Audit Medis.doc

  • Uploaded by: safriadi
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Audit Medis.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 1,741
  • Pages: 10
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Audit medis merupakan proses evaluasi mutu pelayanan medis melalui telaah rekam medis oleh profesi medis sendiri. Tujuan dilakukan audit medis adalah pelayanan medis prima yang bersumber pada evaluasi mutu pelayanan, penerapan standar, dan perbaikan pelayanan berdasarkan kebutuhan pasien dan standar yang telah ada. Audit medis di Indonesia diatur oleh Keputusan Menteri Kesehatan no. 496 tahun 2005. Pembahasan kasus kematian, kasus sulit, kasus langka, dan lain-lain. Audit medis adalah proses yang terus menerus karena merupakan upaya yang terus menerus. Proses inti audit medis adalah menetapkan kasus yang akan diaudit, mengumpulkan berkas kasus tersebut, dan membandingkan pelayanan medis yang diberikan dengan standar, untuk selanjutnya mengambil tindakan korektif. Audit medis dapat dilakukan mulai dari kelompok staf medis (organisasi dokter dengan kemampuan atau kompetensi klinis yang sama) sampai ke tingkat komite medis di tingkat rumah sakit. B. Rumusan Masalah 1. Apa Pengertian Rekam Medis? 2. Pembahasan mengenai Audit Medik 3. Apa saja langkah-langkah Audit Medik?

BAB II PEMBAHASAN

1

AUDIT MEDIS / KLINIS A. Rekam Medis 1.

Pengertian Rekam Medis UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, memberikan keterangan

bahwa yang dimaksud dengan “rekam medis” adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. 2.

Pengaturan Rekam Medis Menurut UU Nomor 29 Tahun 2004 a)

Pasal 46 UU Nomor 29 Tahun 2004, mewajibkan setiap dokter atau dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran membuat rekam medis. Rekam medis tersebut dilengkapi oleh setiap dokter dan dokter gigi setelah pasien selesai menerima pelayanan. dan perlu diketahui bahwa setiap catatan di dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.

b)

Dokumen rekam medis merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien. Rekam medis disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

c)

Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No.269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medis, mengatur bahwa Informasi kerahasian tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal: 1) Untuk memenuhi kepentingan kesehatan pasien 2) Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan 3) Permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri 4) Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan; dan 5) Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien

2

3.

Konsekuensi Hukum Tidak Membuat Rekam Medis a) Sanksi Pidana berdasar UU Nomor 29 Tahun 2004 Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis. b) Tindakan Administratif berdasar PMK No.269/Menkes/PER/III/2008 Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/kota, dapat mengambil tindakan administratif sesuai dengan kewenangan masing-masing. Tindakan administratif dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin.

4.

Hak Pasien atas Rekam Medis Pasien berhak mendapatkan isi rekam medis, mengingat pemberian rekam medis

kepada pasien merupakan bentuk pelayanan kesehatan pada praktik kedokteran. PMK No.269/Menkes/PER/III/2008 mengatur bahwa isi rekam medis merupakan milik pasien yang dibuat dalm bentuk ringkasan rekam medis. Ringkasan rekam medis dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak. 5.

Kedudukan Rekam Medis Dalam Hukum Acara Pidana dan Perdata a) Pasal 46 ayat (3) UU Nomor 29 Tahun 2004 mengatur bahwa “Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan”. b) Pasal 2 ayat (1) PMK No.269/Menkes/PER/III/2008 mengatur bahwa “rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik”. Berdasarkan keterangan tersebut maka kedudukan Rekam medis dalam hukum

acara Pidana dan hukum acara perdata dapat dipakai sebagai alat bukti utama dalam proses penegakan hukum. Hal ini mengingat ketentuan Pasal 164 Hukum Acara Perdata yang mengatur bahwa alat-alat bukti terdiri dari, bukti dengan surat, bukti dengan saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan sumpah. Begitu pula dalam Hukum Acara Pidana berdasakan ketentuan Pasal 184 yang mengatur bahwa alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

3

B. Audit Medis 1.

UU Nomor 29 Tahun 2004 Audit Medis adalah upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan

medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis. UU Nomor 29 Tahun 2004 memerintahkan kepada Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran atau kedokteran gigi wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali melalui Audit Medis. Audit Medis diperlukan sebagai upaya pembinaan dan pengawasan dokter dan dokter gigi yang menyelenggarakan praktik kedokteran. 2.

