Bab 1.docx

  • Uploaded by: EVI
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,868
  • Pages: 16
BAB I PENDAHULUAN Kejang demam merupakan penyakit yang lazim ditemui pada bayi dan anak usia 6 bulan sampai 5 tahun dan paling sering ditemui pada usia 9-20 bulan. Kejang demam merupakan penyakit yang diturunkan, jika orang tua pernah mengalami kejang deman maka anak mereka berpotensi sangat besar untuk mengalami kejang demam. Kejang demam biasanya dianggap sebagai kondisi yang tidak membahayakan. Kejang yang terjadi biasanya bersifat lokal pada awalnya dan hanya akan menjadi kejang umum jika terdapat peningkatan suhu tubuh pasien yang melewati ambang batas. Kejang akibat demam jarang sekali berlangsung lebih dari beberapa menit, selain itu umunya tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan EEG saat kejang terjadi dan pasien memiliki kemungkinan untuk sembuh sempurna. Kejang demam biasanya timbul pada anak dengan suhu tubuh diatas 38 °C (100.4 °F). Selain itu infeksi virus atau bakteri dan bahkan imunisasi yang menyebabkan demam tinggi seperti herpes virus dapat menjadi faktor penyebab dari kejang demam. Hingga saat ini masih belum ditemukan obat profilaksis antiepilepsi untuk mencegah terjadinya kejang demam. Perbedaan mendasar antara kejang demam dan penyakit serupa yang lebih serius seperi demam ensephalitis akut atau ensephalopathic adalah terdapatnya kejang fokal ataupun kejang yang berkepanjangan. Selain itu, jika dilihat pemeriksaan EEGnya akan ditemukan kelainan serta ditemukannya kondisi complicated febrile seizures atau kejang demam berulang tiap ada kenaikan suhu tubuh pasien. Pasien seperti inilah yang memiliki prosentase tinggi untuk mengalami komplikasi seperti kejang atypical, petit mal, atonic, dan astatic spells yang diikuti kejang tonic, mental retardation, dan partial complex epilepsy

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian

Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai mengakibatkan akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan. Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara. Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. Jadi

dapat

disimpulkan

kejang

demam

adalah

kenaikan

suhu

tubuh

yang

menyebabkanperubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.

B. Anatomi Otak & Fisiologi 1. Anatomi a. Otak

Gambar 1. Otak

Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dari syaraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak (Kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Bagian-bagian otak : 1) Hipotalamus merupakan bagian ujung depan diesenfalon yang terletak di bawah sulkus hipotalamik dan di depan nukleus interpundenkuler hipotalamus terbagi dalam berbagai inti dan daerah inti. Terletak pada anterior dan inferior talamus berfungsi mengontrol dan mengatur sistem syaraf autonom juga bekerja dengan hipofisis untuk mempertahankan keeimbangan cairan, mempertahankan pengaturan suhu tubuh melalui peningkatan vasokontriksi atau vasodilatasi dan mempengaruhi sekresi hormonal dengan kelenjar hipofisis, juga sebagai pusat lapar dan mengontrol berat badan, sebagai pengatur tidur, tekanan darah, perilaku agresif dan seksual dan pusat respon emosional. 2) Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktivitasprimernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima semua impuls memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini. 3) Traktus Spinotalamus (serabut-serabut segera menyilang kesisi yang berlawanan dan masuk ke medulla spinulis dan naik). Bagian ini bertugas mengirim impuls nyeri dan temperatur ke talamus dan kortek serebri. 4) Kelenjar Hipofisis dianggap sebagai masker kelenjar karena sejumlah hormon-hormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Hipofisis merupakan bagian otak yang tiga kali lebih sering timbul tumor pada orang dewasa. 5) Hipotesis Termostatik : mengajukan bahwa suhu tubuh diatas titik tersebut akan menghambat nafsu makan. 6) Mekanisme Aferen : empat hipotesis utama tentang mekanisme aferen yang terlibat dalam pengaturan masukan makanan telah diajukan, dan keempat hipotesis itu tidak ada hubunganya satu dengan yang lain. 2. Fisiologi Hipotalamus mempunyai fungsi sebagai pengaturan suhu tubuh dan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh. a. Pirogen Endogen Demam yang ditimbulkan oleh Sitokin mungkin disebabkan oleh pelepasan prostaglandin lokal di hipotalamus. Penyuntikan prostaglandin kedalam hipotalamus menyebabkan demam. Selain itu efek antipiretik aspirin bekerja langsung pada hipotalamus, dan aspirin menghambat sintesis prostaglandin.

