Artikel Kimia Hiv.docx

  • Uploaded by: Maria Trykurniati maju
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Artikel Kimia Hiv.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,479
  • Pages: 26
BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu indikator penting dalam mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat atau bangsa. Banyak faktor yang menyebabkan kesehatan dapat menjadi sebuah masalah yang secara dinamis dan lintas sektoral muncul dalam suatu wilayah. Upaya-upaya yang berorientasi pada suatu peningkatan pemeliharan dan perlindungan terhadap masyarakat agar tetap sehat sesungguhnya sudah banyak dilakukan. Namun demikian, sepertinya berbagai upaya belum membuahkan hasil yang signifikan karena untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, gaya hidup, pelayanan kesehatan, dan faktor genetik (Setiawan, 2016). Salah satu masalah kesehatan yang terjadi baik di negara maju maupun di negara berkembang yaitu penyakit infeksi menular seksual. Penyakit Infeksi menular yang masih menjadi perhatian dunia karena di pandang sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup adalah HIV (Human Immunideficiensy Virus) yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan sindrom atau kumpulan gejalah penyakit ynag disebabkan oleh infeksi HIV. Sebesar 75% penularan HIV/AIDS terjadi melalui hubungan seksual (Novianto, 2016). Berdasarkan data WHO (Summary of global HIV epidemic, 2016), secara Global, 36,7 juta (30,8-42,9 juta) orang menderita HIV di akhir tahun 2016.

Data terbaru Kementerian

Kesehatan Repubik Indonesia per 10 April 2017 menunjukan jumlah penderita HIV di Indonesia untuk tiga tahun terakir adalah tahun 2015 sejumlah 30.935 orang, tahun 2016

sejumlah 42.250 orang dan tahun 2017 sejumlah 10.376 orang. Jumlah penderita AIDS tiga tahun terakir adalah tahun 2015 sejumlah 7.185 orang, tahun 2016 sejumlah 7.491 orang dan tahun 2017 sejumlah 673 orang. Oktavianty,dkk,2015, menyebutkan bahwa Sopir yang mengidap HIV/AIDS meningkat setiap tahun. Pada Tahun 2008, sopir yang mengidap HIV/AIDS berjumlah 14 orang (2,89%) naik menjadi 26 orang (6,73%) tahun 2009, tahun 2010 menjadi 47 orang (11,31%) dan bertambah menjadi 67 orang (19,08%) sampai bulan Maret 2011. Di Propinsi NTT yang terdiri dari 20 Kabupaten dan 1 Kotamadya, jumlah kasus HIV menurut data yang diperoleh Kemenkes per 10 April 2017 untuk tiga tahun terakhir yaitu 2015, 2016 dan 2017 cukup signfikan. Tahun 2015 terdapat 299 penderita, tahun 2016 sebanyak 487 penderita dan tahun 2017 sebanyak 174 penderita. Jumlah penderita AIDS, 2016 sejumlah 27 orang dan 2017 sejumlah 5 orang. Khusus untuk Kabupaten Manggarai Barat berdasarkan data dari Dinas Kesehatan untuk tiga tahun terakir, penderita HIV pada tahun 2015 sejumlah 5 orang, tahun 2016 sejumlah 5 orang dan 2017 sejumlah 9 orang. Penderita AIDS pada tahun 2016 sejumlah 4 orang dan 2017 sejumlah 3 orang. Berdasarkan pekerjaannya dari tahun 2005 sampai 2017 terdapat tiga penderita HIV/AIDS yang berprofesi sebagai sopir. Peningkatan kasus HIV/AIDS diproyeksikan akan terjadi pada populasi kunci, termasuk sopir karena sopir termasuk mobile men with money and migrant (laki–laki yang memiliki waktu yang banyak di luar rumah dengan uang yang cukup serta jauh dari keluarga). Hal ini semakin memperburuk kondisi perempuan,terutama ketika mereka terinfeksi HIV/AIDS meskipun dari suaminya sendiri (Dalimoenthe, 2011). Penularan HIV/AIDS lebih banyak disebabkan oleh perilaku seksual beresiko tinggi khususnya di dunia pelacuran atau prostitusi. Inti dari perilaku seksual beresiko tinggi adalah

