Audit2_kelas A_kelompok 5_rmk Ch 42&43.docx

  • Uploaded by: Radha Saputra
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Audit2_kelas A_kelompok 5_rmk Ch 42&43.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,486
  • Pages: 14
RMK BAB 42 AUDIT TERPADU - SELAYANG PANDANG DAN BAB 43 AUDIT SIKLUS PENJUALAN DAN PENAGIHAN

Disusun Oleh: Kelompok 5 1. Hafiz Imantaka Rahadian

(1613010056)

2. Oktavia Willandani

(1613010062)

3. Rifdah Anafiah Zuhroh

(1613010070)

4. Aliya Fadillah Rozali

(1613010121)

5. Fandry Widharma

(1613010149)

6. Heppy Darmawan

(1613010157)

7. Inge Indarti Alifiani

(1613010168)

8. Endah Luky Setioningrum

(1613010184)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR 2019

BAB 42 AUDIT TERPADU – SELAYANG PANDANG Pra Pendekatan Terpadu Tujuan akhir audit, adalah memberikan opini auditor mengenai kewajaran penyajian laporan keuangan yang diauditnya. Tujuan akhir ini tidak berubah sepanjang masa, meskipun istilah yang digunakan dan perumusan opininya berubah. Yang juga berubah ialah pendekatannya. Perubahan ini terlihat dalam istilah Auditing: An Integrated Approach yang digunakan sebagai judul buku karya Alvin Arens dan James Loebbecke tahun 1997 (edisi pertama). Istilah Integrated Approach masih digunakan dalam edisi terakhir (edisi ke 15). Sebelum pendekatan terpadu yang dikenalkan Arens dan rekan-rekannya, audit dilakukan akun demi akun, mulai dengan seluruh akun laporan posisi keuangan sampai seluruh akun laporan laba rugi. Buku-buku teks tidak memberi nama untuk pendekatan ini. Pendekatan ini kami sebut “Pendekatan Neraca Saldo” atau trial-balance approach. Pendekatan Neraca Saldo ketika itu terasa alamiah, karena dokumen pertaman yang diterima auditor adalah neraca saldo, berisi seluruh akun laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi. Para auditor Belanda sebelum Perang Dunia II, menerapkan versi lain dari pendektan Neraca Saldo. Mereka menyebutnya vastleggen. Praktik ini dilanjutkan oleh auditor Indonesia sampai sekitar akhir 1960-an. Vastlenggen pada dasarnya adalah rekapitulasi data accounting ke spread sheet (seperti Excel, tapi masih dikerjakan secara manual). Spread sheet ini diisi dengan angka-angka (debit dan kredit) dari neraca saldo akhir tahun yang lalu (misalnya 31 Desember 2015), dan rekapitulasi semua buku harian (journals) berupa perubahan angka yang memengaruhi setiap akun (juga dalam debit dan kredit), dan dari proses penjumlahan angka awal dan transaksi (dari bukuharian) akan diperoleh neraca saldo akhir tahun berjalan (31 Desember 2016). Proses ini disebut vastleggen yang berarti menuangkan angka-angka ke dalam spread sheet. Neraca saldo akhir tahun berjalan yang dibuat auditor, kemudian dibandingkan dengan saldo akun dalam buku besar untuk pos – pos laporan posisi

keuangan dan laporan laba rugi. Jika keduanya sesuai, auditor menganggap proses akuntansinya memadai, dan audit dilanjutkan dengan beberapa pengujian. Sebaliknya jika terdapat perbedaan, auditor (dengan bantuan pemegang buku) berupaya menemukan perbedaannya. Jika tidak ditemukan auditor mencatatnya dalam opini auditnya bahwa ada selisih pembukuan yang tidak dengan dijelaskan. Dalam bahasa audit (GAAS maupun ISA), vastleggen tidak lain dari reperformance. Pendekatan pra Perang Dunia II ini tentunya tidak tepat lagi diterapkan sekarang. Jumlah transaksi per hari semakin banyak, dan mungkin berkaitan dengan lebih dari satu mata uang. Juga kemajuan yang pesat dalam teknologi informasi untuk pengolahan data accounting, membuat audit dengan pendekatan neraca saldo, diganti dengan pendekatan baru. Pendekatan Terpadu Arens dan rekan-rekannya memperkenalkan pendekatan terpadu (integrated approach) dimana audit dilakukan menurut siklus-siklus (cycles) yang ada. Setiap siklus berisi jenis transaksi (class of transactions) tertentu yang mempengaruhi beberapa akun terkait. Contoh siklus dalam perusahaan perdagangan:

1) Siklus penjualan dan penagihan (piutang dagang). 2) Siklus penggajian. 3) Siklus pengadaan dan pembayaran. 4) Siklus persediaan barang dan pergudangan. 5) Siklus pengadaan capital (modal dan utang jangka panjang) dan pembayaran kembali). Semua transaksi dalam siklus tersebut di atas, pada akhirnya bermuara di akun kas dan bank. Oleh karena itu, di samping audit melalui pendekatan kelima siklus tersebut, audit atas kas dan bank merupakan bagian dari audit dengan pendekatan terpadu. Mengapa penggajian tidak masuk siklus pengadaan dan pembayaran ? Ini tentunya tergantung pada jenis usaha. Ada jenis usaha yang menggunakan banyak

tenaga kerja terdidik, dengan kompensasi gaji dan tunjangan yang tinggi, sehingga beban biaya ini merupakan unsur yang signifikan atau sangat signifikan dalam laporan laba rugi. Contoh, jenis usaha perbankan, jasa komputer, jasa audit dan konsultasi, dan lain-lain. Juga, di negara-negara maju, secara umum, biaya SDM merupakan unsur yang signifikan. Oleh karena itu, buku-buku teks mereka memisahkan siklus penggajian dari siklus pengadaan dan pembayaran. Dengan penegasan bahwa siklus-siklus di atas berkenaan dengan industri perdagangan atau pabrikase, maka auditor harus melihat siklus – siklus yang khas untuk entitas yang auditnya, misal perbankan, penerbangan, dan lain-lain. Pendekatan Terpadu dan ISA ISA menggunakan pendekatan audit berbasis risiko, yang dilaksanakan dalam tiga tahap : tahap menilai risiko, tahan menanggapi risiko yang dinilai, dan tahap merumuskan opini audit. Seperti dijelaskan dalam bab mengenai audit berbasis risiko, seluruh tahap (bahkan sebelum penugasan diterima), fokus perhatian auditor adalah pada potensi risiko salah saji material dalam laporan keuangan, baik yang disebabkan oleh error maupun fraud. Bagaimana keterkaitan antara pendekatan audit terpadu dengan audit berbasis ISA? Dalam pendekatan audit terpadu berbasis ISA. 1) Pendekatan audit menggunakan pendekatan audit terpadu. Audit dirancang dan dilaksanakan melalui siklus-siklus yang ada dalam entitas tersebut. Untuk setiap siklus, semua jenis transaksi dan akun terkait diaudit secara simultas, dengan memperhatikan materialitas dan risiko pada jenis transaksi dan akun tersebut. 2) Audit pada setiap siklus akan melalui tahap menilai risiko dan tahap menanggapi risiko. Dalam kedua tahap ini aduit dilakukan pada tingkat asersi. Dalam kedua tahap ini auditor mengumpulkan bukti-bukti audit.

Akhirnya, dengan bukti-bukti audit yang diperoleh, auditor menarik kesimpul yang menjadi dasar untuk merumuskan opini auditnya pada tingkat laporan keuangan. Catatan Akhir 

Pada mulanya, profesi auditing menggunakan istilah"memeriksa" (to examine) dan pemeriksaan" (examination) untuk"mengaudit" dan"audit" Istilah pemeriksaan kemudian berubah makna, dengan tingka: asurans di bawah audit



Trial balance ketika itu dimaknai dalam dua arti, yakni sebagai: a) neraca percobaan yang menunjukkan ransaksí debit dan kredit dalam jumlah kotor gross amount b) neraca saldo menunjukkan sisa debit atau sisa kredit saja, dalam jumlah bersih(net amount) Tentang istilah dan terjemahannya: 

Istilah"saldi" digunakan dalam bentuk jamak/plural dari"saldo".sehingga literatur tatabuku (boekhouding) di era itu, menyebut"neraca saldi"



Gabungan antara neraca percobaan dan neraca saldo, seperti contoh di bawah, disebut neraca lajur, yang kita sebut dalam"bahasa Excelt merupakan salah satu contoh spread sheet.



Trial balance secara generik (dalam angka kotor maupun bersih) dalam bab ini diterjemahkan sebagai neraca saldo.



