Nama : Budi Agus Riyadi NIM : P27901113035 ARTIKEL KESEHATAN
EPISTAKSIS Hidung berdarah (Kedokteran: epistaksis atau Inggris: epistaxis) atau mimisan adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung. Epistaksis bukan merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari suatu kelainan. Epistaksis sering ditemukan dalam situasi sehari-hari dan hampir 90% perdarahan dapat berhenti sendiri. Epistaksis terdapat dua sumber perdarahan, yaitu bagian anterior dan posterior. Epistaksis anterior biasa terjadi pada anak-anak, dapat berhenti spontan dan mudah diatasi, sedangkan epistaksis posterior sering terjadi pada penderita usia lanjut yang disertai dengan hipertensi dan penyakit kardiovaskuler. Pada pasien yang mengalami epistaksis posterior biasanya perdarahan sukar diatasi. Prinsip penatalaksanaan kegawatdaruratan pada pasien yang mengalami epistaksis anterior dan posterior adalah : menghentikan perdarahan secepat mungkin dengan pemasangan tampon lebih baik dari pada obat hemostatik, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis.
Secara Umum penyebab epistaksis dibagi dua yaitu : Lokal dan Sistemik 1.
Lokal
Penyebab lokal terutama trauma, sering karena kecelakaan
lalulintas, olah raga, (seperti karena pukulan pada hidung)yang disertai patah tulang hidung, mengorek hidung yang terlalu keras sehingga luka pada mukosa hidung, adanya tumor di hidung, ada benda asing (sesuatu yang masuk ke hidung) biasanya pada anak-anak, atau lintah yang masuk ke hidung, alergi dan infeksi atau peradangan hidung dan sinus (rinitis dan sinusitis) 2.
Sistemik Penyebab sistemik artinya penyakit yang tidak hanya terbatas pada hidung, yang sering meyebabkan mimisan adalah alergi, hipertensi, infeksi sistemik seperti penyakit demam berdarah dengue atau cikunguya, kelainan darah seperti hemofili, autoimun trombositipenic purpura. Semua pendarahan hidung disebabkan lepasnya lapisan mukosa
hidung yang mengandung banyak pembuluh darah kecil. Lepasnya mukosa akan disertai luka pada pembuluh darah yang mengakibatkan pendarahan. Perdarahan spontan dari hidung 90% berasal dari daerah anteroinferior septum nasi yang disebut daerah Kiesselbach, sekitar 10% berasal dari bagian posterior rongga hidung, khususunya dari daerah pertemuan antara meatus inferior dan nasofaring, dan biasanya sukar diatasi. Tiga prinsip utama penanggulangan epistaksis : 1. Menghentikan perdarahan 2. Mencegah komplikasi 3. Mencegah berulangnya epistaksis Pertolongan pertama yang bisa dilakukan adalah menghentikan perdarahan tanpa bantuan obat dan alat. Cukup dengan duduk dengan posisi badan dan kepala agak maju ke depan. Lalu gunakan ibu jari dan telunjuk
untuk menekan dan menutup hidung. Sedangkan mulut dibuka untuk bernapas. Lakukan selama 1-2 menit. Tak berapa lama kemudian biasanya darah langsung berhenti. Dengan memajukan kepala berarti darah tidak akan mengalir kembali ke tenggorokan. Gunanya mencegah iritasi dan batuk, tersedak, atau muntah darah. Posisi duduk juga membuat aliran darah lebih lambat, karena posisi jantung sebagai pusat pompa darah berada di bawah hidung. Berbeda jika Penderita dibaringkan, karena posisi jantung berada sejajar dengan hidung, sehingga darah yang mengalir pun
relatif lebih cepat.
Jika dalam waktu 15-20 menit perdarahan tidak kunjung berhenti, ulangi gerakan menutup dan menekan hidung seperti dijelaskan tadi. Segera datangi klinik dokter atau rumah sakit terdekat jika mimisan tidak berhenti. Dokter akan membantu dengan memberikan obat tetes atau obat semprot yang mampu menghambat pecahnya pembuluh darah. Kalau tidak berhasil, dokter akan memberi tampon atau kapas dengan salep vaselin selama 1-2 hari. Fungsinya menekan dan mengistirahatkan perdarahan. Usahakan penderita tidak mengembuskan napas lewat hidung terlalu keras. penderita juga harus dijelaskan agar tidak mengorek-ngorek hidung
atau bekas luka yang mengering. Tindakan itu akan menyebabkan hidung mengalami perdarahan kembali. Jika sudah diatasi maka gangguan mimisan pun akan berhenti. Mimisan karena demam berdarah, misalnya, tentu akan hilang setelah demam berdarahnya sembuh. Demikian juga dengan mimisan karena penyakit infeksi, setelah diobati, mimisan pun segera pergi. Gangguan mimisan umumnya berkurang sesuai dengan pertambahan usia. Semakin tambah usia, pembuluh darah dan selaput lendir di hidungnya sudah semakin kuat, hingga tak mudah berdarah. Meski mayoritas kasus mimisan tidak berbahaya, orangtua hendaknya waspada jika frekuensi mimisan itu cukup sering, tiap 1-2 hari. Ini karena ada kemungkinan si kecil mengidap penyakit berbahaya. Penyakit seperti ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura), demam berdarah, leukemia, thalasemia berat, atau hemofilia, bisa juga menunjukkan gejala mimisan. Ini karena kadar trombosit yang rendah bisa menyebabkan perdarahan di hidung. Anak hemofilia bisa saja memiliki kadar trombosit yang normal, tapi faktor pembekuan darahnya rendah sehingga sering mengalami perdarahan. Meski kasusnya sangat jarang, anak darah tinggi dan gagal ginjal pun memiliki risiko besar mengalami mimisan. Demikian juga anak dengan riwayat hipertensi (tekanan darah tinggi). Perhatikan gejala-gejala yang mungkin menyertai. Jika disertai demam, kemungkinan penyebabnya penyakit infeksi seperti demam berdarah. Jika disertai munculnya bercak-bercak darah kemungkinan menjurus pada leukemia atau ITP. Sedangkan pada sinusitis umumnya mimisan disertai sakit kepala. Berbeda dari mimisan normal yang umumnya bersumber pada bagian anterior (bagian depan rongga hidung), maka mimisan yang disertai penyakit
berbahaya bersumber dari bagian dalam hidung (posterior). Tak heran, darah yang keluar banyak dan sulit dihentikan. Meskipun sangat jarang perdarahan yang banyak bisa membuat anak kekurangan darah (anemia). Bahkan, bukan tidak mungkin menyebabkannya pingsan. Untuk mengatasinya, dokter akan memberikan vitamin dan mineral. Lain hal jika anak kehilangan darah cukup banyak. Sangat mungkin dia harus menjalani transfusi Untuk memastikan penyebab epistaksi tersebut, ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah : 1. Pemeriksaan darah tepi lengkap 2. Fungsi hemostatis 3. Uji faal hati dan ginjal 4. Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring, setelah keadaan akut diatasi.