perilaku berganti–ganti pasangan seks. Pada umumnya perilaku berganti–ganti pasangan ini tidak disertai dengan penggunaan kondom sebagai perilaku seks aman sehingga resiko tertular HIV/AIDS sangat tinggi (Priatna & Koeswara, 2012). Fenomena prostitusi dapat dikaitkan dengan mobilitas penduduk. Banyak dari pengunjung tempat–tempat pelacuran adalah penduduk dengan mobilitas tinggi seperti supir truk, anak buah kapal, nelayan, wisatawan, para migran maupun buruh migran (Subarna et.al, 2012). Salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang ditetapkan Pemerintah Pusat berada di Kabupaten Manggarai Barat yaitu kota Labuan Bajo. Sekitar 50-an hotel berbintang maupun non berbintang sudah ada di Labuan Bajo. Selain Hotel, terdapat pula beberapa lokalisasi PSK mulai panti pijat sampai lokalisasi yang berkelas. Hal ini tentu mempengaruhi perilaku masyarakat yang ada di Labuan Bajo dan sekitarnya. Menurut informasi dari team VCT (Voluntary Counseling Test) banyak kalangan masyarakat yang mengunjungi tempat-tempat tersebut dan melakukan hubungan beresiko tinggi tanpa mengetahui akibatnya dan banyak yang menolak menggunakan Kondom. Sebenarnya, memiliki pengetahuan tentang akibat hubungan yang beresiko tingi sangatlah penting karena dapat menentukan arah tindakan yang akan dilakukan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2010) mengenai definisi pengetahuan yakni pengetahuan atau kognitif adalah domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Overt Behavior). Faktor ketidaktauan terkait penularan virus HIV/AIDS merupakan dampak dari tidak adanya pengetahuan mengenai hal tersebut. Kenyataan inilah yang masih menjadi masalah besar di kalangan masyarakat Labuan Bajo dan harus dibenahi. Berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat RI no. 9 tahun 1994 yaitu salah satu sasaran Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) adalah penanggulangan

HIV/AIDS dengan cara pemberian KIE pada kelompok beresiko tinggi. Informasi mengenai HIV/AIDS melalui media komunikasi dapat meningkatkan pengetahuan mengenai HIV/AIDS bagi orang yang beresiko tinggi menderita penyakit tersebut dan pengetahuan yang diterima diharapkan mampu mengubah sikap dan perilaku seks untuk mencegah HIV/AIDS (Juliastika,2012). Perilaku dalam melakukan pencegahan HIV/AIDS salah satunya yakni dengan menawarkan kondom saat berhubungan seks. Tindakan tersebut merupakan perilaku kesehatan yang dipengaruhi oleh pengetahuan, salah satu dari faktor presdisposisi berdasarkan analisis Green, 2010. Berdasarkan Latar belakang dan Fenomena di atas Penulis ingin meneliti ”Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Sopir Ekspedisi Tentang pencegahan HIV / AIDS “

B. Batasasn Masalah Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku adalah factor predisposisi antara lain Pendidikan, pekerjaan, norma yang dimiliki, social, dan pengetahuan. Dalam penelitian ini penulis membatasi pengetahuan dengan perilaku sopir ekspedisi tentang pencegahan HIV/AIDS di pangkalan ekspedisi ASDP Ferry Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat C. Rumusan Masalah Pada Penyusunan Skripsi ini berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah : Adakah Hubungan tingkat Pengetahuan dengan perilaku sopir ekspedisi tentang pencegahan HIV / AIDS? D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku sopir ekspedisi tentang pencegahan HIV/AIDS di pangkalan Ekspedisi ASDP Ferry Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat. 2. Tujuan Khusus a.

Mengidentifikasi gambaran karateristik individu berdasarkan umur,pendidikan dan status perkawinan pada sopir ekspedisi di pangkalan Ekspedisi ASDP Ferry Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat

b.

Mengidentifikasi

tingkat pengetahuan

sopir ekspedisi di pangkalan ekspedisi

dermaga ASDP Ferry Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat c.

Mengidentifikasi Perilaku Individu sopir ekspedisi di pangkalan ekspedisi Dermaga ASDP Ferry Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat

d.