Trial-balance audit approach diterjemahkan sebagai"pendekatan audit neraca sald

BAB 43 AUDIT SIKLUS PENJUALAN DAN PENAGIHAN Tentang Siklus Ini Siklus ini mencakup transaksi penjualan dan penagihan piutang dagang. Ada lima jenis transaksi, yakni: 1. Penjualan tunau ataupun kredit 2. Penerimaan tunai 3. Retur penjualan dan potongan penjualan 4. Penghapusbukuan piutang yang tidak tertagih 5. Taksiran biaya piutang ragu-ragu Akun-akun dalam siklus ini 1. Penjualan 2. Piutang dagang 3. Penyisihan piutang tidak tertagih 4. Retur penjualan dan potongan 5. Potongan tunai 6. Biaya piutang ragu-ragu Tabel: Siklus Penjualan dan Penagihan – Jenis Transaksi, Akun, dan Fungsi Bisnis Jenis Transaksi

Akun

Fungsi Bisnis

Penjualan

Penjualan

Proses pesanan pelanggan

Piutang dagang

Pemberian kredit Pengiriman barang Pembebanan ke pelanggan dan catat penjualan

Penerimaan tunai

Bank Piutang dagang

Proses dan catat penerimaan

Retur penjualan

Retur penjualan

Proses

Penghapusan piutang Piutang dagang Penyisihan

piutang

catat

retur

penjualan

Piutang dagang

yang tidak tertagihh

dan

Penghapusan piutang tak

tertagih Biaya piutang ragu- Biaya piutang ragu-ragu

Penyisihan

ragu

tertagih

Penyisihan

piutang

tak

piutang

tak

tertagih

Fraud dalam Siklus Ini Siklus penjualan dan penagihan sarat dengan fraud, khususnya untuk perusahaan yang menjual saham, obligassi, dan surat berharga lainnya di pasar modal. Howard M. Schilit dan Jeremy Perler mendokumentasikan fraud di pasar modal Amerika Serikat dalam buku Financial Shenanigans. Dua jenis fraud di pasar modal mereka namakan earnings manipulation dan cash flow shenanigans. Pengendalian Internal Siklus yang rentan terhadap fraud membuat pengendalian internal sebagai penangkal utama. Pengendalian internal menjadi penentu karena CF adalah emiten di pasar modal Amerika Serikat. CF adalah klien terbesar salah satu Big Four yang dilayani oleh kantor di Pittsburg. CF mempunyai system check and balances yang canggih dimana catatan accounting di semua cabang di rekonsiliasi ke data processing control secara harian, yang kemudian direkonsiliasi dengan rekening bank eksternal secara bulanan. Segera proses rekonsiliasi menemukan indikasi kondisi out of balance yang signifikan, prosedur untuk mencari pemecahan masalah berfungsi secara otomatis. Prosedur Audit untuk Siklus Ini

Dalam ISA, prosedur audit tahap pertama yaitu prosedur penilaian risiko. Pemahaman auditor itu dapat diperoleh dengan wawancara, uji pengendalian dan uji substantif atas transaksi. Jika auditor mempunyai sejumlah temuan berupa error dan fraud maka auditor membahas temuan ini dengan pihak perusahaan yang bertanggung jawab. Pada tahap kedua yaitu tahap menanggapi risiko salah saji yang material. Jika temuan berupa error yang tidak material auditor dapat menerapkan prosedurprosedur analitikal. Jika itu merupakan indikasi fraud auditor harus secara serius mempertimbangkan Audit Plus. Kemudian temuan-temuan dan bukti-bukti audit disimpulkan untuk menjadi dasar opini auditor. Direction of Tests Contoh, apakah auditor harus memeriksa dari dokumen dasar ke buku harian atau sebalikya dari buku harian ke dokumen dasar? Pertanyaan ini berkaitan dengan arah pengujian atau direction of tests. Jawabnya tergantung pada apa yang ingin dicapai atau asersi apa yang ingin diuji. Jika auditor memeriksa mundur, dari buku penjualan ke dokumen pendukung, ia melakukan vouching. Ia ingin memastikan bahwa semua yang dicatat sebagai penjualan, memang terjadi, ada buktinya. Dengan vouching ia memeriksa asersi existence/occurrence dan juga menguji asersi accuracy. External confirmation Permintaan

konfirmasi

dari

pihak

ketiga

merupakan

prosedur

pengumpulan bukti audit yang diatur dalam ISA, secara umum dalam isa 500 dan khusunya dalam isa 505. Isa 500 dibahas dalam bab khusus mengenai bukti audit. ISA 505 alenia 3 mengutip ISA 240 sebagai berikut (garis bawah dari penulis) yang artinya: ISA 240 menyatakan bahwa auditor boleh (tidak wajib) merancang permintaan konfirmasi untuk memperoleh tambahan informasi yang memperkuat informasi lain (yang sudah diperoleh) sebagai tanggapan terhadap risiko salah saji material yang dinilai, yang disebabkan oleh fraud pada tingkat asersi.

