu untuk meyesuaikan dan membuat perubahan karena hilangnya peran bekerja. c) Menyesuaikan terhadap kematian pasangan Mayoritas lansia dihadapkan pada kematian pasangan, teman, dan kadang anaknya. Kehilangan ini sering sulit diselesaikan, apalagi bagi lansia yang menggantungkan hidupnya dari seseorang yang meninggalkannya dan sangat berarti bagi dirinya. d) Menerima diri sendiri sebagai individu lansia Beberapa lansia menemukan kesulitan untuk menerima diri sendiri selama penuaan. Mereka dapat memperlihatkan ketidakmampuannya sebagai koping dengan menyangkal penurunan fungsi, meminta cucunya untuk

6

tidak memanggil mereka “nenek” atau menolak meminta bantuan dalam tugas yang menempatkan keamanan mereka pada resiko yang besar. e) Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup Lansia dapat mengubah rencana kehidupannya. Misalnya kerusakan fisik dapat mengharuskan pindah ke rumah yang lebih kecil dan untuk seorang diri. f) Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa Lansia sering memerlukan penetapan hubungan kembali dengan anakanaknya yang telah dewasa g) Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup. Lansia harus belajar menerima akivitas dan minat baru untuk mempertahankan kualitas hidupnya. Seseorang yang sebelumnya aktif secara sosial sepanjang hidupnya mungkin merasa relatif mudah untuk bertemu orang baru dan mendapat minat baru. Akan tetapi, seseorang yang introvert dengan sosialisasi terbatas, mungkin menemui kesulitan bertemu orang baru selama pensiun. 1.5 Masalah Fisik yang Sering Ditemukan pada Lansia Menurut Azizah (2011), masalah fisik yang sering ditemukan pada lansia adalah: 1)

Mudah Jatuh Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang

melihat kejadian yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka 2)

3)

Mudah Lelah Disebabkan oleh: a)

faktor psikologis (perasaan bosan, keletihan atau perasaan depresi)

b)

gangguan organis

c)

pengaruh obat-obat

Berat Badan Menurun Disebabkan oleh: a)

Pada umumnya nafsu makan menurun karena kurang gairah hidup atau kelesuan 7

b)

Adanya penyakit kronis

c)

Gangguan pada saluran pencernaan sehingga penyerapan makanan terganggu

d) 4)

Faktor-faktor sosioekonomis (pensiun)

Sukar Menahan Buang Air Besar Disebabkan oleh: a)

Obat-obat pencahar perut

b)

Keadaan diare

c)

Kelainan pada usus besar

d)

Kelainan pada ujung saluran pencernaan (pada rektum usus)

5) Gangguan pada Ketajaman Penglihatan Disebabkan oleh: a) Presbiop b) Kelainan lensa mata (refleksi lensa mata kurang) c) Kekeruhan pada lensa (katarak) d) Tekanan dalam mata yang meninggi (glaukoma) 1.6 Penyakit yang Sering Dijumpai pada Lansia Menurut Azizah (2011), dikemukakan adanya empat penyakit yang sangat erat hubungannya dengan proses menua yakni: a. gangguan sirkulasi darah, seperti : hipertensi, kelainan pembuluh darah, gangguan pembuluh darah di otak (koroner) dan ginjal b. gangguan metabolisme hormonal, seperti: diabetes mellitus, klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid c. gangguan pada persendian, seperti osteoartitis, gout arthritis, atau penyakit kolagen lainnya d. berbagai macam neoplasma

8

2. KONSEP PENYAKIT 2.1

Definisi Stroke Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus

ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008). Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002). 2.2

Faktor Resiko Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi yaitu :

Faktor Resiko Utama : 1.

Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian.

2.

Aneurisma pembuluh darah cerebral. Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.

3.

Kelainan jantung / penyakit jantung. Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan

9

menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Disamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah. Beberapa Penyakit Jantung berpotensi menimbulkan stroke. Dikemudian hari seperti penyakit jantung reumatik, penyakit jantung koroner dengan infark obat jantung dan gangguan irana denyut jantung. Factor resiko ini pada umumnya akan menimbulkan hambatan atau sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepaskan sel- sel / jaringan- jaringan yang telah mati ke aliran darah. 4.

Diabetes mellitus (DM). Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yaitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral. Diabetes mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak sampai berukuran besar. Menebalnya pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah yang akan menggangu kelancaran aliran darah ke otak, pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel- sel otak.

Faktor Resiko Tambahan 1. Usia lanjut. Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak. 2. Peningkatan kolesterol (lipid total). Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan

aterosklerosis

dan

terbentuknya

embolus

dari

lemak.