b. Pengaturan Suhu Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot, asimilasi makanan, dan oleh semua proses vital yang berperan dalam metabolisme basal. Panas dikeluarkan dari tubuh melalui radiasi, konduksi (hantaran) dan penguapan air disaluran nafas dan kulit. Keseimbangan pembentukan pengeluaran panas menentukan suhu tubuh, karena kecepatan reaksi-reaksi kimia bervariasi sesuai dengan suhu dank arena sistem enzim dalam tubuh memiliki rentang suhu normal yang sempit agar berfungsi optimal, fungsi tubuh normal bergantung pada suhu yang relatif konstan.

C. Etiologi Kejang dapat disebabkan oleh berbagai patologis termasuk tumor otak , truma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit dan gejala putus alcohol dan gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subkutan, sabagian kejang merupakan idiopatuk. 1. Intrakranial a. Asfiksia : Ensefalitis, hipoksia iskemik b. Trauma (perdarahan) : Perdarahan sub araknoid, sub dural atau intra ventricular c. Infeksi : Bakteri virus dan parasit d. Kelainan bawaan : Disgenesis, korteks serebri 2. Ekstra cranial a. Gangguan metabolik :Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesimia, gangguan elektrolit (Na dan K). b. Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat c. Kelainan yang diturunkan: Gangguan metabolism asam amino, ketergantungan dan kekurangan asam amino. 3. Idiopatik Kejang neonates, fanciliel benigna, kejang hari ke 5.

D. Klasifikasi Kejang Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik. 1. Kejang Tonik Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum

dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus. 2. Kejang Klonik Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1–3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik. 3. Kejang Mioklonik Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.

E. Patofisiologi Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan peraataraan fungsi paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (NA+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan yang disebut potensial membrane dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya : 1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. 2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. 3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi

otak mencapai 65% dari seluruh tubu, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadi pada suhu 38oC pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 oC. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.

F. Manifestasi Klinik 1. Kejang parsial ( fokal, lokal ) a. Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini : 1) Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil. 2) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.

3) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik. 4) Kejang tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama. b. Parsial kompleks 1) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks. 2) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap–ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya. 3) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku 2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi ) a. Kejang absens 1) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas. 2) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik. 3) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh b. Kejang mioklonik 1) Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak. 2) Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan-kedutan sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki. 3) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok 4) Kehilangan kesadaran hanya sesaat. c. Kejang tonik kronik 1) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit. 2) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih. 3) Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah. 4) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal. d. Kejang atonik 1) Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.

2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

G. Komplikasi Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yang amat sangat pada orang tua, sebagian kejang demam tidak mempengaruhi kesehatan jangka panjang, kejang demam tidak mengakibatkan kerusakan otak, keterbelakangan mental atau kesulitan belajar / ataupun epiksi. Epilepsi pada anak di artikan sebagai kejang berulang tanpa adanya demam kecil kemungkinan epilepsi timbul setelah kejng demam. Sekitar 2 – 4 anak kejang demam dapat menimbulkan epilepsi, tetapi bukan karena kejang demam itu sendiri kejang pertama kadang dialami oleh anak dengan epilepsi pada saat mereka mengalami demam. Namun begitu antara 95 – 98 % anak yang mengalami kejang demam tidak menimbulkan epilepsi. Komplikasi yang paling umum dari kejang demam adalah adanya kejang demam berulang. Sekitar 33% anaka akan mengalami kejang berulang jika ,ereka demam kembali. Sekitar 33% anka akan mengalami kejang berulang jika mereka demam kembali resiko terulangnya kejang demam akan lebih tinggi jika : 1. Pada kejang yang pertama, anak hanya mengalami demam yang tidak terlalu tinggi. 2. Jarak waktu antara mulainya demam dengan kejang yang sempit. 3. Ada faktor turunan dari ayah ibunya. Risiko yang akan dihadapi seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor: 1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga. 2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam. 3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal. Namun begitu faktor terbesar adanya kejang demam berulang ini adalah usia. Semakin muda usia anak saat mengalami kejang demam, akan semakin besar kemungkinan mengalami kejang berulang.

H. Pemeriksaan Penunjang 1. Elektroensefalogram ( EEG ) : Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang. 2. Pemindaian CT : Menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan. 3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah–daerah otak yang tidak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.