Permenkes Nomor 755/MENKES/PER/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit Pelaksanaan audit medis dilaksanakan sebagai implementasi fungsi manajemen

klinis dalam rangka penerapan tata kelola klinis yang baik di rumah sakit. Audit medis tidak digunakan untuk mencari ada atau tidaknya kesalahan seorang staf medis dalam satu kasus. Dalam hal terdapat laporan kejadian dengan dugaan kelalaian seorang staf medis, mekanisme yang digunakan adalah mekanisme disiplin profesi, bukannya mekanisme audit medis. Audit medis yang dilakukan oleh rumah sakit adalah kegiatan evaluasi profesi secara sistemik yang melibatkan mitra bestari yang terdiri dari kegiatan peerreview, surveillance dan assessment terhadap pelayanan medis di rumah sakit. Secara umum, pelaksanaan audit medis harus dapat memenuhi 4 peran penting, yaitu : a) sebagai sarana untuk melakukan penilaian terhadap kompetensi masing-masing staf medis pemberi pelayanan di rumah sakit; b) sebagai dasar untuk pemberian kewenangan klinis (clinical privilege) sesuai kompetensi yang dimiliki; c) sebagai dasar bagi komite medik dalam merekomendasikan pencabutan atau penangguhan kewenangan klinis (clinical privilege); dan d) sebagai

dasar

bagi

komite

medik

dalam

merekomendasikan

perubahan/modifikasi rincian kewenangan klinis seorang staf medis. C. Langkah Audit Medik

4

1.

Langkah 1: Mempersiapkan Audit

a. Melibatkan Pengguna Pelayanan 

Survey Kepuasan Pelanggan



Laporan Insiden



Cerita – cerita pasien secara individu atau umpan balik dari kelompok tertentu



Observasi Langsung terhadap Pelayanan



Percakapan Langsung

Contoh: Hasil survey kepuasan pelanggan: pasien rawat inap banyak mengeluhkan bahwa dokter jarang visit. b. Memilih Topik 

Apakah topik berkaitan dengan biaya, volume, atau risiko yang tinggi bagi staf atau pasien?



Apakah terdapat bukti adanya masalah mutu yang serius, misalnya keluhan pasien atau angka komplikasi yang tinggi?



Apakah terdapat standar untuk topik tersebut (misal: panduan pelayanan klinis)?



Apakah masalah tersebut memiliki peluang untuk dapat dirubah?



Apakah topik tersebut merupakan prioritas organisasi?

Contoh: Dari hasil survey kepuasan pelanggan, topik yang dipilih adalah visit dokter spesialis ke pasien rawat inap. c. Menentukan Tujuan 

Untuk Memperbaiki…



Untuk Meningkatkan…



Untuk Memastikan…



Untuk Merubah…

Contoh: Tujuan: Untuk Meningkatkan kepuasan pelanggan melalui visit dokter yang sesuai dengan standar. d. Membentuk Struktur

5



Program audit terstruktur (struktur organisasi, uraian tugas, program kerja, dll)



Tim dengan staf auditor yang berkualifikasi baik

e. Mengidentifikasi dan Mengembangkan Kemampuan untuk Proyek Audit 

Kemampuan klinis



Kemampuan manajerial



Metode Audit



Analisa Data



Dll.

f. Mendorong dan Mendukung Partisipasi Staf dalam Audit 

Tidak adanya komitmen dan keterlibatan staf akan mempengaruhi keberhasilan audit.

Langkah 2: Memilih Kriteria a. Menetapkan Kriteria 

Kriteria adalah pernyataan jelas yang menetapkan apa yang diukur



Mewakili bagian pelayanan yang dapat diukur secara obyektif

Kriteria dapat diklasifikasikan menjadi tiga: 

Struktur (Apa yang Anda Butuhkan): fasilitas fisik, peralatan, jumlah staf, keterampilan staf, struktur organisasi, dll.



Proses (Apa yang Anda Lakukan): komunikasi, asesmen, terapi, pembedahan, dokumentasi, dll.