Menganalisis Hubungan tingkat Pengetahuan dengan perilaku sopir ekspedisi tentang pencegahan HIV / AIDS

D Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman peneliti serta mengaplikasikan ilmu secara teori selama kuliah . 2. Manfaat Praktis a. Bagi Masyarakat Dapat menambah Pengetahuan Masyarakat tentang HIV/AIDS dan Pencegahannya. b. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan acuan dan evaluasi untuk melakukan intervensi yang lebih baik lagi untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku sopir terhadap pencegahan HIV/AIDS. c. Bagi Profesi Keperawatan Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam rangka upaya peningkatan kesehatan berupa penyuluhan kesehatan kepada masyarakat tentang HIV/AIDS.

d. Bagi Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya Memberikan tambahan kepustakaan dan sebagai bahan referensi atau literature bagi peneliti selanjutnya.

BAB II TINJAUN PUSTAKA

A. Konsep Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga) dan indra penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2014). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentukny.a tindakan seseorang dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2014). 2. Tingkat Pengetahuan Domain kognitif menurut Anderson dan Krathwol (2012) mencakup 6 tingkatan, yaitu sebagai berikut : a.

Mengingat (Remember) Mengingat merupakan usaha mendapatkan kembali pengetahuan dan memori atau ingatan yang telah lampau, baik yang baru saja didapatkan maupun yang telah lama didapatkan. Mengingat merupakan dimensi yang berperan penting dalam proses pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) dan pemecahan masalah (problem solving). Kemampuan ini dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang jauh lebih kompleks. Mengingat meliputi mengenali (recognition) dan memanggil kembali (recalling).

b.

Memahami atau mengerti (Understand) Memahami atau mengerti berkaitan dengan membangun sebuah pengertian dari berbagai sumber seperti pesan, bacaan dan komunikasi. Memahami berkaitan dengan aktifitas mengklasifikasi (classification) dan membandingkan (comparing).

c.

Menerapkan (Apply) Menerapkan menunjuk pada proses kognitif memanfaatkan atau mempergunakan suatu prosedur untuk melaksanakan percobaan atau menyelesaikan permasalahan. Menerapkan

berkaitan

dengan

dimensi

pengetahuan

prosedural

(procedural

knowledge). Menerapkan meliputi kegiatan menjalankan prosedur (excuting) dan mengimplementasikan (implementing).

d.

Menganalisis (Analyze) Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap begian dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat menimbulkan permasalahan. Menganalisis berkaitan dengan proses kognitif memberi atribut (atributering) dan mengorganisasikan (organizing).

e.

Mengevaluasi (Evaluate) Evaluasi berkaitan dengan proses kognitif memberikan penilaian berdasarkan kriteria dan standar yang sudah ada. Kriteria yang biasanya digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi dan konsistensi. Evaluasi meliputi mengecek (checking) dan mengkritik (critiquing).

f.

Menciptakan (Create) Menciptakan mengarah pada proses kognitif meletakkan unsur-unsur secara bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan mengarahkan sisa untuk menghasilkan suatu produk baru dengan mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk

atau

pola

yang

berbeda

dari

sebelumnya.

Menciptakan

meliputi

menggeneralisasikan (generating) dan memproduksi (producing). 3. Jenis pengetahuan Menurut Budiman (2013), pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan dalam konteks kesehatan sangat beraneka ragam. Pengetahuan merupakan bagian perilaku kesehatan. Jenis pengetahuan diantaranya sebagai berikut : a.

Pengetahuan Implisit

Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata, seperti keyakinan pribadi, perspektif dan prinsip. Pengetahuan seseorang biasanya sulit untuk ditransfer ke orang lain baik secara tertulis ataupun lisan. Pengetahuan implisit seringkali berisi kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak disadari. b.

Pengetahuan Eksplisit Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau disimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan. Pengetahuan nyata dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.

4. Menurut Budiman (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu a.

Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah (baik formal maupun non formal), berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun, perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah

tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan nonformal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu objek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap sesorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari objek yang diketahui, maka akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap objek tersebut. b.