4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah dalam otak. 5. Uji laboratorium a. Pungsi lumbal : Menganalisis cairan serebrovaskuler. b. Hitung darah lengkap : Mengevaluasi trombosit dan hematokrit. c. Panel elektrolit d. Skrining toksik dari serum dan urin e. GDA f. Kadar kalsium darah g. Kadar natrium darah h. Kadar magnesium darah

I. Penatalaksanaan 1. Pengobatan fase akut Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus di perhatikan adalah sebagai berikut: a. Anak harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak. b. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut sianak seperti sendok atau penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan nafas. c. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang. d. Sebagian besar kejang berlangsung singkat & dan tidak memerlukan penanganan khusus. e. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera di bawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk di bawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik di lakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit. f. Setelah kejang berakhir ( jika < 10 menit ), anak perlu di bawa menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kakakuan leher, muntah-muntah yang berat,atau anak terus tampak lemas. Jika anak di bawa kefasilitas kesehatan, penanganan yang akan di lakukan selain point-point di atas adalah sebagai berikut : 1. Memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat.

2. Pemberian oksigen melalui face mask. 3. Pemberian diazepam 0.5 mg / kg berat badan per rectal (melalui) atau jika terpasang selang infuse 0.2 mg / kg per infus. 4. Pengawasan tanda-tanda depresi pernafasan

Jika kejang masih berlanjut : 1. Pemberian diazepam 0.2 mg / kg per infuse diulangi. Jika belum terpasang selang infus 0.5 mg / kg per rektal. 2. Pengawasan tanda – tanda depresi pernapasan. 3. Pemberian fenobarbital 20 – 30 mg / kg per infuse dalam 30 menit atau fenitoin 15–40 mg / kg per infuse dalam 30 menit. 4. Pemberian Fenitoin hendaknya di sertai dengan monitor EKG (rekam jantung).

J. Pengkajian

Pengkajian Fokus 1. Aktifitas dan istirahat Gejala : keletihan,kelemahan umum,keterbatasan dalam beraktivitas atau bekerja yang di timbulkan oleh diri sendiri atau orang terdekat atau pemberi asuhan kesehatan atau orang lain. Tanda : perubahan tonus atau kekuatan otot, gerakan involunter. 2. Sirkulasi atau kontraksi otot ataupun sekelompok otot Gejala : Ikfal,hiperfensi,peningkatan nadi,sianosis Postiktal : tanda-tanda fital normal atau depresi dengan penurunan. 3. Eliminasi nadi dan pernafasan. Gejala : inkontinensia episodic Tanda : a. Iktal adalah peningkatan tekanan kandung kemih tonus spingfer b. postikal adalah otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia (baik urin atau Fekal). 4. Makanan dan Cairan Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan efektifitas kejang. Tanda : kerusakan jaringan atau gigi ( cidera selama kejang). 5. Nyeri atau kenyamanan Gejala : sakit kepala, nyeri otot, atau punggung, nyeri abdominal Tanda : tingkah laku yang berhati-hati, perubahan pada tonus otot, tingkah laku distraksi atau gelisah

6. Pernafasan Gejala : iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun atau cepat peningkatan sekresi mucus. 7. Keamanan Gejala : riwayat terjatuh atau trauma, fraktur Tanda : trauma pada jaringan lunak atau ekimosis penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh.

K. Tumbuh Kembang Anak Perkembangan pada anak mencakup perkembangan motorik halus, perkembangan motorik kasar, perkembangan bahasa, dan perkembangan perilaku/adaptasi sosial. 1. Perkembangan Motorik Halus Perkembangan motorik halus pada tiap tahap perkembangan anak adalah sebagai berikut: Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah dapat melakukan hal-hal seperti memegang suatu objek, mengikuti objek dari sisi, mencoba memegang dan memasukkan benda ke dalam mulut, memegang benda tapi terlepas,memerhatikan tangan dan kaki, memegang benda dengan kedua tangan, serta menahan benda di tangan walaupun hanya sebentar.

2. Perkembangan Motorik Kasar Perkembangan motorik kasar pada tiap tahap perkembangan anak adalah sebagai berikut : Perkembangan motorik kasar pada usia ini dimulai dengan kemampuan mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk sebentar dengan ditopang, mampu duduk dengan kepala tegak, jatuh terduduk di pangkuan ketika disokong pada posisi berdiri, kontrol kepala sempurna, mengangkat kepala sambil berbaring telentang, berguling dari telentang ke miring, posisi lengan dan tungkai kurang fleksi, dan berusaha merangkak.