ISA 505 memberikan beberapa definisi sebagai berikut. 1) Positive confirmations request (permohonan konfirmasi positif) Suatu permohonan yang akan dijawab secara langsung oleh pihak yang dimintakan konfirmasinya (confirming party) kepada auditor dengan menyatakan apakah ia setuju atau tidak setuju dengan informasi dalam permohonan tersebut, atau dengan memberikan informasi yang diminta. 2) Negative confirmation request (permohonan konfirmasi negatif) Suatu permohonan yang akan dijawab secara langsung oleh confirming party kepada auditor hanya jika confirming party tidak setuju dengan informasi dalam permohonan tersebut. 3) Non-response (tidak ada jawaban konfirmasi) Kegagalan confirming party untuk menjawab atau menjawab menjawab secara penuh, terhadap permohonan konfirmasi positif, atau permohonan konfirmasi positif itu dikembalikan karena alamat tidak dikenal. 4) Exception (perkecualian) Jawaban konfirmasi yang diberikan confirming party berbeda dari informasi yang dimintakan konfirmasinya, atau informasi menurut catatan entitas. ISA505 mengatur kewajiban auditor berkenaan dengan hal-hal berikut. 1) Prosedur konfirmasi eksternal 2) Penolakan oleh manajemen terhadapap permintaan auditor umtuk mengirimkan permohonan konfirmasi 3) Hasil-hasil prosedur konfirmasi eksternal Prosedur konfirmasi eksternal Ketika

menggunakan

prosedur

konfirmasi

eksternal,

auditor

wajib

mengendalikan seluruh proses konfirmasi, termasuk: a) Penentuan informasi yang dimintakan konfirmasinya; b) Pemilih pihak yang tepat untuk dimintakan konfirmasinya c) Merancang surat permintaan konfirmasi, termasuk alamat yang benar dan berisi informasi kepada siapa (nama auditor/KAP) dan dimana (alamat KAP) jawaban konfirmasi secara langsung harus diberikan; dan

d) Pengiriman konfirmasi, termasuk tindak-lanjutnya, apabila perlu, kepada confirming party Penolakan manajemen terhadap permintaan auditor mengirimkan permohonan konfirmaaasi 1) Jika manajemen menolakauditor mengirimkan permintaan konfirmasi, auditor wajib; a) Menanyakan alasan penolakan manajemen, dan mencari bukti audit mengenai validitas dan kelayakan alasan penolakan tersebut b) Evaluasi implikasi atau dampak penolakan manajemen terhadap penilaian auditor atas resiko salah saji material, termasukrisiko fraud, dan dampak terhadap sifat, waktu pelaksanaan, dan luasnya prosedur audit lain dan c) Laksanakan prosedur audit alternatif yang dirancang untuk memperoleh bukti audit yang relevan dan andal. 2) Jika manajemen tidak beralasan, atau auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang relevan dan andal dari prosedur audit alternatif, auditor wajib mengomunikasikan dengan TCWG sesuai isa 260.12. auditor wajib menentukan dampaknya terhadap audit dan opini auditor sesuai isa 705.13

Hasil-hasil prosedur konfirmasi eksternal 1. Auditor wajib memperoleh bukti audit untuk menyelesaikan keraguan mengenai keandalan jawaban konfirmasi 2. Jika auditor menemukan jawaban tidak andal, auditor wajib mengevaluasi dampak penolakan manajemen terhadap penilaian auditor 3. Untuk setiap non-response, auditor wajib melaksanakan prosedur alternatif yang dirancang untuk memperoleh bukti audit yang relevan dan handal 4. Jika Auditor tidak menemukan jawaban konfirmasi, auditor wajib menentukan dampaknya terhadap audit dan opini auditor sesuai ISA 705 5. Auditor wajib menginvestigasi exceptions untuk menentukan apakah exceptions itu merupakan indikasi dari salah saji