Informasi atau Media Massa Informasi adalah “that of which one is apprised or told : intelligence news” (Oxford English Dictionary). Kamus lain menyatalan bahwa informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui, namun ada pula yang menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Selain itu, informasi juga dapat didefinisikan sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan,

menyiapkan,

menyimpan,

memanipulasi,

mengumumkan,

menganalisis dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu (Undang-Undang Teknologi Informasi). c.

Adanya perbedaan definisi informasi pada hakikatnya dikarenakan sifatnya yang tidak dapat diuraikan, sedangkan informasi tersebut dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data pengamatan terhadap dunia sekitar kita, serta diteruskan melalui komunikasi. Informasi mencakup data, teks, gambar, suara, kode, program komputer dan basis data. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Berkembangnya teknologi akan menyediakan bermacammacam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang

inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, sebagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa juga membawa pesan-pesan berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut. d.

Sosial, budaya, dan ekonomi Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

e.

Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

f.

Pengalaman Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam

bekerja yang dikembangkan akan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional, serta dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya. g.

Usia Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial, serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua. Selain itu, orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah dan kemampuan verbal dilaporkan hamper tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup adalah sebagai berikut : 1.

Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.

2.

Tidak dapat mengerjakan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena telah mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain, seperti kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia (Budiman,2013).

5. Pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo, 2012). Cara untuk menghitung presentase pengetahuan dari responden dengan menggunakan rumus : P=

Q x100% R

P : skor yang diperoleh Q : jumlah jawaban benar R : nilai maksimum Setelah presentase diketahui lalu diklasifikasikan menurut kriteria sebagai berikut: Kode 3 : Tingkat pengetahuan baik (76-100%) Kode 2 : Tingkat pengetahuan cukup (56-75%) Kode 1 : Tingkat pengetahuan kurang (≤ 55%) (Notoatmodjo, 2007). B. Konsep Perilaku 1. Pengertian Perilaku Perilaku dari sudut pandang biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makluk hidup yang bersangkutan, yang mempunyai bentangan sangat luas baik yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung (wawan,2010). Menurut Ensiklopedi Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Menurut Robert Kwick (Notoatmodjo,2010) perilaku juga merupakan tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Perubahan Perilaku mengikuti beberapa tahap yaitu;

a. Terjadinya prubahan-perubahan pada diri sasaran. b. Adanya persetujuan atau respon positif terhadap pesan yang di terima. c. Munculnya niat untuk melaksanakan isi pesan yang diterima. d. Munculnya dorongan untuk melaksanakan isi pesan yang diterima. e. Melaksanakan atau mempraktekan perilaku baru. f. Merasakan manfaatnya dan selanjutnya menginternalisasiksn kebiasaaan. 2. Klasifikasi Perilaku. Menurut Skinner perilaku adalah hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon) (Wawan,2010). Ia membedakan adanya 2 respon, yakni :

a. Respondent Respons atau Reflexive Respons Adalah

Respon

yang

ditimbulkan

oleh

ransangan-ransangan

tertentu.

Perangsangan-Perangsangan semacam ini disebut Eliciting Stimuli karena menimbulkan respons-respons yang relative tetap, misalnya makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur, cahaya yang kuat akan menyebabkan mata tertutup dan sebagainya. b. Operant Respons atau Instrumental Respons Adalah Respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh oranisme. Oleh sebab itu perangsang yang demikian iti mengikuti atau memperkuat suatu perilaku yang telah dilakukan. Apabila seorang anak belajar atau telah melakukan suatu perbuatan kemudian memperoleh hadiah maka ia akan menjadi lebih giat belajar

atau akan lebih baik lagi melakukan perbuatan tersebut. Dengan kata lain responsnya akan menjadi lebih intensif atau lebih kuat lagi. Dalam bukunya Wawan (2010) juga mengatakan secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons ini dibentuk dua macam, yakni: 1) Bentuk Pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan, Misalnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu meskipun ibu tersebut tidak membawah anaknya ke puskesmas untuk di imunisasi. 2) Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya pada contoh diatas, si ibu sudsah membawa anaknya ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Pengetahuan dan sikap adalah merupakan respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat terselubung dan di sebut convert behaviour. Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respons seseorang terhadap stimulus (practice) adalah merupakan overt behaviour. 3. Prosedur Pembentukan Perilaku Sebagian besar perilaku manusia adalah operant respons. Untuk itu untuk membentuk jenis respons atau perilaku ini perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut operant conditioning. Prosedur pembetukan perilaku dalam operant conditioning ini menurut Skinner adalah sebagai berikut:

a)

Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforce berupa hadiah-hadiah atau reward bagi perilaku yang dibentuk.

b) Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk perilaku yang di kehendaki. Kemudian komponen-komponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud. c)

Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan-tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing komponen tersebut.

d) Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah tersusun itu. Apabila komponen pertama telah dilakukan maka hadiahnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau perilaku ini sudah terbebtuk kemudian dilakukan komponen (perilaku) yang kedua, diberi hadiah (komponen) pertama tidak memerlukan hadiah lagi ,demikian berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang di harapkan terbentu. Didalam kenyataanya prosedur ini banyak dan bervariasi sekali dan lebih kompleks dari contoh tersebut diatas. Teori Skinner ini sangat besar pengaruhnya terutama di Amerika Serikat. Konsep-konsep Behavior Control, behaviour theraphy dan behaviour modification yang dewasa ini berkembang adalah bersumber pada teori ini. 4. Faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan perilaku

Konsep umum yang digunakan un tuk mendiagnosa perilaku adalah konsep dari Lawrence Green dalam Notoadmojo (2010), menurut Lawrence Green perilaku dipengaruhi oleh factor-faktor yakni: 1) Faktor predisposisi (predisposing factor) Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sitim nilai yang dianut masyarakat, tingkat prndidikan, pekerjaan, tingkat ekonomi, dan social budaya dan sebagainya. 2) Faktor pemungkin (enabling factor) Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. 3) Faktor penguat (reinforcing factor) Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat , tokoh agama dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan, suami dalam memberikan dukungan pada ibu primipara dalam merawat bayi baru lahir. 5. Domain perilaku Menurut Benyamin Bloom yang dipaparkan oleh Notoatmodjo (2007), membagi perilaku manusia kedalam tiga domain/kawasan yaitu sebagai berikut: a. Congnitive Domain diukur dari knowledge (pengetahuan). b. Affective domain diukur dari attitude (sikap). c. Psychomotor domain diukur dari practice (ketrampilan). 6. Pengukuran perilaku Pengukuran perilaku dapat dilakukan dengan dua metode yaitu:

a. Pengukuran langsung Mengukur perilaku terbuka secara langsung berarti peneliti langsung mengamati atau mengobservasi perilaku subjek yang diteliti. Untuk memudahkan pengamatan maka halhal yang akan diamati tersebut dituangkan atau dibuat lembar tilik (chek list). b. Pengukuran tidak langsung Pengukuran perilaku secara tidak langsung ini, berarti tdak secara lagsung mengamati perilaku orang yang diteliti (responden). Oleh sebab itu metode pengukuran secara tidak langsung ini dapat dilakukan dengan berbagai cara yakni: 1) Metode mengingat kembali atau ”recall” Metode “recall”ini dilakukan dengan cara responden atau subjek peneliti diminta untuk mengingat kembali (recall) terhadap perilaku beberapa waktu yang lalu. Lamanya waktu yang diminta responden berbeda-beda. 2) Melalui orang ketiga atau orang lain yang dekat dengan subjek atau responden. Pengukuran perilaku terhadap seseorang atau responden dilakukan oleh orang yang terdekat dengan responden yang diteliti. Misalnya untuk mengamati perilaku keteraturan minum obat seorang penderita penyakit tertentu dapat melalui anggota keluarga pasien yang paling dekat. Untuk mengamati partisipasi seseorang dalam masyarakat , dapat dilakukan melalui tokoh masyarakat setempat. 3) Melalui indicator (hasil perilaku) responden. Pengukuran perilaku ini dilakukan melalui indkator hasil perilaku orang yang diamati. Misalnya peneliti akan mengamati atau mengukur perilaku kebersihan diri atau ”personal hygiene”seseorang murit sekolah. Maka yang diamati adalah hasil dari perilaku kebersihan diri tersebut.