3. Perkembangan Bahasa Berikut ini akan disebutkan perkembangan bahasa pada tiap tahap usia anak. Perkembangan bahasa pada usia ini ditandai dengan adanya kemampuan bersuara dan tersenyum, mengucapkan huruf hidup, berseloteh, mengucapkan kata “ooh/aah”, tertawa dan berteriak, mengoceh spontan, serta bereaksi dengan mengoceh.

4. Perkembangan Perilaku /Adaptasi Sosial Perkembangan perilaku pada tahap tumbuh kembang tiap usia adalah sebagai berikut : Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini dapat diawali dengan kemampuan mengamati tangannya; tersenyum spontan dan membalas senyum bila diajak tersenyum ; mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, dan kontak; tersenyum pada wajah manusia; waktu

tidur dalam sehari lebih sedikit daripada waktu terjaga; membentuk siklus tidur bangun; menangis bila terjadi sesuatu yang aneh; membedakan wajah-wajah yang dikenal dan tidak dikenal; senang menatap wajah-wajah yang dikenalnya; serta terdiam bila ada orang yang tak dikenal (asing).

L. Pathways Kejang Demam

M. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul 1. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan. 2. Defisit volume cairan berhubungan dengan output berlebihan (dehidrasi). 3. Risiko terjadi kerusakn sel otak berhubungan dengan kejang. 4. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kejang. 5. Risiko kurang nutrisi berhubungan dengan anoreksia. 6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi.

N. Fokus Intervensi dan Rasional 1. Diagnosa Keperawatan : Potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi Tujuan : Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan hiperthermi Kriteria hasil : a. Tidak terjadi serangan kejang ulang. b. Suhu 36,5 – 37,5ºC (bayi), 36 – 37,5ºC (anak)

c. Nadi 110 – 120 x/menit (bayi) 100-110 x/menit (anak) d. Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi) 24 – 28 x/menit (anak) e. Kesadaran composmentis

Rencana Tindakan : a. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat. Rasional : Proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat. b. Berikan kompres dingin Rasional : Perpindahan panas secara konduksi c. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll) Rasional : Saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat. d. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan. e. Batasi aktivitas selama anak panas Rasional : Aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas. f. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai instruksi. Rasional : Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis

2. Diagnosa Keperawatan : Potensial terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan. Kriteria Hasil : a. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan. b. Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang. c. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.

Rencana Tindakan : a. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah. Rasional : meminimalkan injuri saat kejang b. Tinggalah bersama klien selama fase kejang. Rasional : meningkatkan keamanan klien. c. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah. Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut. d. Letakkan klien di tempat yang lembut.

Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter berkurang. e. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang. Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu. f. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal

3. Diagnosa Keperawatan / Masalah : Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi Tujuan : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya. Kriteria hasil : a. Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya. b. Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan. c. keluarga mentaati setiap proses keperawatan.

Rencana Tindakan : a. Kaji tingkat pengetahuan keluarga Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat. b. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam Rasional : Penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan keluarga. c. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan. Rasional : Agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan d. Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang demam, antara lain : 1) Jangan panik saat kejang 2) Baringkan anak ditempat rata dan lembut. 3) Kepala dimiringkan. 4) Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan ke mulut. 5) Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang. 6) Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak minum 7) Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama. Rasional : Sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan.

e. Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas. Rasional : Mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang. f. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu. Rasional : Sebagai upaya preventif serangan ulang g. Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam. Rasional : Imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang demam

DAFTAR PUSTAKA

Lumbantobing, SM. 1989. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak. Jakarta: Gaya Baru Lynda, Juall C. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC Marilyn, E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC Matondang, Corry S. 2000. Diagnosis Fisis Pada Anak Edisi ke 2. Jakarta: Sagung Seto Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC Rendle, John. 1994. Ikhtisar Penyakit Anak Edisi ke 6. Jakarta: Binapura Aksara Santosa, NI. 1989. Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan). Jakarta: DEPKES RI Santosa, NI. 1993. Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga. Jakarta: DEPKES RI Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC Suharso, Darto. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: F.K. Universitas Airlangga Surabaya Sumijati, M.E, dkk. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak. Surabaya: PERKANI Wahidiyat, Iskandar. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Jakarta: Info Medika

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87

More Documents from "Indrastika Wulandari"

Log Book Kep Ger.docx
December 2019 62
Bab 1.docx
December 2019 43
Dasar Teori Reproduksi
August 2019 50
Agamakul.doc
November 2019 16