Negative confirmations Auditor diwajibkan tidak menggunakan negative confirmations request sebagai satu-satunya prosedur audit substansif untuk menanggapi risiko salah saji material yang dinilai, pada tingkat asersi, kecuali semua butir berikut ada : a. Telah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat mengenai asersi yang diuji b. Populations berisi items banyak, dengan jumlah kecil dan saldo akun, transaksi atau kondisi yang homogen c. Diperkirakan akan terjadi exception rate yang sangat rendah d. Auditor tidak mempunyai alasan adanya situasi dan kondisi yang menyebabkan

menerima

negative

confirmations

mengabaikan permohonan konfirmasi tersebut.

request

untuk

KASUS BERKAITAN DENGAN ISA 500 Kualitas Audit dalam Kasus PT KAI Kualitas audit diukur menggunakan kebenaran penilaian persuasive dari bukti, dan secara langsung bakan tergantung pada bukti yang digunakan untuk merekrontruksi realitas apakah telah sesuai dengan nilai keabsahan bukti terebut atau belum (Dafid Fiint, 1988 dalam Ulfert Groneworld, 2006). Standar audit profesional menyebutkan bahwa bukti audit harus cukup dan memadai (relevan dan handal) agar dapat memberikan dasar yang memadai untuk memberikan audit opinion (ISA 500, 2005). Bukti Audit digunakan oleh auditor untuk menarik kesimpulan tentang realitas yang relevan, dan tidak dapat diamati lagi. Salah satu kasus yang mengenai audit yaitu pada PT Kereta Api Indonesia (PT. KAI). Dalam kasus ini, ditunjukkan bagaimana peran dari tiap organ pengawas di dalam memastikan penyajian laporan keuangan tidak salah saji dan mampu menggambarkan keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya. Kasus ini berawal dari perbedaan padangan antara manajemen dan komisaris yang merangkap menjadi Ketua Komite Audit, dimana komisaris tersebut menolak untuk menyetujuan serta menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor eskternal. Tidak hanya sampai disitu, komisaris juga meminta untuk diadakannya audit ulang agar laporan keuangan dapat tersaji secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada. Review Kasus : Salah satu faktor penyebab terjadinya kasus di PT KAI ini yaitu karena laporan keuangan yang rumit. Hal ini karena PT KAI memiliki ratusan stasiun, puluhan depo dan gudang, yang seluruhnya memiliki laporan keuangan terpisah, sehingga memiliki potensi menyebabkan masalah maupun perbedaan pendapat pada kemudian hari. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa baru sebagian kecil proses akuntansi yang menggunakan sistem komputer, padahal sebenarnya sistem akuntansi pada PT KAI cukup modern untuk penyusunan laporan keuangan. Dari beberapa transaksi yang dapat menyebabkan masalah yaitu salah satunya auditor internal yang tidak berperan aktif dalam proses penunjukkan

audit, dan hanya auditor eksternal saja yang memiliki peran aktif. Selain itu, komite audit tidak ikut dalam proses penunjukkan auditor sehingga tidak terlibat dalam proses audit. Hal ini dapat memicu kecurigaan apakah pencatatan akuntansinya memiliki bukti-bukti yang kuat dari setiap transaksinya atau tidak. Manajemen termasuk auditor internal tidak melaporkan kepada komite audit, dan adanya ketidakyakinan manajemen terhadap laporan keuangan yang telah disusun, sehingga pada saat komite audit menanyakannya manajemen merasa tidak yakin. Dari kasus tersebut dapat terlihat jika kurangnya peran audit internal dalam penyusunan laporan keuangan akan memberi pengaruh buruk terhadap manajemen. Peran utama seorang auditor adalah untuk memberi tinjauan dari segi pihak yang independen dan obyektif pada laporan keuangan (Messier et al. 2006).

DAFTAR PUSTAKA

Tuanakotta, M.Theodorus. (2015). Audit Kontemporer. Jakarta:Salemba Empat https://www.kompasiana.com/meu/58b8ad9d6c7a617c1557d321/kualitas-auditdalam-kasus-pt-kai diakses 01/04/2019, 10.34

Related Documents

Ch
June 2020 23
Ch
November 2019 42
Ch
November 2019 30
Ch
November 2019 37
Ch
November 2019 31
Ch
November 2019 24

More Documents from ""