Pada penelitian ini pengukuran perilaku menggunakan metode tidak langsung (Cheklist). Metode yang digunakan adalah recall, yaitu peneliti meminta responden atau subjek penelitian untuk mengingat kembali (recall) terhadap perilaku atau tindakan beberapa waktu yang lalu (Notoatmodjo,2011. Interpretasi penilaian perilaku menurut Alimul aziz (2011) yaitu, hampir selalu bernilai benar 2, kadang-kadang bernilai 1 dan hamper tidak pernah bernilai 0, dengan kategori : Sangat baik

: jika skor 18-20

Baik

: jika skor 11-17

Cukup

: jika skor 8-10

Kurang

: jika skor 0-7

C. Konsep HIV/AIDS 1. Pengertian HIV/AIDS HIV atau Human immunodeficiency Vyrus adalah Virus yang menyerang system kekebalan Tubuh Manusia, sedangakan AIDS atau Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah sindrom kekebalan tubuh oleh infeksi HIV (Nana Noviana,2010). AIDS disebabkan oleh virus HIV, dimana virus ini menyerang sel-sel darah putih atau sistem kekebalan manusia, sehingga organ yang terserang penyakit ini tidak dapat melawan berbagai jenis penyakit yang menyerang tubuhnya (Desmon Katiandagho,2015). 2. Penyebab HIV/AIDS AIDS disebabkan oleh virus yang diberi nama HTLV III (Human T.Lynhotropic virus tipe III), LAV (Lumpadenopathy Associated Virus); atau ARV (AIDS Releated Retrovirus),

Infeksi virus ini tidak selalu mengakibatkan AIDS. Virus AIDS kini di sebut HIV (Human Deficiency Virus). 3. Cara Penularan Dalam bukunya Nana Noviana, menuliskan Transmisi HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui 3 cara, yaitu: a)

Secara vertikal dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak

b) Secara transeksual (homoseksual maupun heteroseksual) c)

Secara horizontal yaitu kontak antar darah atau produk darah yang terinfeksi

Nana Noviana juga mengatakan Cara hubungan seksual yang paling rawan bagi penularan HIV dan AIDS adalah sebagai berikut: a) Anogenital Pasif. Penis mitra seksual pengidap HIV masuk ke lubang dubur pasangan. b) Anogenital Aktip. Penis masuk kelubang dubur mitra seksual pengidap HIV. c) Genetia-genetia pasif. Penis mitra seksual pengidap HIV masuk kelubang vagina. d) Genetia-genetia aktif. Penis masuk ke vagina mitra seksual pengidap HIV. e) Senggama terputus dengan mitra pengidap HIV/AIDS. f) Hubungan seksual mulut pelaku seksual dengan kelamin mitra seksual pengidap HIV orogenital) belum tentu aman. 4. Siapa saja yang bisa mengidap AIDS? Sembilan puluh lima persen dari kasus AIDS timbul pada kelompok-kelompok orang seperti berikut: a)

Homosexual dan Bisexual yang aktif, 73%

b) Pemakaian obat terlarang melalui suntikan, 17%

c)

Mengidap Hemofilia atau gangguan koagulasi lainnya, 1%

d) Kontak Heterosexual dengan penderita AIDS atau dalam resiko AIDS, 1% e)

Orang yang pernah transfusi darah, 2%

f)

Bayi yang lahir dari ibu yang telah ditulari, 1%

5. Gejala-Gejalanya Tanda-tanda, gejala-gejala (Symptom) secara klinis pada seseorang penderita AIDS adalah diidentifikasi sulit karena symtomasi yang ditunjukan pada umumnya dalah bermula dari gejala-gejala umum yang lazim didapati pada berbagai penderita penyakit lain, namun secara umum dapat kiranya dikemukakan sebagai berikut: a. Rasa lelah dan lesu b. Berat badan menurun secara drastic c. Mencret dan kurang napsu makan d. Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut e. Demam yang sering dan berkeringat di waktu malam f. Pembengkakan leher dan lipatan paha g. Radang apru h. Kangker kulit 6. Masa Inkubasi Infeksi HIV Masa inkubasi atau masa laten, sangad tergantung pada daya tahan tubuh masingmasing orang rata-rata 5-10 tahun. Selama masa ini orang tidak memperlihatkan gejalagejala, walaupun jumlah HIV semakin bertambah dan sel T4 semakin menurun, semakin rendah jumlah sel T4, semakin rusak system kekebalan tubuh.;