Meningginya kadar kolesterol merupakan factor penting untuk terjadinya asterosklerosis atau menebalnya dinding pembuluh darah yang diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah. 3. Obesitas. Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak. 4. Perokok. Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis. Merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen yang akan mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan peningkatan kekentalan darah. 10

2.3

Klasifikasi Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya,

yaitu:(Muttaqin, 2008) a. Stroke Hemoragi Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu: 1) Perdarahan intraserebral Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum. 2) Perdarahan subaraknoid Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabangcabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll). b. Stroke Non Hemoragi Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan

11

selanjutnya

dapat

timbul

edema

sekunder.

Kesadaran

umumnya

baik.

Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu: 1) TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. 2) Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari. 3) Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang. 2.4

Etiologi Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan stroke (Black & Hawks, 2009; Price & Wilson, 2005) adalah: a. Trombosis Trombosis merupakan proses pembentukan trombus dimulai dengan kerusakan dinding endotel pembuluh darah paling sering karena aterosklerosis. Aterosklerosis menyebabkan penumpukan lemak dan membentuk plak di dinding pembuluh darah. Pembentukan plak yang terus menerus akan menyebabkan obstruksi yang dapat terbentuk di dalam suatu pembuluh darah otak atau pembuluh organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas dan dibawa melalui sistem arteri otak sebagai suatu embolus (Black & Hawks, 2009). b. Emboli Embolus yang terlepas akan ikut dalam sirkulasi dan terjadi sumbatan pada arteri serebral yang menyebabkan stroke embolik, lebih sering terjadi pada atrial fibrilasi kronik (Price & Wilson, 2005). c. Hemoragik Sebagian besar hemoragik intraserebral disebabkan oleh rupture karena arteriosklerosis dan pembuluh darah hipertensif. Hemoragik intraserebral

12

lebih sering terjadi pada usia >50 tahun karena hipertensi. (Black & Hawks, 2009). d. Penyebab lain Stroke dapat disebabkan oleh hiperkoagulasi termasuk defisiensi protein C dan S serta gangguan pembekuan yang menyebabkan trombosis dan stroke iskemik. Penyebab tersering adalah penyakit degenerative arterial baik arteriosklerosis pada pembuluh darah besar maupun penyakit pembuluh darah kecil. Penyebab lain yang jarang terjadi diantaranya adalah penekanan pembuluh darah serebral karena tumor, bekuan darah yang besar, edema jaringan otak dan abses otak (Black & Hawks, 2009).

13

2.5

Pathway

14

2.6

Patofisiologi Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.

Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadangkadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.

15

Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemenelemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008). 2.7

Manifestasi Klinis Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi

(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya. 1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia) 2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak. 3. Tonus otot lemah atau kaku 4. Menurun atau hilangnya rasa 5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia” 6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan) 7. Disartria (bicara pelo atau cadel) 8. Gangguan persepsi 16

9. Gangguan status mental 10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala. 2.8

Komplikasi Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,

komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan: 1. Berhubungan dengan immobilisasi (infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis). 2. Berhubungan dengan paralisis (nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh) 3. Berhubungan dengan kerusakan otak (epilepsi dan sakit kepala). 4. Hidrocephalus Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal. 2.9 Pemeriksaan Penunjang a. Angiografi serebral Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri. b. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT). Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT). c. CT scan Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti. d. MRI (Magnetic Imaging Resonance) Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik. e. EEG

17

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak. f. Pemeriksaan laboratorium 1) Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu harihari pertama. 2) Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin) 3) Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-rangsur turun kembali. 4) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri. 2.10 Penatalaksanaan Medis Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan tindakan sebagai berikut: a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan. b. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi. c. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung. d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihanlatihan gerak pasif. e. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK f. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan,

18

Pengobatan Konservatif a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan. b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial. c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma. d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler. Pengobatan Pembedahan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral : a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher. b. Revaskularisasi

terutama

merupakan

tindakan

pembedahan

manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA. c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

19

dan

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan A. Pengkajian Keperawatan 1. Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis. 2. Keluhan utama Biasanya didapatkan penurunan kekuatan otot, kelemahan anggota gerak sebelah badan, keterbatasan rentang gerakbicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. 3. Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain sehingga pasien terbatas dalam rentang geraknya. 4. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. 5. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. Pengumpulan Data A.

Aktivitas/istirahat: Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan seperti aktivitas makan, berpakaian(mengenakan pakaian), menuju kamar mandi, eliminasi (Ketidakmampuan mencapai toilet), hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, kesulitan dalam membolak-balikkan posisi, kelemahan dan susah tidur. 20

B.

Sirkulasi Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia. Dan hipertensi arterial.

C.

Integritas Ego. Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengekspresikan diri.

D.