Hasil (Apa yang Anda harapkan): kesembuhan, kepuasan pasien, efektifitas biaya, dll.

b. Menyusun Kriteria yang Valid 

Berdasarkan Bukti



Berhubungan dengan Aspek Penting Pelayanan



Dapat Diukur

Contoh Kriteria: Dokter mengases ulang pasien setidaknya setiap hari termasuk selama akhir pekan selama tahap perawatan dan pengobatan yang akut. Klasifikasi kriteria ini adalah: Proses

6

Kriteria ini memenuhi syarat karena: berdasarkan bukti (standar akreditasi), penting untuk pelayanan, dan dapat diukur. c. Tetapkan Tingkat Kinerja (Standar) 

Tingkat Kinerja (Standar) adalah kriteria ditambah target yang harus dicapai. Standar yang baik adalah yang berdasarkan pada praktek yang berbasis bukti.

Contoh Standar: 100% Asesmen ulang dilakukan setiap hari termasuk akhir pekan selama tahap perawatan dan pengobatan yang akut. Langkah 3: Mengukur Tingkat Kinerja a. Perencanaan Pengumpulan Data Agar data yang dikumpulkan tepat dan hanya yang diperlukan, diperlukan beberapa detail berikut ini: 

Kelompok pasien yang diaudit



Professional kesehatan yang terlibat



Periode waktu

Contoh: Untuk melakukan audit asesmen ulang pasien rawat inap, diperlukan data catatan medis seluruh pasien yang masuk rawat inap dalam jangka waktu empat bulan terakhir. b. Metode Pengumpulan Data 

Perhitungan jumlah sampel



Jumlah pasien dalam periode waktu tertentu

Contoh: Penentuan besar sampel cara JCI: 

Jika jumlah pasien / kasus yang diaudit per bulan ≤ 58, maka seluruhnya dipakai.



Jika jumlah pasien / kasus yang diaudit per bulan ≥ 59, maka jumlah sampelnya adalah 58.



Cara mengambil sampel: menggunakan systematic random sampling. Contoh: jumlah pasien sebulan ada 180. Maka, sampel diambil dengan cara 180/58=3. Jadi, satu sampel diambil setiap kelipatan 3 sampai didapatkan 58 sampel.



Jika dikehendaki, jumlah sampel dapat diperbesar

7

c. Penanganan Data 

Pengolahan Data



Analisa Data



Aspek Legal dan Etis Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisa, dengan

membandingkan antara data yang berhasil dikumpulkan dibandingkan dengan standar yang telah dibuat. Contoh: Dari hasil analisa data, didapatkan informasi bahwa 30% pasien tidak dilakukan asesmen ulang setiap hari. Langkah 4: Melakukan Perbaikan a. Identifikasi Penghalang Perbaikan 

Takut



Pemahaman yang kurang



Moral yang rendah



Komunikasi yang buruk



Budaya



Mendorong terlalu keras



Konsensus tidak diperoleh

b. Menerapkan Perbaikan 

Pendekatan sistimatis

Langkah 5: Mempertahankan Perbaikan a. Pemantauan dan Evaluasi b. Re-audit c. Memelihara dan memperkuat perbaikan

BAB III KESIMPULAN

8

UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, memberikan keterangan bahwa yang dimaksud dengan “rekam medis” adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Audit Medis adalah upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis. UU Nomor 29 Tahun 2004 memerintahkan kepada Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran atau kedokteran gigi wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali melalui Audit Medis. Audit Medis diperlukan sebagai upaya pembinaan dan pengawasan dokter dan dokter gigi yang menyelenggarakan praktik kedokteran. Pelaksanaan audit medis dilaksanakan sebagai implementasi fungsi manajemen klinis dalam rangka penerapan tata kelola klinis yang baik di rumah sakit. Audit medis tidak digunakan untuk mencari ada atau tidaknya kesalahan seorang staf medis dalam satu kasus.

DAFTAR PUSTAKA https://petitehukum.wordpress.com/2015/05/12/rekam-medis-dan-audit-medis/

9

https://www.academia.edu/34048446/AUDIT_MEDIS_Nuryanti_Universitas_Islam_Yo gyakarta.docx https://id.pdfcoke.com/upload-document?archive_doc=191714202

10

Related Documents

Audit
April 2020 45
Audit
October 2019 72
Audit
November 2019 37
Audit
May 2020 23
Audit
May 2020 25
Audit
May 2020 29

More Documents from ""