Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Sistem Kardiovaskuler.docx

  • Uploaded by: chika wahyu sasqiautami
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Sistem Kardiovaskuler.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,187
  • Pages: 8
Asuhan keperawatan gawat darurat sistem kardiovaskuler INFARK MIOCARD CORONARI (MCI) Infark jantung adalah nekrosis sebagian otot jantung akibat berkurangnya suplai darah kebagian otot tersebut akibat oklusi atau thrombosis arteria koroaria atau dapat juga akibat keadaan syok atau anemia akut. Gejala Klinik Gejala Prodromal 1. Gejala dapat terasa 24 jam sampai beberapa minggu sebelum serangan 2. Sumbatan berupa angin pectoris, palpitasi, lelah dan nyeri 3. Serangan Infark lebih sering terjadi pada angin pectoris dengan durasi lama frekuensinya sering, timbul ketika istirahat dan berlangsung lama Angin pectoris yang disertai peningkatan suhu, peningkatan suhu, peningkatan jumlah leukosit, peningkatan LED sudah merupakan infark jantung yang tidak khas. Gejala pada saat serangan a. Nyeri substernal, dapat juga prekordialatau epigastrial: sifat seperti ditekan benda berat, ditusuk-tusuk, diiris-iris atau rasa panas yang sukar diuraikan, dapat menjalar kelengan kiri dan leher, rasa nyeri timbul mendadak waktu istirahat atau kerja. b. Dapat disertai muntah c. Pada pemeriksaan didapat: 

Pasien kesakitan, keringat dingin.



Tekanan darah menurun



Nadi mula-mula lambat kemudian cepat



Sering terdapat aritmia



Bunyi jantung terdengar jauh dan lemah

Pemeriksaan penunjang

Darah : a. Leukositosis b. Peninggian LED c. Hiperglikemia ringan Enzim darah : a. Creatine phosphokinase (CPK) mengalami peningkatan lebih kurang 6 jam setelah serangan dan normal kembali pada hari ketiga. b. Serum glutamic oxaloacetic transamminase (SGOT) naik pada 12-48 jam setelah serangan dan kembali normal pada hari ke 4-7. c. Lactic dehydrogenase (LDH) naik setelah 48 jam dan kembali normal pada hari 7-12. d. EKG terdapat gelombang Q yang patologik dengan amplitudemelebihi ¼ amplitude R serta saat permulaan Q sampai puncak R lebih dari 0,02 detik. Penatalaksanaan Tujuan : a. Meringankan kerja jantung sampai jaringan parut menggantikan bagian yang infark. b. Mengurangi atau mehilangkan rasa nyeri. c. Mengatasi komplikasi: aritmia, payah jantung dan syok. Penatalaksaan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien myocardial infak, ditujukan untuk mencukupi istilah dan kenyamanan serta mengenal/mencegah komplikasi distritmia ataupun henti jantung. a. Pasien diatur dalam posisi yang memudahkan pernafasan dan kenyamanan, biasanya diatur dalam fowler. b. Serangan jantung merupakan kejadian yang menakutkan bagi pasien maupun keluarga, sehingga ruangan harus di atur seterang mungkin. Tindakan medis harus diperoleh dengan segera yang meliputi tindakan pertolongan dasar dan lanjut serta dilaksanakan sesuai prioritas.



Oksigen diberikan untuk mengatasi dipsnea dan mencukupi oksigenasi seluler selama20 menit pertama keadaan iskemiak kritis. Untuk memberikan pertolongan yang cepat, oksigen diberikan melalui kanul hidung dan masker, karena selain mencukupi kebutuhan oksigen, juga nyaman bagi pasien. Sehingga prosentasi oksigen yang diberikan dapat diatur. Apabila narkotika diberikan oksigen juga diberikan, karena pemberian oksigen dapat menghambat pusat pernafasan



Infus intravena diberikan sebagai jalan pemasukan obat ECG



Morphine diberikan untuk mengatasi nyeri dada.

Terapi trombolitik Pada beberapa unit spesialisasi dan untuk pasien tertentu obat-obat trombolitik digunakan untuk melarutkan thrombus yang menyumbat aliran darah koronia dan menyebabkan infark. Agen trombolitik seperti streptokinase dimasukkan per infuse langsung ke arterikoronaria untuk melarutkan penggumpalan dengan mengaktifkan, suatu enzim proteolitik yang melarutkan penggumpalan. Terapi ini efektif apabila trhombus dilarutkan dalam 6 jam setelah serangan sumbatan arteri koronari.

Faktor-faktor

lain

yang

mempengaruhi

terhadap

keberhasilanterapi

adalah

perkembangan sirkulasi kolateral dan tak adanya kerusakan myokardinal yang lain, kegagalan jantung kongestiatau disritmia. Kontrak indikasi penggunakaan terapi trombolitik adalah peredaran yang aktif atau penyakit pendarahan, stroke, penbedahan, trauma atau hipertensi. Setelah kateterisasi jantung dilakukan, maka obat dumasukkan kedalam arteri koronari. Pasien boleh pulang beberapa hari setelah terapi berhasil dan tidak ada nyeri dada, disritmia atau myocardial infark. Untuk mencegah formasi thrombus setelah prosedur ini, pasienmendapat terapi antikoagulasi dan efek samping antikoagulasi serta faktor-faktor resiko penyakit arteri koronari. Baru-baru ini obat lain, tissue plasminogen activator (TPA) telah dicoba untuk menghilangkan thrombus. Obat ini tidak mempunyai efek samping pendarahan.