Eliminasi Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.

E.

Makanan/caitan : Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia serta kelemahan otot pengunyah.

F.

Neuro Sensori Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial. Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka, gangguan sistem saraf pusat

G.

Nyaman/nyeri Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka, ketidaknyamanan.

H.

Respirasi Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas, whezing, ronchi.

I.

Keamanan Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.

J.

Interaksi sosial

21

Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.Ketidakmampuan berkomunikasi serta sulit mengungkapkan kata-kata. B. Diagnosa Keperawatan 1. Hambatan Mobilitas Fisik 2. Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh 3. Defisit Perawatan Diri

C. Intervensi Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Berhubungan dengan : Ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis, psikologis atau ekonomi. DS:  Nyeri abdomen  Muntah  Kejang perut  Rasa penuh tiba-tiba setelah makan DO:  Diare  Rontok rambut yang berlebih  Kurang nafsu makan  Bising usus berlebih  Konjungtiva pucat  Denyut nadi lemah

NOC: a. Nutritional status: Adequacy of nutrient b. Nutritional Status : food and Fluid Intake c. Weight Control Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….nutrisi kurang teratasi dengan indikator: Albumin serum Pre albumin serum Hematokrit Hemoglobin Total iron binding capacity Jumlah limfosit

Intervensi  



         

22

Kaji adanya alergi makanan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah Monitor lingkungan selama makan Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan Monitor turgor kulit Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht Monitor mual dan muntah Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva Monitor intake nuntrisi Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi



Gangguan mobilitas fisik Berhubungan dengan :  Gangguan metabolisme sel  Keterlembatan perkembangan  Pengobatan  Kurang support lingkungan  Keterbatasan ketahan kardiovaskuler  Kehilangan integritas struktur tulang  Terapi pembatasan gerak  Kurang pengetahuan tentang kegunaan pergerakan fisik  Indeks massa tubuh diatas 75 tahun percentil sesuai dengan usia  Kerusakan persepsi sensori  Tidak nyaman,

Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.  Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan  Kelola pemberan anti emetik:.....  Anjurkan banyak minum  Pertahankan terapi IV line  Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval NOC : NIC : Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation Mobility Level  Monitoring vital sign Self care : ADLs sebelm/sesudah latihan dan Transfer performance lihat respon pasien saat Setelah dilakukan tindakan latihan keperawatan  Konsultasikan dengan selama….gangguan mobilitas terapi fisik tentang rencana fisik teratasi dengan kriteria ambulasi sesuai dengan hasil: kebutuhan Klien meningkat dalam  Bantu klien untuk aktivitas fisik menggunakan tongkat saat Mengerti tujuan dari berjalan dan cegah peningkatan mobilitas terhadap cedera Memverbalisasikan perasaan  Ajarkan pasien atau dalam meningkatkan kekuatan tenaga kesehatan lain dan kemampuan berpindah tentang teknik ambulasi Memperagakan penggunaan  Kaji kemampuan pasien alat Bantu untuk mobilisasi dalam mobilisasi (walker)  Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan  Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.  Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.

23



nyeri Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler  Intoleransi aktivitas/penuruna n kekuatan dan stamina  Depresi mood atau cemas  Kerusakan kognitif  Penurunan kekuatan otot, kontrol dan atau masa  Keengganan untuk memulai gerak  Gaya hidup yang menetap, tidak digunakan, deconditioning  Malnutrisi selektif atau umum DO:  Penurunan waktu reaksi  Kesulitan merubah posisi  Perubahan gerakan (penurunan untuk berjalan, kecepatan, kesulitan memulai langkah pendek)  Keterbatasan motorik kasar dan halus  Keterbatasan ROM  Gerakan disertai nafas pendek atau tremor  Ketidak stabilan posisi 

24

Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan



selama melakukan ADL Gerakan sangat lambat dan tidak terkoordinasi

Defisit perawatan diri Berhubungan dengan : penurunan atau kurangnya motivasi, hambatan lingkungan, kerusakan muskuloskeletal, kerusakan neuromuskular, nyeri, kerusakan persepsi/ kognitif, kecemasan, kelemahan dan kelelahan.

NOC : Self care : Activity of Daily Living (ADLs) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Defisit perawatan diri teratas dengan kriteria hasil: Klien terbebas dari bau badan Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs Dapat melakukan ADLS dengan bantuan

DO : ketidakmampuan untuk mandi, ketidakmampuan untuk berpakaian, ketidakmampuan untuk makan, ketidakmampuan untuk toileting

25

NIC : Self Care assistane : ADLs  Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.  Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.  Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.  Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.  Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.  Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.  Berikan aktivitas rutin seharihari sesuai kemampuan.  Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87

More Documents from "Indrastika Wulandari"