Pada waktu system kekebalan tubuh sudah dalam keadaan parah, seorang ODHA mulai menampakan gejala-gejala AIDS.Kronologis Perjalanan HIV/AIDS secara singkat, perjalanan HIV/AIDS dibagi dalam 4 stadium: a. Stadium pertama: HIV Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan serologi ketika antibodi terhadap virus tersebut dari negative berubah menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibodi terhadap HIV menjadi positif disebut window period. Lama window period antara 1 samapi 3 bulan. Bahkan ada yang berlangsung sampai 6 bulan. Umumnya pada penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus bila tes antibodi menjadi positif berarti didalam tubuh terdapat cukup zat anti yang dapat melawan virus tersebut. Kesimpulan tersebut berbeda pada infeksi HIV karena adanya zat anti di dalam tubuh bukan berarti bahwa tubuh dapat melawan infeksi tetapi sebaliknya menunjukan bahwa didalam tubuh tersebut terdapat HIV, b. Stadium kedua: Asimptomatik atau tanpa gejala Asimptomatik berarti bahwa dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukan gejala-gejala. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata selama 5-10 tahun, cairan tubuh ODHA yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain. c. Stadium Ketiga: Pembesaran Kelenjar limfe Fase ini ditandai dengan pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persistem generalized lymphadenopathy), tidak hanya muncul pada satu tempat dan berlangsung lebih dari 1 bulan. d. Stadium keempat: AIDS

Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit saraf dan infeksi sekunder. 7. Pencegahan Prinsip pencegahan dapa dilakukan melalui pencegahan penularan virus HIV/AIDS melalui hubungan seksual (terbanyak) yaitu tidak berganti-ganti pasangan seksual atau jika terpaksa harus menggunakan kondom jika melakukan hubungan seksual dengan orang yang beresiko tinggi. Secara umum, pencegahan untuk HIV/AIDS meliputi 3 aspek yaitu; a. Pengetahuan melalui peningkatan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan sedini mungkin termasuk penggunaan kondom saat berhubungan seks. b. Sikap, melalui mengurangi sikap diskriminasi terhadap ODHA. c. Peningkatan perilaku hidup sehat terhadap HIV/AIDS. Perilaku hidup sehat melalui formulasi pencegahan HIV(+) /AIDS dilakukan dengan cara “A-B-C-D-E”, yang artinya A (Abstinensia): tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah, B (Be faith full): setia pada ,pasangan jika sudah menikah dan pasangan juga setia, C (Use Condom): Menggunakan kondom sebagai alat penceegahan penularan HIV(+) / AIDS pada saat berhubungan seks dan kondom juga digunakan bagi pasangan kedunya HIV+,

D (no drugs): tidak menggunakan narkoba dan E (Educative): Memberikan

informasi dari sumber yang kompeten melalui penyuluhan , seminar, pelatihan dan lain-lain. 8. Pengobatan Hingga saat ini, belum ada obat anti virus yang tersedia yang terbukti dapat menyembuhkan AIDS, walaupun upaya kearah itu tengah dipacu. Meski pengobatan masih belum berhasil memulihkan sistim kekebalan tubuh pada pasien AIDS, para dokter telah berhasil menggunakan obat, radiasi dan pembedahan untuk merawat berbagai penyakit

penderita AIDS. Saran terapi diperlukan untuk semua stadium infeksi AIDS,untuk merintangi gerakan virus. Agaknya suatu kombinasi dari terapi untuk menumpas virus dan menumbuhkan sistim kekebalan tubuh akan menjadi pengobatan yang paling efektif.

DAFTAR PUSTAKA Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan, pencegahan, dan pemberantasannya.. Jakarta: Erlangga Medical Series Muhajir. 2007. Pendidkan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Bandung: Erlangga Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiolog Kedokteran. Jakarta Barat: Binarupa Aksara Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Mandal,dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Medical Series

Related Documents

Artikel Kimia Hiv.docx
December 2019 3
Artikel
April 2020 61
Artikel
June 2020 55
Artikel
July 2020 41
Artikel
November 2019 56

More Documents from ""