Pendekatan yang dilakukan disini masih menjadi perencanaan. Pasien dengan myocardial infark dan keluarga perlu dianjurkan untuk segera mencari pertolongan kesehatan, bila mengalami tanda-tanda serangan. PENATALAKSANAAN MEDIK Tujuan: 1. Meringankan kerja jantung sampai jaringan paru menggantikan bagian yang infark. 2. Mengurangi/menghilangkan rasa nyeri 3. Mengatasi komplikasi- aritmia ,payah jantung shock Meliputi : 1. Atasi nyeri dengan morvin 5-10 mg sk, dapat diulangi tiap ½ jam sampai maksimum 60 mg/mepenidin (pethidin) 50-100 mg im, dapat diulangi jangan diberikan bila frekuensi nafas kurang dari 12/ menit 2. Pasang infuse glukosa 5% 500ML/12 Jam; dan oksigen 4-6 1 per menit 3. Istirahat fisik dan mental selama 2 sampai 3 minggu, bilka perlu berikan sedativediazepam 5-10 Mg Im/IV 4. Diet cukup sayuran dan defikasi teratur, bila perlu beri laksans. 5. Atasi komplikasi. Masalah Keperawatan yang mungkin timbul No

Diagnosa

1

Gangguan rasa tak nyaman dan nyeri akut

Intervensi 1. Monitoring dan catat karakteristik nyeri: lokasi nyeri, intensitas nyeri, durasi dari lamanya nyeri, kualitas dan penyebaran nyeri. 2. Kaji apakah pernah ada riwayat nyeri dada sebelumnya. 3. Atur lingkungan tenang dan nyaman, jelaskan bahwa pasien harus rehat.

4. Ajarkan teknik relaksasi seperti : nafas dalam dan lain lain. 5. Ukur/periksa tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pengobatan analgetik Kolaborasi 1. Pemberian tambahan oksigen dengan “nasal kanul/masker 2. Pemberian obat-obat sesuai indikasi, anti angina (nitroglycerin seperti, nitro-disk, nitro bid), Beta blockers propanolol (indra,

pindolol

(tenormin),

(vitlen),

analgesic

atenolol (seperti

:

morphine/meperidine/demoral), cantagonis ( seperti, nifedipine/adalat). 2

Keterbatasan / Ketidak Mampuan Aktivitas Fisik

1. Catat nadi, irama dan tekanan sebelum, saat dan setelah aktifitas 2. Anjurkan dan jelaskan bahwa pasien harus istirahat sampai keadaan stabil 3. Jelaskan atau anjurkan pasien supaya tidak mengedan jika buang air besar 4. Hindarkan pasien kelelahan di tempat duduk 5. Rencanakan aktifitas bertahap jika telah bebas nyeri: duduk di tempat tidur, berdiri, duduk di kursi 1 jam sebelum makan 6. Ukur TTV sebelum dan sesudah aktifitas.

Kolaborasi Merujuk ke AS untuk program tindak lanjut dan rehabilitas

3.

Rasa cemas

1. Melakunkan

komunikasi

terapeutik

dengan cara membina hubungan saling percaya dan dengarkan keluhan pasien dengan sabar. 2. Damping

pasien,

cegah

tindakan

destruktif dan confrontatif 3. Jelaskan tindakan tindakan yang akan dilakukan 4. Jawab

pertanyaan

pasien

dengan

konsisten. 5. Bantu

dalam

memenuhi

kebutuhan

sehari-hari

Kolaborasi Pemberian (valium),

sedative,

misalnya

flurazepam

diazepam

hydrochloride

(dalemane), lorazepam (atifdan) 4.

Potensial output”

penurunan

“cardiac

1. Ukur tekanan darah, evaluasi kualitas nadi. 2. Kaji adanya mur-mur, S3 dan S4 3. Dengarkan bunyi nafas 4. Hindarkan aktifitas dan anjurkan pasien untuk istirahat 5. Gunakan pispot / urinal bila ingin ke kamar mandi/ WC 6. Siapkan

alat-alat

/

obat-obatran

emergency.

Kolaborasi 1. Pemberian oksigen tambahan 2. Pemasangan infuse

3. Rekam EKG 4. Pemeriksaan rotgen toraks ulang 5. Rujuk ke RSAS jika perlu pemasangan “face maker” 5.

Potensial penurunan jaringan

1. Awasi perubahan emosi secara mendadak misalnya bingung, cemas, lemah/ letargi dan penurunan kesadaran (stupor). 2. Awasi adanya sianosis, kulitb dingin dan nadi perifer. 3. Kaji tanda tanda homan’s (homan sign), nyeri pada pergerakan lutut, eritema dan edema. 4. Monitor pernapasan. 5. Kaji fungsi pencernaan, ada tidaknya mual, penurunan bunyi usus, muntah, distensi abdomen dan konstipasi. 6. Monitor pemasukan cairan, ada tidaknya perubahan dalam produksi urin. Kolaborasi 1. Pemerioksaan laboratorium : astrub, kreatinin dan elektrolit 2. Pengobatan

:

heparin,

cemtidin

(tagamet), panitidin (zantac) dan antasida 6.

Perubahan Volume Cairan

1. Kaji

bunyi

nafas

ada

tidaknya

crackles. 2. Kaji JEVIDE (distensi vena jugularis) dan oedem ada atau tidak ada. 3. Keseimbangan cairan. 4. Timabang BB setiap hari. 5. Jika memungkinkan berikan cairan

2000cc/jam Kolaborasi 1. Pemberian garam / diuretic, (Lasix)

misalnya

minum dan Furosenmid

Related Documents


More Documents from "Fransiscus Saverius"